Anda di halaman 1dari 43

SESAK NAPAS

Kelompok b6
Dispnea (sesak napas Paru Jantung Non-Paru
dan Non-
Jantung

Pendekatan klinis terstruktur berdasarkan


25% Pelayanan
rawat jalan. riwayat medis yang menyeluruh dan
pemeriksaan klinis adalah kunci untuk
membuat diagnosis yang benar
DEFINISI

Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernafas dan


merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar.

Gejala objektif  Penggunaan otot-otot pernapasan tambahan


(sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius, pectoralis mayor), pernapasan cuping
hidung, tachypnea, dan hiperventilasi.

American Thoracic Society  “Pengalaman subjektif dari


ketidaknyamanan pernapasan yang terdiri dari sensasi berbeda secara
kualitatif yang intensitasnya bervariasi berasal dari interaksi antara berbagai
faktor fisiologis, psikologis, sosial, dan lingkungan, dan dapat menyebabkan
respons fisiologis dan perilaku sekunder. "

Berliner, Dominik. Schneider Neil. Welte,Tobias, Bauersachs, Johann. The Differential Diagnosis of Dyspnea. Deutsches Ärzteblatt
International | Dtsch Arztebl Int 2016.
Epidemiologi

Sesak Napas
Gawat
Praktek Umum
Darurat
10% saat 25% saat
berjalan di beraktivitas 7,4%
tempat datar intens
Etiologi
 Sistem Kardiovaskular, yaitu dispneu yang
disebabkan oleh adanya kelainan pada jantung,
misalnya
 InfarkMiokard Akut (IMA), bersamaan dengan nyeri
dada yang hebat
 Fibrilasi
atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana
sudah terdapat penyakit katup jantung sebelumnya
 Kegagalanjantung kiri (edema paru kardiogenik) 
Dispneu mendadak pada malam hari saat tidur
(Paroxysmal nocturnal dyspnoe)
 Sistem respirasi
 Pneumotoraks  sesak dengan tiba-tiba, sesak
nafas tidak akan berkurang dengan perubahan
posisi.
 Asma bronchiale  terdapatnya pemanjangan dari
ekspirasi dan wheezing (mengi).
 COPD  kronik dimana dispneu mempunyai
hubungan dengan exertional (latihan).
 Edema paru akut  sama dengan dispneu yang
terjadi pada penyakit jantung.
 Hematogenous Dispneu
 Disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya
berhubungan dengan exertional (latihan).
 Neurogenik Dispneu;
 Psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan organik
dispneu yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena paralisis dari
otot-otot pernafasan.
 Sistem Metabolik/ Ginjal;
 Pada CKD dan sindrom nefrotik.
 Sistem Endokrin
 Pada hipertiroid.
 Intoksikasi
 Pada overdosis aspirin, shock anafilaktik.
 Psikogenik
 Pada gangguan somatisasi, ansietas dan depresi.
Klasifikasi

 Dyspnea (Sesak Nafas) Akut


 Dyspnea (Sesak Nafas) akut dengan awal yang tiba-tiba
 Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru dan
pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada.
 Sesak nafas yang berlangsung < 1 bulan.

 Dyspnea (Sesak Nafas) Kronis


 Dyspnea (Sesak Nafas) kronis (menahun)
 Disebabkan oleh asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK),
emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara.
 Klasifikasi berdasarkan gambaran klinis pasien. Sesak nafas yang
berlangsung > 1 bulan.

Fraser Health. Dyspnea: symptom guidelines.


American Thoracic Society juga telah mengeluarkan
Shortness of Breath Scale sebagai panduan klasifikasi
sesak nafas menurut gejala yang dideritai

Tingkat Derajat Kriteria


0 Normal Tidak ada kesulitan bernapas kecuali aktivitas
berat
1 Ringan Terdapat kesulitan bernapas, napas pendek-
pendek ketika terburu buru atau ketika nenuju
puncak landai
2 Sedang Berjalan lebih lambat dari pada kebanyakan
orang yang berusia sama karena sulit bernapas
atau harus berhenti berjalan untuk bernapas

3 Berat Berhenti berjalan setelah 90 meter untuk


bernapas atau setelah berjalan beberapa menit

4 Sangat berat Terlalu sulit untuk bernapas bila meninggalkan


rumah atau memekai baju atau membuka baju
Sesak Kardiak vs Non-Kardiak
Kardiak Non- Kardiak
   
Biasanya tidak ada bengkak Bengkak pada tungkai, bunyi nafas
tungkai, bunyi nafas khas (dengan khas (hanya diketahui dengan
auskultasi), kalau asma ada auskultasi), tekanan darah
wheezing (bunyi ngik pada saat meningkat, bisa juga turun, denyut
ekspirasi), tekanan darah biasanya jantung tak teratur, cepat.
normal, nadi yang lebih cepat tapi
masih teratur.

N Ambrosino and M Serradori. Pulmonary Unit, Cardio-Thoracic Department, University Hospital, Pisa, Italy. 2006
Patofisiologi
Konsep Afferen Mismacth

Disosiasi antara amplitudo output motorik dan


input sensorik dari mekanoreseptor perifer

Usaha Pernapasan yang berlebihan

C B I Coccia,dkk. Dyspnoea: Pathophysiology and a clinical approach. Division of Cardiology, Department of


Medicine, Faculty of Health Sciences, University of Cape Town and Groote Schuur Hospital, Cape Town, South
Africa. 2016
 Reseptor yang berperan dalam Mekanisme Sesak Napas

Kemoreseptor  Stimulasi reseptor ini mengakibatkan peningkatan aktivitas motorik


respirasi

Metaboreseptor  otot rangka


sumber sinyal aferen persepsi sesak napas ketika berolahraga.

Reseptor Vagal  Inervasi N.vagus serta berfungsi memonitor perubahan aliran di saluran
napas atas dengan mendeteksi perubahan temperaturnya

SARs  di otot polos dari saluran napas besar.


Reseptor - serat aferen bermyelin di vagus.
Dipengaruhi Inhalasi karbondioksida, anestetik volatil, dan furosemid

RARs  Reseptor ini beradaptasi cepat untuk mempertahankan inflasi dan deflasi paru

Reseptor Serat-C  Lokalisasi reseptor ini terletak dekat kapiler alveolar.


Sensitif terhadap mediator inflamasi

Reseptor dinding dada  Vibrasi dari dinding dada mengaktivasi muscle spindle.
Aktivasi ini dapat menginduksi sensasi dispnea.
 Jaras Dispnea
 Aktivitas aferen dari otot repiratorik
 Reseptor vagal  batang otak  area talamus.
 Insula kanan anterior
 Vermis serebelum
 Amygdala

 Korteks singulum anterior


 Korteks singulum posterior

 Kesadaran seseorang untuk mengubah aktivitas motorik respirasinya  Central


Corollary Discharge (Jaras juga disambungkan ke korteks sensorik)
Diagnosis Banding
Dispnea karena penyakit pada sistem pernapasan

 Asma Bronkial
 Peradangan kronis pada saluran udara  obstruksi saluran napas
 Pasien mengeluhkan serangan sesak napas yang sering, seringkali juga pada malam
hari
 Faktor pencetusnya : Iritasi pernafasan, Paparan alergen, Olah raga, Perubahan
cuaca, dan infeksi (saluran pernafasan).
 Takipnea, mengi, dan fase ekspirasi berkepanjangan adalah temuan klinis yang khas.
 Auskultasi menunjukkan mengi saat ekspirasi karena obstruksi
 Dapat mengalami eksaserbasi akut yaitu episodik perburukan yang ditandai dengan ↑
gejala sesak napas, batuk, mengi, rasa berat di dada, kombinasi dari gejala tersebut
 Pengobatan awal : Oksigen, inhalasi β2 kerja singkat melalui nebulizer setiap 20
menit dalam 1 jam
 Kortikosteroid jika tidak ada respon, dalam pengobatan kortikosteroid oral, eksaserbasi akut berat
 Bronkitis
 Peradangan pada bronkus disebabkan
oleh infeksi saluran nafas yang ditandai
dengan :
 Batuk yang berkepanjangan
(berlangsung hingga 3 minggu)
 Sesak
 Dada terasa berat
 Wheezing/Mengi
 Pneumonia
 Peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur, parasit)
 Gejala biasanya didahului dengan
infeksi saluran napas atas akut
selama beberapa hari
 Didapatkan
 Demam&menggigil (Suhu tubuh
meningkat >380celcius)
 Sesak napas
 Nyeri dada
 Batuk dengan dahak kental terkadang
dapat berwarna kuning hingga hijau
 Frekuensi napas > 30/menit
PNEUMONIA
 Pneumotoraks
 Keadaan dimana terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura, yaitu, di ruang
potensial antara pleura viseral dan parietal paru-paru
 Tanda dan gejala:
 Sesak napas
 Nyeri dada (tajam, terasa seperti tertekan & berat)
 Mudah lelah
 Batuk-batuk

 Warna kulit kebiruan


 Pemeriksaan jasmani : Takipnu, takikardi, perkusi paru hipersonor,
suara nafas menghilang, deviasi trakea
BRONKIEKTASIS

 Penyakit yang ditandai  Gejala:


dengan adanya  Batuk dengan sputum mukopurulen
dilatasi bronkus yang  Hemoptisis

bersifat patologis dan  Sesak napas

berlangsung kronik. Dilatasi  Nyeri dada

tersebut menyebabkan  Demam

berkurangnya aliran udara  Wheezing

dari dan ke paru-paru.  Mudah lelah


 Penurunan BB
 Etiologi : Infeksi, kelainan
kongenital, penyumbatan
bronkus
 Tanda dan gejala :
 Sesak napas
ATELEKTASIS  Nyeri dada
 Batuk
 Ekspansi tak lengkap atau
 Sianosis
kolapsnya semua atau  Mengi
sebagian unit fungsional paru.  Infeksidemam
Keadaan ini sering disebabkan
oleh obstruksi bronkus dan
kompresi pada jaringan paru.

 Etiologi : Bronkus yang


tersumbat, peradangan
intraluminar, Tekanan ekstra
pulmonary, paralisis atau
paresis gerakan pernapasan
 Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
 Ketika batuk dan keluarnya cairan telah muncul setidaknya selama tiga
bulan dalam setidaknya dua tahun berturut-turut
 Peradangan kronis  kerusakan parenkim paru
 Obstruksi tetap pada saluran udara bagian bawah
 usia > 40 tahun, perokok atau mantan perokok
 Tes fungsi paru dan plethysmography tubuh memberikan bantuan diagnostik
lebih lanjut
Dispnea akibat penyakit
pada sistem kardiovaskular
 Gagal jantung kongestif (CHF)
 Dispnea, Gejala lain  kelelahan, berkurangnya toleransi latihan, dan retensi cairan
 Pada semua jenis gagal jantung kongestif, stroke volume dan curah jantung berkurang.
• Penyakit Jantung Koroner
– Dispnea juga bisa menjadi gejala stenosis koroner
– Pasien dengan dispnea yang tidak jelas asalnya harus
dievaluasi untuk kemungkinan penyakit jantung koroner.
 Penyakit Katup Jantung
 Khususnya di antara pasien lansia
 kemungkinan penyebab dispnea
lebih lanjut
 Stenosis katup aorta dan insufisiensi
mitral
 Temuan khas dari stenosis katup
aorta termasuk penurunan kinerja
fisik, episode kolaps, sinkop, dan
pusing, dan, nyeri dada
 Auskultasi sering menunjukkan
murmur jantung sistolik yang kasar
terdengar paling keras di parasternal
dari ruang interkostal kedua, dengan
proyeksi ke dalam arteri karotis
Dispnea akibat penyakit di luar sistem
pernapasan dan kardiovaskular
 Anemia
 Penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan yang memengaruhi saluran udara juga
bisa menyebabkan dispnea.
 Pada gangguan saluran napas bagian atas, gejala utama selain dispnea adalah
stridor
 Malformasi kongenital
 Infeksi
 Trauma
 Neoplasia
 Gangguan Neurogenik
 Neuromuskuler yang dapat menyebabkan dispnea termasuk penyakit otot seperti
distrofi otot Duchenne, miastenia, penyakit neuron motorik seperti sklerosis lateral
amiotrofik, dan neuropati seperti sindrom Guillain-Barré
 Penyakit mental seperti gangguan kecemasan, gangguan panik, gangguan
Penyebab Iatrogenik (Farmakologis)

• Β-blocker non-selektif
Penghambat Beta-adrenergic sebagai bronkodilator di sistem
pernafasan
• Obat Antiinflamasi Non-steroid
– penghambatan jalur COX mengaktifkan lipoksigenase sintesis
leukotrien meningkat  bronkospasme atau asma eksaserbasi
• Ticagrelor aggregation inhibitor platelet
– Risiko dispnea yang lebih tinggi ditemukan pada pasien yang diobati
dengan ticagrelor dibandingkan dengan clopidogrel (Zhang et al. BMC
Cardiovascular Disorders (2020) 20:140)

Morales et al. BMC Medicine (2017) 15:18


Tatalaksana

OKSIGEN HELIOX

Farmakologi Rehabilitasi Paru

Terapi Alternatif
Oksigen

Terapi oksigen (O2) diberikan pada nilai tekanan parsial oksigen (O2)
kurang dari 60 mmHg atau nilai saturasi oksigen (O2) < 90% saat pasien
beristirahat dan bernapas dengan udara ruangan.

Pada neonatus, terapi oksigen (O2) < 50 mmHg atau nilai saturasi oksigen
(O2) kurang dari 88%.

Perubahan dalam stimulasi kemoreseptor, perubahan yang dihasilkan pada


pola pernapasan, dan / atau stimulasi reseptor yang terkait dengan aliran
gas melalui saluran napas bagian atas.

Widiyanto B, Yasmin LS. Terapi Oksigen terhadap Perubahan Saturasi Oksigen melalui Pemeriksaan Oksimetri pada Pasien Infark
Miokard Akut (IM-A). Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah. 2014; 1(1): 138-43.
 Nasal kanul dan nasal kateter
 1-6 liter/ menit dengan fraksi oksigen (O2) (Fi-O2) 18 antara 24-44%.

Sungkup muka tanpa kantong penampung


Alat ini mampu menyediakan fraksi oksigen (O2) (FiO2) sekitar 40-60% dengan
aliran sekitar 5-10 liter/ menit.
Pada penggunaan alat ini, direkomendasikan agar aliran oksigen (O2) dapat
tetap dipertahankan sekitar 5 liter/ menit atau
Sungkup muka dengan kantong penampung
 partial rebreathing
 Nonrebreathing

Oksigen (O2)

Mengalirkan oksigen (O2) secara langsung melalui kateter di dalam trakea.

Oksigen (O2) transtrakeal dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk


menggunakan
terapi oksigen (O2) secara kontinyu selama 24 jam dan seringkali
berhasil untuk mengatasi hipoksemia refrakter.
Heliox
Campuran gas yang mengandung helium mengurangi
resistensi terhadap aliran udara, yang pada gilirannya
dapat menurunkan kerja pernapasan, mengurangi
keparahan hiperinflasi, meningkatkan kapasitas latihan,
dan menurunkan dispnea pada pasien dengan penyakit
paru obstruktif.

Heliox, dyspnoea and exercise in COPD. T. Hunt, M.T. Williams, P. Frith and D. Schembri. 2010
Farmakologi
 Opioid
 Pemberian jangka pendek
mengurangi sesak pada
pasien dengan berbagai
kondisi, termasuk PPOK
lanjut, penyakit paru
interstisial, kanker, dan
gagal jantung kronis

 Furosemid
 Mekanisme efeknya tidak
pasti, tetapi dapat
dimediasi oleh aferen vagal
Rehabilitasi Paru
 Pelatihan untuk meningkatkan teknik penghirupan atau kepatuhan dengan
obat-obatan, aktivitas bolak-balik, atau teknik pernapasan
 Ada bukti bahwa pasien PPOK yang menjalani 6 minggu latihan olahraga
mengalami penurunan kecil yang sebanding dalam intensitas dispnea,
 Pergerakan udara dingin mengurangi sesak napas

• Tatalaksana Alternatif
– Akupuntur
– Akupresur
– Yoga
Tatalaksana pada AHF
 Penatalaksanaan AHF
 Loop diuretik intravena (IV)
 Furosemid 20–50 mg suntikan IM/IV atau tablet 40 mg per hari.
 Nitrovasodilator
 Nitrogliserin : 5 mcg/menit secara berkelanjutan. Kemudian dititrasi 5 mcg/menit
setiap 3-5 menit hingga respon klinis tercapai atau hingga mencapai 20 mcg/menit.
 Jika respon belum tercapai, pemberian masih dapat dinaikkan dengan dosis efektif
berjarak antara 5-100 mcg/menit. Titrasi maksimum adalah 20 mcg/menit setiap 3-5
menit.
 Morfin
 Oksigen
 Ventilasi tekanan positif non-invasif (NIV)
 Intubasi endotrakeal
Daftar Pustaka
 Berliner, Dominik. Schneider Neil. Welte,Tobias, Bauersachs, Johann. The Differential Diagnosis of
Dyspnea. Deutsches Ärzteblatt International | Dtsch Arztebl Int 2016.
 C B I Coccia,dkk. Dyspnoea: Pathophysiology and a clinical approach. Division of Cardiology,
Department of Medicine, Faculty of Health Sciences, University of Cape Town and Groote Schuur
Hospital, Cape Town, South Africa. 2016
 Morgan WC, Hodge HL. Diagnostic evaluation of dyspnea. Dari:
http://www.aafp.org/afp/980215ap/morgan.html
 Diseases of The Resporatory System. Diakses pada: 31 Desember 2020. Dari:
http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio225/chap24/lecture6.htm
 Manning HL, Schwartzstein RM, Epstein FH [editor]. Pathophysiology of Dyspnea. N Engl J Med
1995; 333:1547-1553.
 T, Nishino. Dyspnoea: Underlying Mechanisms and Treatment: Mechanisms of Dyspnoea. Br J
Anaesth. 2011;106(4):463-474.
 Parshall, Mark B, dkk. An Official American Thoracic Society Statement:
 Update on the Mechanisms, Assessment, and Management of Dyspnea. American Journal Of
Respiratory And Critical Care Medicine Vol. 185. 2012

Anda mungkin juga menyukai