Anda di halaman 1dari 33

REFEFAT

ANESTESI PADA TURP

Disusun oleh:
Muhammad Farisy Abror
1820221194
Siti Nurmala Novia W.
1820221160
Made Januartha Masna
1820221168
Naifah Lutfiyah Putri 1820221170
Pembimbing:
Aghnia Nafila Tsaniy
1820221183
dr. FX Andhi Haris Respati, M.Biomed, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I R. SAID SUKANTO 2020
PERIODE 07 DESEMBER - 25 DESEMBER 2020
ANESTESI SPINAL
PEMBERIAN OBAT ANESTESI LOKAL KE DALAM RUANG SUBARACHNOID

1. KULIT
2. LEMAK SUBKUTAN
3. LIG. SUPRASPINOSUM
4. LIG. INTERSPINOSUM
5. LIG. FLAVUM
6. RUANG EPIDURAL
7. DURAMATER
8. RUANG SUBDURAL
9. ARACHNOID
10. RUANG SUBARACHNOID
INDIKASI

 Bedah abdominal bawah


 Bedah inguinal
 Bedah urogenital
 Bedah rektal
 Bedah ekstermitas bawah
KONTRAINDIKASI

KI ABSOLUT KI RELATIF
 Pasien menolak  Sepsis/bakteremia
 Infeksi tempat suntikan  Pasien tidak kooperatif
 Peningkatan tekanan intrakranial  Kelainan atau defisit neurlogis
 Hipovolemia berat  Deformitas tulang belakang
 Koagulopati atau gangguan hemostasis  Penyakit jantung
KEUNTUNGAN

 Dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat aspirasi paru dan gagal intubasi pada
anestesi umum untuk bedah SC
 Tidak mengganggu kesadaran sehingga pasien tetap dapat berkomunikasi selama
pembedahan
 Pada pasien geriatri dapat mengurangi pemakaian obat-obatan sedatif  mengurangi risiko
ganguan kognisi dan delirium pascabedah
MEKANISME ANESTESI SPINAL

 Menghambat konduksi saraf perifer


dengan mencegah proses terjadinya
depolarisasi membran
 MK : Mencegah aktivasi kanal Na dan
influks Na
OBAT YANG DIGUNAKAN PADA ANESTESI SPINAL

 Bupivacaine
 Merupakan golongan amida
 Dosis = maximum 3 mg/kgBB
 Sediaan = 5mg/ml
 Konsentrasi = 0,25%, 0,5%, 0,75%
 BJ > tinggi dari CSF  Hiperbarik  dipengaruhi oleh gravitasi (head down)  lebih cepat ke daerah yang lebih
rendah  mempercepat penyebaran larutan bupivakain
 Onset = 4-6 menit
 Durasi = 60-120 menit
 Biotransformasi = metabolisme di hepar. Ekskresi = di Ginjal
PENGARUH SPINAL ANESTESI PADA TUBUH

 SOMATIC BLOCKADE
 Dengan mengganggu transmisi aferen dari rangsangan nyeri dan menghapus impuls eferen yang bertanggung jawab atas
tonus otot rangka
 AUTONOMIC BLOCKADE
 Gangguan transmisi otonom eferen di akar saraf tulang belakang selama neuraksial blok menghasilkan blokade simpatis.
 Jalur Simpatik digambarkan sebagai jalur torakolumbar, sedangkan aliran keluar parasimpatis adalah jalur kraniosakral.
 Anestesi neuraksial tidak memblok nervus vagus (saraf kranial kesepuluh).
 Respon fisiologis dari blokade neuraksial  penurunan tonus simpatis dan / atau dominan tonus parasimpatis
PENGARUH SPINAL ANESTESI PADA TUBUH
Cardiovaskuler Manisfetation Pulmonary Manisfetation
 Blok neuraksial menghasilkan penurunan tekanan darah yang
 Terjadi perubahan fisiologi paru minimal pada blok
mungkin menyertai dengan penurunan detak jantung.
neuraksial karena diafragma dipersarafi oleh saraf
 Tonus vasomotor terutama ditentukan oleh serabut simpatis frenikus, dengan serat yang berasal dari C3 – C5.
yang timbul dari T5– L1, yang menginervasi otot polos arteri  Bahkan dengan tingkat toraks yang tinggi, volume
dan vena
tidal tidak berubah; terdapat penurunan kecil dalam
 Memblokir saraf ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah kapasitas vital, yang diakibatkan oleh hilangnya
vena dan pengumpulan darah pada daerah visera dan kontribusi otot abdominal terhadap ekspirasi paksa.
ekstremitas bawah  menurunkan volume darah yang  Pasien dengan penyakit paru kronis yang
bersirkulasi secara efektif dan venouos return
mengandalkan otot aksesori pernapasan untuk
 Vasodilatasi arteri  m’ << resistensi vaskular sistemik inspirasi dan ekspirasi, termasuk juga reflex batuk
 Blok simpatis yang tinggi tidak hanya mencegah vasokonstriksi membutuhkan otot-otot ini untuk ekspirasi 
kompensasi, tetapi juga dapat memblokir serabut akselerator tingkat blokade saraf yang tinggi akan merusak
jantung simpatis yang muncul di T1-T4. otot-otot tersebut ini.
PENGARUH SPINAL ANESTESI PADA TUBUH
Gastrointestinal Manisfetation Metabolic & Endocrine Manisfetation
 Blok simpatis pada neuraaxial block 
 Trauma akibat pembedahan mendesak 
dominasi tonus vagal  usus kecil yang
respons neuroendokrin sistemik melalui
berkontraksi dengan gerakan peristaltik aktif.
aktivasi serat saraf afektif somatik dan visceral
 Aliran darah hepar akan menurun dengan  p>> konsentrasi hormon
penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP). adrenokortikotropik, kortisol, epinefrin,
norepinefrin, dan vasopresin, serta aktivasi
Urinary Tract Manifestations sistem renin-angiotensin-aldosteron.
 Aliran darah ginjal dipertahankan melalui  Neuraxial blockade menekan(pada operasi
autoregulasi, dan hanya ada sedikit efek anestesi besar bersifat invasive) atau memblok total
neuraksial tentang fungsi ginjal. (pada operasi ekstremitas bawah) respon stress
 Anestesi neuraksial pada tingkat lumbar dan neuroendokrin
sakral menghalangi simpatis dan kontrol
parasimpatis fungsi kandung kemih  Hilangnya
kontrol kandung kemih otonom  retensi urin
TEKNIK ANESTESI SPINAL
 Technique should be classified into a series of steps (i.e., the four Ps): preparation, position,
projection, and puncture.

1 Persiapan

Persiapan pasien: Persiapan alat dan obat:


1. Informed consent  informasi tindakan 1. Monitor  TD, N, Suhu, Sp02, EKG
operasi, kemungkinan yg dapat terjadi 2. Alat resusitasi
selama operasi dan komplikasi yg dpt 3. Jarum spinal
terjadi 4. Betadine
2. Pemeriksaan fisik  daerah kulit tempat 5. Kassa steril/plester/kapas
injeksi, perhatikan apakah terdapat kelainan 6. Obat anestetik lokal
anatomis (scoliosis/kifosis), dan obesitas 7. Spuit 3 ml dan 5 ml
3. Pemeriksaan Laboratorium  Hb, Ht, PT, 8. Infus set
APTT, BT, CT
TEKNIK ANESTESI SPINAL

2 Posisi
TEKNIK ANESTESI SPINAL

3 Projeksi

Pendekatan midline digunakan, lokasi


yang dituju adalah L3- L4 → garis
imajiner yang menghubungkan kedua
krista iliaka kanan dan kiri sebagai
batas L4 atau L4-L5
TEKNIK ANESTESI SPINAL

4 Puncture Setelah menemukan posisi yang tepat, lakukan pemberian


tanda dengan penelanan kulit local dengan ibu jari 
Tindakan aseptic dengan betadine 10% dengan metode
sirkular dari tengah ke luar  Gunakan jarum spinal →
tusuk (ibu jari dan jari tengah tangan kiri berada di bawah
spinocan dan ibu jari tangan kiri menempel di atasnya
dibantu dorong dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan
kanan) hingga CSF keluar (berwarna bening) → keluarkan
introducer → fiksasi spuit dan konektor spinocan (jari
tengah, manis, kelingking tangan kiri menempel pada
punggung pasien dan jari telunjuk serta ibu jari memegang
konektor spinocan) spirasi gunakan spuit yang sudah berisi
bupivacaine → dorong obat kemudian aspirasi kembali →
dorong obat sampai habis → cabut spinocan
TEKNIK ANESTESI SPINAL (ANATOMICAL APPROACH)
TEKNIK ANESTESI SPINAL

5 Monitoring

• Tinggi anestesi dinilai dengan memberikan rangsang pada dermatom di


kulit
• Penilaian fungsi motoric  pasien merasa kaki tidak bisa digerakkan, kaki
terasa hangat, kesemutan, dan tidak terasa saat diberikan rangsangan
• Penilaian laju pernafasan, TD, denyut nadi
KOMPLIKASI

Komplikasi tindakan anestesi spinal Komplikasi pasca pembedahan

 Hipotensi berat  Nyeri tempat suntikan


 Bradikardia  Nyeri punggung
 Hipoventilasi  Nyeri kepala karena kebocoran likuor
 Trauma pembuluh saraf  Retensio urine
 Trauma saraf  Meningitis
 Mual-muntah
 Blok spinal tinggi atau spinal total
SKOR BROMAGE
• Kriteria penilaian yang digunakan untuk
menentukan kesiapan pasien spinal anastesi
dikeluarkan dari ruang anastesi care unit
adalah bromage score.
• Bromage score merupakan salah satu
indikator respon motorik pasca anastesi.
TRANSURETHRAL RESECTION OF PROSTATE
(TURP)
PENATALAKSANAAN HIPERPLASIA PROSTAT YANG DISERTAI RETENSI URIN AKUT BERULANG
ATAU KRONIS.
INDIKASI TURP

Absolut Relatif
 Retensi urin  Kegagalan terapi,
 Insuffisiensi renal  Sistitis beruang,
 Bladder calculi, dan
 Perdarahan prostat persisten
PROSEDUR TURP

 Tujuan  mengatasi hambatan aliran keluar urine dari kandung kemih akibat adanya
pembesaran kelenjar prostat
 Prinsip  mereseksi sebanyak mungkin jaringan prostat yang ada tetapi dengan tetap
mempertahankan bagian kapsul prostat sehubungan dengan peningkatan risiko absorpsi cairan
irigasi
 Alat resectoscope yang dimasukkan melalui uretra untuk mencapai kelenjar prostat 
memotong jaringan yang menonjol ke dalam uretra prostatika dalam bentuk potongan-potongan
kecil  dievakuasi dari kandung buli-buli dengan menggunakan cairan irigasi
ANESTESI PADA TURP
PERSIAPAN PRA BEDAH

 Pasien yang menjalani operasi TURP biasanya adalah pasien berusia lanjut dan memiliki
gangguan jantung, paru, pembuluh darah dan sistem endokrin
 Komplikasi TURP paling umum adalah retensi akibat adanya bekuan darah, perdarahan tidak
terkontrol yang membutuhkan penanganan dengan pembedahan, ISK, hematuria kronis,
sindrom TURP, perforasi kandung kemih, sepsis, hipotermia dan disseminated intravasclar
coagulation (DIC
PENATALAKSANAAN PERIOPERATIF

 Alat : resektoskop monopolar atau bipolar dengan


menggunakan cairan irigasi  membantu
visualisasi dan mengambil jaringan porstat yang
direseksi.
 Cairan irigasi yang digunakan TURP harus bersifat
isotonis, tidak menghantarkan listik, transparan,
steril dan tidak mahal
 Penyerapan yang berlebihan dapat menyebabkan
komplikasi lain seperti edema paru dan
hiponatremia
 Anestesi regional merupakan teknik anestesi yang paling sering digunakan pada TURP.
 Memberikan kualitas anestesi yang adekuat dan relaksasi yang baik pada daerah dinding panggul dan
perineum serta pasien tetap dalam keadaan sadar  maka tanda-tanda keracunan dari kelebihan cairan
(water intoxication) dapat dideteksi
 Blok sensorik setinggi T10 yang diperlukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman akibat distensi kandung
kemih
 Selain itu pada anestesi regional terjadinya DVT dan kehilangan darah saat operasi relatif lebih sedikit
dibandingkan anestesi umum. Hal ini disebabkan oleh penurunan pada tekanan vena perifer dan tekanan vena
sentral selama anestesi regional.
 Anestesi regional juga menurunkan kejadian hiperkoagulasi pada periode pasca bedah dan membantu
mempertahankan fungsi koagulasi dan trombosit normal
 Faktor yang memengaruhi jumlah perdarahan :
 ukuran dari kelenjar porstat,
 durasi indakan,
 jumlah sinus yang terbuka selma reseksi,
 adanya infeksi, dan
 peradangan pada prostat yang diakibakan oleh pemakaian kateter berulang
 Gejala awal umumnya berkaitan dengan sindrom TURP yang disebabkan oleh adanya ekspansi volume
intravaskular akut, perubahan osmolaritas serum dan konsentrasi natrium
 Waktu reseksi harus dibatasi hingga 1 jam dan tepi dari jaringan harus berada di dalam kapsul
SINDROM TURP

 Cairan irigasi  memfasilitasi visualisasi, melisiskan sel darah dan jaringan yang direseksi selama pembedahan
 Cairan irigasi diserap secara langsung melalui pleksus vena prostat atau secara lambat melalui rongga
retroperitoneal dan perivesikal.
 Jumlah cairan yang memasuki vaskular dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan hidrostatik dari cairan
irigasi, jumlah venosus sinus yang terbuka, lama reseksi dan perdarahan vena yang terjadi.
 Tekanan hidrostatis yang rendah dari cairan irigasi, semakin banyaknya vena yang terbuka saat reseksi dan
semakin lama waktu reseksi dapat meningkatkan absorpsi air ke dalam sistem sirkulasi.
 Sindrom TURP ditandai oleh adanya pergeseran cairan intravaskuler dan efek dari penyerapan zat plasma terlarut
yang kemudia menyebabkan hipotermia dan megganggu fungsi neurolgis
 Gejala sindrom TURP  sakit kepala, kelelahan terus-menerus, penurunan kesadaran, sianosis, dispnea, aritmia,
hipotensi dan kejang.
 Gejala yang lebih parah berupa kelebihan cairan dan toksisitas dari cairan yang digunakan sebagai cairan irigasi
PATOFISIOLOGI SINDROM TURP
 Kelebihan volume (overload) sirkulasi
 Volume sirkulasi yang meningkat akan meningkatkan volume darah, tekanan sistolik dan diastolik sehingga
akhirnya menyebabkan gagal jantung.
 Absorpsi cairan menyebakan protein serum terdilusi sehingga menurunkan tekanan onkotik
 Peningkatan tekanan darah yang juga terjadi menyebakan cairan dari vaskular menuju ke kompartemen intersisial,
sehingg terjadi edema paru dan serebri
 Intoksikasi Air
 Gejala intokskasi air berupa kelainan neurologis yang disebabkan oleh peningkatan jumlah air di otak
 Pasien somnolen, inkoheren, dan gelisah dapat terjadi kejang, koma dan papil edema
 Hiponatremia-Hiperosmolaritas
 Kehilangan NaCl dari cairan ekstraseluler atau penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstraseluler akan
menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma.
 Gejala hiponatremia meliputi gelisah, kebingungan, inkoheren, koma dan kejang.
 Toksisitas Glisin

- Gejala toksisitas glisin adalah mual, muntah, respirasi lambat, kejang, spell apnea dan sianosis, hipotensi, oligouria, anuria dan kematian
 Toksisitas Amonia
 Amonia adalah produk utama dari metabolisme glisin
 Amonia tinggi inggi menekan pelepasan norepinefrin dan dopamin dalam otak sehingga menyebabkan sindrom TURP ensefalopati
 Toksisitas terjadi dalam satu jam setelah pembedahan, pasien tiba-tiba mual dan muntah kemudian menjadi koma.
 Hipovoemia – Hipotensi
 Kehilangan darah saat sindrom TURP akan menimbulkan hipovolemia dan menyebabkan kehilangan kemampuan mengangkut oksigen
secara signifikan sehingga bisa mengakibatkan iskemia miokardial dan infark miokardian.
 Gangguan Penglihatan
 kebutaan sementara, pandangan berkabut, melihat lingkaran di sekitar objek, pupil menjadi dilatasi dan tidak respons terhadap cahaya
 disebabkan oleh disfungsi retina yang kemungkinan akibat keracunan glisin, tidak ada respon pupil terhadap cahaya dan hilangnya
akomodasi.
 Penglihatan kembali normal 8-48 jam setelah pembedahan.
 Perforasi Kandung Kemih
 berkaitan dengan instrumen pembedahan, pada reseksi yang sukar distensi yang berlebihan dari kandung kemih dan robekan
di dalam kandung kemih
 Tanda awal dari perforasi adalah penurunan cairan irigasi yang kembali kemudian diikuti oleh nyeri abdomen, distensi dan
mual muntah
 Kogulopati
 Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) berkaitan dengan pelepasan partikel prostat yang kaya akan jaringan
thromboplastin menuju sirkulasi sehingga terjadi fibrinolisis sekunder
 Bakteremia, Septikemia dan Toksemia
 Sekitar 30% pasien TURP mengalami ISK saat prabeda
 Ketika sinus vena pada prostat terbuka dan digunakan irigasi dengan tekanan tinggi, maka bakteri akan masuk menuju
sirkulasi
 Hipotermia
 Irigasi kandung kemih merupakan sumber utama hilangnya panas dan penggunaan cairan irigasi pada suhu ruangan
menghasilkan penurunan suhu tubuh sekitar 1-2 derajat celcius
DAFTAR PUSTAKA

1. G.Edward Morgan, Jr.Maged S. Mikhail, Michael J. Murray. Clinical


Anesthesiology 5th Edition (Digital E-book) Section Spinal, Epidural and
Caudal Anesthesia; Appleton and Lange, 2013. California: McGraw-Hill
Publishing.
2. Gropper MA, Cohen NH, Fleisher LA, Leslie K, Kronish JPW. Miller’s
Anesthesia Ninth Edition (Digital Ebook) Section Spinal, Epidural and Caudal
Anesthesia. Elsevier, 2020. Philadelphia. Elsevier.
3. S.Kristanto, Anestesia Regional; Anesthesiologi,-Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – Jakarta: CV.
Infomedika, 2004:125-8.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai