Anda di halaman 1dari 14

Temuan

Pencitraan CT pada
Coronavirus
Disease: Hubungan
dengan Durasi
Infeksi
Pembimbing: dr. Suginem Mudjiantoro, Sp. Rad
Alifa Sarah Safira / 2016730112
PENDAHULUAN
• Wabah yang disebabkan oleh infeksi coronavirus disease 2019 (COVID-19) dimulai pada desember 2019 di
wuhan, ibukota provinsi hubei. Gejala klinis paling umum adalah demam dan batuk, yang bisa disertai dengan
gejala lainnya, seperti dispnea, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan.

• Analisis prospektif awal di Wuhan menemukan adanya opasitas paru-paru bilateral pada 40 dari 41 (98%) ct scan
dada pada pasien yang terinfeksi, dan temuan yang paling khas berupa adanya area konsolidasi subsegmental dan
lobular.

• Peneliti lain memeriksa ct scan dada yang dilakukan pada 21 pasien yang terinfeksi dan menemukan gambaran
dengan ground-glass appearance dan konsolidasi cukup tinggi, kadang-kadang dengan morfologi bulat dan
distribusi paru perifer.

• Evaluasi radiologi toraks seringkali merupakan kunci untuk evaluasi pasien yang dicurigai terkena infeksi
COVID-19.

• Dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan temuan CT dada pada 121 pasien yang terinfeksi COVID-19 di
Tiongkok dan mencari hubungannya dengan waktu antara onset gejala dan CT scan awal.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
● Subjek penelitian sebanyak 121 pasien dewasa yang dirawat di empat
rumah sakit di empat provinsi di Cina dengan diagnosis COVID-19 dan
menjalani pemeriksaan CT scan dada
● Kriteria eksklusi: kurang dari 18 tahun
● Selain umur dan jenis kelamin, informasi klinis yang dikumpulkan
meliputi riwayat perjalanan dan riwayat pajanan (jika diketahui). Semua
pasien positif COVID-19 pada pengujian laboratorium dengan real-time
reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), sekret
saluran napas diperoleh dari bilasan bronkoalveolar, aspirat endotrakeal,
swab nasofaring, atau swab orofaring.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
● Semua pindaian diperoleh tanpa bahan kontras intravena dengan pasien beraada dalam posisi terlentang selama inspirasi
akhir. Hanya CT scan dada awal yang dievaluasi.
● Untuk setiap pasien, CT scan dada dievaluasi dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Adanya opasitas ground-glass g. Adanya efusi pleura


b. Adanya gambaran konsolidasi paru h. Adanya limfadenopati toraks (dengan ukuran limfonodus ≥
c. Gambaran ground-glass dan konsolidasi lateral 10 mm pada short axis dimension)
d. Banyaknya lobus yang terkena, dimana terdapat i. Kelainan jalan napas, meliputi penebalan dinding dada,
salah satu dari konsolidasi atau ground-glass bronkiektasis, dan sekret endoluminal
appearance j. Distribusi penyakit secara aksial (yang dikategorikan
e. Tingkat keparahan tiap lobus paru dan paru secara sebagai tidak adanya distribusi penyakit aksial, penyakit
keseluruhan, yang diukur dengan ”total severity predominan ”peribronkovaskular” sentral, atau penyakit
score” predominan perifer)
f. Adanya nodul k. Adanya penyakit paru sebelumnya, seperti emfisema atau
fibrosis.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
● Kelainan lainnya, seperti opasitas linear, opasitas dengan morfologi bulat, opasitas halo sign, opasitas
dengan pola tidak beraturan, dan opasitas dengan kavitas intralesi juga dicatat.
● Opasitas ground-glass diartikan sebagai peningkatan atenuasi paru dengan preservasi margin bronkial
dan vaskular, sedangkan konsolidasi merupakan opasitas dengan obskurasi pada batas pembuluh darah
dan dinding jalan napas.
● Setiap lima lobus dinilai derajat terkenanya, yang diklasifikasikan menjadi none (0%), diberi skor 0;
minimal (1 – 25%) diberi skor 1; mild (26 – 50%), diberi skor 2, moderate (51 – 75%), diberi skor 3;
atau severe (76- 100%), diberi skor 4. Skor total tingkat keparahan paru didapat dengan menjumlahkan
skor dari kelima lobus paru (dengan rentang kemungkinan skor 0 – 20).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
● Jumlah waktu antara munculnya gejala pertama kali (misalnya batuk atau demam) dengan tanggal
keluarnya hasil positif dari tes PCR dan pemeriksaan CT scan pertama dicatat bagi semua pasien. Dua
puluh tujuh pasien dikeluarkan dari penelitian karena tidak mengetahui kapan gejala pertama kali
muncul, menyisakan 94 pasien untuk dianalisis.
● Jika waktu antara onset gejala muncul dan CT adalah 2 hari atau kurang (36 dari 94 pasien), pasien
dianggap melakukan CT pada fase awal penyakit. Jika waktu antara onset gejala dan CT antara 3 sampai
5 hari (33 dari 94 pasien), pasien dianggap melakukan CT pada fase intermediet. Jika waktu antara onset
gejala dan CT antara 6 – 12 hari, pasien dianggap melakukan CT pada fase akhir.
HASIL PENELITIAN
HASIL PENELITIAN

Dua puluh orang mengalami kelainan paru unilateral: 13 pasien


hanya pada paru kanan (Fig. 2) dan 7 pasien hanya pada paru kiri
HASIL PENELITIAN
HASIL PENELITIAN

Tidak ditemukan opasitas linear, pola tak


beraturan, dan gambaran reverse halo sign dari semua
pasien fase awal, tapi ditemukan masing-masing 5 dari
25 pasien (20%), 5 dari 25 pasien (20%), dan 1 dari 25
pasien (4%) pada pasien fase akhir (Fig. 5). Untuk
distribusi penyakit dilihat dari potongan aksial,
distribusi perifer didapatkan pada 8 dari 36 pasien fase
awal (22%), 21 dari 33 pasien fase intermediet (64%),
dan 18 dari 25 pasien fase akhir (72%).
HASIL PENELITIAN
PEMBAHASAN
• Gambaran CT dada merupakan salah satu komponen vital dalam algoritma diagnosis pasien suspek COVID-19.

• Hanya satu dari pasien-pasien ini (yang berasal dari grup fase awal) yang hasilnya negatif pada tes pertama real-
time RT-PCR, yang mengindikasikan didapatkan hasil pencitraan CT normal pada pasien yang menerima hasil real-
time RT-PCR positif. Dengan demikian, pencitraan CT memiliki sensitivitas yang terbatas dan nilai prediktif negatif
segera setelah munculnya gejala dan tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis jika hanya berdasarkan
hasil pencitraan CT saja.

• Temuan lain dalam penelitian ini sebagian besar sejalan dengan investigasi radiologi awal sejauh ini, dimana
opasitas ground-glass dan konsolidasi paru yang sering disertai dengan distribusi paru perifer dan bilateral, muncul
sebagai petanda COVID-19 pada pemeriksaan pencitraan CT paru. Pola penyakit ini, serupa dengan gejala pada
wabah virus sebelumnya, seperti SARS dan MERS
PEMBAHASAN
• Temuan dalam penelitian ini, yang menyoroti adanya peningkatan frekuensi pada penemuan gambaran, seperti
konsolidasi, kelainan bilateral, keterlibatan paru yang lebih besar, opasitas linear, pola yang tidak beraturan, tampak
reverse halo sign, dan distribusi pada perifer paru pada pasien yang dilakukan pencitraan CT berhari-hari setelah
munculnya gejala, menunjukkan bahwa pencitraan CT memiliki korelasi dengan patofisiologi yang mendasari
penyakit tersebut.

• Selain itu, tidak adanya temuan tambahan pada gambaran CT, seperti limfadenopati, efusi pleura, nodul pulmoner,
dan kavitas paru konsisten dengan deskripsi kasus awal.

• Data peneliti serupa dengan Pan et al yang menunjukkan dominannya kelainan ground-glass pada penyakit awal,
meningkatnya konsolidasi kemudian seiring perjalanan penyakit.

• Penelitian yang dilakukan oleh peneliti memperlihatkan bahwa frekuensi gambaran CT memiliki hubungan dengan
rentang waktu infeksi.
TERIMA
KASIH
CREDITS: This presentation template was
created by Slidesgo, including icons by
Flaticon, and infographics & images by Freepik
.

Anda mungkin juga menyukai