1. Vera Indah Valeska.R 2. Avra Namira Rianshar 3. Cut Arfina Jastiana 4. Feni Rahma Putri Marta 5. Riva lihadi Adnan pm toh Teungku Adnan P.M.T.O.H Sang Traubador Adnan P.M.T.O.H melakukan pengembangan yang menakjubkan lewat teater tutur yang awalnya peugah haba atau Dangderia . Ia sanggup menghafal 9 buah hikayat-hikayat Aceh, lalu dituturkan kembali selengkapnya. Kalimat demi kalimat mengalir deras, seperti benang dibentangkan tak pernah habis. Teungku Adnan jika ada undangan lalu mempertunjukan P.M.T.O.H satu hikayat seperti Malem Dewa baru selesai dipertunjukan dalam durasi waktu 7 malam berturut-turut. Tuhan memang maha kuasa, Teungku Adnan diberikan kekuatan pada ingatan, beliau mampu menyampaikan pertunjukan yang sama ditempat yang berbeda, namun beliau melakukan pertunjukan persis sama dengan pertunjukan sebelumnya, cerita yang sama dengan kata-kata yang relatif sama pula. Teungku Adnan dikenal juga sebagai seorang tokoh ulama oleh masyarakat pendukungnya, sedangkan pekerjaannya disamping sebagai seniman adalah penjual obat keliling Aceh. Kesenian (teater tutur) ini dinamakan P.M.T.O.H oleh Teungku Adnan. “Asal muasal nama itu berangkat dari peristiwa yang sangat berkesan bagi saya, saya sering menaiki bus P.M.T.O.H ketika berpergian ke seluruh Aceh untuk berdagang obat, lalu bunyi klakson bus tersebut membuat saya terkesan. Lalu dalam pertunjukan saya untuk selingan jual obat saya tampilkan poh tem, peugah haba , Blang Pidie-Aceh Seletan) dangderia. Sembari memamerkan kebolehannya berteater itu, saya tirukan bunyi klakson bus P.M.T.O.H, masyarakat Aceh sangat senang dengan penampilan saya itu. Setiap saya jual obat, penonton pasti rame, dagangan saya laris tapi saya harus menampilkan Hikayat Malem Dewa. Akhirnya masyarakat Aceh setiap ketemu saya sering memanggil nama saya dengan sebutan Teungku Adnan P.M.T.O.H. Setelah saya pikirkan sepertinya nama teater tutur saya ini adalah P.M.T.O.H” Tutur Teungku Adnan. ( Wawancara dengan Teungku H. Adnan, 14 April 1999, di Blang Pidie-Aceh Selatan ). Ternyata nama teater tutur P.M.T.O.H itu merupakan pemberian oleh masyarakat pendukungnya. Ini bukti bahwasannya sejak tahun 1970-an nama itu telah dilekatkan kepada Teungku Adnan, dan ia diterima sebagai pembaharu teater tutur Dangderia yang pemanggungannya hanya ada satu bantal, pedang dari pelepah kelapa hanya mengandalkan kekuatan ekspresi dan kekayaan vokal dalam menyampaikan Hikayat. Sementara Teungku Adnan diterima oleh masyarakat pendukungnya, sehingga dimanapun masyarakat mendengar tentang kehadiran Teungku Adnan, mereka pasti ramai-ramai mendatanginya karena ingin menyaksikan pertunjukan P.M.T.O.H. PM TOH adalah nama sebuah perusahaan bus yang berasal dari kepanjangan "Perusahaan Motor Transport Ondernemer Hasan". Kemudian nama bus PM TOH ini digunakan oleh masyarakat Aceh sebagai nama kesenian teater tutur Aceh yang dimainkan Tengku Adnan, penamaan PM TOH pada kesenian tradisi ini diambil dari salah seorang tokoh yang pandai dan sering mempertunjukkan teater tersebut di masyarakat Aceh semasa hidupnya pada tahun 1950-an. PM TOH hanya diceritakan kepada satu atau dua orang saja diwaktu senggang atau ketika sedang bekerja mengarit padi di sawah. Kemudian karena ceritanya bagus dan menarik serta mengandung nilai-nilai, seperti : pendidikan, nasehat, nilai kehidupan, nilai agama dan sebagainya, maka selanjutnya PM TOH semakin mendapat sambutan hangat dari masyarakat luas di kabupaten Aceh Selatan (khususnya). Hingga saat ini, kesenian tersebut menjadi suatu cabang kesenian yang digemari oleh seluruh masyarakat Aceh. Cerita Bus tentang terjungkalnya PM TOH di jembatan darurat dekat rumah Raja di Keudee Manggeng inilah yang menjadi inspirasi karena kekhasan permainan klaksonnya yang berirama dengan ciri khas permainan klakson pengemudi asal Medan. Tapi bus itu terjungkal di sebuah jembatan darurat dekat rumah. Kemudian pada malam harinya diadakan pertunjukan Meuhaba yang dibawakan oleh Tengku Haji Adnan, Tengku Haji Adnan menirukan lagu -lagu yang biasa diperdengarkan di bus PM TOH melalui kedua lubang hidungnya. Sejak itu nama PM TOH langsung melekat pada diri Tengku Haji Adnan, menjadi Adnan PM TOH. Bahkan, nama teater tutur ini yang dulunya terkenal dengan nama Meuhaba, sekarang lebih populer dengan sebutan PM TOH. Hingga kini, setiap ia mempertunjukkan PM TOH, ia selalu menirukan bunyi klakson dari sebuah bus lintas Sumatera yang bernama PM TOH tersebut. Oleh karena itu Adnan dijuluki oleh masyarakat sebagai PM TOH. Tengku Haji Adnan sendiri mempelajari hikayat dari seseorang bernama Muhammad, seorang ulama yang lumpuh di kecamatan Manggeng, Aceh Selatan [sekarang Aceh Barat Daya][3], pada pertengahan 1940-an. Mak lape, begitu ulama tersebut disapa, sudah dikenal sebagai penutur hikayat yang handal. Pada masa kejayaannya, Mak lape mempopulerkan sebuah hikayat yang bernama hikayat Dangdeuria. Hikayat Dangdeuria ini adalah sebuah legenda yang menceritakan kisah sebuah dinasti kerajaan yang lokasinya tidak jelas atau antah berantah. Hikayat Dangdeuria ini merupakan cerita hikayat yang sangat terkenal dan digemari oleh masyarakat Aceh. Pemain PM TOH dalam memainkan sebuah cerita memiliki gaya duduk tersendiri. Gaya duduk tersebut ialah dengan menutup telapak kaki kiri ke arah lobang dubur, sementara itu kaki kanan diletakkan dengan lutut berdiri. Hal ini dilakukan selain untuk menghindari kepenatan semalam suntuk dalam membawakan cerita, juga untuk memudahkan si penutur cerita dalam memainkan berbagai gerak dalam lakon dan beraksi dengan keutrip jarou (gemericik jari tangan). Selain memiliki gaya duduk, seorang penutur PM TOH juga memiliki kemerduan suara. Itulah kelebihan yang dimiliki oleh Mak Lape dan Tengku Adnan. Mereka memiliki keahlian dalam memainkan irama. Ada sekitar dua belas irama yang mereka kuasai, antara lain irama sendu syandu mendayu-dayu, irama ratapan rintihan, irama provokasi, irama membentak, irama memaki, irama menjerit hingga meniru berbagai macam suara yang ada dalam cerita. Oleh karena itu mereka berdua dijuluki oleh oleh masyarakat sebagai ’penutur lisan seribu suara'. Selain memiliki kesamaan dalam paduan suara, mereka juga memiliki kelebihan yang berbeda-beda. Mak lape, misalnya, memiliki kelebihan dalam berdialog menggunakan bahasa Jamee ( Minang ) dan Melayu (Indonesia) hingga dialog bahasa Cina yang kocak serta memiliki kemampuan memainkan mimik wajah. Sedangkan Tengku Adnan memiliki kelebihan dalam meniup seruling bansi, mampu melucu dengan memanfaatkan kedua lobang hidungnya dalam menirukan berbagai macam irama (termasuk irama klakson bus PM TOH), menguasai ilmu agama ( oleh sebab itu, Adnan sering memasukkan beberapa ayat suci Al-qur'an atau hadits ke dalam cerita), memainkan properti serta Adnan lah yang mempopulerkan hikayat Dangdeuria keseantero Aceh. Agus Nur Amal Sedari kecil, Agus gemar mendengar hikayat. Seniman kelahiran Sabang, Aceh ini mengaku berbunga-bunga bila dapat ajakan pergi hajatan ke Aceh Besar--tempat kebanyakan keluarga besarnya tinggal. Kala itu, pertunjukan hikayat memang kerap jadi hiburan dalam hajatan. Agus kecil juga sudah terlibat dalam teater selama bersekolah di Sabang, sejak SD - SMA. Saat tiba masa pendidikan tinggi, Agus ambil studi teater di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Cikini, Jakarta Pusat. Niatnya menekuni seni hikayat muncul saat kuliah di IKJ (1988- 1990). Saat itu, ia terpanggil kembali ke Aceh, setelah dapat kabar bahwa pelaku seni hikayat kian langka. Lulus kuliah, ia menuju Sigli lebih kurang 120 kilometer sebelah timur Banda Aceh yang jadi tempat bermukim seorang aktor dan seniman hikayat, Teungku Haji Adnan. Epitel PM Toh, yang melekat pada Agus, merupakan warisan Adnan. Nama itu diambil dari Perusahaan Motor Transport Ondernemer Hasan (PM TOH), perusahaan bus trayek Medan- Banda Aceh.Alkisah, dalam pertunjukannya, Adnan sering meniru bunyi klakson PM TOH seperti om telolet om pada masa kini.
Karena kebiasaan itu, orang-orang memberi julukan PM Toh
kepada Adnan. Julukan itu lantas dipakai murid-murid Adnan sebagai nama panggung, sekaligus penghormatan kepada Sang Guru. Selain dari Adnan, Agus beroleh inspirasi pertunjukan dari dunia bermain anak-anak.