penegakan diagnosis Tuberkulosis baik TBC Paru maupun TBC ekstra Paru Alur Tautan Diagnosis ke Masuk Perawatan dari Layanan Non PDP
Klik
Petugas kesehatan di layanan non-PDP (Poliklinik
Umum, Spesialis, Gigi, DOTS-TB, IMS, PTRM, IGD, ICU, dsb) memintakan tes diagnostik HIV ke pasien yang berkunjung dengan pendekatan TIPK sesuai pedoman nasional SoP Inisiasi Dini ART SoP Inisiasi Dini ART 1. Dokter/perawat melakukan skrining untuk terduga TB dengan menilai apakah ODHA mempunyai satu atau lebih tanda dan gejala batuk (berapapun lamanya), penurunan berat badan, demam, keringat malam, dan tanda TB ekstra paru (misalnya pembesaran KGB di leher, ketiak, dll). 2. Jika terdapat gejala TB dan/atau meningitis kriptokokus positif, ODHA tidak disarankan untuk diberikan terapi dini ARV dan harus segera dilakukan tata laksana lanjutan jika fasilitas tersedia atau segera dirujuk ke FKRTL untuk evaluasi adanya meningitis kriptokokus dan/atau TB (tes kriptokokus antigen, pungsi lumbal, sputum SP, Tes Cepat Molekuler TB (TCM) dan/atau X-foto thorax). 3. Pada ODHA dengan penyakit HIV stadium lanjut (stadium klinis WHO 3 atau 4, atau CD4 <200 cells/mm 3) kecuali TB dan meningitis kriptokokus, pemberian ARV tetap diprioritaskan dalam 2 minggu pertama setelah diagnosis untuk mencegah perburukan keadaan klinis. Rujukan ke FKRTL dipertimbangkan sesuai pertimbangan klinis dokter. Alur tata laksana pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis Saat ini cakupan TPT di DKI Jakarta mencapai 6%, sedangkan di nasional mencapai 13%.
Target 40% Terapi untuk Pasien TB-HIV
Regimen ARV yang diberikan pada pasien dengan ko-infeksi TB HIV:
TDF+3TC+EFV 1 kali tiap malam atau TDF+3TC+DTG dengan penambahan tablet DTG dengan jarak 12 jam