Anda di halaman 1dari 40

Intoksikasi Organofosfat dan

Tentamen Suicide

Oleh :
dr Rusydiana
Pembimbing :
dr Ketut Ari Suastawa, Sp.PD

RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN


KABUPATEN PROBOLINGGO
PENDAHULUAN
Pestisida adalah zat untuk membunuh dan mengendalikan hama.
Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat mengakibatkan
keracunan bahkan kematian.

Pestisida khususnya insektisida merupakan kelompok pestisida


terbesar dan dapat dikelompokkan menjadi beberapa sub kelompok
kimia yang berbeda, yaitu : organoklorin, organofosfat, karbamat,
piretroid dan yang berasal dari tanaman lainnya.
Organofosfat adalah zat kimia sintesis yang terkandung pada
pestisida untuk membunuh hama. Organofosfat adalah insektisida
yang paling toksis diantara jenis pestisida lainnya dan sering
menyebabkan keracunan pada manusia bila tertelan, meskipun
hanya dalam jumlah sedikit dapat menyebabkan kematian pada
manusia. Organofosfat dapat menimbulkan keracunan karena
menghambat enzim kolinesterase.
EPIDEMIOLOGI

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 25


juta kasus keracunan pestisida atau sekitar 68.493 kasus setiap hari. Di negara yang
berkembang, terdapat lebih dari 60% kasus kematian akibat pestisida.
Data dari WHO juga menunjukkan bahwa telah terjadi 330.000 kasus kematian
bunuh diri menggunakan pestisida. Beberapa penelitian terhadap kematian oleh
pestisida memperkirakan bahwa 220.000 orang meninggal oleh asupan pestisida
yang disengaja (WHO, 2014).
Patogenesis Intoksikasi Organofosfat

Katz K D, Sakamoto K M, Pinsky M R. Organophosphate Toxicity. Medscape eMedicine 2011. Available on: http://emedicine.medscape.com/article/167726-overview.
Neuroscience. 2nd Edition, 2001. Available on: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11143/
John Victor Peter, Thomas Isiah Sudarsan, and John L. Moran. Clinical features of organophosphate poisoning: A review of different classification systems and approaches. Indian J Crit Care Med. 
2014 Nov; 18(11): 735–745. Available on: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4238091/
John Victor Peter, Thomas Isiah Sudarsan, and John L. Moran. Clinical features of organophosphate poisoning: A review of different classification systems and approaches. Indian J Crit Care Med. 
2014 Nov; 18(11): 735–745. Available on: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4238091/
John Victor Peter, Thomas Isiah Sudarsan, and John L. Moran. Clinical features of organophosphate poisoning: A review of different classification systems and approaches. Indian J Crit Care Med. 
2014 Nov; 18(11): 735–745. Available on: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4238091/
Gambaran Klinik

Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivitas kelenjar ludah/


keringat/ saluran makanan, dan kesukaran bernapas.
Keracunan Ringan: Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor
lidah, tremor kelopak mata, pupil miosis.
Keracunan sedang: nausea, muntah-muntah, kejang/ kram perut,
hipersalivasi, hyperhidrosis, fasikulasi otot, bradikardi.
Keracunan berat: diare, pupil “pin-point”, refleks cahaya negatif, sesak napas,
sianosis, edema paru, inkontinensia urin dan feses, konvulsi, koma, blockade
jantung, akhirnya meninggal.
John Victor Peter, Thomas Isiah Sudarsan, and John L. Moran. Clinical features of organophosphate poisoning: A review of different classification systems and approaches. Indian J Crit Care Med. 
2014 Nov; 18(11): 735–745. Available on: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4238091/
Pemeriksaan Laboratorik

Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong, pengukuran kadar KhE dalam sel darah
merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik.
Keracunan akut:
– Ringan  40 – 70%
– Sedang  20 – 40%
– Berat  < 20%
Keracunan kronik: bila kadar KhE menurun sampai 20 – 50%, setiap individu yang
berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan, dan baru diizinkan bekerja
kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75% N.
Terapi
– Resusitasi (ABC)
– A (Airway), bebaskan jalan nafas dari sumbatan bahan muntahan, lendir, dan pangkal lidah.
– B (Breathing), menjaga agar jalan pernafasan tetap dapat berlangsung dengan baik, kalua perlu
lakukan pernafasan buatan
– C (Circulation), tekanan darah dan nadi dipertahankan dengan infus D5, PZ, atau RL, kalau perlu
dengan cairan koloid.
– Eliminasi  bertujuan menghambat penyerapan racun
– Kumbah Lambung (paling efektif bila dikerjakan 4 jam setelah keracunan)
– Indikasi
– Emesis tidak berhasil
– Kesadaran menurun
– Pasien tidak kooperatif
Terapi
Antidotum
– Atropin sulfat (SA), merupakan antagonis kompetitif dari AKh, bekerja dengan menghambat efek
akumulasi AKh
– Mula – mula diberikan bolus intravena 1 – 2.5 mg.
– Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5-10-15 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut
kering, takhikardia, dan midriasis)
– Kemudian interval diperpanjang setiap 15-30-60 menit, selanjutnya setiap, 2-4-6 dan 12 jam.
– Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2x 24 jam. Penghentian pemberian SA yang mendadak dapat
menimbulkan “rebound-effect” berupa edema paru dan kegagalan pernapasan akut, yahng sering fatal.
Reaktivator KhE (PAM)
– Bekerja dengan cara memotong ikatan organofosfat-KhE, hingga timbul reaktivasi enzim KhE. Salah satu
contohnya adalah Pralidoxime = Protopam. Hanya bermanfaat pada keracunan organofosfat, kontraindikasi pada
keracunan carbamate. Dosis 1 gram iv perlahan-lahan (10-20 menit), diulang setelah 6-8 jam. Hanya diberikan bila
pemberian atropine telah adekuat.
KASUS
Identitas Pasien
– Nama : Ny. N
– Umur : 29 tahun
– Jenis kelamin : Perempuan
– Agama : Islam
– Suku : Jawa
– Pekerjaan : Bidan
– Alamat : Kanigaran Probolinggo  Sidomukti
– Tgl Masuk : 18 Februari 2021
– Tgl Pemeriksaan : 18 Februari 2021
Anamnesis

Keluhan Utama
Muntah sejak 2 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang

2 jam smrs 1 jam smrs IGD RSWJ

Pasien makan Keluhan pasien


Muntah berulang  di
jemblem + gejala • Muntah
bawa ke RSIA Fatimah
muntah – muntah • Nyeri perut
 dirujuk ke RSUD
• Perut dan
Waluyo Jati
tenggorokan terasa
panas
Anamnesis
Pasien Rujukan RSIA Fatimah dengan keluhan muntah berulang sejak 2
jam smrs. Frekuensi muntah lebih dari 10 kali, berisi cairan (+), makanan (-)
darah (-). Keluhan muncul setelah pasien makan jajanan “jemblem” di
rumahnya. Saat di IGD RSWJ pasien gelisah, sulit diajak berkomunikasi,
dan hanya mengeluh nyeri perut serta tenggorokan terasa panas. Beberapa
saat kemudian pasien berteriak dengan lantang bahwa telah minum racun
pestisida cair yang ada di rumahnya namun tidak diketahui mereknya.
Kemudian pasien berteriak menitipkan anaknya. Pasien mengeluh
menstruasi pasien telat beberapa hari namun pasien lupa tanggalnya.
Aloanamnesis (Suami pasien)
Suami pasien mengatakan pasien muntah sejak sekitar 2 jam smrs. Muntah >
10 kali hingga pasien terasa lemas. Keluhan muncul setelah makan “jemblem”.
Awalnya suami menyangkal jika istrinya telah minum racun dan bersikukuh bahwa
keluhan pasien muncul hanya karena jemblem. Namun pada akhirnya suami
mengakui bahwa sang istri telah minum racun.
Pasien sudah 2 bulan resign dari bidan desa PKM Bago. Pasien menikah
dengan suami saat sedang hamil usia 7 bulan dan ditinggal pergi oleh suami
sebelumnya. 2 hari sebelum pasien mengalami keluhan, tempat tinggal pasien di
Bago didatangi oleh kepala desa dan kepala puskesmas tempat pasien bekerja, tapi
suami pasien tidak mau mengatakan penyebabnya. Hal tersebut membuat pasien
akhir – akhir ini sering diam dan murung di rumah.
Riwayat Penyakit
– Riwayat penyakit dahulu : Riwayat keluhan yang sama tidak
pernah di alami oleh pasien.
– Riwayat penyakit keluarga : Riwayat keluhan yang sama
dikeluarga tidak ada.
– Riwayat penggunaan obat : -
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 456
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,40C (aksila)
SpO2 : 99% (room air)
Status Generalis
Kulit
– Warna : normal
– Turgor : cepat kembali
– Ikterus : (-/-)
– Anemia : (-/-)
– Sianosis : (-)
Status Generalis
Kepala
– Bentuk : Kesan Normocephali
– Rambut : Tersebar rata, Sukar dicabut, Berwarna hitam.
– Mata : Refleks cahaya (-/-), pupil miosis 1 mm / 1 mm. Sklera
ikterik (-/-), Conjuctiva palpebra inferior pucat (-/-)
– Telinga: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Status Generalis
Mulut
– Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
– Gigi Geligi : Karies (-), gigi tanggal (-)
– Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
– Mukosa : Basah (+)
– Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
– Faring : Hiperemis (-)
Status Generalis
Leher
– Bentuk : Kesan simetris
– Kel. Getah Bening: Kesan simetris, Pembesaran (-)
– Peningkatan TVJ : normal
Axilla
– Pembesaran KGB (-), rambut ketiak mudah rontok -
Status Generalis
Thorax:
Inspeksi
– Bentuk dan Gerak : Pergerakan simetris
– Retraksi : (-)
Palpasi
– Pergerakan dada simetris
Perkusi
– Sonor (+/+)
Auskultasi
– Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Status Generalis
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V midclavicularis Sinistra
Perkusi:
– Batas jantung atas : di ICS III Parasternal sinistra
– Batas jantung kanan : di Linea Parasternalis Dekstra
– Batas jantungkiri : di ICS V midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Status Generalis
Abdomen
– Inspeksi : Distensi (-), caput medusa -, kolateral -, prominen –
– Auskultasi : Peristaltik usus (+) meningkat
– Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba
membesar
– Perkusi : timpani (+)
Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 11.3 14 -18 gr/dl


Leukosit 15.370 4.4-11.3 x 103/ul
Trombosit 451.000 150-450 x 103/ul
Hematokrit 35.0 40.0-48.0 %
Eritrosit 4.72 4,5-5,9 x 103/ul
MCV 74.2 80-96
MCH 23.9 27.5-33.2
MCHC 32.3 33.4-35.5
Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksan Hasil Nilai Rujukan
IgG 40.35 Reaktif Non Reaktif
IgM Non Reaktif Non Reaktif
Pack Test Negatif
Rontgen Thorax

Kesimpulan :
Cor dan Pulmo tidak tampak kelainan
Working diagnosis
– Intoksikasi Organofosfat
– Tentamen Suicide
– Suspek covid 19
Tatalaksana di IGD
– Tirah baring
– Pasang NGT
– Bilas Lambung 2000 cc NaCl 0.9%
– Inj Ondansetron 3x4 mg kp muntah
– Inj. Omeprazole 2x40 mg
– Inj mecobalamin 2x1
– Inj SA 2 mg IV dilanjutkan dengan atropinisasi dengan SA 0.5 mg
tiap 5 menit sampai pupil midriasis
Planning Monitoring
– Observasi atropinisasi
– Observasi TTV
Diskusi
Diskusi

Literatur Pasien
Anamnesa: Anamnesa:
Keracunan ringan • Muntah sejak 2 jam smrs hingga > 10 kali
Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, • Perut terasa panas
tremor lidah, tremor kelopak mata, pupil • Tenggorokan terasa panas
miosis
Keracunan Sedang • Nyeri perut
Nausea, muntah – muntah, kejang / kram • Gelisah
perut, hipersalivasi, hyperhidrosis, fasikulasi • Pasien berteriak minum racun pestisida
otot, bradikardi dan tidak diketahui mereknya
Keracunan berat • Pasien berteriak menitipkan anaknya
Diare, pupil ”pin-point”, reaksi cahaya berulang kali kepada suami
negative, sesak nafas, sianosis, edema paru,
inkontinensia urin dan feses, konvulsi, koma,
blockade jantung, dan akhirnya meninggal • Suami pasien mengatakan pasien minum
racun tapi tidak diketahui jenisnya
• Adanya masalah sosial di lingkungan kerja
pasien
Diskusi

Literatur pasien
Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Fisik

• Mata : Refleks cahaya (-/-), pupil miosis


1 mm / 1 mm.
• Peristaltik usus (+) meningkat
• Nyeri tekan abdomen di regio
epigastrium
Diskusi

Literatur pasien
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong,
pengukuran kadar KhE dalam sel darah merah • Leukositosis  Stress injury dan
dan plasma, penting untuk memastikan
diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik poisoning
• Keracunan akut • Antibody IgG covid 19 Reaktif
Ringan  40-70% N
Sedang  20 - 40% N
Berat  <20 % N
• Keracunan kronik  bila kadar KhE
menurun sampai 20– 50%
Diskusi
Literatur pasien
Terapi: Terapi :

Atropin sulfat (SA)  merupakan antagonis • Tirah baring


kompetitif dari Akh, bekerja dengan menghambat • Pasang NGT
efek akumulasi dari Akh pada tempat
penumpukannya • Bilas Lambung 2000 cc NaCl 0.9%
Mula - mula diberikan bolus intravena 1- 2.5 • Inj Ondansetron 3x4 mg kp muntah
mg • Inj. Omeprazole 2x40 mg
Dilanjutkan dengan 0.5 – 1 mg setiap 5 – 10 – • Inj mecobalamin 2x1
15 menit sampai timbul gejala – gejala
atropinisasi (muka merah, mulut kering, • Inj SA 2 mg IV dilanjutkan dengan
takikardi, midriasis, febris, psikosis) atropinisasi dengan SA 0.5 mg tiap 5
Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 menit sampai pupil midriasis
– 60 menit. Selanjut nya setiap 2– 4 - 6 dan 12
jam
Terimakasih…

Anda mungkin juga menyukai