Anda di halaman 1dari 40

PENGKAJIAN SISTEM

REPRODUKSI

Oleh:
Nurindah Lestari Ritonga (207046018)
Piyanti S. Mahdalena Sagala (207046019)
Sakinah Lubis (207046021)
Salma (207046022)
Yustisia Maharani putri (207046024)
-Pada pria, beberapa organ berfungsi sebagai bagian dari saluran kemih
dan sistem reproduksi.

-Gangguan pada organ reproduksi pria dapat mengganggu fungsi salah


satu atau kedua sistem ini. Akibatnya, penyakit pada sistem reproduksi
pria biasanya ditangani oleh ahli urologi.

-Struktur sistem reproduksi pria meliputi (1) genitalia eksterna pria,


terdiri dari testis, epididimida, skrotum, dan penis, dan (2) genitalia
internal pria, terdiri dari vas deferens (ductus deferens), ejakulasi duktus,
dan bagian prostat dan membranous dari uretra, vesikula seminalis, dan
kelenjar tambahan tertentu, seperti kelenjar prostat dan kelenjar Cowper
(kelenjar bulbouretra) (Gbr. 49-1).
-Testis memiliki fungsi ganda: spermatogenesis ( produksi sperma) dan sekresi hormon
seks pria testosteron, yang menginduksi dan mempertahankan karakteristik seks pria.

-Testis terbentuk di dalam embrio, di dalamrongga perut, dekat ginjal. Selama bulan
terakhir kehidupan janin, mereka turun ke posterior peri- toneum dan menembus dinding
perut di selangkangan. Kemudian, mereka berkembang di sepanjang kanal inguinalis ke
dalam kantung skrotum.

-Dalam keturunan ini, mereka disertai oleh pembuluh darah, limfatik, saraf, dan saluran,
yang menopang jaringan dan membentuk korda spermatika.

-Tali pusat ini memanjang dari cincin inguinal bagian dalam melalui dinding perut dan
saluran akar ke skrotum.

-Saat testis turun ke dalam skrotum, sebuah ekstensi tubular dari peritoneum menyertai
mereka. Biasanya, jaringan ini dilenyapkan selama perkembangan janin; hanya tunika
vaginalis, yang menutupi testis, yang tersisa. Jika proses peritoneal tetap terbuka ke
dalam rongga perut,
• Testis, atau kelenjar seks ovoid, terbungkus dalam skrotum, yang
membuatnya pada suhu yang sedikit lebih rendah daripada bagian
tubuh lainnya untuk memfasilitasi spermatogenesis.
• Testis terdiri dari banyak tubulus seminiferus yang membentuk
spermatozoa.
• Tubulus pengumpul mengirimkan spermatozoa ke epididimis,
struktur mirip tudung yang terletak di testis dan berisi saluran
berliku yang menuju ke vas deferens.
• Struktur tubular yang kokoh ini melewati ke atas melalui kanalis
inguinalis untuk memasuki rongga perut di belakang peritoneum.
• Kemudian meluas ke bawah menuju dasar kandung kemih.
Outpouching dari struktur ini adalah vesikel seminal, yang bertindak
sebagai reservoir untuk sekresi testis. Saluran ini dilanjutkan
sebagai saluran ejakulasi, yang melewati kelenjar prostat untuk
masuk ke uretra.
• Penis adalah organ untuk kopulasi dan buang air kecil. Ini terdiri dari
kelenjar penis, badan, dan akar. Glans penis adalah bagian yang lembut
dan membulat di ujung distal penis.

• Uretra, saluran yang membawa urin, terbuka di ujung kelenjar. Kelenjar


secara alami ditutupi oleh kulit penis yang terelonasi — kulup — yang
dapat ditarik untuk memperlihatkan kelenjar. Namun, banyak pria yang
baru lahir telah melepas kulupnya (penyunatan).

• Penis terdiri dari jaringan ereksi yang mengandung banyak pembuluh


darah yang melebar, menyebabkan ereksi selama rangsangan seksual.
Uretra, yang melewati penis, memanjang dari kandung kemih melalui
prostat ke ujung distal penis.
Kelenjar prostat, terletak tepat di bawah leher kandung kemih,
terdiri dari empat zona dan empat lobus. Ini mengelilingi uretra
dan dilintasi oleh saluran ejakulasi, kelanjutan dari vas deferens.
Kelenjar ini menghasilkan sekresi yang secara kimiawi dan
fisiologis sesuai dengan kebutuhan spermatozoa dalam
perjalanannya dari testis.

Kelenjar cowper terletak di bawah prostat, di dalam aspek


posterior uretra. Kelenjar ini mengosongkan sekresi ke dalam
uretra saat ejakulasi, memberikan lubrikasi.
Seksualitas laki-laki merupakan fenomena kompleks yang sangat dipengaruhi oleh faktor personal,
budaya, agama, dan sosial.

Seksualitas dan fungsi reproduksi pria menjadi perhatian jika ada penyakit dan kecacatan (Bruner &
Calvano, 2007).

Selama proses pengkajian, perawat harus menyadari pentingnya seksualitas bagi pasien.
Penilaian fungsi reproduksi pria diawali dengan evaluasi fungsi dan gejala saluran kemih.
Pasien ditanyai tentang keadaan kesehatannya yang biasa dan perubahan apa saja yang baru saja
terjadi dalam aktivitas fisik dan seksual secara umum.

Setiap gejala atau perubahan fungsi dieksplorasi sepenuhnya dan dijelaskan secara rinci.

Gejala yang berhubungan dengan fungsi kandung kemih dan buang air kecil, secara kolektif disebut
sebagai prostatisme, dieksplorasi lebih lanjut.

Mereka dapat terjadi dengan obstruksi yang disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat: peningkatan
frekuensi kencing, penurunan aliran urin, dan buang air kecil "ganda" atau "tiga kali lipat" (pasien perlu
buang air kecil dua atau tiga kali selama beberapa menit untuk mengosongkan kandung kemihnya).

Pasien juga dinilai untuk disuria (nyeri buang air kecil), hematuria (darah dalam urin), nokturia (buang air
kecil di malam hari), dan hematospermia (darah saat ejakulasi).
• Pasien mungkin merasa sulit untuk mengungkapkan perasaan dan kekhawatiran
mereka tentang seksualitas mereka, terutama setelah perubahan citra tubuh.

• Membahas seksualitas dengan pasien yang sakit atau cacat dapat menjadi tidak
nyaman bagi perawat dan penyedia layanan kesehatan lainnya; hal ini, pada
gilirannya, membuat diskusi tentang masalah ini lebih sulit dan tidak nyaman
bagi pasien.

• Para profesional perawatan kesehatan mungkin secara tidak sadar memiliki


stereotip tentang seksualitas orang yang sakit atau memiliki kecacatan
(misalnya, keyakinan bahwa penyandang disabilitas adalah aseksual atau
seharusnya tidak aktif secara seksual).

• Selain itu, pasien seringkali malu untuk memulai diskusi tentang masalah
seksual dengan penyedia layanan kesehatan mereka (Zang, et al., 2008).
Penilaian Fisik Selain aspek pemeriksaan fisik yang biasa, dua komponen penting
mengatasi gangguan pada genitalia atau sistem reproduksi pria: DRE dan pemeriksaan
testis.
• Pemeriksaan Rektal Digital DRE digunakan untuk
menyaring kanker prostat dan direkomendasikan
setiap tahun untuk setiap pria yang berusia lebih dari
50 tahun (usia 45 tahun untuk pria berisiko tinggi
[pria Afrika-Amerika dan pria dengan riwayat
keluarga kanker prostat yang kuat]) setiap tahun
(American Cancer Society [ACS], 2009). DRE
memungkinkan pemeriksa yang terampil,
menggunakan jari bersarung yang dilumasi
ditempatkan di rektum, untuk menilai ukuran, simetri,
bentuk, dan konsistensi permukaan posterior
kelenjar prostat (Gbr. 49

• Klinisi menilai nyeri tekan pada kelenjar prostat pada


palpasi dan untuk keberadaan dan konsistensi dari
setiap nodul.

• DRE dapat dilakukan dengan pasien bersandar di


atas meja pemeriksaan atau memposisikan pria di
posisi berbaring menyamping dengan kaki keluar ke
arah perut atau terlentang dengan kaki bertumpu
pada sanggurdi.
Untuk meminimalkan ketidaknyamanan dan mengendurkan
sfingter ani selama pemeriksaan rektal, pasien diinstruksikan
untuk menarik napas dalam dan menghembuskan napas
perlahan saat praktisi memasukkan jari. Jika memungkinkan,
ia harus memutar kakinya ke dalam sehingga jari-jari kakinya
bersentuhan. Meskipun pemeriksaan ini mungkin tidak
nyaman dan memalukan bagi pasien, pemeriksaan ini
merupakan alat skrining yang penting.
Inspeksi
Inspeksi pada pemeriksaan genitalia pria meliputi:

• Rambut kemaluan: amati distribusi rambut pada genitalia. Rambut ini lebih kasar, banyak
pada regio pubis, dan dapat berlanjut ke regio umbilicus

• Penis: amati adanya vena dorsal pada inspeksi. Perlu diperhatikan apakah pasien telah
disirkumsisi. Bila belum, preputium dapat ditarik ke belakang sedikit. Bila preputium tidak
dapat ditarik, maka kondisi ini disebut fimosis. Inspeksi adanya lesi, memar,
pembengkakan, atau eritema pada penis. Inspeksi juga apakah pasien mengalami kondisi
ereksi berkepanjangan yang disebut dengan priapismus. Perhatikan kelainan ukuran
penis, dapat berupa mikropenis atau makropenis. (Normalnya : 9,7-15,1 cm)

• Meatus uretra: perhatikan orifisium yang berbentuk seperti celah kecil, terletak pada
permukaan ventral dari ujung glans penis. Perhatikan adanya cairan yang menetes atau
eritema pada meatus. Perhatikan juga posisi meatus. Meatus dapat terletak pada dorsum (
epispadia) atau ventral (hipospadia)
• Skrotum: skrotum seringkali berwarna lebih gelap daripada bagian kulit lainnya,
dengan permukaan yang kasar. Skrotum yang berwarna kemerahan
menandakan adanya inflamasi. Skrotum kiri dapat terlihat asimetris, karena
testis kiri memiliki korda spermatikus yang lebih panjang. Pada kulit skrotum
dapat tampak benjolan akibat kista sebasea. Penebalan pada skrotum dapat
terjadi karena edema akibat retensi cairan. Pembesaran pada skrotum juga
dapat disebabkan karena adanya filariasis

• Testis: kebanyakan testis pria dewasa memiliki panjang 4 cm dan lebar 2,5 cm.
Pemeriksaan pada testis lebih lanjut dilakukan dengan palpasi
PALPASI
Penis: palpasi dilakukan pada batang penis untuk meraba adanya
nyeri dan indurasi. Penis normal yang tidak mengalami ereksi
teraba lunak dan tidak bernodul. Lakukan kompresi pada pangkal
penis dan gerakkan perlahan menuju glans penis untuk
mengeluarkan cairan pada uretra. Lakukan penarikan pada
preputium secara perlahan pada pasien yang belum disirkumsisi

Meatus uretra: untuk memeriksa meatus uretra, tekan glans penis


dari kedua sisi. Warna meatus normal adalah merah muda. Bila
tampak kemerahan atau keluarnya duh tubuh, hal ini menandakan
adanya inflamasi. Bentuk meatus yang bulat
atau pinpoint menandakan adanya stenosis pada meatus
Testis: palpasi dilakukan pada testis untuk menilai tekstur, nyeri, dan iregularitas.
Palpasi dilakukan menggunakan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah. Testis normal
akan teraba halus, kenyal, dan tidak bernodul. Testis sensitif terhadap raba, namun
tidak menimbulkan rasa nyeri. Dilakukan juga palpasi pada epididimis di arah
posterolateral dari testis. Epididimis teraba halus, berbatas tegas, dan tidak nyeri. 
Epididimitis akut menyebabkan testis dan epididimis tidak dapat dibedakan pada
palpasi

Vas deferens dan korda spermatikus: vas deferens teraba halus dan berbatas tegas.
Bila pada perabaan teraba tidak rata, kemungkinan disebabkan oleh diabetes atau
tuberkulosis lama. Saat pasien berdiri, dapat ditemukan massa vena yang
berdilatasi (varikokel). Manuver valsava dapat meningkatkan dilatasi

Refleks kremaster: refleks kremaster dapat dilakukan dengan mengusap paha


bagian dalam menggunakan jari atau alat dengan permukaan yang tumpul. Refleks
kremaster normal akan menyebabkan testis dan skrotum naik pada sisi yang sama
● Hernia: untuk memeriksa adanya hernia, pasien dapat diminta
untuk berdiri, kemudian mengejan. Lakukan inspeksi kanalis
inguinalis dan fossa ovalis untuk melihat adanya massa usus
yang turun ke inguinal dan kembali lagi ke abdomen ketika pasien
rileks
Transiluminasi
Transiluminasi dilakukan pada skrotum bila ditemukan adanya massa atau
pembesaran. Transiluminasi dapat membedakan massa padat atau cair.
Lakukan reduksi pada massa dengan cara mendorongnya melalui kanalis
inguinalis eksterna, kemudian transiluminasi menggunakan penlight pada
skrotum. Bila massa tersebut tidak dapat direduksi dan mengalami
transiluminasi yang berwarna merah terang, maka kemungkinan terdapat
cairan seperti pada kondisi hidrokel. Massa yang tidak mengalami
transiluminasi, namun mengecil pada saat dilakukan reduksi mungkin
adalah hernia. Massa yang tidak mengalami transiluminasi dan tidak
mengecil kemungkinan adalah massa padat seperti tumor atau hernia
inkarserata
Follow up
Follow up dilakukan dengan mencatatkan hasil
pemeriksaan fisik genitalia pada rekam medis.
Kemudian, hasil pemeriksaan disampaikan kepada
pasien, serta dilakukan pemeriksaan lanjutan sesuai
indikasi. Pemeriksaan lanjutan dapat berupa 
urinalisis, analisis sperma, pemeriksaan hormon, atau
ultrasonografi
CLINICAL TRIAL

PRECLINICAL PHASE 1 PHASE 2 PHASE 3


Lab Studies Human Safety Expanded Safety Efficacy & Safety
Alat Genitalia Wanita Bagian Luar dan Dalam
TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK GENITALIA
WANITA

Pemeriksaan genetalia wanita terdiri dari


 Inspeksi dan palpasi genetalia eksterna
 Pemeriksaan speculum
 Palpasi bimanual
 Palpasi rektovaginal
TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK GENITALIA
WANITA

Inspeksi dan palpasi genetalia eksterna


• Mons veneris : adanya lesi atau pembengkakan
• Rambut pubis : melihat pola dan adanya kutu pubis
• Kulit vulva : adanya kemerahan atau massa
• Labia ayor dan minor : lesi peradangan, ulserasi, pengeluaran sekret,
parut, trauma, bengkak dan massa
• Klitoris : melihat ukuran dan adanya lesi
• Ada tidaknya hymen
• Meatus uretra : apakah ada psu atau peradangan
• Perinium dan anus : adanya massa (lennastik hemoroid), parut, fissu ra,
fistel
• Palpasi kelenjar kelenjar labia : apakah ada nyeri tekan, bengkak atau
pus
TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK GENITALIA
WANITA

Pemeriksaan spekulum : dilakukan untuk mengamati vagina dan serviks

Prosedur pemeriksaan :
• Spekulum dihangatkan terlebih dahulu dengan air hangat kemudian
menyentuhnya dengan punggung tangan untuk menentukan suhunya
• Lubrikasi jeli sebaiknya jangan dipakai karena dapat mengganggu
pemeriksaan sitologi serviks dan biakan gonacocaus
• Beritahukan pasien ketika akan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan
speculum
• Jari telunjuk dan tengah kiri pemeriksa memisahkan labia dan menekan
perineum
• Spekulum yang masih tertutup dipegang oleh tangan pemeriksa dimasukkan
secara miring dengan perlahan ke dalam introitus di atas jari tangan kiri
• Spekulum tidak boleh dimasukkan secara vertikal, karena dapat timbul cedera
pada uretra dan meatus
TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK GENITALIA
WANITA

• Serviks : spekulum dimasukkan sejauh mungkin kedalam vagina, kemudian


spekulum di putar ke posisi transversal. Dengan pegangannya sekarang
mengarah kebawah, dan dibuka dengan perlahan-lahan.

• Cara membuat apusan PAP : diperoleh dengan memakai spatula kayu yang
dimasukkan melalui spekulum. Ujung spatula yang lebih panjang dimasukkan
kedalam orrifisium eksterna servicis. Kemudian spatulanya diputar 360.

• Dinding vagina : sekrup spekulum dikendurkan dengan jari telunjuk kanan dan
spekulum diputar kembali ke posisi semula (miring). Ketika spekulum
perlahan-lahan ditarik dan ditutup, dinding vagina diperiksa untuk melihat
adanya masa, laserasi atau leukoplakia.
TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK GENITALIA
WANITA

Palpasi bimanual : dipakai untuk palpasi uterus dan adneksanya

Teknik pemeriksaan :
• Pemeriksa berada diantara kedua tungkai pasien
• Lubrikasi jelli
• Labia dibuka lebar, jari telunjuk dan tengah tangan kanan yang berpelumas
dimasukkan secara vertikal kedalam vagina. Kemudian dilakukan penekanan
kebawah ke arah perineum. Jari keempat dan kelima di fleksikan kedalam
telapak tangan.ibu jari kanan diekstensikan
• Tangan kiri diletak di atas abdomen sepertiga jarak simfisis pubis dengan
umbilikus
• Tangan kanan (didalam vagina) mengangkat organ-organ pelvis ke atas pelvis
dan menstabilkannya, sementara organ itu dipalpasi oleh tangan kiri (di
abdomen).
TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK GENITALIA
WANITA

Palpasi rektovaginal

• Beri tahu pasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan vagina dan


rektum
• Tangan kanan, masih didalam vagina, ditarik keluar sedikit ehingga
jari tengah kanan secara perlahan dimasukkan ke dalam rektum. Jari
telunjuk kanan diletakkan sejauh mungkin ke atas pada permukaan
posterior vagina.
• Septum rektovagina dipalpasi, apakah menebal atau nyeri tekan.
Apakah nodulus atau massa. Jari tengah kanan harus meraba untuk
mencari nyeri tekan, massa atau ketidak aturan didalam rektum
TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK GENITALIA
WANITA

Teknik pemeriksaan fisik genitalia wanita diawali dengan


memberikan persiapan kepada pasien berupa anamnesis
yang adekuat, penjelasan yang memadai mengenai
prosedur yang akan dilakukan, dan permintaan informed
consent. Teknik pemeriksaan akan meliputi pemeriksaan
fisik umum, pemeriksaan abdomen, dan pemeriksaan
pelvis.
• Pemeriksaan diawali dengan anamnesis yang adekuat, penjelasan mengenai tujuan
prosedur dan langkah-langkah prosedur kepada pasien, dan permintaan 
informed consent
• Pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien berbaring biasa atau berbaring secara
litotomi
• Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik umum seperti pemeriksaan tanda vital
kemudian diikuti dengan pemeriksaan abdomen seperti inspeksi dan palpasi, serta
pemeriksaan pelvis berupa inspeksi, pemeriksaan inspekulo, dan pemeriksaan
bimanual
• Pemeriksaan pada populasi khusus seperti anak-anak, wanita dewasa yang belum
menikah atau belum aktif secara seksual, serta pada wanita berusia lanjut akan
membutuhkan pertimbangan khusus
• Setelah pemeriksaan selesai dilakukan, interpretasikan dan dokumentasikan hasil
kemudian berikan edukasi kepada pasien terkait kemungkinan penyakit yang
dialami. Informasikan juga pemeriksaan penunjang yang mungkin dibutuhkan lebih
lanjut dan kemungkinan komplikasi pasca prosedur seperti nyeri atau perdarahan
ringan[4,6-17]
Anamnesis

Anamnesis bertujuan untuk mengetahui keluhan utama pasien seperti


pembesaran perut, rasa tidak nyaman pada perut, pruritus vulva, atau
adanya discharge tertentu. Selain itu, anamnesis juga perlu mengetahui
riwayat haid seperti hari pertama haid terakhir, panjang siklus, durasi haid,
volume haid, regularitas haid, riwayat menarche, riwayat dismenore, dan
riwayat perdarahan di antara dua periode haid.
Peralatan
Meja periksa atau kursi pemeriksaan
pelvis

Lampu periksa

Sarung tangan steril

Spekulum Graeve
Posisi Pasien
● Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan posisi pasien berbaring
terlentang atau dengan berbaring dalam posisi litotomi
Pemeriksaan Fisik Umum

● Pada pemeriksaan fisik umum, penilaian yang


dilakukan adalah keadaan umum pasien, tingkat
kesadaran, tanda vital (termasuk juga tinggi badan
dan berat badan), kondisi organ vital (jantung dan
paru), tanda anemia serta kemungkinan adanya
kelainan organ mulai dari kepala hingga kaki. Namun,
perlu tetap berfokus mencari tanda yang mungkin
berhubungan dengan kelainan sistem genitalia
Pemeriksaan Abdomen

Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan posisi pasien terlentang, lengan


berada di samping tubuh, dan dinding abdomen dalam keadaan lemas.
Pemeriksaan abdomen yang berkaitan dengan pemeriksaan fisik genitalia
wanita adalah pemeriksaan inspeksi dan palpasi.

Inspeksi:
●Inspeksi kontur abdomen (apakah terdapat pembesaran atau massa
abdomen) dan bila ada, tandai dan deskripsikan ukuran, bentuk dan letaknya
●Pada wanita hamil, perhatikan ada tidaknya hiperpigmentasi, tanda regang
pada dinding abdomen yang dikenal sebagai striae gravidarum dan juga garis
hitam di tengah yang dikenal sebagai garis Fuska.

Palpasi:
●Hangatkan tangan sebelum memulai palpasi
●Palpasi diawali dengan menilai tegangan dinding abdomen dengan
melakukan penekanan dan menilai tahanannya
●Perhatikan apakah terdapat nyeri tekan atau massa di dalam abdomen.
Pemeriksaan Pelvis

● Pemeriksaan pelvis terdiri dari pemeriksaan inspeksi, pemeriksaan


inspekulo, dan juga pemeriksaan bimanual. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, pasien dipersilahkan membuka pakaian dalam dan
diberikan selimut agar merasa nyaman. Pemeriksaan pelvis dilakukan
dengan pasien dalam posisi litotomi, dengan posisi berbaring lemas
dan meletakkan kakinya pada footrest untuk melemaskan bagian
panggul. Perineum harus berada tepat di tepi meja pemeriksaan.
Pemeriksa menggunakan sarung tangan secara aseptik
Lanjutan …
Inspeksi:
● Inspeksi harus menyertakan organ genitalia eksterna, terutama vulva,
dimulai dengan memperhatikan hygiene, keadaan keseluruhan dan
apakah terdapat abnormalitas. Secara sistematik, lakukan observasi
terhadap hal-hal di bawah ini:
● Distribusi rambut kemaluan dan kelainan dari folikelnya
● Keadaan kulit vulva dan klitoris
● Keadaan orifisium uretra eksterna seperti ada
tidaknya discharge, caruncula, atau prolaps uretra
● Keadaan labia mayora dan minora
● Keadaan perineum dan komisura posterior
● Keadaan introitus vagina dan hymen seperti ada tidaknya hymen
imperforata, massa atau pembengkakan
● Ada tidaknya discharge yang mengalir keluar dari vagina (volume,
warna, bau)
Lanjutan …
● Pemeriksaan Inspekulo:
● Berikan opsi pada pasien untuk melakukan insersi spekulum sendiri bila
diinginkan (self-insertion) untuk mengurangi rasa tidak nyaman atau rasa
nyeri
● Bila pasien memilih agar dokter yang melakukan insersi, ambil spekulum
dengan tangan kanan, masukkan ujung telunjuk kiri pada introitus (agar
terbuka), lubrikasi spekulum dengan gel khusus, masukkan ujung spekulum
dengan arah sejajar introitus (yakinkan bahwa tidak ada bagian yang terjepit)
lalu dorong bilah ke dalam lumen vagina
● Setelah setengah panjang bilah masuk, putar spekulum 90º hingga
tangkainya mengarah ke bawah. Atur bilah atas dan bilah bawah dengan
membuka kunci pengatur bilah hingga masing-masing bilah menyentuh
dinding atas dan bawah vagina
● Tekan pengungkit bilah sehingga lumen vagina dan serviks tampak jelas,
kemudian perhatikan ukuran dan warna porsio, dinding dan sekret vagina
atau forniks
● Setelah pemeriksaan selesai, lepaskan pengungkit dan pengatur jarak bilah,
kemudian keluarkan spekulum
● Letakkan spekulum pada tempat yang telah disediakan
Pemeriksaan Bimanual:

● Beritahukan pasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan dalam


● Buka labia mayora kiri dan kanan dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, kemudian
masukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan ke dalam vagina. Letakkan ujung-
ujung jari tangan kiri pada suprasimfisis dan tentukan tinggi fundus uteri
● Tangan dalam memeriksa dinding vagina, kemudian secara bimanual tentukan besar
uterus, konsistensi dan arahnya. Periksa konsistensi serviks, keadaan parametrium
dan kedua adneksa
● Pindahkan jari-jari tangan luar dan dalam ke bagian isthmus dan tentukan apakah ada
tanda Hegar dengan cara mencoba mempertemukan kedua ujung jari tangan luar dan
dalam. Bila kedua jari bertemu, maka tanda Hegar dinyatakan positif. Tanda Hegar
adalah salah satu tanda kehamilan
● Sambil tangan kiri menahan uterus pada bagian suprasimfisis, keluarkan jari tengah
dan telunjuk tangan kanan
● Angkat tangan kiri dari dinding perut, usapkan larutan antiseptik pada bekas sekret di
dinding perut dan di sekitar vulva atau perineum kemudian beritahu pasien bahwa
pemeriksaan sudah selesai
● Pemeriksaan rectovaginal dapat dilakukan jika dokter merasa perlu memeriksa septum
rektovagina dan cul-de-sac Keberadaan hemorrhoid, polip, dan massa harus dicatat.
Sebelum pemeriksaan jari tengah sebaiknya dilubrikasi untuk membantu relaksasi
sfingter ani dan meminimalisir rasa tidak nyaman.
Interpretasi Hasil
1.Temuan lesi atau kelainan pada abdomen, organ genitalia eksterna,
vagina, serviks, uterus dan adneksa
2.Jika ditemukan discharge, deskripsikan warna, viskositas, dan aromanya
3.Jika teraba atau terlihat massa, nilai:
● Sensitivitas: apakah pasien merasakan nyeri saat massa ditekan
● Konsistensi: apakah massa berkonsistensi kenyal, keras, lunak atau
kistik
● Catat posisi dan ukuran
● Mobilitas: apakah massa dapat digerakkan atau tidak dapat digerakkan
● Permukaan: rata atau tidak
Pasien dengan kecurigaan peritonitis, apendisitis, ruptur kista ovarium
atau kehamilan ektopik harus segera dirujuk ke dokter spesialis terkait
atau ke instalasi gawat darurat
Follow Up

● Setelah dokumentasi temuan pemeriksaan fisik genitalia wanita


selesai dilakukan, lakukan konseling tentang hasil temuan. Sarankan
penderita untuk melakukan pemeriksaan penunjang seperti USG
abdomen, USG transvaginal atau pemeriksaan penunjang lain jika
diperlukan. Ada baiknya dokter memberikan saran untuk melakukan
pemeriksaan fisik kembali guna mengevaluasi temuan yang
didapatkan.
Referensi :

● McEvoy A, Tetrokalashvili M. Anatomy, Abdomen and Pelvis, Female Pelvic Cavity. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2020. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538435/
● Bates CK, Carroll N, Potter J. The Challenging Pelvic Examination. J Gen Intern Med.
2011;26(6):651-7. DOI: 10.1007/s11606-010-1610-8
● Cichowski SB, Dunivan GC, Komesu YM, Rogers RG. Sexual Abuse History and Pelvic Floor
Disorders in Women. South Med J. 2013;106(12):675‐678. DOI: 10.1097/SMJ.0000000000000029
● Committee on Practice Bulletins—Gynecology and the American Urogynecologic Society. ACOG
Practice Bulletin No. 155: Urinary Incontinence in Women. Obstet Gynecol. 2015 Nov. 126 (5):e66-
81. [Medline]
● Miranda AM. Pelvic Examination. Medscape. 2018. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1947956-overview
● Cohen Sacher B. The Normal Vulva, Vulvar Examination, and Evaluation Tools. Clin Obstet Gynecol.
2015;58(3):442-52. DOI: 10.1097/GRF.0000000000000123
● Harmanli O, Jones KA. Using Lubricant for Speculum Insertion. Obstet Gynecol. 2010;116:415–
417. DOI: 10.1097/AOG.0b013e3181e750f1

Anda mungkin juga menyukai