Anda di halaman 1dari 5

MAKNA AQIDAH DAN URGENSINYA

SEBAGAI LANDASAN AGAMA

1. AHMAD ZIDHAN RESKY KURNIA ILAHI


2. WIKRADIANSYAH
3. TASLIM
4. SANDY NUGRAHA
5. SANDY PRABOWO NAFSAHU
Makna Aqidah bisa dilihat dari dua tinjauan:

• a)     Makna Aqidah Secara Etimologi (Bahasa)


• Aqidah berasal dari kata (‫) العقد‬ ‘aqd yang berarti pengikatan.
Kalimat “‫تك َذا‬
َ ُ ‫“ ” ا ْعتَقَ ْد‬Saya ber-i’tiqad begini” maksudnya: saya
mengikat hati terhadap hal tersebut.
• Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan
“Dia mempunyai aqidah yang benar” berarti aqidahnya bebas dari
keraguan. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan
hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
• b)    Aqidah Secara Syara’
• Yaitu iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para
Rasul-Nya, kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik
maupun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.
Syari’at terbagi menjadi dua: i’tiqadiyah dan ‘amaliyah.

• 1)    I’tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan


tata cara amal. Seperti i’tiqad (kepercayaan) terhadap
rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga
beri’tiqad terhadap rukun-ru­kun iman yang lain. Hal ini disebut
ashliyah (pokok agama). (Syarah Aqidah Safaariniyyah, I/4.)
• 2)    Sedangkan amaliyah adalah segala apa yang berhubungan
dengan tata cara amal. Seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh
hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut far’iyah (cabang
agama), karena ia di­bangun di atas i’tiqadiyah. Benar dan
rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya
i’tiqadiyah.
• Maka aqidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta
merupakan syarat sahnya amal. Sebagaimana firman Allah Subhannahu
wa Ta’ala:
‫صالِحًا َواَل يُ ْش ِر ْك ِب ِعبَا َد ِة َربِّ ِه أَ َح ًدا‬ َ ‫ َع َماًل‬ ْ‫ان يَرْ جُو لِقَا َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َمل‬ َ ‫فَ َم ْن َك‬ •
• “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah
ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan
seorang pun dalam beribadat kepada Tuhan­nya.” (QS. Al-Kahfi: 110).
‫ين‬
َ ‫اس ِر‬ ِ ‫ك َولَتَ ُكونَ َّن ِم َن ْال َخ‬ َ ُ‫ت لَيَحْ بَطَ َّن َع َمل‬َ ‫ك لَئِ ْن أَ ْش َر ْك‬ َ ‫ك َوإِلَى الَّ ِذ‬
َ ِ‫ين ِم ْن قَ ْبل‬ َ ‫َولَقَ ْد أُو ِح َي إِلَ ْي‬ •
• “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)
yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah kamu ter­masuk orang-orang yang
merugi.” (QS. Az-Zumar: 65).
)3( ُ‫ين ْال َخالِص‬ ُ ‫) أَاَل هَّلِل ِ ال ِّد‬2( ‫ين‬ َ ‫فَا ْعبُ ِد هَّللا َ ُم ْخلِصًا لَهُ ال ِّد‬ •
• “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya.
Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik).” (QS.
Az-Zumar: 2-3)
•  
• Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan bahwa segala amal
tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi Shallallaahu alaihi wa
Salam yang pertama kali adalah melu­ruskan aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para
rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang
dituhankan selain Dia.
• Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala:
َ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُكلِّ أ ُ َّم ٍة َر ُسواًل أَ ِن ا ْعبُ ُدوا هَّللا َ َواجْ تَنِبُوا الطَّا ُغوت‬ •
• “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’, …” (QS. An-Nahl: 36).
• Dan setiap rasul selalu mengucapkan pada awal dakwahnya:
ُ‫• يَا قَ ْو ِم ا ْعبُ ُدوا هَّللا َ َما لَ ُك ْم ِم ْن إِلَ ٍه َغ ْي ُره‬
• “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selainNya.” (QS. Al-A’raf:
59, 65, 73, 85)
• Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan seluruh rasul. Selama
13 tahun di Makkah -sesudah bi’tsah (diutusnya)- Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam mengajak
manusia kepada tauhid dan pelurusan aqidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan
Islam. Para da’i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul
dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan
aqidah, setelah itu mereka mengajak kepada se­luruh perintah agama yang lain.
•  
• (Disarikan dari Kitab Tauhid 1, karya DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan, hal. 3-5).

Anda mungkin juga menyukai