Anda di halaman 1dari 16

Fikih

Ikhtilaf
Kelompok 1
1. Mayunda Oktoviani
2. Shoofiyah Rizky
Agustina
3. Uswatun Hasanah
Pengertian Fikih Ikhtilaf
Fikih secara Bahasa artinya paham. Secara istilah artinya mengerti hukum-hukum
Syariah yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci. Ikhtilaf menurut Bahasa
adalah perbedaan paham (pendapat). Ikhtilaf berasal dari Bahasa arab yang
artinya adalah khalafa,yakhlifu, khilafan. Ikthilaf menurut istilah adalah berlainan
pendapat antara dua atau beberapa orang terhadap suatu obyek (masalah) tertntu,
baik berlainan itu dalam bentuk “tidak sama ” ataupun “bertentangan secara
diametral”
ikhtilaf adalah perbedaan pendapat diantara ahli
hukum islam (fuqoha) dalam menetapkan Sebagian
hukum islam yang bersifat furu’iyah, bukan ushuliyah,
disebabkan perbedaan pemahaman atau perbedaan
metode dalam menetapkan hukum suatu masalah dan
lain-lain.
Kata ikhtilaf yang memiliki arti perbedaan dan perselisihan dapat
dilihat pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 176

Yang demikian itu karena Allah telah menurunkan Kitab (Al-


Qur'an) dengan (membawa) kebenaran, dan sesungguhnya
orang-orang yang berselisih paham tentang (kebenaran)
Kitab itu, mereka dalam perpecahan yang jauh.
Sejarah Singkat
Ikhtilaf
Ikhtilaf di kalangan umat Islam mulai kentara sejak para sahabat besar
berpindah ke berbagai kota. Sebelumnya, sebagaimana diriwayatkan oleh
al-Baghawi di dalam kitabnya Mashabihul Huda bahwa apabila orang yang
berperkara datang menghadap Abu Bakar beliau pun memperhatikan
Kitabullah. Jika beliau menemukan hukum yang dimaksudkan, beliau pun
menerapkan hukum itu, memutuskan hukum itu. Tapi apabila beliau tidak
juga mendapatkannya di dalam sunah, beliau pun bertanya kepada para
sahabat yang lain.
Sejarah Singkat
Ikhtilaf
Kerapkali di hadapannya berkumpul sekumpulan orang-orang yang
menerangkan hukum-hukum Rasul, jika tidak ada yang menerangkan hukum
Rasul, beliau pun mengundang sahbat-sahabat besar dan orang-orang tertentu
untuk menetapkan hukum. Maka, pendapat mereka itu beliau jadikan pegangan.
Itulah yang kemudian dikenal dengan istilah Ijma’.
Setelah sahabat-sahabat besar berpindah ke berbagai kota, maka khilafah
menghadapi kesukaran untuk mengumpulkan para ahli. Maka mulailah para
sahabat ahli hukum menetapkan hukum secara sendiri-sendiri, dan mulailah
timbul perselisihan paham diantara mereka dalam menetapkan hukum itu.
Sebab- Sebab Munculnya Ikhtilaf
Berbeda Pengertian dalam
Riwayat Hadis
Mengartikan Kata
Adanya perbedaan penilaian
Adanya ayat yang berbeda
derajat suatu hadis di kalangan
satu dengan yang lainnya
ahli hadis. Di mana seorang ahli
secara zhahir-nya. Sehingga
hadis menilai suatu hadis sahih,
membutuhkan jalan keluar
namun ahli hadis lainnya menilai
yang bisa cocok untuk
tidak sahih. Sehingga Ketika
keduanya. Pada titik inilah
ditarik kesimpulan hukumnya,
para ulama terkadang
sangat bergantung dari
berbeda dalam mengambil
perbedaan ahli hadis dalam
jalan keluar.
menilainya.
Sebab- Sebab Munculnya Ikhtilaf
Saling Berlawanan
Nasikh dan Mansukh Dalil Mengenai Suatu
Kaidah
Adanya ayat atau hadis yang
Sebagaimana ulama ada yang
menghapus berlakunya ayat atau
menerima dalil mengenai suatu kaidah,
hadis yang pernah turun
Sebagian lain menolaknya. Maka
sebelumnya. Dalam hal ini
kemudian timbul, perbedaan di antara
Sebagian ulama berbeda
ulama dalam menetapkan mana ayat
pendapat untuk menentukan
yang berlaku mujmal dan mana yang
mana yang dihapus dan mana
berlaku muqoyyad. Juga dalam
yang tidak dihapus.
menetapkan mana yang bersifat umum
(‘am) dan mana yang bersifat khusus
(khas).
Sebab- Sebab Munculnya Ikhtilaf
Metodologi Peng-istimbath-an
Hukum
Adanya perbedaan ulama dalam menggunakan metodolgi atau Teknik
pengembalian kesimpulan hukum, setelah sumber yang disepakati. Misalnya,
ada yang menerima syar’u man qablana dan ada yang tidak. ada yang
menerima istihsan dan ada juga yang tidak mau memakainya. Dan masih
banyak lagi metode lainnya seperti sadd al-adzariyah, qoul al-shahaby,
istishab, qiyas dan lainnya.

Selain itu, pengaruh kultur budaya setempat, juga mempengaruhi peng-


istimbath-an hukum, tempat di mana para fuqoha tinggal, hal itu sangat
mempengaruhi hukum yang dikeluarkan. Contohnya Imam Syafii menulis
kitabnya yang dinamakna qaul al-qadim Ketika beliau tinggal di Irak, dan
membuat fatwanya yang baru yang kemudian dinamakan dengan qoul al-jadid
saat beliau pindah ke Mesir.
Faktor- faktor Khusus
Penyebab Ikhtilaf dalam
Masalah Furu’
01 Ikhtilaf dalam Qira’at
Qira'at
merupakan salah satu faktor terjadinya ikhtilaf. Sebenarnya qira'at itu
datangnya mutawatir, hanya saja sebab wurudnya yang menyebabkan perbedaan
pendapat para ulama dalam menginstimbathkan hukumnya.
Contohnya
pada perkara wudhu, tentang membasuh dan mencuci kaki. Seperti contohnya
dalam surat Al-Maidah ayat 5, terjadi perbedaan qira'at dikalangan ulama,
sebagian membacanya “waarjulakum” dan sebagian lagi ada yang membacanya
“waarjulikum”. Jumhur ulama cenderung menggunakan qira'at nasab, sehingga
kita ketika wudhu membasuh kedua kaki bukan menyapunya. Hingga akhirnya :
1. Ulama yang membaca “waarjulakum”, berarti diathafkan kepada anggota
yang dibasuh.
2. Ulama yang membaca “ waarjulikum”, berarti diathafkan kepada anggota
yang disapu.
Ikhtilaf sahabat dalam memahami
02
Hadits
Setiap manusia memiliki pemahaman yang berbeda. Begitu pun para
sahabat dalam meriwayatkan Hadist tidaklah sama derajat dan memiliki
daya nalar yang sama.
Contohnya :
Sebagian dari sahabat ada yang menelaah dan meriwayatkan Hadist. Hal ini
disebabkan karena tidak selamanya nabi Muhammad Saw itu menjadi
periwayat Hadist, kadang beliau sebagai pemberi fatwa, Qadhi,
melakukan yang hanya didengar dan dilihat oleh sahabat ketika di
majelis nabi. Sehingga para sahabat menyampaikan apa yang dilakukan
Rasulullah Saw, pada saat inilah terjadi ikhtilaf. Bisa dikatakan juga
bahwa sahabat yang lebih sering berkumpul dengan nabi, maka dia akan
lebih banyak pengetahuan dan penelaahannya mengenai Hadist.
03 Ikhtilaf dalam menetapkan dan
menilai suatu Hadist
Para sahabat nabi tidaklah serta-merta mengamalkan suatu hadist,
melainkan para sahabat harus terlebih dahulu mengetahui dan
memahami lebih jauh kualitas hadist tersebut.
Contohnya :
Abu bakar diminta tanggapan oleh sahabatnya yang lain tentang
pewarisan kakek perempuan (nenek), beliau tidak segera
mengambil keputusan, sebelum menemukan kualitas hadistnya.
04 Adanya nas Al-Qur’an yang
memiliki makna ganda
Dalam bahasa Arab, istilah yang bermakna ganda dikenal dengan “musytarok” yaitu
suatu lafal yang mengandung dua pengertian atau lebih.
Contoh :
Surat Al-Baqarah : 228 :
“ Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.”
Lafadz Quru’ dalam pemakain bahasa Arab bisa berarti masa suci dan bisa pula
berarti masa haidl. Oleh karena itu, seorang mujtahid harus mengerahkan segala
kemampuannya untuk mengetaui makna yang dimaksudkan oleh syari’ dalam
ayat tersebut.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai