Pembuktian
Pembuktian
Acara Pidana
Adzra Rayhana
Secara harafiah : Pembuktian didefinisikan sebagai proses membuktikan.
*Yang dianggap sebagai alat-alat bukti yang sah adalah fakta-fakta persidangan (alat
bukti yang di present di depan persidangan). Pembuktian yang diperoleh dari tahap
penyelidikan / penyidikan dan disampaikan di persidangan dianggap sah.
Tujuan pembuktian:
Dalam kenyataannya, teori ini tidak dapat secara murni diterapkan karena pasti ada
peran subyektivitas hakim. Contoh: Kakek berumur 70 tahun memperkosa gadis 17
tahun. Alat buktinya ada visum et repertum, ada keterangan terdakwa, ada
kesesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain, maka Hakim
memutuskan hanya berdasarkan alat bukti saja. Hakim tidak perlu menanyakan
“memangnya kakek tersebut kuat melakukan hubungan seksual? Jalan saja sudah
tidak kuat” karena pertanyaan seperti itu sudah bersifat subyektif dan hal itu
bertentangan dengan positieve wettelijk bewijs theory
Apabila alat-alat bukti sudah ada sesuai apa yang sudah ditetapkan dalam
Undang-Undang, maka Hakim harus menetapkan bahwa tindak pidana
tersebut sudah terbukti, walaupun Hakim mungkin berkeyakinan bahwa
yang harus dianggap terbukti itu tidak benar. Apabila alat bukti memang
tidak ada, maka hakim harus tetap menyatakan bahwa tindak pidana
tidak terbukti, walaupun mungkin Hakim berkeyakinan bahwa Terdakwa
melakukan tindak pidana.
2. Intime conviction :
Unlimited = alat bukti boleh apa saja, diperoleh dari apa saja sepanjang relevan
dengan tindak pidana.
Admissible = hanya diperoleh secara sah.
Namun, keyakinan hakim ini tidak didasarkan pada alat-alat bukti dalam Undang-
Undang, karena keyakinan hakim tersebut tidak terikat kepada aturan-aturan
tentang pembuktian subyektivitas Hakim.
Persoalan darimana Hakim mendapatkan keyakinan tidak menjadi
permasalahan. Di negara-negara common law, tidak dibedakan antara
alat bukti dan barang bukti, semua hal boleh menjadi alat bukti, kecuali
yang dilarang di dalam Undang-Undang.
Kalau di dalam KUHAP, hal apapun tidak boleh menjadi alat bukti kecuali
yang diatur di dalam KUHAP.
- Keterangan Saksi
- Keterangan Ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan Terdakwa
*dalam KUHAP semua hal tidak bisa menjadi alat bukti kecuali yang diatur di
dalam KUHAP
Dalam Pasal 183 KUHAP : untuk Tindak Pidana Umum, video CCTV tidak
termasuk alat bukti, namun untuk mengakalinya agar bisa dijadikan alat bukti,
hasil dari CCTV dapat dituliskan hasilnya dan dicetak sehingga menjadi bentuk
surat dan keterangan ahli. Namun untuk Tindak Pidana Khusus yang diatur
dalam UU tertentu, video CCTV sudah masuk sebagai alat bukti.