Anda di halaman 1dari 62

Mata Merah Tanpa

Penurunan Visus

Di susun oleh
1. Hana Azizah 116170024
2. Luthfi Dziya Ulhaq 116170038

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RSUD WALED KABUPATEN CIREBON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SWADAYA
GUNUNG JATI COREBON
2020
Anatomi
Konjungtiva : membran mukosa ya
ng transparan dan tipis yang mem
bungkus permukaan posterior kelo
pak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior (Konjungt
iva bulbaris).
• Perdarahan dari a. ciliaris
anterior dan a. palpebralis
• Konjungtiva menerima
persarafan dari
percabangan (oftalmik)
pertama nervus V. Saraf
ini memiliki serabut nyeri
yang relatif sedikit.
Konjungtiva

Sub-konjungtiva berada diantara konjungtiva


dan sklera
Pinguekula

Definisi
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi
yang ditemukan pada orang tua, terutama yang matanya
sering terkena iritasi. Penguekula juga merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa.

Etiologi

Penyebab pasti terjadinya pinguekula tidak diketahui. Namun terdapat


beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya
pinguekula.Faktor resiko yang mempengaruhi pinguekula adalah
lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari
bahan tertentu di udara dan faktor herediter.
Patofisiologi

• Lesi degeneratif dari konjungtiva bulbar ini terjadi sebagai hasil dari radiasi sinar
ultraviolet (UV), namun sering juga dihubungkan dengan iritasi benda iritan seperti
debu. Sel epithelium yang melapisi pinguekula dapat saja normal, menipis, atau
menebal. Sementara kalsifikasi jarang terjadi.
• Pinguekula terjadi akibat degenerasi atau degradasi serat kolagen dalam
konjungtiva. Degenerasi konjungtiva menciptakan deposit dan pembengkakan
jaringan yang biasanya akan datar.
Manifestasi Klinis

• Pinguekula sering bermanifestasi di dekat


limbus pada zona interpapebral, paling
sering daerah nasal,berupa penonjolan
putih kekuningan, disertai kemerahan,
bengkak , deposit subepithelial yang
amorf. Pinguekula dapat membesar
secara bertahap dalam periode waktu Gambar. Pinguekula
yang lama. Inflamasi berulang dan iritasi
okuli mungkin dijumpai.
Tanda Karakteristik histopatologi

• Penampilan kuning-putih, amorf • Degenrasi basofilik kolagen


endapan subepitel epitel. • Peradangan kronis di substantia
• Tampak berdekatan dengan limbus propia
di zona interpalpebral, lebih sering • Peningkatan vaskularisasi
di hidung
• konjungtiva yang menutupi
penguekula mungkin normal, tebal,
dan tipis
Penatalaksanaan

• Terapi lubrikasi untuk mencegah iritasi sering digunakan secara klinis.


• Eksisi jaringan pinguekula hanya diindikasikan ketika pinguekula
mengganggu tampilan kosmetik atau lebih jauh pinguekula tersebut menjadi
meradang secara kronis.
• Penggunaan dari steroid topical dapat juga dipertimbangkan pada pasien
dengan inflamasi kronis.
Pterigiu Suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva
m yang bersifat degeneratif dan invasif.

Etiologi :
tidak diketahui, diduga disebabkan
suatu neoplasma, radang, dan deg
enerasi.
Faktor lainnya :
Biasanya terletak pada celah iritasi kronis akibat debu, cahaya si
kelopak bagian nasal ataupun nar matahari, dan udara yang pana
temporal konjungtiva yang
meluas ke kornea berbentuk
s,
segitiga dengan puncak di bagian
sentral atau di daerah kornea.
Gambar ini menunjukkan peran paparan radiasi UV
(terutama gelombang UVR) pada perkembangan
Pterigium.

Permukaan kornea yang sehat dipertahankan


dengan self-renewing, Stem cell spesifik (SC) yang
berada di limbus, yaitu di zona transisi melingkar
sempit yang membatasi kornea.
-Kegagalan untuk mempertahankan lingkungan
mikro yang normal sebagai akibat ekstrinsik (misalnya,
radiasi UV) atau sinyal intrinsik (misalnya, sitokin)
dapat berkembang menyebabkan gangguan pada mata.-
Sinar UV yang mengenai limbus nasal,
mengaktifkan dan/atau mutasi LSC, mengakibatkan
ekspansi klonal, proliferasi sel lokal, dan invasi ke
kornea

LSC : Limbal stem cell


Keluhan :
tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, m
erah, dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan keluha
n gangguan penglihatan.
Diagnosis banding :
pseudopterigium, pannus, dan kista dermoid.
Tatalaksana :
• Air mata buatan
• Bersifat rekuren sehingga tidak diperlukan pengobatan.
• Jika meradang cukup diberikan steroid (prednisolone 1%) atau tetes mat
a dekongestan.
• Tindakan pembedahan kombinasi autograf konjungtiva dan eksisi.
Komplikasi : -
Pencegahan :
lindungi mata dari sinar matahari, debu, dan udara kering dengan kacama
ta pelindung.
Konjungtivi Radang konjungtivitis atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan
tis bola mata, dalam bentuk akut dan kronis.
Etiologi :
bakteri, klamidia, alergi, viral toksik dan berkaitan dengan penyakit sistemik.

Bakteri
Fungus dan
Manifestasi Virus Alergi
Purulen Non purulen parasit

Sekret Sedikit Banyak Sedikit Sedikit Sedikit


Air mata Banyak Sedang Sedang Sedikit Sedang
Gatal Sedikit Sedikit     Hebat
Injeksi Umum Umum Lokal Lokal Umum
Nodul pre-aurikular Sering Jarang Sering Sering  
Pewarnaan Monosit Bakteri Bakteri Biasanya Eosinofil
Swab Limfosit PMN PMN Negatif  
Sakit tenggorokan dan Kadang Kadang      
panas yang menyertai
Gambaran klinis pada umumnya :
• dapat berupa hiperemi konjungtiva
bulbi (injeksi konjungtiva),
• lakrimasi,
• eksudat dengan sekret yang lebih n
yata di pagi hari,
• pseudoptosis akibat kelopak mata b
engkak,
• kemosis,
• hipertrofi papil,
• folikel,
• pseudomembran granulasi,
• flikten,
• terasa seperti ada benda asing, dan
• adenopati preaurikuler.
Konjungtivitis bakteri
• Gatal, merah, secret
Konjungtivitis alergi Konjungtivitis virus purulent/mukopurulen
• Gatal, merah, bera • Gatal, merah, berair,
ir sekret, serous
Konjungtiviti Konjungtivitis
Konjungtiviti s Virus Bakteri
s Alergi
• Lid & hand hygiene • Bersihkan sekret
• Hindari allergen • Kompres dingin sesering mungkin
• Kompres dingin • Bersihkan konjungtiva • Antibiotik spektrum
• Antihistamin : res dengan rutin luas topikal dan atau
eptor H-1 menggunakan forsep atau sistemik
 Chloramphenicol
• Steroid (alergi ber usap dengan kapas setiap
2-3 hari, kombinasi denga (1%)
at) – loteprednol  Gentamycin (0.3%)
kortikosteroid topical
0,2%, profilaksis • untuk N.gonorrhoeae:
• HSV : antivirus
0.5 PRNG dan cek lab
(trifluridine 1%)
• Edukasi
Klasifikasi Klinik Konjungtivitis Bakterial

• Keratokonjungtivitis gonokokal
• Konjungtivitis bakterial simple
• Konjungtivitis bakterial akut
• Keratokonjungtivitis klamidia pada dewasa
• Konjungtivitis klamidia pada neonatal
• Trachoma
Keratokonjungtivitis Gonokokal
Tanda Komplikasi

Akut, purulent discharge, Ulserasi kornea, perforasi,


hiperemi, dan kemosis dan endoftalmitis akut

Terapi :
Gentamicin topical dan basitrasin
Cefoxitin atau Cefotaxime IV
Konjungtivitis bakterial simpel
Tanda Komplikasi

Injeksi konjungtiva dan Onset subakut


kelopak mata berkerak mukopurulen discharge

Terapi :
Antibiotik topical broad spectrum
Keratokonjungtivitis klamidia pada dewasa
Tanda Komplikasi

Subakut, konjungtivitis Keratitis perifer


mukopurulen folikuler

Terapi :
Tetrasiklin topical atau tetrasiklin oral atau eritromycin
Konjungtivitis klamidia pada neonatal
• Muncul diantara 5 dan 19 hari setelah kelahiran Tanda
• Kemungkinan berhubungan dengan otitis,
rhinitis, dan pneumonia

Terapi :
Tetrasiklin topical dan oral eritromycin konjungtivitis papiler
mukopurulen
Klasifikasi Klinik Konjungtivitis Viral
• Keratokonjungtivitis adenoviral
• Konjungtivitis moluskum kontagiosum
• Konjungtivitis herpes simplex
Keratokonjungtivitis adenoviral

Bilateral, acute watery Subkonjungtiva hemoragik


discharge, dan folikel dan pseudomembranes
jika berat

Terapi :
Simtomatik
Konjungtivitis moluskum kontagiosum

• Berminyak, nodul pada • Ipsilateral, kronik,


kelopak mata bentuk mukoid discharge
umbilikal • Konjungtivitis folikular
• Multiple
Konjungtivitis herpes simplex

Unilateral vesikel pada Konjungtivitis folikuler akut


kelopak mata

Terapi :
Topikal antivirus untuk mencegah keratitis
Klasifikasi Klinik Konjungtivitis Alergik
• Simple allergic conjungtivitis (SAC)
• Alergi rhino-konjungtivitis
• Vernal keratoconjungtivitis (VKC)
• Atopic keratoconjungtivitis (AKC)
• Giant papillary conjungtivitis (GPC)
Simple allergic conjungtivitis (SAC)

Gejala Tanda
• Gatal • Tidak selalu ada
• Berair, discharge (+) • Kelopak mata bengkak
• Kemerahan • Konjungtiva hiperemis
• Konjungtiva : hiperemis • Kemosis ringan
dan kemosis • Reaksi papillary
• Edema pada kelopak mata • Kornea jarang terkena
• Psedudoptosis
• Trantas dots
• Punctate epithelial
erosion (PPE)
• Keratoconus
Alergi rhino-konjungtivitis
• Reaksi hipersensitif terhadap antigen spesifik yang ada di udara (airborne)
• Sering berhubungan dengan gejala pada hidung
• Musiman atau perennial

Edema kelopak Edema konjungtiva


mata
Vernal keratoconjungtivitis (VKC)
Sering dihubungkan dengan atopic : asma, hay fever,
dan dermatitis
• Rekuren, bilateral
• Umumnya mengenai anak-anak dan remaja
• Lebih sering pada laki-laki dan di udara hangat
• Terasa gatal,
• Mukoid discharge
• Lakrimasi

Tipe
• Palpebral
• Limbal Terapi :
• Campur • Topikal mast cell stabilizers
• Topikal steroid
Limbal Vernal
Atopic keratoconjungtivitis (AKC)

Biasanya menyerang pasien yang Kelopak mata merah, menebal,


muda dengan dermatitis atopik maserasi, dan fissura
Giant papillary conjungtivitis (GPC)
Hal ini terjadi ketika satu atau beberapa benjolan
bulat kecil (papillae) berkembang ke arah bawah
bagian kelopak mata

Gejala :
• Gatal
• Terasa seperti ada benda asing
• Mata kemerahan
• Terbentuk mucus yang berlebihan
• Bengkak
• Penglihatan blur
Hematoma Sub Konjungtiva
Definisi
Perdarahan yang terjadi dapat terjadi pada keadaan dimana
pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, hemoragik,
anemia, pemakaian antikoagulan, dan batuk rejan).

Etiologi
- Idiopatik
- Manuver valsava(batuk, tegang, muntah, bersin)
- Traumatik
- Gangguan perdarahan
- Penggunaan obat-obatan (NSAID, steroid, kontrasepsi)
- Penggunaan lensa kontak
- Operasi mata
Patofisiologi

Pemb.darah rapuh Pecah

Struktur Konjungtiva Halus

Darah menyebar secara difus

Eritema difus Darah tertimbun


Klasifikasi

Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
• Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba  –  tiba (spontan)
diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah dan mudah pecah.
• Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. 
Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik 
•  Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung atau tid
ak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. 
• Perdarahan yang terjadi kadang –  kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi. 
Manifestasi klinis
- Nyeri (jarang)
- Rasa tidak nyaman (seperti mengganjal) saat
perdarahan pertama kali
- Adanya perdarahan pada sclera. Merah
terang(tipis), merah tua(tebal)
- Tidak ada peradangan
- Terlihat 24 jam pertama setelah itu
hilang setelah diabsorpsi
Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan fisik
Untuk mendiagnosis perdarahan subkonjungtiva,
• dilakukan pemeriksaan mata anterior. Didapatkan
Anamnesis
adanya
keluhan mata merah terang yang muncul
• warna merah cerah pada sklera yang berbatas
tiba-tiba. Warna merah pada mata sering
tegas.
terjadi pada daerah inferior atau temporal. • Tidak didapatkan adanya discharge.
Tidak didapatkan adanya penurunan tajam • Tidak adanya penurunan tajam penglihatan
penglihatan. Pasien tidak mengeluh adanya pada pemeriksaan menggunakan Snellen
nyeri, gatal, atau discharge. chart.
• Pada pupil juga tidak didapatkan gangguan
Tanyakan riwayat hipertensi, batuk rejan dan reaktif terhadap cahaya.
atau batuk berat, riwayat aterosklerosis, • Pergerakan bola mata tidak mengalami
dan gangguan perdarahan. gangguan.
Tanyakan pula riwayat trauma, adanya • Pemeriksaan funduskopi diperlukan apabila
trauma tumpul, benda asing, atau riwayat perdarahan subkonjungtiva disebabkan oleh
menggosok-gosok mata terlalu keras. trauma untuk melihat apakah terdapat
kelainan lain di segmen belakang bola mata.
Penatalaksanaan

• Apabila pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman atau rasa iritasi, dapat diberikan tetes air mata buatan/
artifisial 4 kali sehari.
• Perdarahan subkonjungtiva biasanya akan direabsorpsi dalam waktu 1-2 minggu. Warna merah pada mata
biasanya berangsur berubah menjadi kuning kehijauan seperti memar, dan akan perlahan menghilang. 
Reaksi radang jaringan ikat vasku
Episkleritis ler yang terletak antara konjungti
va dan permukaan sklera
Penyakit episkleritis dapat disebabkan
reaksi hipersensitivitas terhadap
penyakit sistemik.

Gejala klinis :
• Mata kering
• Rasa sakit yang ringan
• Mengganjal
• Konjungtiva udem
Terapi
• Episkleritis dapat sembuh sempurna atau bersifat resi
dif yang dapat menyerang tempat yang sama ataupu
n berbeda-beda dengan lama sakit berlangsung 4-5
minggu.
• Vasokonstriktor
• Kortikosteroid eye drops
• Simtomatik
Defisiensi Vitamin A / xerophtalmia
Definisi

• Suatu  keadaan, ditandai rendahnya  kadar Vitamin A dalam


jaringan penyimpanan (hati). Keadaan ini ditunjukan dengan
kadar serum retinol dalam darah kurang dari 20μg/dl
Epidemiologi
• Umunya terdapat pada anak usia 6 bulan sampai 4 tahun.
• Cakupan kapsul vitamin A secara nasional pada anak umur 6-59 bulan hanya
sebesar 69,8%.
• Menurut WHO dalam Global prevalence of vitamin A deficiency in populations
at risk 1995–2005, buta senja mempengaruhi 5,2 juta anak usia prasekolah
dan 9,8 juta wanita hamil.
Etiologi
Primer : Kekurangan vitamin A dalam diet
Sekunder : Gangguan absorpsi saluran cerna, seperti :
(1) Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi
Protein (KEP) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat,
(2) Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-
albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
Patofisiologi

• Salah satu fungsi dari vitamin A adalah berperan dalam proses penglihatan, dimana
retina merupakan salah satu target sel dari retinol.
• Retinol yang telah berikatan dengan RBP akan ditangkap oleh reseptor pada
sel pigmen epitel retina, yang akan dibawa ke sel-
sel fotoreseptor untuk pembentukan rodopsin.
• Rodopsin ini sangat berperan terutama untuk penglihatan pada cahaya redup.
• Karena itu tanda dini dari defisiensi vitamin A adalah rabun senja.
• Vitamin A secara khusus sangat penting untuk menjaga integritas epitel dan
pemeliharaan sekresi di mukosa, yang mana, jika terganggu, bisa meningkatkan
paparan terhadap mikroorganisme dan risiko infeksi
Klasifikasi

• Klasifikasi Ten Doeschate • Klasifikasi The Internasional Vitamin A Consultative


Group di Haiti, yang merupakan klasifikasi WHO,yaitu :

Xo Hemeralopia X1A Xerosis konjungtiva


X1 Hemeralopia dengan xerosis konjungtiva dan Bitot X1B Bercak bitot dengan xerosis konjungtiva

Xerosis kornea X2 Xerosis kornea


X2
X3A Ulkus kornea/keratomalasia < 1/3 permukaan kornea
X3 Keratomalasia
X3B Ulkus kornea/keratomalasia ≥ 1/3 permukaan kornea
X4 Stafiloma, ftisis bulbi

Dimana kelainan pada: Catatan:


Xo sampai X2 masih reversible XN : Buta senja, night blindness
X3 sampai X4 ireversibel XF : Fundus xeroftalmia
XS : Parut (skar) xeroftalmia
Manifestasi Klinis

Buta senja (XN) Xerosis konjungtiva (X1A)

• Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit • Selaput lendir bola mata tampak kurang
beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah mengkilat atau terlihat sedikit kering,
lama berada di cahaya terang berkeriput, dan berpigmentasi dengan
• Penglihatan menurun pada senja hari, dimana permukaan kasar dan kusam
penderita tak dapat melihat di lingkungan yang • Orang tua sering mengeluh mata anak
kurang cahaya, sehingga disebut buta senja. tampak kering atau berubah warna
• Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan kecoklatan.
membentur benda didepannya, karena tidak dapat
melihat
• Anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk
mengatakan anak tersebut buta senja. Dalam
keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di
dudukkan di tempat kurang cahaya karena tidak
dapat melihat benda atau makanan di depannya
Manifestasi Klinis

Xerosis konjungtiva dan bercak bitot (X1B) Xerosis kornea (X2)


• Bercak putih seperti • Kekeringan pada konjungtiva
busa sabun atau keju berlanjut sampai kornea
terutama di daerah celah • Kornea tampak suram dan kering
mata sisi luar. dengan permukaan tampak kasar
• Tampak kekeringan • Keadaan umum anak biasanya
meliputi seluruh buruk (gizi buruk dan menderita,
permukaan konjunctiva penyakit infeksi dan sistemik lain).
• Konjungtiva tampak
menebal, berlipat-lipat
dan berke rut
• Mata tampak bersisik.
Manifestasi Klinis

Keratomalasia dan ulkus kornea (X3A, X3B)

• Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus


• Tahap X3A: bila kelainan mengenai kurang dari 1/3
permukaan kornea.
• Tahap X3B: bila kelainan mengenai semua atau lebih
dari 1/3 permukaan kornea
• Keadaan umum penderita sangat buruk
Manifestasi Klinis

Xeroftalmia skar (XS) Xeroftalmia fundus (XF)

• Kornea mata tampak menjadi putih • Pada fundus didapatkan


atau bola mata tampak mengecil. bercak-bercak kuning
Bila luka pada kornea telah keputihan yang tersebar dalam
sembuh akan meninggalkan bekas retina, umumnya terdapat di
berupa sikatrik atau jaringan parut. tepi sampai arkade vaskular
Penderita menjadi buta yang temporal. Pada bagian ini
sudah tidak dapat disembuhkan hanya dapat diamati dengan
walaupun dengan operasi cangkok funduskopi .
kornea.
Diagnosis

Anamnesis

• Ibu pasien biasanya mengeluhkan anaknya tidak bisa melihat pada sore hari
(buta senja) atau terdapat kelainan pada matanya. Ibu pasien biasanya
mengeluhkan anaknya tidak bisa melihat pada sore hari (buta senja) atau
terdapat kelainan pada matanya. Selain itu, kita juga perlu menanyakan pada
pasien perkara-perkara Riwayat ibu yang pernah menderita kekurangan
vitamin A, pasien mengeluh mata kering dan menjadi kabur bila malam hari,
asupan nutrisi pasien.
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaa khusus

• Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan


menggunakan senter yang terang. Pemeriksaan mata untuk
melihat tanda-tanda xeroftalmia. Kelainan pada mata
bergantung dari stadium yang diderita oleh pasien.

Tes Adaptasi Gelap

• Pemeriksaan didasarkan pada keadaan bila terdapat


kekurangan gizi atau kekurangan vitamin A akan terjadi
gangguan pada adaptasi gelap.a
Pemeriksaan penunjang

• Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila


ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA
sub klinis.
• Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui kemungkinan anemia,
infeksi atau sepsis.
• Pemeriksaan fungsi hati untuk mengevaluasi status gizi
Medikamentosa
Penatalaksanaan
• Defisiensi vitamin A diberikan dosis 30.000 unit/hari per oral selama 1 minggu.
• Kasus lanjut memerlukan dosis awal yang jauh lebih tinggi (20.000 unit/kg/hari)
• Salep sulfonamide atau antibiotic dapat digunakan secara local pada mata untuk
mencegah infeksi bakteri sekunder
• Rata-rata kebutuhan vitamin A adalah 1500-5000 IU/hari (anak-anak sesuai usia)
5000 IU (dewasa)
Non medikamentosa

• Pengobatan untuk KVA subklinis meliputi konsumsi makanan kaya vitamin A, seperti
hati, daging sapi, ayam, telur, susu yang diperkaya, wortel, mangga, ubi jalar, dan
sayuran berdaun hijau. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran per hari dianjurkan
untuk menyediakan distribusi komprehensif karotenoid. Berbagai makanan, seperti
sereal , kue, roti, biskut, dan bar sereal gandum, sering diperkaya dengan 10-15% dari
RDA vitamin A.
Trachoma
Definisi
• suatu bentuk dari konjungtivitis Etiologi
folikular kronik yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Chlamydia • Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe
trachomatis serotipe A, B, Ba, A, B, Ba, atau C.
atau C. • Chlamydia ini termasuk bakteri gram negatif
• Trakoma termasuk jenis infeksi • serotipe A-C menyebabkan trakoma
mata yang berlangsung lama • Serotipe D-K menyebabkan konjungtivitis inklusi
yang menyebabkan inflamasi • Limfogranuloma venerum disebabkan oleh serotipe L1-L3
dan jaringan parut pada
konjungtiva dan kelopak mata,
serta kebutaan
Patofisiologi
Infeksi menyebabkan terjadinya proses inflamasi

dominasi oleh infiltrat limfosit dan monocytic dengan sel plasma


dan makrofag dalam folikel.

Folikel merupakan pusat germinal khas dengan pulau-pulau


proliferasi sel-B yang dikelilingi oleh sebukan sel T.

Infeksi konjungtiva berulang  peradangan berkepanjangan


menyebabkan terbentuknya jaringan parut konjungtiva
(Conjungtival scarring).

Jaringan parut diasosiasikan dengan atrofi epitel konjungtiva 


sel goblet, dan pergantian jaringan normal, longgar, stroma
vaskular subepitel dengan jaringan ikat kolagen tipe IV dan tipe
V.
Proses
Trachoma
• Infeksi Chlamydia
trachomatis
serotype A, B, Ba, C
• Vector : lalat Konjungtiviitis folikular akut Jaringan parut pada konjungtiva Herbert Pits

Formasi pannus Trichiasis Entropion sikatrik


Tanda dan Gejala Klinis
• konjungtivitis folikular kronik
• Masa inkubasi trakoma rata-rata 7 hari, tapi bervariasi dari 5 sampai 14 hari.
• Pada bayi atau anak-anak  timbul diam-diam dan penyakit itu dapat sembuh
dengan sedikit atau tanpa komplikasi
• Pada orang dewasa  timbulnya sering akut atau subakut, dan komplikasi cepat
berkembang
• mata berair
• fotofobia, nyeri
• eksudasi,
• edema palpebra
• hiperemia
• hipertrofi papilar
Temuan Laboratorium

• Kerokan konjungtiva
ditemukan Inklusi klamidia (inklusi Halber-staedter Prowazeki) 
tampak sebagai massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang
sangat halus, yang menutupi inti sel epitel. dengan pewarnaan
Giemsa
Klasifikasi WHO

• Trakoma Inflamasi-Folikuler (TF) : lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal
• Trakoma Inflamasi – Intense (TI) : infiltrasi difus dan hipertrofi papilar konjungtiva tarsal superior
yang sekurang-kurangnya menutupi 50% pembuluh profunda normal
• Trakoma Sikatriks (TS) : parut konjungtiva trakoma
• Trakoma Trikiasis (TT) : Trikiasis atau entropion (bulu mata terbalik ke dalam)
• Kekeruhan kornea (CO) : kekeruhan kornea
Penatalaksanaan
Kunci pentalaksanaan trakoma yang dikembangkan WHO adalah
strategi SAFE (Surgical care, Antibiotics,Facial cleanliness, Environmental
improvement).
1. Tindakan bedah
2. Terapi antibiotik (Azithromycin sistemik)  
3. Kebersihan wajah
4. Peningkatan sanitasi lingkungan
Daftar Pustaka

1. Ilyas Sidsrta dan Yuliyanti Sri Rahayu. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI ; 2013.
2. Chui Jeanie, Coroneo Minas T., Tat Lien T., Crouch Roger, Wakefield Denis, dan Girolamo Nick Di. Ophthalm
ic Pterygium : A Stem Cell Disorder with Premalignant Features. Australia : The American Journal of Patholo
gy ; 2010. Available at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3069871/
3. Riordan P, Whitcher. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC, 2009.
4. Drake Richard L., Vogl Wayne, dan Mitchell Adam W. M. Gray’s Basic Anatomy. USA : Elsevier ; 2012.
Terima Kasih 

Anda mungkin juga menyukai