Anda di halaman 1dari 64

KELOMPOK 1

TGA ( Thermal Gravimetry Analysis )

1. Dimas Adi Putra ( 1710413010)


2. Ilma Kharisma ( 1710413032)
3. Nabila Aisyah Kamil (1810411009)
4. Ulfi Febriani (1810411012)

Dosen Pengampu: Dr. ZILFA

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
PENGERTIAN TGA

TGA adalah suatu teknik analitik untuk menentukan


stabilitas termal suatu material dan fraksi komponen
volatile dengan menghitung perubahan berat yang
dihubungkan dengan perubahan temperatur. 

TGA biasanya diaplikasikan pada beberapa riset untuk


menentukan karakteristik material seperti polimer, untuk
menentukan penurunan temperatur, kandungan material
yang diserap, komponen anorganik dan organik dalam
material, dekomposisi bahan yang volatile, dan residu
bahan pelarut. TGA juga sering digunakan pada kinetika
korosi pada oksidasi temperatur tinggi.
Prinsip Dasar TGA

Prinsip
Prinsip dasar
dasar analisis
analisis termogravimetrik
termogravimetrik adalah
adalah perubahan
perubahan massa
massa
sampel yang diamati ketika sampel dikenakan pada Controlled
sampel yang diamati ketika sampel dikenakan pada Controlled
temperature
temperature programe
programe

TGA
TGAmemiliki
memiliki sifat
sifat kuantitatif
kuantitatif yang
yang merupakan
merupakan teknik
teknik pengukuran
pengukuran secara
secara termal
termal yang
yang
sangat tepat, namun memberikan informasi kimia secara tidak langsung.
sangat tepat, namun memberikan informasi kimia secara tidak langsung. KemampuanKemampuan
analisis
analisis produk
produk yang
yang volatile
volatile selama
selama penghilangan
penghilangan berat
berat dalam
dalam jumlah
jumlah yang
yang besar.
besar. Untuk
Untuk
mendapatkan data dalam bentuk informasi grafis TGA biasanya di gabungkan
mendapatkan data dalam bentuk informasi grafis TGA biasanya di gabungkan pada pada
beberapa
beberapa detektor
detektor dan
dan spektrofotometer
spektrofotometer seperti
seperti MS
MS dan
dan FTIR
FTIR

Hasil
Hasil kurva
kurva massa
massa versus
versus temperatur
temperatur memberikan
memberikan informasi
informasi mengenai
mengenai stabilitas
stabilitas
termal dan komposisi dari sampel. Kestabilitas termal dan komposisis beberapa
termal dan komposisi dari sampel. Kestabilitas termal dan komposisis beberapa
senyawa
senyawa dan
dan komposisi
komposisi sampel
sampel dan
dan komposisi
komposisi dari
dari residu.
residu. Instrumen
Instrumen analitik
analitik yang
yang
digunakan yaitu termobalance dengan furnace yang dipogram untuk menghasilkan
digunakan yaitu termobalance dengan furnace yang dipogram untuk menghasilkan
data
data temperatur
temperatur dengan
dengan waktu.
waktu.
JENIS – JENIS TGA

1. Analisis 2. Analisis
termogravimetri dinamis. termogravimetri quasistatic.

Pada metode ini,


Dalam metode ini, terjadinya sampel yang
terjadinya peningkatan dipanaskan akan
suhu yang secara terus mengalami berat yang
menerus dengan laju konstan pada rangkaian
pemanasan pada keadaan masing masing dan
tertentu. terjadinya peningkatan
suhu.
JENIS – JENIS TGA

3. analisis termogravimetri
statistik atau isotermal

Pada metode ini ,


sampel akan disimpan
pada keadaan suhu yang
konstan untuk interval
yang tetap.
Mekanisme kerja (skema) Alat TGA

Sistem kerja TGA


Mekanisme kerja (skema) Alat TGA

Gambar Alat TGA


Mekanisme Perubahan Massa TGA

Mekanisme perubahan massa pada TGA ialah bahan akan


mengalami kehilangan maupun kanaikan massa. Proses
kehilangan massa terjadi karena adanya proses dekomposi yaitu
pemutusan ikatan kimia, evaporasi yaitu kehilangan atsiri pada
peningkatan suhu, reduksi yaitu interaksi bahan dengan
pereduksi, dan desorpsi.
Instrumen TGA
a. Instrumen timbangan vertical
Instrumen timbangan vertikal memiliki
1. Timbangan (Balance Control)
suatu tempat sampel yang bergantung
pada timbangan yang diperlukan untuk
mengkalibrasi instrumen dari efek
buoyancy pada variasi densitas gas
dengan temperatur, seperti variasi jenis
gas. Instrumen timbangan vertikal
biasanya tidak mempunyai tempat
referensi dan tidak dapat digunakan
untuk pengukuran DTA atau DSC dengan
benar.
Instrumen TGA

b. Instrumentasi timbangan horizontal


Instrumen timbangan vertikal memiliki dua tempat (sampel
dan referensi) dan dapat digunakan untuk pegukuran DTA
dan DSC. Instrumen ini bebas dariefek buoyancy, tetapi
memerlukan kalibrasi untuk ekspansi perbedaan panas
neraca timbangan
Instrumen TGA

2. Furnace

Furnace dan sistem kontrol harus didesain


untuk menghasilkan pemanasan yang linear
pada seluruh temperatur range pada furnace
dan dibuat tetap pada temperatur tetap.
Range temperatur pada TGA umumnya -150
oC hingga 2000 oC. Pada setiap instrumen
memiliki range temperatur yang berbeda
tergantung dari model instrumennya.
Instrumen TGA

3. Pengukur dan Kontrol Temperatur

Temperatur mungkin dikontrol atau


divariasikan menggunakan program kontroler
dengan dua termokopel, signal dari
menjalankan sistem kontrol meskipun
termokopel yang kedua digunakan untuk
merecord temperatur.
Instrumen TGA

4. Rekorder

Rekorder X-Y biasanya digunakan untuk membuat plot


antara berat dengan temperatur. Saat ini instrumen
menggunakan microprosesor operasi kontrol dan data
digital tambahan dan proses menggunakan komputer
dengan perbedaan tipe rekorder dan plotter untuk
menghasilkan data yang lebih baik.
Instrumen TGA

5. Data Rekorder Unit

Unit perekam data pada dasarnya adalah perekam grafik


atau komputer mikro yang digunakan untuk merekam
keluaran yang disediakan oleh neraca/timbangan dan
tungku/furnace/pemanas dalam bentuk kurva TG
(Thermal Gravimetric)
Data Yang Didapatkan

Kurva TG dan Interpretasinya


Kurva yang dihasilkan pada analisis
termogavimetrik (TGA) adalah perubahan massa vs
temperatur sebagai kurva TG Kurva TG merupakan
plot dari % penurunan massa pada sumbu y dan
peningkatan temperatur pada sumbu x. Terkadang
kita juga dapat mengeplotkan waktu pada sumbu y.
Kurva TG dapat membantu menyatakan tingkat
kemurnian sampel yang dianalisa dan menentukan
tranformasi dalam sampel dalam range temperatur
spesifik.
Cara Analisi TGA

Analisis Kuantitatif

Kurva TG komponen murni adalah karakteristik


untuk setiap komponen tertentu.

Dalam Penggunakan kurva kita dapat menghubungkan


perubahan massa dengan stokiometri yang terlibat, sehingga
kurva TG dapat digunakan sebagai teknik kuantitatif dimana
komposisi kuantitatif sampel dapat diketahui.
.
Analisis Kuantitatif
 
Sebagai ilustrasi interpretasi kurva TG, berikut ini Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :
akan dijelaskan kurva TG CaCO33 pada 800ᵒC dan
900ᵒC untuk membentuk oksida CaO yang stabil CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)
dan gas CO2.
Mr 100.1 56.1     44
Berdasarknan kurva TG menunjukan bahwa
persen massa yang hilang pada sampel
adalah 44 % (100.1-56.1) pada antara suhu
800 ᵒC dan 900 ᵒC.
Hal ini sesuai untuk menghitung perubahan
massa berdasarkan stokiometri dekomposisi
CaCO3 melalui persamaan:
m% = × 100
Kurva TG dan DTG CaCO3 berbagai suhu pemanasan
= × 100
= 44
Cara Analisi TGA

Analisis Kualitatif

Kurva TG juga dapat digunakan sebagai analisis


kualitatif dengan cara membandingkan stabilitas
termal suatu material.

Informasi yang dihasilkan oleh kurva TG dapat digunakan untuk:


• memilih material yang cocok pada penggunaan akhir aplikasi
• memprediksi performa produk
• meningkatkan kualitas produk.
.
Analisis Kualitatif

Berikut ini merupakan contoh intrerpretasi Kurva TG disamping mengindikasikan bahwa:


kurva TG yang digunakan sebagai teknik • polimer PVC memiliki kestabilan termal yang
analisis kualitatif pada berbagai sampel polimer. paling rendah dan PS memiliki kestabilan paling
tinggi.
• Polimer PS tidak kehilangan berat dibawah suhu
500 ᵒC dan dekomposisi terjadi pada suhu 600 ᵒC.
• Tiga polimer yang lain sudah terdekomposisi sekitar
suhu 450 ᵒC.
• Polimer PMMA dekomposisinya lebih lambat, hal
ini diindikasikan dari slop kurva TG. Kurva TG
polimer PMMA memiliki slop yang lebih rendah
dari sebelumnya.
Kurva TG dari berbagai sampel polimer.
Aplikasi TGA Secara Umum

Berikut ini merupakan berbagai aplikasi dari analisis termogavimetrik atau TGA antara lain:
a. Menentukan temperatur dan perubahan berat reaksi dekomposisi, analisa komposisi kuantitatif, serta menentukan
kandungan air;
b. Analisa reaksi dengan udara, oksigen, atau gas reaktif lainnya;
c. Dapat digunakan untuk mengukur laju evaporasi, seperti untuk mengukur emisi campuran cairan yang mudah menguap;
d. Menentukan temperatur curie dari transisi magnetis dengan mengukur temperatur dimana kekuatan yang digunakan oleh
suatu magnet menghilang pada pemanasan atau muncul kembali pada pemdinginan;
e. Membantu mengidentifikasi plastik dan material organik dengan mengukur temperatur ikatan scissions didalam atmosfer
inert atau oksidasi dalam udara atau oksigen;
f. Digunakan untuk mengukur berat fiberglass dan material anorganik dalam plastik, melaminasi, mengecat, primer, dan
material composite dengan pembakaran resin polymer;
g. Dapat mengukur material yang ditambahkan ke beberapa makanan, seperti silika gel, dan titanium diaoksida;
h. Dapat menentukan kemurnian suatu material, senyawa anorganik, atau material organik.
Kelebihan TGA

• Dapat digunakan pada suhu yang sangat tinggi


• Semua jenis padatan dapat dianalisis dengan persiapan sampel minimal (setidaknya 0,1 mg)
misalnya: bubuk, pelet, serpihan.
• TGA memiliki akurasi keseimbangan yang tinggi yang digunakan serta kontrol yang tepat untuk
laju pemanasan / pendinginan dan kondisi atmosfer
• Pengganti sampel yang mudah dan penggantian sample holder yang mudah
• Laju pemanasan yang cepat dengan resolusi yang baik dapat dipertahankan
• Waktu pendinginan sangat singkat sehingga Thermogram dapat direkam
• TGA merupakan proses yang cepat
Kekurangan TGA

• Hanya sampel padat yang harus digunakan dalam analisis kuantitatif dan kualitatif
• Interpretasi data tidak selalu lurus ke depan
• Jumlah sampel yang digunakan sangat kecil tetapi bahan non-homogen tidak dapat diuji
• Peka terhadap laju pemanasan dan massa sampel menghasilkan pergeseran dalam suhu
• Terbatas untuk sampel yang mengalami perubahan berat. Peleburan, perubahan fase kristal, dll
tidak dapat dipelajari
Proses
Proses yang
yang terjadi
terjadi pada
pada eksperimen
eksperimen dengan
dengan TGA
TGA yang
yang
menyebabkan
menyebabkan pertambahan berat ataupun kehilangan berat
pertambahan berat ataupun kehilangan berat
Transesterifikasi Minyak Goreng
Bekas: Penilaian Kualitas Melalui
Analisis Termogravimetri
LATAR BELAKANG

Transesterifikasi lemak hewani dan minyak jelantah (WCO) dengan alkohol dan bantuan katalis.
Penilaian kualitas produk biodiesel dan produk sampingan untuk pemanfaatan lebih lanjut dapat dilakukan
dengan menggunakan analisis Thermogravimetric (TGA).
Transesterifikasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan ester dimana salah satu pereaksinya juga
merupakan senyawa ester. Jadi disini terjadi pemecahan senyawa trigliserida dan migrasi gugus alkil antara
senyawa ester. Ester yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi ini disebut biodiesel. Untuk mempercepat
jalannya reaksi dan meningkatkan hasil, proses dilakukan dengan pengadukan yang baik, penambahan
katalis. Pemilihan katalis dilakukan berdasarkan kemudahan penanganan dan pemisahannya dari produk.
Untuk itu dapat digunakan katalis asam, basa dan penukar ion.
Biodiesel (asam lemak alkil ester) lebih banyak diproduksi melalui proses transesterifikasi minyak
(minyak nabati , minyak hewani atau minyak jelantah (WCO) dengan alkohol dan bantuan katalis. Produksi
biodiesel lain yang kurang umum termasuk pencampuran langsung, mikro-emulsi, dan retak termal.
Gliserol mentah adalah produk sampingan dari proses transesterifikasi. Degradasi termal bahan bakar
digunakan untuk mengevaluasi sifat termokimia yang diperlukan dari bahan bakar dan bahan bakar tersebut
pecahan komposisi.
BAHAN

Minyak bekas (WCO) yang digunakan dalam proses transesterifikasi


dikumpulkan dari restoran dan pemukiman di sekitar Kota Masdar di Abu Dhabi,
UEA
40 µm kertas , metanol Sigma-Aldrich dengan kemurnian ≥ 99,7% dan kalium
hidroksida (KOH) dengan konsentrasi ≥85% KOH pada konsentrasi 1%

METODA

Transesterifikasi
CARA KERJA

- Metoksida dibuat dengan


metanol Sigma-Aldrich
- Di kumpulkan minyak dengan kemurnian ≥ 99,7%
- Dibuat perbandingan
bekas (WCO) sebanyak 300 dan kalium hidroksida
ml (KOH) dengan konsentrasi Metanol : rasio minyak 3:
- dihilangkan pengotor padat ≥85% KOH pada 1, 6: 1, 9: 1 dan 12: 1
dari sampel melalui konsentrasi 1% dan 0,5% . serta konsentrasi katalis
penyaringan 40 µm kertas - Metoksida Kemudian 0,5% dan 1% digunakan
dengan bantuan pemanasan dicampur dengan WCO untuk menilai pengaruh
yang telah disaring dan jumlah metanol dan
kelas rendah mencapai
bebas kelembaban dan katalis konsentrasi pada
50°C. proses transesterifikasi
- Sampel yang telah disaring produk.
dilakukan. - Proses transesterifikasi
kemudian dipanaskan - Proses pemisahan produk
hingga 120°C selama dilakukan pada suhu 40°C
dan produk sampingan
beberapa kali untuk dan kecepatan
dilakukan dengan
menghilangkan konten yang pengadukan 250 rpm
menggunakan corong
lembab. pemisah. selama dua jam.
Prinsip Kerja TGA (Termografimetri)

Penganalisis termal DSC / TGA Q600 yang digunakan untuk melakukan TGA dan
termogravimetri turunan (DTG) analisis. Percobaan dilakukan di bawah pirolisis
menggunakan atmosfer N2 pada laju alir 100ml / menit dan untuk dua set sampel,
yaitu biodiesel dan gliserol mentah. Sampel ditempatkan pada lengan keseimbangan
TGA dan Setimbang pada 50°C selama 2 menit, kemudian dinaikkan hingga 700°C
pada laju pemanasan tetap 10 °C / menit. sudah jadi isotermal selama 5 menit dan
sebelum didinginkan. Semua sampel TGA yang digunakan disimpan dalam kisaran
27,0 ± 2 mg untuk menghilangkan ketergantungan penurunan berat / ukuran. TGA
dikalibrasi secara teratur, terutama peleburan dan aliran panas dari aluminium murni.
HASIL
HASIL
HASIL
KESIMPULAN

 Gliserol mentah menunjukkan tiga puncak yang jelas. Konversi terbaik WCO menjadi
biodiesel ditentukan berdasarkan fraksi biodiesel atau peristiwa TGA ke-2. Konversi
tertinggi diperoleh pada rasio mol Metanol: WCO 12: 1 93% dibandingkan dengan 65%,
77% dan 89% pada rasio 3: 1, 6: 1, 9: 1. Pengaruh katalis diamati pada rasio molar yang
lebih rendah dengan meningkatkan konversi dari 65% menjadi 77% dan 79% menjadi
93% pada rasio 3: 1 dan 6: 1 Metanol: WCO.
 Kualitas gliserol yang lebih tinggi diperoleh pada konsentrasi katalis yang lebih rendah. .
TGA berhasil digunakan untuk menganalisis biodiesel yang dihasilkan dan gliserol
mentah pada komposisinya dan degradasi termal.
 Termograf biodiesel menunjukkan empat tahap dengan dua puncak DTG yang signifikan.
Tahap I adalah penguapan alkohol terlarut dan jejak lembab. Tahap II adalah
devolatilisasi metil ester asam lemak (Biodiesel) sedangkan tahap III mewakili gliserida
yang belum dikonversi. Tahap IV mewakili sedikit konten yang ditangguhkan katalisator.
KESIMPULAN

 Termograf gliserol mentah juga menunjukkan empat tahap dan dengan tiga puncak DTG
yang berbeda. Tahap I terdiri dari alkohol sisa atau yang tidak diubah. Tahap II terdiri dari
devolatilisasi gliserol murni dan tahap III bertanggung jawab atas pelepasan gliserida yang
belum diubah. Tahap terakhir, tahap IV terdiri dari sisa mineral dalam bentuk katalis yang
terdegradasi perlahan yang lebih banyak terdapat dalam gliserol mentah dari pada biodiesel
yang tidak dicuci.
 Konversi biodiesel terbaik diperoleh pada rasio 12: 1 metanol: minyak dan TGA
menunjukkan pentingnya katalis lebih rendah rasio molar. Kandungan gliserol yang lebih
tinggi dalam sampel gliserol mentah dengan pengotor yang lebih rendah merupakan
indikasi gliserol kualitas yang mendukung konsentrasi katalis yang lebih rendah.
 Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa gliserol murni, biodiesel, dan WCO dapat
mengalami devolatilisasi semua, gliserol mentah tidak karena memegang katalis
transesterifikasi.
Analisis Termogravimetri Dari
Pembakaran Bersama Lumpur
Petrokimia Sisa Dan Lumpur
Limbah Kota
LATAR BELAKANG

Lumpur petrokimia sebagai sumber energi alternatif. Lumpur petrokimia dihasilkan


melalui proses penyulingan minyak bumi, menyediakan bahan bakar yang menunjukkan nilai
kalor tinggi dengan tingkat bahan volatil yang rendah, tetapi memiliki kandungan nitrogen dan
sulfur yang relatif tinggi. Akibatnya, lumpur petrokimia yang mengandung kandungan sulfur
tinggi secara tradisional telah diperlakukan sebagai limbah industri, namun sekarang ada
minat yang meningkat untuk menggunakannya sebagai bahan bakar pembangkit energi.
Karena lumpur petrokimia merupakan sumber energi yang berpotensi baik, beberapa studi
penelitian tentang karakteristik pembakaran lumpur petrokimia telah dilakukan. Di antara
teknologi pembakaran yang tersedia untuk pembakaran lumpur, pembakaran unggun
terfluidisasi adalah salah satu yang paling menguntungkan karena fleksibilitas bahan
bakarnya, suhu yang rendah dan seragam, serta pencampuran bahan alas yang baik.
Karakteristik pembakarannya perlu dipantau melalui penelitian eksperimental sebelum sludge
diaplikasikan pada pembakaran unggun terfluidisasi. Analisis gravimetri termal telah
menunjukkan potensi paling besar untuk memantau perubahan sifat dan massanya selama
proses pembakaran.
LATAR BELAKANG

Pembakaran lumpur di udara dengan adanya bahan bakar tambahan, memungkinkan


pembakaran berjalan lancar sehingga memungkinkan berbagai jenis lumpur digunakan
untuk pembangkitan energi. Namun, pembakaran langsung dari lumpur petrokimia
biasanya tidak memuaskan, karena karakteristiknya yang sangat kental dapat
menyebabkan kokas, dengan proses pembakaran yang tidak sempurna yang
menyebabkan polusi atmosfer. Upaya untuk menggunakan lumpur kota sebagai sumber
energi, daripada produk limbah, telah menghasilkan banyak studi penelitian yang
diterbitkan menggunakan analisis termogravimetri untuk memantau proses pembakaran.
Namun, sejauh pengetahuan kami, tidak ada investigasi tentang penggunaan Analisis
gravimetri termal untuk mempelajari perilaku pembakaran bersama lumpur petrokimia dan
lumpur limbah kota yang telah dilaporkan hingga saat ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan
analisis lebih lanjut terhadap kinerja pembakaran campuran lumpur petrokimia dan lumpur
kota yang diproses dengan prosedur yang berbeda dan kondisi lingkungan yang berbeda.
BAHAN

Lumpur kota yang digunakan dalam percobaan ini diperoleh dari pabrik
pemasok air di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina, dengan lumpur petrokimia
yang diperoleh dari kilang petrokimia di Wuhan, provinsi Hubei, Cina

METODA

Sampel lumpur petrokimia yang digunakan dalam percobaan ini


diekstraksi dengan kloroform untuk menghilangkan bahan organik
terlarut yang ada. Ini melibatkan pengadukan lumpur dengan rasio
kloroform 7: 1 pada kecepatan putaran 600 r / menit pada 35 selama
15 menit. Filtrat lumpur yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam
kotak pengeringan semburan udara suhu konstan yang dipanaskan
secara elektrik pada suhu 105 sampai mencapai berat konstan.
Sampel kering yang dihasilkan kemudian digiling untuk menghasilkan
partikel <0,075 mm yang kemudian digunakan sebagai sampel lumpur
petrokimia sisa dalam penelitian ini. Kotoran kota dipanggang pada suhu
105℃ dalam oven dengan berat konstan, dengan sampel kering kemudian
digiling untuk menghasilkan partikel <0,075 mm yang digunakan sebagai
sampel lumpur kota kering dalam penelitian ini.

Persiapan sampel lumpur campuran: jumlah yang sesuai dari partikel


lumpur kota kering dicampur dengan partikel lumpur petrokimia kering
untuk menghasilkan sampel lumpur campuran dengan 0%, 10%, 20,
30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80% , 90% dan 100% kandungan lumpur
kota untuk analisis termogravimetri. Analisis akhir, analisis proksimat,
nilai kalor dan komponen abu yang diperoleh untuk sampel petrokimia
murni dan lumpur kota yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan
di bawah ini
Eksperimen TG – DTA(Karakterisasi Termal)

Perilaku termal dari sampel lumpur yang


berbeda dianalisis menggunakan penganalisis
sintesis termal diferensial gravimetrik termal
STA7300 (HITACHI, Jepang). Sampel (10 ±
0,01 mg) dipanaskan dari suhu lingkungan
hingga sekitar 800 menggunakan enam laju
pemanasan konstan: 10, 20, 30, 40, 50, dan
60 ℃ / menit, masing-masing, dengan total
aliran udara dijaga konstan pada 200 mL /
menit. Suhu dimonitor untuk mendapatkan
termogravimetri (TG), dan kurva
termogravimetri diferensial (DTG) yang
digunakan untuk mengevaluasi perilaku
termal sampel lumpur.
HASIL

Proses Pembakaran
HASIL
Pengaruh Laju Pemanasan
Pengaruh Rasio Lumpur
KESIMPULAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji karakteristik pembakaran lumpur petrokimia sisa,
lumpur kota kering dan sampel campurannya. Kesimpulan dari penelitian ini dirangkum sebagai
berikut:
1) Kurva TG, DTG dan DTA dari sampel lumpur menunjukkan adanya tiga tahap dalam proses
pembakaran dari lumpur petrokimia sisa dan sampel lumpur kota kering. Namun, tahap pertama
proses pembakaran sampel lumpur petrokimia sisa jelas berbeda dengan tahap awal pembakaran
sampel lumpur kota kering.
2) Analisis termogravimetri menunjukkan bahwa laju pemanasan yang berbeda berpengaruh
signifikan terhadap kinerja pembakaran sampel lumpur campuran.
3) Peningkatan kandungan lumpur kota dalam sampel lumpur minyak kota campuran menjadi>
50% menunjukkan perubahan signifikan dalam indeks devolatilisasi, indeks mudah terbakar dan
karakteristik burn-out. Artinya sifat mudah terbakar sampel campuran kota-minyak lumpur dapat
divariasikan sehingga menunjukkan sifat pembakaran yang optimal sebagai bahan bakar untuk
pembangkitan energi.
4) Perbandingan kurva TG-DTG eksperimental dan terhitung menunjukkan bahwa interaksi antara
sisa lumpur petrokimia dan komponen lumpur kota kering mempengaruhi sifat pembakaran
sampel lumpur campuran.
LATAR BELAKANG

Pembakaran ampas tebu dan pembakaran ampas tebu yang diperkaya oksigen dengan batu bara
dapat menghemat energi tak terbarukan dan mengurangi emisi polusi untuk pembangkit listrik dan
produksi energi. Dalam studi ini, pembakaran oxy-fuel dan teknologi co-combustion digunakan untuk
mengevaluasi karakteristik pembakaran ampas tebu dan campuran ampas tebu dengan batubara
dengan analisis termogravimetri (TGA) pada atmosfer yang diperkaya oksigen berbeda (30% O2 /
70% N2, 50% O2 / 50% N2 dan 70% O2 / 30% N2), dan energi aktivasi (E) dihitung menggunakan
metode Flynn- Wall-Ozawa (FWO) dan Kissinger - Akahira - Sunose (KAS). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada tiga tahap selama pembakaran sampel, dan proses pembakaran utama terjadi
pada tahap kedua. Saat konsentrasi oksigen meningkat, laju reaksi pada puncak maksimum (Rp) dari
analisis termogravimetri derivatif (DTG), laju reaksi rata-rata (Rv), dan energi aktivasi semu (E)
meningkat,
LATAR BELAKANG

sedangkan suhu penyalaan (Ti), suhu akhir terdeteksi sebagai stabilisasi massa (Tf). ), dan massa residu

(Mr) menurun. Interaksi sinergis diamati selama pembakaran bersama ampas tebu dan batubara. Mr

(3,64) dari 20% ampas tebu / 80% batubara lebih rendah dari pada batubara (1,31) di O2 / N2 = 3/7

atmosfer. Nilai rata-rata E untuk ampas tebu murni adalah 112,6–133,6 kJ mol - 1 pada konsentrasi

oksigen berkisar antara 30% sampai 70% dalam atmosfer O2 / N2, sedangkan ampas tebu 20% / 80%

batubara adalah 145,6–161,4 kJ mol– 1. Dari segi efisiensi, pembakaran bersama ampas tebu dan

batubara memiliki keunggulan yang saling melengkapi berdasarkan Ti rendah, Tp, dan tinggi Rp, Rv.
BAHAN

Bubuk ampas tebu dan batubara keras disediakan oleh pembangkit


listrik swasembada pabrik gula Lingli di daerah otonom Guangxi Zhuang
dalam penelitian ini. Sampel ampas tebu digiling dan diayak untuk
mendapatkan fraksi murni partikel seragam menjadi 0,2 mm - 0,6 mm
dengan ukuran kurang dari 200 μm, kemudian dikeringkan pada suhu 105
105C selama 24 jam. Untuk mencapai homogenitas terdekat, sampel ampas
tebu diaduk selama 2 jam. Semua eksperimen dan kurva termogravimetri
pada rasio yang berbeda dari ampas tebu / batubara (20% / 80%, 50% /
50%, dan 70% / 30%) telah dipelajari sebelumnya [21]. Rasio ampas tebu /
batubara 20% / 80% adalah rasio terbaik.

METODA
Metoda yang digunakan adalah Flynn Wall-Ozawa
(FWO) dan Kissinger Akahira-Sunose (KAS).
Diagram Alir untuk Membahas dan Menentukan
Parameter
Kurva Prosedur Percobaan

Gambar (b) menunjukkan kurva delta


W untuk nilai campuran yang dihitung
dan eksperimental dibawah beta 40
derajat celcius

Gambar (a) menunjukkan termografimetri Gambar (c) menunjukkan nilai percobaan


dan perhitungan bercampur dibawah beta
= 40 derajat celcius
HASIL

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga tahap selama pembakaran sampel,
dan proses pembakaran utama terjadi pada tahap kedua. Saat konsentrasi
oksigen meningkat, laju reaksi pada puncak maksimum (Rp) dari analisis
termogravimetri derivatif (DTG), laju reaksi rata-rata (Rv), dan energi aktivasi
semu (E) meningkat, sedangkan suhu penyalaan (Ti), suhu akhir terdeteksi
sebagai stabilisasi massa (Tf). ), dan massa residu (Mr) menurun. Interaksi
sinergis diamati selama pembakaran bersama ampas tebu dan batubara. Mr
(3,64) dari 20% ampas tebu / 80% batubara lebih rendah dari pada batubara
(1,31) di O2 / N2 = 3/7 atmosfer. Nilai rata-rata E untuk ampas tebu murni adalah
112,6–133,6 kJ mol - 1 pada konsentrasi oksigen berkisar antara 30% sampai
70% dalam atmosfer O2 / N2, sedangkan ampas tebu 20% / 80% batubara
adalah 145,6–161,4 kJ mol– 1. Dari segi efisiensi, pembakaran bersama ampas
tebu dan batubara memiliki keunggulan yang saling melengkapi berdasarkan Ti
rendah, Tp, dan tinggi Rp, Rv.
KESIMPULAN

Penelitian ini difokuskan pada pembakaran oxy-fuel (30% O2 dan 70% N2, 50%
O2 dan 50% N2, 70% O2 dan 30% N2) untuk batubara, ampas tebu, dan campurannya.
Karakteristik dianalisis dengan TG, dan energi aktivasi (E) dihitung menggunakan
metode FWO dan KAS. Adapun temuannya adalah sebagai berikut: 1 Proses dekomposisi
pembakaran dapat dibagi menjadi tiga tahap: devolatilisasi awal, devolatilisasi, dan sisa
pembakaran karbon. Temperatur devolatilisasi awal batubara (300 ◦C) lebih tinggi
dibandingkan dengan ampas tebu dan campuran (260 C). 2 Dengan peningkatan
konsentrasi oksigen dari 30% menjadi 70% dalam atmosfer O2 / N2, laju reaksi pada
puncak (Rp) meningkat dari 6,43% menit - 1 menjadi 6,66% menit - 1. Reaksi
pembakaran sampel dapat ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi oksigen.
Pencampuran ampas tebu dengan batubara memiliki karakteristik pembakaran yang lebih
baik. Nilai 3 Rp kurva DTG eksperimental lebih tinggi dari nilai yang dihitung,
menunjukkan efek sinergis selama co-combustion ampas tebu dan batubara yang
disebabkan oleh interaksi bahan volatil ampas tebu pada pembakaran karbon tetap
batubara. 4 Nilai rata-rata E untuk ampas tebu murni adalah 112,6–133,6 kJ mol - 1 pada
konsentrasi oksigen berkisar antara 30% hingga 70% dalam atmosfer O2 / N2, sedangkan
ampas tebu 20% / 80% batubara adalah 145,6–161,4 kJ mol –1
KESIMPULAN

Dengan meningkatnya konsentrasi oksigen, Rp dan laju reaksi rata-rata


(Rv) sampel meningkat, sedangkan suhu penyalaan (Ti), suhu akhir (Tf), dan
massa sisa (Mr) menurun, dan nilai rata-rata E untuk tiga sampel meningkat.
Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati pada energi aktivasi E ampas
tebu yang dihitung menggunakan metode kinetik yang berbeda. 5 Hasilnya
memberikan referensi untuk studi lebih lanjut tentang pembakaran oxy-fuel
dan co-combustion ampas tebu dan batubara. Penelitian selanjutnya akan
fokus pada mekanisme reaksi dan nilai pemanfaatan energi dari pembakaran
campurannya.
LATAR BELAKANG

Lebih dari 2,7 miliar ton kotoran hewan dihasilkan setiap tahun di Cina. Pencernaan
anaerobik dan pengomposan kotoran hewan memakan waktu dan biasanya
melepaskan banyak gas efek rumah kaca
Potensi risiko antibiotik dan logam berat pada hewan kotoran tidak dihilangkan
secara efektif selama proses ini
Suatu proses : Karbonisasi hidrtotermal (HTC), memiliki beberapa keunggulan :
mudah, ramah lingkungan, metode pretreatment yang ramah dan hemat biaya,
antibiotik dan logam berat dalam biomassa sangat terdekomposisi
Namun demikian, sangat meningkatkan kadar abu hidrokarbon oleh HTC
menghasilkan efisiensi yang rendah, kecenderungan slagging dan fouling yang
tinggi selama pembakaran. Selain itu, sebelumnya penelitian menunjukkan bahwa
suhu HTC yang tinggi, semakin tinggi juga nilai kalor dan rasio bahan bakar dari
hydrochar, sedangkan hasil energi berkurang secara signifikan dengan
meningkatnya suhu, yang dianggap berasal dari penurunan hasil hidrokarbon.
LATAR BELAKANG

Saat ini, beberapa penelitian menemukan bahwa HTC co-berbasis protein biomassa
dan biomassa lignoselulosa adalah pendekatan baru dan menjanjikan untuk produksi
hydrochar dengan kadar abu rendah dan tinggi pemulihan energy.
 Kehadiran tongkol jagung saat HTC membuang limbah lumpur secara dramatis
menurunkan kadar abu dari hidrokarbon 60,32% menjadi 33,66%, dan secara
signifikan meningkatkan laju pemulihan energi.
 Telah dilaporkan efek sinergis antara kotoran hewan dan lignoselulosa biomassa
selama co-HTC, berkontribusi pada peningkatan hasil hydrocharbon , kandungan
karbon tetap dan hasil energi dari hydrocharbon
 Analisis termogravimetri (TGA) penting untuk mengevaluasi perilaku pembakaran
bahan bakar padat untuk lebih memahami perilaku kinetik dan desain peralatan
pembakaran di industri skala.
LATAR BELAKANG

Transesterifikasi lemak hewani dan minyak jelantah (WCO) dengan alkohol dan bantuan katalis.
Penilaian kualitas produk biodiesel dan produk sampingan untuk pemanfaatan lebih lanjut dapat dilakukan
dengan menggunakan analisis Thermogravimetric (TGA).
Transesterifikasi adalah suatu reaksi yang menghasilkan ester dimana salah satu pereaksinya juga
merupakan senyawa ester. Jadi disini terjadi pemecahan senyawa trigliserida dan migrasi gugus alkil antara
senyawa ester. Ester yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi ini disebut biodiesel. Untuk mempercepat
jalannya reaksi dan meningkatkan hasil, proses dilakukan dengan pengadukan yang baik, penambahan
katalis. Pemilihan katalis dilakukan berdasarkan kemudahan penanganan dan pemisahannya dari produk.
Untuk itu dapat digunakan katalis asam, basa dan penukar ion.
Biodiesel (asam lemak alkil ester) lebih banyak diproduksi melalui proses transesterifikasi minyak
(minyak nabati , minyak hewani atau minyak jelantah (WCO) dengan alkohol dan bantuan katalis. Produksi
biodiesel lain yang kurang umum termasuk pencampuran langsung, mikro-emulsi, dan retak termal.
Gliserol mentah adalah produk sampingan dari proses transesterifikasi. Degradasi termal bahan bakar
digunakan untuk mengevaluasi sifat termokimia yang diperlukan dari bahan bakar dan bahan bakar tersebut
pecahan komposisi.
METODA

1. Preparasi Hidrokarbon
Kotoran babi (SM) dan batang jagung (CS) dipilih sebagai tipikal kotoran hewan dan
biomassa lignoselulosa dalam penelitian ini, dan detailnya prosedur untuk preparasi
hidrokar dapat ditemukan di tempat lain. Singkatnya, perpaduan SM dan CS di mixing
berbeda rasio (1: 0, 3: 1, 1: 1, 1: 3 dan 0: 1, masing-masing) ditangani oleh HTC di 220
° C selama 10 jam dalam autoclave stainless 50 mL. Setelah itu, diperoleh hidrokarbon
dengan sentrifugasi pada 10000 rpm selama 15 menit segera dikeringkan pada suhu 60
° C, dan dihancurkan menjadi serbuk yang homogen dengan diameter kurang dari 100
mesh. Hidrokar dari HTC individu SM dan CS dilambangkan sebagai H-SM dan H-CS,
masing-masing, dan hidrokar dari co-HTC diberi label sebagai H-SM: CS (X), di mana
X mengacu pada pencampuran rasio SM dan CS
2. Analisis Termal
Percobaan pembakaran dilakukan dengan termogravimetri analyzer (TG 209, F3,
Netzsch, Jerman) di bawah atmosfer tekanan. Sekitar 5 g sampel yang ditempatkan dalam
wadah Al2O3 dipanaskan dari 40 hingga 900 ° C dengan laju aliran udara 100 mL / menit
pada perbedaan laju pemanasan (masing-masing 10, 20, 30 dan 40 ° C / menit). Untuk
setiap sampel, percobaan TGA diulangi setidaknya dua kali untuk akurasi.
HASIL
Ada tiga tahap dekomposisi utama
selama pembakaran SM. Puncak penurunan berat
pertama (tahap 1) saat rendah
kisaran suhu 40-170 ° C terutama terkait dengan
penguapan
dari air yang melekat. Tahap 2 dengan penurunan
berat badan tertinggi
46,26% dimulai pada 170 ° C dan berakhir pada 370
° C adalah karena dekomposisi termal hemiselulosa
dan selulosa yang berada umumnya terurai pada
suhu lebih rendah dari 400 ° C. Tahap 3 dengan
penurunan berat badan 23,59% dari 370 menjadi 560
°C
terutama berhubungan dengan dekomposisi lignin
dan pembakaran arang.
Tiga tahap dekomposisi yang berbeda juga terjadi
selama pembakaran
waktu penyelesaiannya lebih singkat
pembakaran menunjukkan efisiensi termal CS yang
lebih tinggi daripada SM.
Kurva TG dan DTG hidrokar pada laju
HASIL pemanasan 30 ° C / min disajikan pada Gambar.
2. Jelas, (co-) HTC sangat mengubah Profil TG
dan DTG. Semua hidrokarbon menunjukkan
puncak kecil pada suhu di bawah 180 ° C,
dikaitkan dengan penurunan berat pelepasan
kelembaban.
Berbeda dengan bahan baku, susut bobot tahap 2
H-SM
dan H-CS menurun sementara penurunan berat
badan pada tahap 3 meningkat. Ini observasi ini
sesuai dengan laporan sebelumnya, dan itu
terutama disebabkan oleh penurunan materi yang
mudah menguap dan meningkat karbon tetap di
hydrochar. Dibandingkan dengan HSM,
hidrokar dari rekan HTC dengan proporsi CS
yang lebih tinggi
rentang suhu pembakaran yang lebih rendah dari
tahap 2 dan 3, dan yang sesuai penurunan berat
badan lebih jelas
HASIL

Tingkat pemanasan meningkat,


sedikit berpengaruh pada bentuk
kurva TG dan DTG, sementara itu
mengarah ke pergeseran kurva ini
ke zona suhu yang lebih tinggi
karena panas
pembatasan transfer. Sebagai
tambahan,
laju pemanasan yang lebih tinggi
mengakibatkan kisaran temperatur
dekomposisi yang lebih luas
dan menunjukkan proses
dekomposisi termal yang
ditangguhkan
KESIMPULAN

Sifat pembakaran dan stabilitas SM berkurang sebesar HTC, sementara


mereka ditingkatkan secara signifikan oleh HTC bersama dengan CS. Ea nilai
SM menurun dari 140,40 dan 137,31 KJ / mol SM menjadi 124,40 dan 120,17
KJ / mol H-SM masing-masing oleh FWO dan KAS, sementara itu meningkat
hingga 141.53–171.23 dan 138.35–169.66 KJ / mol hydrocharbondari co-HTC,
masing-masing. Parameter termodinamika dikonfirmasi bahwa kehadiran CS
meningkatkan reaktivitas pembakaran SM hidrokar turunan. Studi ini
menunjukkan bahwa HTC bersama CS adalah efektif untuk mengubah SM
menjadi bahan bakar padat dengan kinerja pembakaran yang ditingkatkan dan
reaktivitas.
THANK YOU!

Anda mungkin juga menyukai