Anda di halaman 1dari 25

INTERAKSI OBAT-OBAT

ANTIMIKROBA
Klasifikasi
Klasifikasi berdasar Berdasar
Contoh
mekanisme kerja Struktur
kimia

Menghambat sintesis dinding Β-laktam, Penisilin, sefalosporin,


sel azol. vankomisin, sikloserin,
basitrasin, antifungi azol
(klotrimazol, flukonazol,
itrakonazol, ketokonazol)
Mempengaruhi permeabilitas Deterjen, Polimiksin, antifungal poliene
membran sel bakteri  poliene (nistatin, amfoterisin B)
kebocoran senyawa
intraselular
Mempengaruhi fungsi subunit Makrolida, Kloramfenikol, tetrasiklin,
ribosom sehingga terjadi tetrasiklin makrolida (eritromisin,
inhibisi reversibel terhadap klaritromisin, azitromisin,
sintesis protein klindamisin.
Klasifikas
Klasifikasi berdasar Berdasar
Contoh
mekanisme kerja Struktur
kimia

Mengikat subunit ribosom Aminoglikos Aminoglikosida (gentamisin,


sehingga mengganggu ida tobramisin, kanamisin,
sintesis protein  kematian streptomisin), spektinomisin.
bakteri
Menghambat metabolisme asam Rifamisin, Rifamisin (rifampisin, rifabutin,
nukleat bakteri melalui Kuinolon rifapentin), kuinolon
penghambatan polimerase
atau topoisomerase

Antimetabolit : memblok enzim Sulfonamida Trimetoprim/sulfametoksazol,


esensial untuk metabolisme sulfonamida.
folat
Antiviral Nukleosida Asiklovir, gansiklovir, zidovudin,
piridin arimantadin dsb.
Interaksi penting golongan
sefalosporin
Sefalosporin + furosemid : Efek nefrotoksisitas cefaloridin
meningkat. Diduga furosemid meningkatkan insiden nekrosis
tubuler, sehingga terjadi penurunan klirens dan peningkatan
kadar plasma cefaloridin. Sedangkan cefaloridin sendiri
nefrotoksik.
Pengatasan
Kombinasi Sefalosporin + furosemid harus diikuti monitoring
terhadap fungsi ginjal. Usia dan kegagaln ginjal merupakan
faktor predisposisi yang penting
Bila pemakaian keduanya tidak bisa dihindari  jangan
berikan furosemid 3-4 jam sebelum sefalosporin
Interaksi Sefalosporin + probenesid
Kadar plasma beberapa sefalosporin (cefalotin, cefalexin,
cefamandol, cefazolin, dll) ditingkatkan oleh probenesid.
Probenesid menghambat ekskresi via ginjal sebagian besar
sefalosporin dengan kompetisi mekanisme ekskresi.
Sefalosporin tertahan di tubuh sehingga resiko nefrotoksik
meningkat
Pengatasan
Perlu pemantauan fungsi ginjal pada kombinasi sefalosporin-
probenesid
Kadang peningkatan kadar serum sefalosporin oleh probenesid
ini justru dimanfaatkan, yaitu pada terapi GO dimana
dibutuhkan kadar serum sefalosporin yang tinggi 
menurunkan biaya pengobatan
Interaksi penting golongan azol

Ketokonazol + antikonvulsan :
Kadar serum ketokonazol diturunkan oleh fenitoin
(suatu induktor enzim) sehingga meningkatkan
metabolisme dan klirens ketokonazol  perlu
peningkatan dosis ketokonazol.
Ketokonazol + inhibitor pompa proton :
Omeprazol menurunkan asiditas lambung sehingga menurunkan
bioavailabilitas ketokonazol.
Ketokonazol adalah suatu basa sukar larut yang harus diubah
oleh asam menjadi garam HCl yang larut. Senyawa yang
mengurangi sekresi gastrin seperti inhibitor pompa proton,
antagonis H2 dan antasid, meningkatkan pH lambung sehingga
kelarutan dan absorpsi ketokonazol berkurang.
Sebaliknya terjadi peningkatan kadar plasma omeprazol karena
hambatan metabolisme omeprazol.
Ketokonazol + rifampisin :
Kadar serum ketokonazol berkurang 50-90%, sedangkan kadar
serum rifampisin berkurang 50%.
Tapi interaksi tidak terjadi bila keduanya diberikan selang
waktu 12 jam.
Mekanisme : terjadi peningkatan laju metabolisme di hati
karena keduanya adalah induktor enzim.
Interaksi golongan poliena
Amfoterisin + kortikosteroid : terjadi kehilangan K dan retensi
garam & air  efek samping terhadap fungsi jantung.
Data klinis : 4 pasien yang mendapat amfoterisin bersama 25-
40 mg hidrokortison per hari menunjukkan pembengkakan
jantung & gejala gagal jantung. Ukuran jantung mengecil &
kondisi gagal jantung menghilang 2 minggu setelah
hidrokortison dihentikan.
Interaksi golongan poliena

Amfoterisin menyebabkan hilangnya K lewat urin,


sedang hidrokortison menyebabkan hilangnya K dan
retensi garam & air  kombinasi keduanya
menyebabkan hipokalemia dan overload sirkulasi
darah.
Monitor keseimbangan elektrolit dan cairan serta
fungsi jantung selama kombinasi kedua obat ini.
Interaksi golongan amfenikol & tetrasiklin
Kloramfenikol + simetidin : Terjadi anemia aplastis pada pasien
setelah mendapat kombinasi keduanya (secara iv)selama 18 hari.
Mekanisme : terjadi adisi efek depresan sumsum tulang.
Interaksi golongan amfenikol & tetrasiklin
Kloramfenikol + fenobarbital : Terjadi penurunan kadar plasma
kloramfenikol dan peningkatan kadar plasma fenobarbital.
Mekanisme : Fenobarbital adalah senyawa penginduksi enzim
hati yang poten  meningkatkan metabolisme dan klirens
kloramfenikol  kadar plasma dan efeknya dikurangi.
Sebaliknya, kloramfenikol adalah penghambat enzim hati yang
poten  menghambat metabolisme  meningkatkan efek
barbital.
Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin
Eritromisin + simetidin : simetidin meningkatkan kadar
plasma eritromisin hampir 2 x lipat.
Kasus klinis : terjadi ketulian pada pasien yang mendapat
eritromisin 1 g/hari bersama simetidin 400 mg 2 xsehari.
Gangguan pendengaran hilang 5 hari setelah eritromisin
dihentikan.
Mekanisme : simetidin adalah penghambat demetilasi
eritromisin sehingga metabolisme dihambat  kadar
serum naik. Ketulian adalah efek samping eritromisin
yang terjadi karena naiknya kadar eritromisin hingga
MTC.
Interaksi golongan makrolida & tetrasiklin
Eritromisin + senyawa peng-asam atau pem-basa urin : Pada
pengobatan infeksi saluran urin, aktivitas antibakteri
eritromisin maksimal pada urin basa dan minimal pada urin
asam.
Mekanisme : pH urin tidak mempengaruhi kerja ginjal
terhadap eritromisin, tapi berpengaruh langsung terhadap
kerja eritromisin terhadap bakteri. Diduga terjadi induksi
mekanisme transpor aktif pada dinding sel bakteri dan
perubahan ionisasi bakteri sehingga lebih mudah melewati.
dinding sel bakteri.
Jadi aktivitas eritromisin dapat ditingkatkan dengan
membasakan urin ( dengan asetazolamida atau NaHCO3)
Interaksi golongan aminoglikosida
Aminoglikosida + sefalosporin : Efek nefrotoksik gentamisin dan
tobramisin ditingkatkan pada pemakaian bersama sefalosporin.
Aminoglikosida + furosemid : Pemakaian bersama dapat
mengakibatkan nefrotoksisitas dan ototoksisitas, karena masing-
masing obat berpotensi mengakibatkan nefrotoksisitas dan
ototoksisitas
Furosemid meningkatkan kerusakan ginjal yang diinduksi
aminoglikosida, salah satunya karena furosemid mengurangi
klirens renal aminoglikosida  meningkatkan kadar serum 
efek samping >>
Interaksi golongan aminoglikosida
Aminoglikosida + indometasin : Sebuah laporan menyatakan
bahwa kadar serum gentamisin meningkat pada bayi yang
mendapat indometasin
Mekanisme : indometasin mengurangi laju filtrasi tubulus ginjal
 karena aminoglikosida diekskresikan terutama lewat filtrasi
ginjal maka indometasin menyebabkan retensi aminoglikosida di
ginjal
Pengatasan : dosis aminoglikosida diturunkan sebelum
pemakaian indometasin dan dimonitor fungsi ginjal setelah
kombinasi keduanya
Interaksi golongan aminoglikosida
Aminoglikosida + garam Mg : Gagal nafas terjadi pada bayi
yang mendapat MgSO4 setelah pemberian aminoglikosida
Data klinis : Seorang bayi yang dilahirkan ibu yang mengalami
pre-eklampsia diterapi dengan MgSO4 sebagai pelemas otot
(antikonvulsan) dan kadar serum Mg adalah 4,3 mg/dL. Pada
usia 12 jam pasien mendapat gentamisin 2,5mg/kg im/12jam.
Segera setelah dosis kedua gentamisin bayi tsb berhenti bernafas
dan butuh alat bantu nafas. Setelah pemberian gentamisin
dihentikan kondisi bayi membaik.
Interaksi golongan aminoglikosida
Mekanisme : Ion Mg dan aminoglikosida mempunyai efek
memblok aktivitas neuromuskular yang efeknya dapat aditif.
Pada kasus di atas yang terblok adalah otot saluran nafas.
Pengatasan : pemakaian antibiotik aminoglikosida harus
dihindari pada bayi yang diterapi ion Mg. Jika tidak
memungkinkan pengawasan ketat terhadap fungsi pernafasan
harus dilakukan
Interaksi golongan rifamisin dan kuinolon

Rifampisin + antasida : Absorpsi rifampisin dikurangi hingga


1/3 pada pemakaian bersama antasid.
Mekanisme : Peningkatan pH lambung karena antasid
mengurangi disolusi rifampisin sehingga mengurangi
absorpsinya. Al juga dapat membentuk khelat tak larut
dengan rifampsisn, sedang Mg trisilikat dapat mengadsobsi
rifampisin.
Interaksi golongan rifamisin dan kuinolon

Kuinolon (siprofloxasin, ofloxasin, pefloxasin, dll) + antasida


: Kadar serum berbagai kuinolon berkurang pada pemakaian
bersama antasida Al dan Mg  beri interval 2-6 jam.
Mekanisme : gugus fungsi tertentu (3-karbonil & 4-oxo) pada
antibiotik dapat membentuk khelat tak larut dengan Al dan
Mg sehingga mengurangi absorpsinya. Khelat yang terbentuk
relatif tidak aktif sebagai antibakteri.
Interaksi golongan rifamisin dan kuinolon

Kuinolon + probenesid : Kadar serum cinoxasin,


fleroxasin, siprofloksasin dan asam nalidiksat meningkat
oleh probenesid  ekskresi urin dihambat oleh
probenesid.
Pemberian 1 g probenesid 30 menit sebelum 500 mg
siprofloksasin menurunkan klirens renal siprofloksasin
hingga 50%, tapi parameter farmakokinetik lain tidak
berubah (AUC, kadar plasma) sehingga tidak terjadi
akumulasi siprofloksasin.
Tetapi interaksi terjadi dengan asam nalidiksat.
Interaksi golongan sulfonamida

Kotrimoxazol + asam folat : Efek asam folat untuk terapi


anemia megaloblastis dikurangi oleh kotrimoxazol.
Kasus klinis : 4 pasien anemia megaloblastis yang diterapi
dengan asam folat sambil mendapat kotrimoxazol  terapi
gagal dan baru menunjukkan keberhasilan setelah
kotrimoxazol dihentikan.
Mekanisme : diduga kotrimoxazol mengganggu metabolisme
asam folat dalam tubuh
Interaksi golongan antiviral

Asiklovir + simetidin atau probenesid :


Simetidin & probenesid meningkatkan kadar plasma
asiklovir.
Peningkatan AUC asiklovir disebabkan reduksi klirens
renalnya karena kompetisi sekresi di tubulus ginjal.

Anda mungkin juga menyukai