Anda di halaman 1dari 32

CLINICAL GOVER

NANCE HOSPITAL

LITERATURE – FIELD REVIEW

By : KELOMPOK 3
Rogan – Desi - Nenden
TATA KELOLA KLINIS DI RS

Prinsip Tata Kelola RS

7 Pilar Tata Kelola Klinis

Review Lapangan (RS)


Mengapa Harus Good Clinical Governance?
1) Walaupun keselamatan merupakan hal yang
tidak mungkin untuk dijamin 100%, namun
upaya untuk meningkatkan kualitas dari
produk kesehatan yg ditawarkan akan
Pentingnya meminimalisasi risiko yang ada.
pelaksanaan tata 2) Prosedur tata kelola tidak bertujuan untuk
memperbaiki kesalahan setelah kesalahan itu
kelola klinik yang
terjadi melainkan untuk mencegah kesalahan
baik antara lain: itu terjadi di awal mula, ini berarti komitmen
untuk melakukan peningkatan kualitas
secara kontinu.
3) Keluaran yang diharapkan sangat bergantung
dari partisipasi setiap orang yang berada
dalam organisasi tersebut.
CLINICAL GOVERNANCE
Definisi menurut First Class Service (NHS,Executive 1998b)

1 2 3

Sistem yg akuntabel Komitmen terhadap Sistem berdasar


dan bertanggung peningkatan kualitas standar dan
jawab (bukan hanya secara kontinu dalam memenuhi standar
organisasi tapi memberikan pely. tsb.
tenaga kesehatan kesdan dalam Bergantung pada
juga harus bertang melakukan efektivitas sistem yg
gung jawab terhadap manajemen ada, audit klinis, dan
dirinya dan Pely. Kes. tindak lanjut setelah
perbuatannya). dilakukan audit.
Prinsip dasar yang terkandung dalam good clinical governance
menurut Daniri (2005).

Your
Picture
Here Transparansi (Transparancy )

Your
Picture Akuntabilitas ( Accountability)
Here

Your
Picture
Here
Responsibilitas (Responsibility)

Your
Picture
Here Independensi (Independency)

Your
Picture
Here
Kesetaraan dan kewajaran (Fairness)
7 Pilar Clinic
al Governan
ce
7 1) Perawatan berpusat pada pasien/ 
patient centered care
P 2) Manajemen risiko dan patient safety
I 3) Interprofessional collaboratif Practice
L 4) Sistem penjaminan mutu pelayanan
A keperawatan dan audit klinik
R 5) Staffing dan pengembangan profesional
6) Riset klinik dan pelayanan berbasis bukti
TATA
ilmiah
KELOLA
KLINIS 7) Pengelolaan informasi klinis
PILAR 1: PRINSIP Patient Centered Care 
Pelayanan kesehatan berbasis kemitraan (partnership) antara praktisi,
pasien dan keluarga untuk menjamin bahwa keputusan profesional
(klinis) terkait dengan rencana intervensi dan terapi menghargai dan
mempertimbangkan kebutuhan dan pilihan pasien, setelah praktisi
memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga.

Respect Keunikan, nilai-nilai, pilihan,


Pe otonomi
ru Choice and empowerment Hak dan tanggung jawab pasien
Ba untuk berpartisipasi dan
Han Patient involvement diberdayakan
Pelibatan dan keterlibatan pasien &
keluarga
 Kul Access and support Kemudahan akses pelayanan dan
  tur
bantuan
Information Komunikasi , informasi dan
PILAR 2 : MANAJEMEN RESIKO KLINIS & PATIENT SAFETY 

Kegiatan Terkoordinasi Untuk MENINGKATKAN KUALITAS ASUHAN Dan


Keamanan Pelayanan Dengan Mengidentifikasi Kondisi-kondisi Yang
Menyebabkan Pasien Berada Dalam Resiko, Mencegah Dan Mengendalikan
Resiko

1. IDENTIFIKASI RESIKO
2. KAJI FREKUENSI dan DAMPAK KEPARAHAN RESIKO
3. KURANGI/ TURUNKAN
4. KAJI “HARGA” ( COSTS ) BILA SUATU RESIKO
  DAPAT DICEGAH ATAU TERJADI
 
PILAR 3: PELAYANAN KESEHATAN SECARA INTERDISIPLIN  

“KEMITRAAN antar profesional kesehatan melalui pendekatan


KOLABORATIF dalam pengambilan keputusan terkait proses
pelayanan kesehatan (Orchard, Curran,Kabene: 2005)

Proses kerjasama dan ASUHAN PASIEN SECARA


berbagi peran yang UTUH,
berfokus pada masalah BERKESINAMBUNGAN,
(Petri, 2010) AMAN, BERKUALITAS,
MEMUASKAN

KOORDINASI & KEPEMIMPINAN


PILAR 4 : MUTU PELAYANAN

Excel-
Stan- lent
Pely. dar
Berkual
itas Layanan terbaik yang
dilakukan dan didoku-
Penggunaan mentasikan dalam
STANDAR proses asuhan, didasari
sebagai acuan kemampuan terbaik dan
Sesuatu yang dapat di
dapat dicapai dengan
capai, terukur, memberi
nilai positif atau makna fasilitas yang ada
lebih, disertai komitmen
dan kerja keras untuk
mewujudkannya
PILAR 5 : STAFFING DAN PENGEMBANGAN PROFESIONAL

ORIENTASI DAN
PEMETAAN KEBUTUHAN
Jenjang Karir PENEMPATAN

REKRUITMEN & SELEKSI PENGEMBANGAN & RETENSI

KEMAMPUAN BERPIKIR, BERSIKAP, BERTINDAK, PROFESIONAL


Jenjang Karir Perawat Baru
Jenjang Karir Perawat Lama
PILAR 6: RISET KLINIK DAN PELAYANAN BERBASIS
BUKTI ILMIAH

PENYELESAIAN MASALAH

PERUMUSAN KEBIJAKAN
MENGGUNAKAN MELAKUKAN RISET
HASIL PENELITIAN BERBASIS MASALAH
UNTUK PERBAIKAN KLINIS & MANAJEMEN
PELAYANAN ASUHAN/ PELAYANAN
PENGEMBANGAN
PENGETAHUAN/
MODEL/TEKNIS PELAYANAN
PILAR 7 : SISTEM INFORMASI KLINIS
Tools :
 PAPER BASED
SUATU SISTEM UNTUK  ELECTRONIC DATA BASED
MENGELOLA BERBAGAI
INFORMASI KLINIS
PENTING UNTUK
PELAYANAN PASIEN Komunikasi/
Dokumentasi
Informasi

Edukasi Riset
REVIEW
LITERATURE
Contoh kasus yang ada di Indonesia Tata Kelola dan Kepatuhan
Penerapan Standar Patient Safety Penyakit Stroke di Rumah Sakit Dr.
Kanujoso Djatiwibowo Tahun 2015

Keselamatan pasien di rumah sakit kemudian menjadi isu penting karena banyaknya kasus medical error
yang terjadi di berbagai negara. Setiap tahun di Amerika hampir 100.000 pasien yang dirawat di rumah
sakit meninggal akibat medical error, selain itu penelitian juga membuktikan bahwa kematian akibat
cidera medis 50% di antaranya sebenarnya dapat dicegah . Institut of Mediciene (IOM) Amerika Serikat
tahun 2000 menerbitkan laporan “To Err is Human, Building to Safer Health System” yang
menyebuntukan bahwa rumah sakit di Utah dan Colorado ditemukan KTD sebesar 2,9% dan 6,6% di
antaranya meninggal, sedangkan di New York ditemukan 3,7% KTD dan 13,6% di antaranya meninggal.
Lebih lanjut, angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di Amerika Serikat berjumlah 33,6 juta
per tahun berkisar 44.000 jiwa sampai 98.000 jiwa. Selain itu publikasi WHO tahun 2004 menyatakan
KTD dengan rentang 3,2 -16,6% pada rumah sakit di berbagai Negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark
dan Australia (Depkes 2006).
Contoh kasus yang ada di Indonesia Tata Kelola dan Kepatuhan
Penerapan Standar Patient Safety Penyakit Stroke di Rumah Sakit Dr.
Kanujoso Djatiwibowo Tahun 2015 , Jurnal ARSI/Juni 2017

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan rancangan berdasarkan data prospektif dan kualitatif
berdasarkan data primer melalui observasi dan wawancara dengan farmasi, dokter, perawat. Penelitian
dilaksanakan pada bagian Rekam Medik, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Darurat, Instalasi Rawat
Inap atau Unit Stroke, Intensif Care Unit, kamar bedah, dan Instalasi Farmasi
Contoh kasus yang ada di Indonesia Tata Kelola dan Kepatuhan
Penerapan Standar Patient Safety Penyakit Stroke di Rumah Sakit Dr.
Kanujoso Djatiwibowo Tahun 2015

HASIL PENELITIAN
• Hand hygiene dilakukan di semua ruangan sesuai standar WHO yaitu 6 langkah, kebersihan tangan
dilakukan saat melakukan pada 5 momen. Hasil penilaian kepatuhan masih kurang baik di mana baru
tercapai sebagian yaitu sebanyak 66,67% (40/60 x 100% ). Hand hygiene yang sering tidak dilakukan
pada saat akan kontak dengan pasien baik oleh dokter maupun perawat.
• Komunikasi efektif yang dilakukan yaitu komunikasi melalui telepon masih kurang baik karena tercapai
sebagian yaitu sebanyak 57,13% (80/140 x 100% ). Saat dokter jaga atau perawat melakukan
komunikasi lewat telepon dan melakukan konfirmasi ke dokter DPJP kemudian melakukan stempel
TBaK sebagai bukti telah melakukan pembacaan ulang (read back) dan akan dimintakan paraf DPJP
1 x 24 jam kemudian. Hasil koonsultasi melalui telepon tidak diverifikasi kembali oleh dokter yang
memberikan instruksi karena dokter jaga tidak melakukan visite ke ruangan tersebut dan dokter
spesialis tidak diingatkan dan ada sebagian kecil yang enggan tanda tangan melakukan verifikasi dan
juga membubuhkan tanda tangan
Contoh kasus yang ada di Indonesia Tata Kelola dan Kepatuhan
Penerapan Standar Patient Safety Penyakit Stroke di Rumah Sakit Dr.
Kanujoso Djatiwibowo Tahun 2015

HASIL PENELITIAN
• Kepatuhan pelaksanaan sign in, time out dan sign out masih kurang baik dengan hasil tercapai
sebagian sebanyak 62,5% ( 25/40 x 100% ). Hal ini dikarenakan pelaksanaan prosedur cek list
keselamatan pasien sudah dilakukan dengan cukup baik, tetapi pengisian lembar cek list sebagai
dokumentasi masih banyak yang belum ditulis atau terisi.
• Obat-obatan NORUM banyak yang digunakan atau dikonsumsi pasien stroke. Kepatuhan penerapan
obat NORUM masih kurang baik tercapai sebagian sebanyak 55,56% ( 50/80 x 100% ).
• Kepatuhan penerapan untuk obat high alert masih kurang baik, di mana baru tercapai sebagian yaitu
sebanyak 66,67% ( 60/90 x 100% )
Contoh kasus yang ada di Indonesia Tata Kelola dan Kepatuhan
Penerapan Standar Patient Safety Penyakit Stroke di Rumah Sakit Dr.
Kanujoso Djatiwibowo Tahun 2015

KESIMPULAN
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa: Tatakelola patient Safety pada penyakit Strok di RSKD belum
pernah ada. Dalam penelitian ini berhasil disusun Tatakelola patient safety penyakit Strok. Kepatuhan
penerapan sasaran patient safety penyakit Strok di RSKD belum optimal. Dari 10 sasaran patient safety
yang mencapai kepatuhan BAIK sesuai standar ada 5 yaitu: Identifikasi Pasien, Risiko Pasien Jatuh,
Akurasi pemberian obat, Pemasangan keteter/ Selang, Spuit sekali pakai. Sedangkan kepatuhan
KURANG BAIK yaitu: Obat high Alert, Komunikasi Efektif, Ketepatan Operasi, Risiko infeksi, Obat Mirip
REVIEW
LAPANGAN
Tata Kelola Klinik di Australia Barat

Masalah Pelaksanaan Tata Kelola Klinik


Beberapa masalah dan kegagalan yang terjadi di dalam pelayanan :
• Kegagalan dewan atau manajemen untuk merespons isu keamanan dan kualitas ketika
pasien dan keluarga mengalami peristiwa yang kurang baik.
• Budaya tertutup dan tidak suportif ketika terjadi kesalahan dan peristiwa yang kurang baik.
• Kegagalan manajemen untuk merespon masalah klinis.
• Tidak ada atau tidak efektifnya sistem monitor, laporan dan respons terhadap kinerja,
kesalahan dan peristiwa yang kurang baik.
• Kurangnya komunikasi dengan pasien dan keluarga, terutama jika terjadi kesalahan.
• Kurangnya manajemen komplain dan kasus kesalahan medis yang potensial.
• Tidak sesuainya pelatihan dan sertifikat untuk memastikan bahwa klinisi memiliki cukup
keterampilan.
• Tidak sesuainya monitoring morbiditas dan mortalitas dan sistem review.
• Jelek atau kurangnya outcome klinis dan emosional dari pasien dan keluarga.
• Jelek atau kurangnya definisi sistem organisasi dan isu kinerja yang dihasilkan dari
ketidakkonsistenan dan ketidakefektifan clinical dan corporate governance.
Solusi Dari Tata Kelola Klinis di Australia Barat

Melaksanakan tata kelola klinik yang baik:


1. Transparansi – manajemen organisasi memiliki perilaku yang transparan.
2. Kejujuran – staf dan manajemen dituntun untuk melaksanakan tanggung
jawab legal dan klinisnya secara etis .
3. Akuntabilitas – staf dan manajemen bertanggung jawab atas tindakan
yang dilakukan, bertanggung jawab kepada organisasi dan masyarakat.
4. Terbuka, tidak ada budaya menyalahkan – staf dan manajemen
mengetahui bahwa pendekatan ‘salah dan malu’ kurang produktif dan
harus diganti dengan pendekatan sistem peningkatan kualitas.
5. Pelayanan pasien terpusat – keterlibatan pasien, pelanggan, dan
masyarakat dalam semua aspek pemberian pelayanan kesehatan.
3. Risiko klinis
Beberapa aspek terkait manajemen risiko klinis antara lain:
• Pelaporan, monitoring, dan analisis tren kecelakaan Kegiatan ini
menggabungkan beberapa kegitanan seperti pembelajaran dari
kesalahan, termasuk manajemen kegagalan, mengelola risiko dan
monitor kasus medico-legal.
• Pelaporan, monitoring, dan investigasi klinis sentinel didefinisikan
sebagai proses identifikasi, pelaporan dan investigasi kejadian sentinel
dalam kebijakan departemen kesehatan.
• Analisis profil risiko
Termasuk identifikasi, investigasi, analisis dan evaluasi risiko klinis dan
memilih metode yang tepat untuk memperbaiki, menghilangkan, dan
mengurangi risiko yang teridentifikasi.
Tata Kelola Klinik di Australia Barat
Kerangka Kerja Tata kelola klinik di Australia Barat

4. Pengembangan dan manajemen professional


Beberapa elemen kunci dalam proses ini antara lain:
• Standar kompetensi
Pemilik pelayanan kesehatan harus memastikan stafnya memiliki keterampilan dan pengalaman yang memadai
untuk memahami tanggung jawabnya dalam pelayanan kesehatan.
• Pengembangan profesional secara terus menerus
Termasuk kegiatan pendidikan dan penelitian yang berhubungan dengan tanggung jawab dan kebutuhan klinisi
di pelayanan kesehatan..
Review Pelaksanaan Tata Kelola Klinik
di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya
1. Pasien dan pelanggan
Seluruh pasien di rumah sakit pemerintah Kabupaten Tasikmalaya memiliki hak antara
lain:
• Memilih untuk menerima pelayanan rumah sakit sebagai pasien publik yang bebas biaya
maupun sebagai pasien private.
• Menerima pelayanan berdasarkan kebutuhan klinis sesegera mungkin dengan tanpa
melihat keuangan atau status asuransi kesehatan
• Memiliki akses ke rumah sakit pemerintah tanpa melihat di mana dia tinggal di
Kabupaten dan Kota Tasikmalaya.
• Mendapat penjelasan yang jelas atas tindakan yang dilakukan termasuk risiko yang
mungkin terjadi dan alternatifnya sebelum pasien setuju atau menolak tindakan (general
consent dan inform consent)
• Mengakses rekam medis, untuk kebutuhan legal dan mengetahui informasi pribadi
• Menyetujui atau menolak berpartisipasi dalam penelitian medis atau profesi
• Memberikan kritik dan saran tentang pelayanan yang diterima dan memberikan informasi
bagaimana mengajukan komplain
2. Staf pelayanan kesehatan
Perawat memiliki peran operasional dan tanggung jawab untuk memonitor dan
melaksanakan sistem dan proses tata kelola klinik keperawatan :
• Berpartisipasi dalam pengembangan, implementasi kegiatan.
• Memenuhi peran dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan patient safety.
• Berkomunikasi dan melaporkan masalah kualitas melalui pelaporan indikator
mutu RS
• Mengembangkan pendekatan kerja sama dengan pasien dan keluarganya
selama perawatan, dan dalam rangka pencegahan dan mendiskusikan patient
safety.
Hambatan dalam Pelaksanaan Tata Kelola Klinik
di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya

1. Belum memberikan second opinion terhadap alternatif pemberian pelayanan keperawatan bagi
pasien
2. Discharge Planning belum maksimal iimplementasikan dikarenakan fungsi Case Manager
Keperawatan belum aktif.
3. Manajemen resiko sudah dijalankan berkoordinasi dengan Komite Mutu RS, kelemahannya belum
melaksanakan FMEA dengan optimal
4. RCA sudah berjalan pada insiden KTD yang dilaporkan, tetapi rencana tindak lanjut kurang terkontrol.
5. Belum melaksanakan pengkajan ‘harga’ (cost) terhadap suatu risiko.
6. Pelaporan insiden terkendala ‘blaming culture’ dan ‘culture of denial’, belum bisa dirubah menjadi
‘learning culture’
7. Kolaboratif interdisiplin masih melaksanakan medical instruction, dan medical power masih dominan.
8. Indikator mutu keperawatan masih berdasar SPM, belum dikembangkan sesuai aplikasi keperawatan
terkini
9. Sistem jenjang karir belum dijalankan ideal.
Solusi Permasalahan Tata Kelola Klinik
1. Mengaktifkan case manager perawat sesuai tugas pokok dan fungsinya
terhadap kasus-kasus patient safety.
2. Tindak lanjut RCA dan FMEA terhadap kasus patient safety dimonitor dan

dievaluasi secara berkala, transparan, akuntabel.


3. Meningkatkan budaya ‘non blaming culture’ dalam pelaporan insiden.
4. Mengaktifkan komite keperawatan dalam pelaksanaan audit klinik untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.
5. Meningkatkan komunikasi dan kolaborasi interdisiplin dengan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan perawat.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai