Anda di halaman 1dari 20

Bagian/SMF Psikiatri

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah


Denpasar

Terapi Elektrokonvulsi
Pembimbing:
Dr. I A Kusuma Wardani, SpKJ, MARS

Penyaji:
Dr. Endy Nurhayati
MEMONITOR KEJANG
• Yang dimonitor selama TEK
– Respon motorik pasien, tekanan darah, nadi, elektroensefalografi (EEG) dan
saturasi oksigen
• Memonitor kejang umum grand mal :
– Respon motorik ictal (konvulsi)
– Aktivitas EEG (aktivitas elektrofisiologis otak selama kejang)
• Yang teramati selama stimulasi :
– Aliran stimulus disertai kontraksi berbagai otot (ekstensi leher, rahang terkatup)
 bukan kejang, efek listrik langsung
– Beberapa detik setelah stimulus dihentikan, mulai respon motorik ictal
• Kontraksi tonik selama beberapa detik – 10 detik
• Perlahan berubah menjadi kontraksi klonik (>lama drpd kontraksi tonik)
• Perlahan frekuensi klonik berkurang dan berhenti
• Pelemas otot succinylcholine (biasanya 1,0 mg/kg)  relaksasi otot
lengkap/hampir lengkap.
• Memonitor respon motorik ictal dgn “cuff technique”
– Pasang cuff tekanan darah pada ekstremitas distal segera sebelum obat pelemas
otot
– Pompa hingga cukup diatas sistolik (sekitar 200 mmHg)
– Segara lepas tekanan pd cuff setelah kejang terjadi
• Memonitor dgn rekam aktivitas listrik otot  EMG (elektromyografi)
– Tempel elektroda EMG, distal dari cuff tekanan darah, jarak 3 – 4 cm

A. Tonik
B. Klonik
C. Klonik
• Memonitor kejang pd EEG
– Saat istirahat : amplitudo 10 – 100 μV
– Selama kejang grand mal : amplitudo hingga > 1000 μV
• Penempatan elektroda EEG

(dikutip dari Weiner, Clinical Manual of Electroconvulsive Therapy, 2010)


• Gambaran EEG selama kejang TEK ada
beberapa fase:
– preictal activity
– epileptic recruiting rhythm
– polyspike activity
– polyspike and slow-wave complexes
– termination phase
– postictal phase

(dikutip dari Weiner, Clinical Manual of Electroconvulsive Therapy, 2010)


• Algoritma manajemen ke-adekuatan kejang TEK

(dikutip dari Weiner, Clinical Manual of Electroconvulsive Therapy, 2010)


• Algoritma manajemen prolonged seizure pada TEK

(dikutip dari Weiner, Clinical Manual of


Electroconvulsive Therapy, 2010)
MEKANISME KERJA
• Belum ada mekanisme pasti
• Usaha menjelaskan : biokimia, neurofisiologi, neuroplastisitas
• Mekanisme biokimia
– Membandingkan hasil penelitian TEK pd manusia, ECS pd binatang, dan
mekanisme obat psikotropika, tapi data-data belum konsisten
– Meningkatkan transmisi serotonergik, tapi tampak berbeda dgn antidepresan,
belum jelas perbedaannya
–ECS meningkatkan fungsi dopaminergik D1 dan D3
– Mekanisme molekular :
ECS meningkatkan second messenger  meningkatkan ekspresi gen neurotrophic factors
(spt BDNF)  neurogenesis, neuroplastisitas, pertumbuhan dendrit di daerah kunci (spt
hipokampus)
– Depresi : Level BDNF limbik kurang, volume hipokampus dan prefrontal menurun
• Antidepresan meningkatkan level BDNF
• TEK meningkatkan level BDNF plasma yg berkorelasi dgn respon klinis
• Mekanisme neurofisiologi :
– Selama kejang umum terjadi peningkatan Cerebral blood flow (CBF), Cerebral
metabolic rate (CMR), Permeabilitas blood brain barrier (BBB)
– Postictal terjadi supresi pd EEG, penurunan CBF dan CMR
– Saat supresi postictal, aktivitas slow-wave pd responder > nonresponder
– Besarnya penurunan CBF pd daerah prefrontal tertentu  Efikasi TEK
– Studi PET oleh Takano et al (2007)

Selama kejang terjadi peningkatan CBF terutama di basal ganglia,


batang otak, diencephalon, amygdala, vermis serta korteks area
frontal, temporal dan parietal

Segera setelah TEK, CBF meningkat di


thalamus, menurun di cingulum anterior
dan korteks frontal medial
• Neuroplastisitas:
– Penelitian ECS pd binatang pengerat ditemukan plastisitas sinaptik di hipokampus
• pertumbuhan serat-serat saraf
• perubahan struktur sitoskeletal
• peningkatan konektivitas berbagai jalur
• peningkatan neurogenesis
• supresi terhadap apoptisis
– Maknanya thd TEK belum jelas
INDIKASI
• Rekomendasi American Psychiatric Association (APA) Task Force on ECT
(2001), kombinasi faktor :
– Diagnosis, tipe dan beratnya gejala, riwayat pengobatan, pertimbangan resiko dan
manfaat, pilihan alternatif pengobatan, pilihan pasien sendiri
• Bisa digunakan sbg modalitas terapi lini pertama, kedua, atau ketiga
• Pertimbangkan sbg terapi primer :
– Kebutuhan respon yang cepat karena beratnya kondisi psikiatri atau medis
– Resiko terapi lain lebih berat daripada resiko TEK
– Riwayat respon pengobatan yang buruk atau respon TEK yang baik
– Preferensi pasien sendiri
• Pertimbangan TEK sbg terapi sekunder :
– Resitensi pengobatan
– Intoleransi terhadap farmakoterapi atau terjadi efek samping
– Deteriorasi kondisi psikiatrik atau medik
• Rekomendasi American Psychiatric Association (2001) :
– Indikasi diagnostik utama : depresi, mania, skizofrenia
• Depresi mayor unipolar (episode tunggal atau berulang)
• Depresi mayor bipolar, meliputi bipolar depresi dan campuran
• Bipolar mania
• Skizofrenia, bila eksaserbasi psikotik dengan onset tiba-tiba atau belum lama,
skizofrenia katatonik, atau ada riwayat berespon baik thd TEK
– Gangguan psikotik terkait, khususnya skizofreniform, skizoafektif, dan mungkin
pada gangguan psikotik YTT bila ciri klinisnya sama dengan indikasi diagnostik
mayor lainnya
– Gangguan psikiatrik lain mungkin bermanfaat tetapi hendaknya disesuaikan secara
berhati-hati dan dipertimbangkan kasus per kasus
– Gangguan mental terkait kondisi medis : kondisi afektif dan psikotik sekunder berat
yang menampilkan gejala yang sama dengan pada diagnosis psikiatrik primer
(termasuk kondisi katatonik, delirium oleh berbagai etiologi)
– Gangguan neurologis : Parkinson, sindroma neuroleptik maligna, dan gangguan
kejang yang intractable
• Canadian Psychiatric Association position paper (2010) masih sama dgn
rekomendasi American Psychiatric Association (2001)
• Masoudzadeh et al (2007) :
– Manfaat TEK pada skizofrenia yang resisten pengobatan
– Penurunan skor PANSS bermakna pd kombinasi TEK-Clozapine, dibanding TEK
sendiri atau Clozapine sendiri
FREKUENSI DAN JUMLAH TERAPI
• Frekuensi :
– Frekuansi optimal belum diketahui
– Umumnya 2-3 x/minggu, tambah/kurangi sesuai pertimbangan
• Jumlah terapi dalam 1 rangkaian (seri)
– Tidak ditentukan, sesuaikan dgn respon klinis
– Perlu rutin periksa skala gejala secara obyektif, misal HAM-D, MADRS, CGI, PANSS,
dll
– Umumnya 6-12x, minimal 3x, maximal 20x
• Review dan ringkasan berbagai publikasi (Maixner dan Taylor, 2008)
(dikutip dari Maixner dan Taylor, Cambridge Textbook of Effective Treatments in Psychiatry, 2008)
(dikutip dari Maixner dan Taylor, Cambridge Textbook of Effective Treatments in Psychiatry, 2008)
KONTRAINDIKASI
• Tidak ada kontraindikasi absolut
• Kondisi yg meningkatkan resiko : penyakit kardiovaskuler, pernafasan, dan
susunan saraf pusat
– Kondisi kardiovaskular tidak stabil dan berat seperti infark myocard, unstable
angina, congestive heart failure, penyakit katup jantung berat
– Aneurisma atau malformasi vaskular yang rentan terhadap ruptur pada
peningkatan tekanan darah
– Peningkatan tekanan intrakranial yang bisa terjadi pada beberapa tumor otak
atau SOL (space-occupying lesion) serebri lainnya
– Kondisi paru-paru seperti COPD (chronic obstructive pulmonary disease) berat,
asma, atau pneumonia
– Status pasien yang dikategorikan sebagai ASA tingkat 4 atau 5
EFEK SAMPING
• TEK kontemporer
– Preoksigenasi, anestesia singkat, relaksasi otot, penggunaan pencegah gigitan,
dan pengawasan fisiologis pasien
– Morbiditas & mortalitas rendah (perkiraan 2 kematian/100.000 terapi)
• Keluhan umum :
– Nyeri kepala, nyeri otot, mual, kadang muntah
– Gejala biasanya self-limited, tidak berat, terapi simptomatis
• Yang paling diperhatikan pasien dan keluarga : gangguan memori
– Kebingungan postictal disusul amnesia retrograde dan anterograde
– Terkait jumlah terapi > banyak, jadwal > sering, elektroda bilateral, intensitas
stimulus tinggi, dan stimulus sine-wave
– Amnesia retrograde tentang informasi umum > terpengaruh dibandingkan
informasi autobiografi
RINGKASAN
• Tokoh-tokoh :
– Manfred Sakel (1933)  insulin koma
– L. J. von Meduna (1934)  kejang berulang dengan metoda farmakologis
– Ugo Cerletti dan Luigi Bini (1938)  induksi kejang dengan gelombang listrik sine
wave yang menjadi awal dari TEK
• Mesin TEK kini menggunakan gelombang brief pulse dan ultra brief pulse, dgn 4
parameter stimulus : lebar denyut, frekuensi, durasi, dan arus puncak
• Pilihan utama teknik penempatan elektroda stimulus adalah bilateral dan unilateral
kanan, yg berbeda dalam efikasi, kecepatan kerja, dan besarnya efek samping kognitif
• Stimulus menghasilkan aliran arus intracerebral untuk menginduksi kejang umum
yang adekuat
• Semakin tinggi intensitas stimulus thd ambang akan semakin efektif, namun
meningkatkan efek samping kognitif
• Pilihan strategi penentuan dosis stimulus adalah metoda dose-titration dan
preselected-dose.
• Kejang yang adekuat bila respon motorik ictal lebih dari 20 detik dan/atau
respon EEG ictal lebih dari 25 detik
• Mekanisme kerja belum jelas, berbagai usaha menjelaskan dgn mekanisme
biokimia, neurofisiologi, dan neuroplastisitas
• TEK bisa sbg terapi primer maupun sekunder
• Indikasi diagnostik utama : depresi mayor, mania, dan skizofrenia
• Umumnya diberikan 2-3 x/minggu, dalam 6-12x terapi
• Tidak ada kontraindikasi absolut, namun resiko meningkat pd gangguan
kardiovaskular, pernafasan, dan sistem saraf pusat
• Efek samping yang paling menjadi perhatian adalah gangguan memori,
baik amnesia retrograde maupun anterograde

Anda mungkin juga menyukai