Anda di halaman 1dari 19

KI AGENG SURYOMENTARAM:

Kawruh Begja
Fahruddin Faiz
ENAM “SA”

Sabutuhe
Saperlune
Sacukupe
Sabenere
Samesthine
Sakpenak’e
Nalar: “Rasionalitas Reflektif”
• Dalam setiap tulisannya, Ki Ageng selalu mengajak kita untuk berpikir rasional,
memeriksa ulang keyakinan-keyakinan yang kita miliki secara cermat dan teliti,
membuka selubung-selubung yang menutupinya, hingga kita mendapatkan
saripati pengetahuan yang terang dan jernih. Pengetahuan yang jernih inilah
yang akan mengantarkan kita pada kebahagiaan.
• Namun rasionalitas pemikiran Ki Ageng tersebut berbeda dengan rasionalitas
Barat yang secara umum bercorak egosentris. Rasionalitas yang dimaksud Ki
Ageng adalah rasionalitas yang reflektif, di mana ia meliputi dimensi rasa,
potensi reflektif dan intuitif dari rasio manusia, serta rasionalitas yang
akomodatif, yang menempatkan rasa orang lain sebagai bagian tak terpisahkan
dalam upaya mencapai kebenaran dan kebahagiaan.
KAWRUH JIWA
Inti ajaran Kawruh Jiwa adalah metode untuk memahami diri
sendiri (meruhi awakipun piyambak) secara tepat, benar, dan jujur.
Ketika seseorang telah mampu memahami dirinya secara tepat,
benar, dan jujur, maka dengan sendirinya ia juga akan mampu
memahami atau mengerti orang lain dan lingkungannya dengan
tepat, benar, dan jujur, sehingga ia dapat hidup damai dan bahagia.
Keadaan tersebut disebut Ki Ageng dengan kehidupan bahagia
sejati, yaitu kebahagiaan yang tidak bergantung pada tempat,
waktu, dan keadaan (mboten gumantung papan, wekdal, lan
kawontenan).
 ‘Pangawikan Pribadi’ atau mempelajari tentang
rasa dalam diri sendiri, menurut Ki Ageng, bisa
disamakan dengan mempelajari manusia dan
kemanusiaan. Karena kita semua adalah bagian
dari makhluk bernama manusia, maka ketika
kita mempelajari rasa diri sendiri dan berhasil
PANGAWIKAN memahaminya dengan tepat, otomatis kita
PRIBADI akan memahami manusia pada umumnya.
 Maka, Pangawikan Pribadi itu, mesti dimulai
dari sekarang, di sini, dan dengan penuh
keberanian menghadapi segala yang ada di
hadapan kita secara apa adanya (saiki, ing
kene, lan ngene).
 Di atas bumi dan di kolong langit ini tidak ada barang yang pantas
dicari, dihindari atau ditolak secara mati-matian. Meskipun demikian
manusia itu tentu berusaha mati-matian untuk mencari, menghindari
atau menolak sesuatu, walaupun itu tidak sepantasnya dicari, ditolak
atau dihindarinya.
 Padahal apa yang dicari atau ditolaknya itu tidak menyebabkan orang
bahagia dan senang selamanya, atau celaka dan susah selamanya.
Tetapi pada waktu orang menginginkan sesuatu, pasti ia mengira atau
berpendapat bahwa "jika keinginanku tercapai, tentulah aku bahagia
dan senang selamanya; dan jika tidak tercapai tentulah aku celaka dan
susah selamanya".

KEINGINAN
WUJUD KEINGINAN

• KEINGINAN ITU TERWUJUD DALAM USAHA MENCARI SEMAT,


DERAJAT DAN KRAMAT.
• MENCARI SEMAT IALAH MENCARI KEKAYAAN, KEENAKAN,
KESENANGAN.
• MENCARI DERAJAT IALAH MENCARI KELUHURAN, KEMULIAAN,
KEBANGGAAN, KEUTAMAAN.
• MENCARI KRAMAT IALAH MENCARI KEKUASAAN, KEPERCAYAAN,
AGAR DISEGANI, AGAR DIPUJA-PUJI.
MULUR

 Yang menyebabkan senang ialah tercapainya


keinginan. Keinginan tercapai menimbulkan rasa
senang, enak, lega, puas, tenang, gembira. Padahal
keinginan ini bila tercapai pasti mulur, memanjang,
dalam arti meningkat. Ini berarti bahwa hal yang
diinginkan itu meningkat entah jumlahnya entah
mutunya sehingga tidak dapat tercapai dan hal ini
akan menimbulkan susah. Jadi senang itu tidak
dapat berlangsung terus-menerus.
Mungkret
• Demikian pula rasa susah pun tidak tetap. Karena susah
itu disebabkan tidak tercapainya keinginan yang berwujud
rasa tidak enak, menyesal, kecewa, tersinggung, marah,
malu, sakit, terganggu dan sebagainya. Padahal keinginan
itu bila tidak tercapai pasti mungkret (menyusut), dalam
arti bahwa apa yang diinginkan itu berkurang, baik dalam
jumlah maupun mutunya, sehingga dapat tercapai, maka
timbullah rasa senang. Jadi rasa susah itu tidak tetap.
KESEMENTARAAN SENANG-SUSAH

 Senang dan susah itu tidak tetap.


 Senang itu disebabkan karena keinginan tercapai, dan keinginan yang tercapai ini mesti mulur
sehingga yang diinginkan tidak mungkin tercapai, maka timbullah rasa susah.
 Kesusahan itu disebabkan karena keinginan tidak tercapai, padahal keinginan yang tidak
tercapai ini mesti mungkret sehingga apa yang diinginkan itu mungkin tercapai, maka akan
tercapailah keinginan itu dan rasa senang timbul, jadi keinginan itu bila mungkret akan
mencapai apa yang diinginkan maka timbullah rasa senang, dan keinginan itu mulur. Mulur
ini berlangsung sehingga tidak tercapai apa yang diinginkan maka timbul rasa susah dan
keinginan itu mungkret.
 Mungkret, tercapai, senang, mulur lagi. Mulur, tidak tercapai, susah, mungkret lagi.
Rasa Sama
– Rasa hidup manusia sedunia ini sama saja, yakni pasti sebentar senang,
sebentar susah, sebentar senang, sebentar susah. Sekalipun orang
kaya, miskin, raja, kuli, wali, bajingan, rasa hidupnya sama saja, ialah
sebentar senang, sebentar susah. Yang sama adalah rasanya senang-
susah, lama-cepatnya, berat-ringannya. Sedang yang berbeda adalah
halnya yang disenangi/disusahi.
– Apabila mengerti bahwa rasa orang di dunia sama saja, yakni sebentar
senang, sebentar susah, bebaslah kita dari penderitaan neraka iri hati
dan kesombongan.
Tenteram
– Bila orang mengerti bahwa rasa orang sedunia itu sama,
teranglah pandangannya.
– Apabila orang mengerti bahwa rasa orang sedunia sama saja,
bebaslah ia dari penderitaan neraka iri hati-sombong, kemudian
bisa masuk sorga ketenteraman. Artinya dalam segala hal
bertindak seenaknya, sebutuhnya, seperlunya, secukupnya,
semestinya dan sebenarnya. Ia akan dapat merasakan rasa hidup
yang sebenar-benarnya, yaitu mesti sebentar senang, sebentar
susah, sebentar senang, sebentar susah.
SUMBER NERAKA DUNIA

• meri (iri),
• pambegan (sombong)
• getun (kecewa pada kejadian yang telah terjadi),
• sumelang (waswas pada kejadian yang belum terjadi).

Keempat hal tersebut menyebabkan raos tatu (rasa luka) dan perasaan ciloko peduwung
(celaka yang berkelanjutan).
Iri & Sombong • Iri adalah merasa kalah terhadap orang lain, dan
sombong adalah merasa menang terhadap orang
lain. Iri dan sombong inilah yang menyebabkan orang
berusaha keras, mati-matian, berjungkir balik, untuk
memperoleh semat (kekayaan), derajat (kedudukan)
dan kramat (kekuasaan).
• Idam-idaman orang yang iri hati atau sombong ialah
asal dapat melebihi orang lain dalam segala hal.
Dalam hal makanan, pakaian, perumahan, keluarga,
anak-anak dan sebagainya, ia ingin melebihi orang
lain. Sedangkan orang-orang lain pun ingin
menyaingi atau melebihi orang lain lagi. Dari itu
beribu-ribu, berjuta-juta manusia, bila dijangkiti iri-
sombong, tindakannya hanyalah satu sama lain
bersaingan sehingga semuanya jatuh ke bawah.
SESAL-KUATIR
 Menyesal ialah takut akan pengalaman yang telah dialami.
Khawatir ialah takut akan pengalaman yang belum dialami.
Menyesal dan khawatir ini yang menyebabkan orang bersedih hati,
prihatin, hingga merasa celaka.
 Menyesal ini rasanya: "Andaikata dulu aku bertindak demikian,
bahagialah sudah aku ini, tidaklah celaka begini.”
 Bila orang mengerti bahwa manusia itu “abadi”, dapatlah ia
menasehati dirinya sebagai berikut: "Walaupun dulu bagaimana
saja, pasti rasanya sebentar senang sebentar susah."
Tabah

• Apabila kita mengerti bahwa manusia itu abadi, keluarlah orang dari
neraka menyesal-khawatir dan masuk surga ketabahan. Ini berarti berani
menghadapi segala hal. Berani menjadi orang kaya atau miskin, menjadi
raja atau kuli, menjadi wali (orang suci) atau bajingan. Karena ia
mengerti bahwa kesemuanya itu rasanya pasti sebentar senang, sebentar
susah. Teranglah pandangannya dan mengerti bahwa semua pengalaman
itu tidak ada; yang mengkhawatirkan atau yang sangat menarik hati.
• Pada pokoknya yang ditakuti itu adalah kesusahan, padahal orang tentu
mampu menderitanya. Sudah terbukti beribu-ribu kesusahan yang
dialami, ia mampu menderitanya. Kesusahan yang paling hebat adalah
merasa sangat malu atau menderita sakit sangat berat. Sedangkan jika
hanya sangat malu dan sangat sakit saja, pasti orang mampu
menderitanya.
MERUHI GAGASANE DEWE
 Meruhi gagasane dhewe, maksudnya individu sudah berhasil memisahkan antara dirinya dan
perasaannya. Apa yang dia rasakan, senang-susah hanyalah perasaan
 Selain senang-susah yang berupa perasaan, manusia terlahir di dunia memiliki atribut-atribut
yang seringkali sulit ditanggalkan, misalnya semat (kekayaan), derajat (kedudukan), dan
kramat (kekuasaan), padahal atribut tersebut hanya semu.
 Orang dengan ketiga atribut tersebut, apabila belum bisa memahami khayalannya sendiri
akan merasa waswas (sumelang) bahwa atribut yang dibanggakannya itu bisa sewaktu-waktu
dicabut. Ketika seseorang sudah memisahkan aku (diri sendiri) dan aku (atribut-atribut
duniawi), maka orang itu akan lebih merasa damai, percaya diri, dan lebih bahagia. Tingkatan
ini dalam Kawruh Jiwa disebut “menungso tanpo tenger” atau manusia tanpa ciri.
MAWAS DIRI
ASPEK KONSEP MAWAS DIRI
TUJUAN AKHIR Mengetahui kelebihan dan kelemahan individu untuk mencapai manusia tanpa
ciri (kesejahteraan subjektif)
PROSES Proses Kognitif: manusia menggunakan catatan/pengalaman yang diperoleh
sebelumnya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya

PROSES Proses menuju kebahagiaan: kebahagiaan dicapai ketika seseorang berhasil


menjadi manusia tanpa ciri  karena terbebas dari karep
• Nyawang Karep
• Memandu Karep
• Membebaskan Diri dari Karep
STRATEGI Intersubjektif/menelaahan diri secara kognitif melalui dimensi:
• Juru catat _ jiwa tumbuhan
• Catatan _ jiwa binatang
• Kramadangsa _ egoisme
• Manusia Tanpa Ciri
PERSYARATAN MENIKAH

 Padha manungsane (sama-sama manusia)


 Padha uripe (sama-sama masih hidup)
 Lanang karo wadon (laki-laki dengan perempuan)
 Padha dewasane (sama-sama dewasa)
 Padha geleme (sama-sama mau)
 Selain itu, “sabutuhe, saperlune, sacukupe”

Anda mungkin juga menyukai