Anda di halaman 1dari 76

PERJANJIAN BERNAMA

DAN
PERJANJIAN TIDAK
BERNAMA
Dr. Benny Djaja, S.H., S.E., M.M., M.Hum., M.Kn.

1
2
PERJANJIAN BERNAMA

3
Ciri-ciri:

1.Diatur secara khusus

2.Mempunyai nama sendiri

3.Diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang


(KUHPerdata)

4.Berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari

4
Macam-macam:

1.Perjanjian Jual Beli

2.Perjanjian Tukar Menukar

3.Perjanjian Sewa Menyewa

4.Perjanjian untuk Melakukan Pekerjaan

5.Perjanjian Persekutuan/ Persekutuan Perdata

6.Perjanjian Perkumpulan

7.Perjanjian Hibah

5
8. Perjanjian Penitipan Barang

9. Perjanjian Pinjam Pakai

10.Perjanjian Pinjam Meminjam

11.Perjanjian Pemberian Kuasa

12.Perjanjian Penanggungan Hutang

13.Perjanjian Perdamaian

6
JUAL BELI

7
Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana, pihak yang satu
(si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,
sedangkan pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga
yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik
tersebut.

8
Unsur-unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, sesuai asas konsensualisme
(kesepakatan) yang menjiwai hukum perjanjian maka perjanjian jual beli akan ada saat terjadinya
atau tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Sifat konsensual dari jual beli tersebut
ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi:

“Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat
tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.

Sebagaimana diketahui hukum perjanjian dari KUHPerdata menganut asas konsensualisme, artinya
ialah bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah
dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus sebagaimana dimaksud di atas.

9
Bagi pihak penjual terdapat 2 (dua) kewajiban utama dalam perjanjian jual beli, di antaranya yaitu:

Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan. Kewajiban menyerahkan hak milik
meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang
(barang bergerak, barang tetap maupun barang tak bertubuh atau piutang atau penagihan atau klaim)
yang diperjualbelikan itu dari si penjual kepada pembeli.

Menanggung tenteram atas barang tersebut. Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram
merupakan konsekuensi dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa
barang yang dijual dan di-lever itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari suatu
beban atau tuntutan dari suatu pihak. Kewajiban tersebut menemukan realisasinya dalam kewajiban
untuk memberikan penggantian kerugian jika sampai terjadi si pembeli karena suatu gugatan pihak
ketiga.

10
Kewajiban pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di
tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Jika pada waktu
membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang tempat dan waktu pembayaran
maka si pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu dimana
penyerahan barangnya harus dilakukan (Pasal 1514 KUHPerdata).

11
Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu
kejadian (peristiwa) di luar kesalahan salah satu pihak. Dengan demikian
maka persoalan tentang risiko itu merupakan buntut dari persoalan tentang
keadaan memaksa, suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga.
Mengenai risiko dalam jual beli dalam KUHPerdata disebutkan ada 3 (tiga)
peraturan yang terkait akan hal itu, yaitu:

12
 Mengenai barang tertentu (Pasal 1460 KUHPerdata)

 Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran (Pasal 1461
KUHPerdata)

 Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan (Pasal 1462


KUHPerdata)

Namun perlu diingat bahwa selama belum di-lever mengenai barang dari macam
apa saja, risikonya masih harus dipikul oleh penjual, yang masih merupakan
pemilik sampai pada saat barang itu secara yuridis diserahkan kepada pembeli.

13
Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual (recht van
wederinkoop, right to repurchase) diterbitkan dari suatu perjanjian dimana si
penjual diberikan hak untuk mengambil kembali barangnya yang telah dijual,
dengan mengembalikan harga pembelian yang telah diterimanya disertai
semua biaya yang telah dikeluarkan (oleh si pembeli) untuk
menyelenggarakan pembelian serta penyerahannya, begitu pula biaya-biaya
yang perlu untuk pembetulan-pembetulan dan pengeluaran-pengeluaran yang
menyebabkan barang yang dijual bertambah harganya (Pasal 1519 dan Pasal
1532 KUHPerdata).

14
Dalam Pasal 1533 disebutkan bahwa penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu
yang melekat padanya, seperti penanggungan-penanggungan, hak-hak istimewa dan
hipotik-hipotik. Kemudian dalam Pasal 1534 KUHPerdata disebutkan:

“Barangsiapa yang menjual suatu piutang atau suatu hak tak bertubuh lainnya, harus
menanggung bahwa hak itu benar ada pada waktu diserahkannya, biarpun penjualan
dilakukan tanpa janji penanggungan.

15
Dalam hal jual beli diadakan tanpa suatu janji bahwa harga barang boleh diangsur
atau dicicil dan pembeli tidak membayar harga itu, maka selama barangnya masih
berada di tangannya si pembeli, penjual dapat menuntut kembali barangnya asal
penuntutan kembali itu dalam jangka waktu 30 hari.

16
Dasar hukum pengaturan mengenai hak reklame adalah terdapat dalam Pasal
1145 KUHPerdata.

Selain itu juga dapat dijumpai dalam Pasal 230 KUHD, akan tetapi dalam KUHD
tersebut hanya berlaku dalam halnya si pembeli telah dinyatakan pailit.

Syarat-syarat untuk melancarkan reklame dalam KUHD adalah lebih longgar


dibandingkan dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 1145
KUHPerdata, yaitu:

17
 Jual beli tidak usah jual beli tunai (kontan), jadi jual beli kredit pun boleh

 Penuntutan kembali dapat dilakukan dalam jangka waktu 60 hari, jadi lebih
lama dari jangka waktu yang diperkenankan oleh Pasal 1145 KUHPerdata

 Tuntutan reklame masih boleh dilancarkan meskipun barangnya sudah


berada di tangan orang lain

18
Pasal 1471 KUHPerdata menggariskan:

“Jual beli barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar untuk
penggantian biaya, kerugian, dan bunga, jika si pembeli tidak telah
mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain”.

19
TUKAR MENUKAR

20
Tukar menukar adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan
dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik sebagai gantinya
suatu barang lain. Tukar menukar juga bisa dilakukan dengan penambahan uang oleh satu
satu pihak untuk mendapat nilai yang sepadan.

Perjanjian ini juga dikenal dengan nama “barter”. Segala apa yang dapat dijual, dapat juga
menjadi obyek perjanjian tukar menukar. Segala peraturan-peraturan tentang perjanjian
jual beli juga berlaku terhadap perjanjian tukar menukar (Pasal 1546 KUHPerdata).

21
Risiko dalam perjanjian tukar menukar diatur dalam Pasal 1545 KUHPerdata
yang berbunyi:

“Jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar
kesalahan pemiliknya, maka persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang
dari pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang
ia telah berikan dalam tukar menukar”.

22
HIBAH

23
Yang dimaksud dengan hibah dalam bahasa Belanda adalah schenking.
Sedangkan menurut istilah yang dimaksud hibah, sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 1666 KUHPerdata, adalah:

“Sesuatu persetujuan dengan mana si penghibah di waktu hidupnya, dengan


cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu
benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu”.

24
Bahwa yang dimaksud dengan penghibah adalah digolongkannya pada apa
yang dinamakan perjanjian cuma-cuma dalam bahasa Belanda omniet.
Maksudnya, hanya ada pada adanya prestasi pada satu pihak saja, sedangkan
pihak yang lain tidak perlu memberikan kontra prestasi sebagai imbalan.
Perkataan “di waktu hidupnya” si penghibah adalah untuk membedakan
penghibahan ini dengan pemberian-pemberian yang lain yang dilakukan dalam
testamen (surat wasiat), yang baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku
sesudah pemberi itu meninggal, dapat diubah atau ditarik kembali olehnya.

25
Pemberi dalam testamen menurut KUHPerdata dinamakan legaat (hibah
wasiat), yang diatur dalam hukum waris, sedangkan penghibah ini adalah
suatu perjanjian, maka dengan sendirinya tidak dapat ditarik kembali secara
sepihak oleh si penghibah. Dengan demikian, hibah menurut KUHPerdata
ada 2 (dua) macam, yaitu hibah dan hibah wasiat yang ketentuan hibah wasiat
sering berlaku pula dalam ketentuan penghibah.

26
Mengenai penghibahan dalam hukum perdata Indonesia, telah diatur dalam
beberapa pasal yang terdapat dalam KUHPerdata. Adapun ketentuan tersebut
adalah:

1.Pasal 1667 KUHPerdata:

“Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada, jika ada
meliputi benda-benda yang baru akan di kemudian hari, maka sekedar
mengenai itu hibahnya adalah batal”.

27
2. Pasal 1668 KUHPerdata:

“Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk


menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda termasuk dalam
penghibahan semacam ini sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai
batal”.

28
Janji yang diminta si penghibah, bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau
memberikan kepada orang lain, berarti bahwa hak milik atas barang tersebut,
tetap ada padanya karena hanya seorang pemilik yang dapat menjual atau
memberikan barangnya kepada orang lain, hal mana dengan sendirinya
bertentangan dengan sifat dan hakikat penghibahan.

Sudah jelas, bahwa perjanjian seperti ini membuat penghibahan batal, yang
terjadi sebenarnya adalah hanya suatu pemberian nikmat hasil.

29
3. Pasal 1669 KUHPerdata:

“Adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia


tetap memiliki kenikmatan atau nikmat hasil benda-benda yang dihibahkan,
baik benda-benda bergerak maupun benda-benda tidak bergerak, atau bahwa
ia dapat memberikan nikmat hasil atau kenikmatan tersebut kepada orang
lain, dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab
kesepuluh buku kedua kitab undang-undang ini”.

30
Bab X dari Buku II KUHPerdata, yang dimaksud itu adalah bab yang
mengatur tentang hak pakai hasil atau nikmat hasil. Sekedar ketentuan-
ketentuan itu telah dicabut, yaitu mengenai tanah, dengan adanya UUPA,
tetapi ketentuan-ketentuan itu mengenai barang yang bergerak masih berlaku.

31
Tentang cara menghibahkan sesuatu telah diatur dalam KUHPerdata,
sebagaimana diatur dalam pasal di bawah ini:

1.Pasal 1682 KUHPerdata:

“Tiada suatu hibah kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687 KUHPerdata,
dapat atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan akta Notaris, yang
aslinya disimpan oleh Notaris itu”.

32
2. Pasal 1683 KUHPerdata:

“Tiada suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan sesuatu akibat yang bagaimana pun, selainnya
mulai saat penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh
seorang yang dengan suatu akta autentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerima
penghibahan-penghibahan yang telah diberikan oleh si penerima hibah atau akan diberikan kepadanya di
kemudian hari. Jika penerima hibah tersebut telah dilakukan di dalam suratnya hibah sendiri, maka itu
akan dapat dilakukan di dalam suatu akta autentik, kemudian yang aslinya harus disimpan, asal yang
demikian itu dilakukan di waktu si penghibah masih hidup, dalam hal mana penghibahan terhadap orang
yang terakhir hanya berlaku sejak saat penerima itu diberitahukan kepadanya”.

33
SEWA MENYEWA

34
Perjanjian sewa menyewa diatur di dalam Bab VII Buku III KUHPerdata yang
berjudul “Tentang Sewa Menyewa” yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan
Pasal 1600 KUHPerdata. Definisi perjanjian sewa menyewa menurut Pasal 1548
KUHPerdata menyebutkan bahwa:

“Perjanjian sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya
kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran
suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah disanggupi
pembayarannya”.

35
Sewa menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur dan
dalam bahasa Inggris disebut dengan rent atau hire. Sewa menyewa
merupakan salah satu perjanjian timbal balik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sewa berarti pemakaian sesuatu


dengan membayar uang sewa dan menyewa berarti memakai dengan
membayar uang sewa.

36
Menurut Yahya Harahap, sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak
yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan
menyerahkan barang yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk
dinikmati sepenuhnya.

Menurut Wiryono Projodikoro sewa menyewa barang adalah suatu


penyerahan barang oleh pemilik kepada orang lain itu untuk memulai dan
memungut hasil dari barang itu dan dengan syarat pembayaran uang sewa
oleh pemakai kepada pemilik.

37
Beberapa pengertian perjanjian sewa menyewa di atas dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri dari perjanjian sewa menyewa, yaitu:

a.Ada 2 (dua) pihak yang saling mengikatkan diri

Pihak yang pertama adalah pihak yang menyewakan yaitu pihak yang mempunyai
barang. Pihak yang kedua adalah pihak penyewa, yaitu pihak yang membutuhkan
kenikmatan atas suatu barang. Para pihak dalam perjanjian sewa menyewa dapat
bertindak untuk diri sendiri, kepentingan pihak lain, atau kepentingan badan hukum
tertentu.

38
b. Ada unsur pokok yaitu barang, harga, dan jangka waktu sewa

Barang adalah harta kekayaan yang berupa benda material, baik bergerak
maupun tidak bergerak. Harga adalah biaya sewa yang berupa sebagai
imbalan atas pemakaian benda sewa. Dalam perjanjian sewa menyewa
pembayaran sewa tidak harus berupa uang tetapi dapat juga menggunakan
barang atau pun jasa (Pasal 1548 KUHPerdata). Hak untuk menikmati barang
yang diserahkan kepada penyewanya terbatas pada jangka waktu yang
ditentukan ke dalam perjanjian.

39
c. Ada kenikmatan yang diserahkan

Kenikmatan dalam hal ini adalah penyewa dapat menggunakan barang yang disewa serta menikmati hasil dari
barang tersebut. Bagi pihak yang menyewakan akan memperoleh kontra prestasi berupa uang, barang, atau jasa
menurut apa yang diperjanjikan sebelumnya. Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian konsensuil, yang
berarti perjanjian tersebut sah dan mengikat apabila sudah tercapai kata sepakat di antara para pihak tentang unsur
pokok perjanjian sewa menyewa yaitu barang dan harga. Di dalam KUHPerdata tidak dijelaskan secara tegas
tentang bentuk perjanjian sewa menyewa sehingga perjanjian sewa menyewa dapat dibuat secara lisan maupun
tertulis. Bentuk perjanjian sewa menyewa dalam praktek khususnya sewa menyewa bangunan dibuat dalam
bentuk tertulis. Para pihak yang menentukan substansi atau isi perjanjian sewa menyewa biasanya yang paling
dominan adalah pihak yang menyewakan dikarenakan posisi penyewa berada di pihak yang lemah.

40
Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa menyewa adalah:

a.Pihak yang menyewakan

Pihak yang menyewakan adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda
kepada pihak lainnya untuk dinikmati kegunaan benda tersebut kepada penyewa. Pihak yang
menyewakan barang atau benda tidak harus pemilik benda sendiri tetapi semua orang yang atas
dasar hak penguasaan untuk memindahkan pemakaian barang ke tangan orang lain. Hal tersebut
dikarenakan di dalam sewa menyewa yang diserahkan kepada pihak penyewa bukanlah hak
milik atas suatu barang melainkan hanya pemakaian atau pemungutan atas hasil dari barang
yang disewakan.

41
b. Pihak penyewa

Pihak penyewa adalah orang atau badan hukum yang menyewa barang atau
benda dari pihak yang menyewakan.

42
Obyek barang yang dapat disewakan menurut Hofmann dan De Burger, yang
dapat disewa adalah barang bertubuh saja, namun ada pendapat lain yaitu dari
Asser dan Van Brekel serta Vollmar berpendapat bahwa tidak hanya barang-
barang yang bertubuh saja yang dapat menjadi obyek sewa melainkan hak-
hak juga dapat disewa. Pendapat ini diperkuat dengan adanya putusan Hoge
Raad tanggal 08 Desember 1922 yang menganggap kemungkinan ada
persewaan suatu hak untuk memburu hewan (jachtrecht).

43
Tujuan dari diadakannya perjanjian sewa menyewa adalah untuk memberikan hak
pemakaian kepada pihak penyewa sehingga benda yang bukan berstatus hak milik
dapat disewakan oleh pihak yang mempunyai hak atas benda tersebut. Jadi benda
yang dapat disewakan oleh pihak yang menyewakan dapat berupa hak milik, hak
guna usaha, hak pakai, hak menggunakan hasil, hak pakai, hak sewa (hak sewa
kedua) dan hak guna bangunan. Perjanjian sewa menyewa menurut Van Brekel,
bahwa harga sewa dapat berwujud barang-barang lain selain uang, namun barang-
barang tersebut harus merupakan barang-barang bertubuh, karena sifat dari
perjanjian sewa menyewa akan hilang jika harga sewa dibayar dengan suatu jasa.

44
Pendapat tersebut bertentangan dengan pendapat dari Subekti yang
berpendapat bahwa dalam perjanjian sewa menyewa tidaklah menjadi
keberatan apabila harga sewa tersebut berupa uang, barang ataupun jasa. Jadi
obyek dari perjanjian sewa menyewa adalah segala jenis benda, baik benda
bergerak maupun benda tidak bergerak, benda berwujud maupun benda tidak
berwujud.

45
Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian timbal balik sehingga ada
hak dan kewajiban yang membebani para pihak yang melakukan perjanjian.
Kewajiban pihak yang menyewakan dapat ditemukan di dalam Pasal 1550
KUHPerdata.

46
Kewajiban-kewajiban tersebut, yaitu:

a.Menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa

b.Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa sehingga barang tersebut


dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan

c.Memberikan si penyewa kenikmatan yang tenteram dari barang yang


disewakan selama berlangsungnya sewa menyewa

47
Kewajiban pihak yang menyewakan adalah menyerahkan barang yang disewa
untuk dinikmati kegunaan barang tersebut bukan hak milik. Tentang pemeliharaan
barang yang disewakan pihak yang menyewakan barang diwajibkan untuk
melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan atas barang yang disewakan.
Ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 1551 ayat (2) KUHPerdata yang berbunyi:

“Ia harus selama waktu sewa menyuruh melakukan pembetulan-pembetulan pada


barang yang disewakan, yang perlu dilakukan kecuali pembetulan-pembetulan yang
menjadi wajibnya si penyewa”.

48
Pasal 1552 KUHPerdata mengatur tentang cacat dari barang yang disewakan.
Pihak yang menyewakan diwajibkan untuk menanggung semua cacat dari
barang yang dapat merintangi pemakaian barang yang disewakan walaupun
sewaktu perjanjian dibuat pihak-pihak tidak mengetahui cacat tersebut. Jika
cacat tersebut mengakibatkan kerugian bagi pihak penyewa maka pihak yang
menyewakan diwajibkan untuk mengganti kerugian.

49
Pihak yang menyewakan diwajibkan untuk menjamin tentang gangguan atau rintangan
yang mengganggu penyewa menikmati obyek sewa yang disebabkan suatu tuntutan
hukum yang bersangkutan dengan hak milik atas barangnya. Hal tersebut sesuai dengan
ketentuan Pasal 1556 dan 1557 KUHPerdata. Jika terjadi yang demikian, maka penyewa
berhak menuntut suatu pengurangan harga sewa menurut imbangan, asalkan gangguan
dan rintangan tersebut telah diberitahukan. Akan tetapi pihak yang menyewakan tidak
diwajibkan untuk menjamin si penyewa terhadap rintangan-rintangan dalam
menggunakan barang sewa yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan peristiwa yang
tidak berkaitan dengan tuntutan atas hak milik atas barang sewa kepada pemilik.

50
Pihak yang menyewakan di samping dibebani dengan kewajiban juga menerima
hak.

Hak-hak yang diperoleh pihak yang menyewakan dapat disimpulkan dari


ketentuan Pasal 1548 KUHPerdata, yaitu:

a.Menerima uang sewa sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam
perjanjian

b.Menegur penyewa apabila penyewa tidak menjalankan kewajibannya dengan


baik

51
Pasal 1560, 1564, dan 1583 KUHPerdata menentukan bahwa pihak penyewa memiliki kewajiban-kewajiban, yaitu:

a.Memakai barang yang disewa sebagai bapak rumah yang baik, sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang
itu menurut perjanjian sewanya, atau jika tidak ada perjanjian mengenai itu, menurut tujuan yang dipersangkakan
berhubungan dengan keadaan

b.Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan

c.Menanggung segala kerusakan yang terjadi selama sewa menyewa, kecuali jika penyewa dapat membuktikan
bahwa kerusakan tersebut terjadi bukan karena kesalahan si penyewa

d.Mengadakan perbaikan-perbaikan kecil dan sehari-hari sesuai dengan isi perjanjian sewa menyewa dan adat
kebiasaan setempat

52
Pihak penyewa memiliki hak, yaitu:

a.Menerima barang yang disewa

b.Memperoleh kenikmatan yang tenteram atas barang yang disewanya selama


waktu sewa

c.Menuntut pembetulan-pembetulan atas barang yang disewa, apabila


pembetulan-pembetulan tersebut merupakan kewajiban pihak yang
menyewakan

53
Risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu
peristiwa yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa
barang yang menjadi obyek dari suatu perjanjian. Risiko merupakan suatu
akibat dari suatu keadaan yang memaksa (overmacht) sedangkan ganti rugi
merupakan akibat dari wanprestasi.

54
Pembebanan risiko terhadap obyek sewa didasarkan terjadinya suatu
peristiwa di luar dari kesalahan para pihak yang menyebabkan musnahnya
barang atau obyek sewa. Musnahnya barang yang menjadi obyek perjanjian
sewa menyewa dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu:

55
a. Musnah secara total (seluruhnya)

Jika barang yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa musnah yang
diakibatkan oleh peristiwa di luar kesalahan para pihak maka perjanjian
tersebut gugur demi hukum. Pengertian musnah di sini berarti barang yang
menjadi obyek perjanjian sewa menyewa tidak lagi bisa digunakan
sebagaimana mestinya, meskipun terdapat sisa atau bagian kecil dari
barang tersebut masih ada.

56
Ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 1553 KUHPerdata yang menyatakan
jika musnahnya barang terjadi selama sewa menyewa berlangsung yang
diakibatkan oleh suatu keadaan yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang
tidak bisa dipertanggungjawabkan pada salah satu pihak maka perjanjian
sewa menyewa dengan sendirinya batal.

57
b. Musnah sebagian

Barang yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa disebut musnah sebagian
apabila barang tersebut masih dapat digunakan dan dinikmati kegunaannya
walaupun bagian dari barang tersebut telah musnah. Jika obyek perjanjian sewa
menyewa musnah sebagian maka penyewa mempunyai pilihan, yaitu:

1)Meneruskan perjanjian sewa menyewa dengan meminta pengurangan harga sewa

2)Meminta pembatalan perjanjian sewa menyewa

58
Pihak penyewa dilarang untuk mengulangsewakan obyek sewa kepada pihak
ketiga tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari pemilik obyek sewa. Mengenai
hal ini diatur di dalam Pasal 1559 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“Si penyewa, jika kepadanya tidak telah diperizinkan, tidak diperbolehkan


mengulangsewakan barang, yang disewanya, atau pun melepas sewanya kepada
orang lain, atas ancaman pembatalan perjanjian sewa dan penggantian biaya, rugi,
dan bunga, sedangkan pihak yang menyewakan, setelah pembatalan itu, tidak
diwajibkan mentaati perjanjian ulang sewa”.

59
Dari ketentuan yang berlaku dari Pasal 1559 ayat (1) KUHPerdata tersebut dapat diketahui
bahwa:

a.Mengulangsewakan kepada pihak ketiga hanya dapat dilakukan oleh seorang penyewa
apabila diperbolehkan di dalam perjanjian sewa menyewa atau disetujui oleh para pihak

b.Jika pihak penyewa mengulangsewakan obyek sewa dalam masa sewa maka pihak yang
menyewakan obyek sewa dapat melakukan pembatalan perjanjian sewa menyewa dan
menuntut ganti rugi. Akibat pembatalan perjanjian sewa menyewa tersebut maka perjanjian
sewa menyewa yang dilakukan oleh pihak penyewa dengan pihak ketiga juga batal demi
hukum.

60
Pasal 1559 ayat (1) KUHPerdata tersebut dapat diketahui tentang istilah
mengulangsewakan dan melepas sewa. Pada prinsipnya kedua perbuatan
tersebut dilarang dilakukan bagi pihak penyewa. Meskipun demikian
perbuatan-perbuatan tersebut boleh dilakukan oleh penyewa jika sebelumnya
telah diperjanjikan sebelumnya. Berikut ini perbedaan kedua perbuatan
tersebut:

61
Mengulangsewakan yaitu penyewa bertindak sendiri sebagai pihak yang
menyewakan obyek sewa dalam suatu perjanjian sewa menyewa yang
diadakan olehnya dengan pihak ketiga. Melepaskan sewa adalah pihak
penyewa mengundurkan diri sebagai pihak yang menyewa dan menyuruh
pihak ketiga untuk menggantikan kedudukannya sebagai penyewa sehingga
pihak ketiga tersebut berhadapan sendiri dengan pihak yang menyewakan
obyek sewa.

62
PERJANJIAN TIDAK BERNAMA

63
Sumber perjanjian tidak bernama:

1.Undang-undang, yaitu:

a.Pasal 47 UU 2/2017 tentang Jasa Konstruksi

b.Pasal 42 UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

c.Pasal 21 UU 20/2011 tentang Rumah Susun

d.Pasal 54 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan

2.Peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang

3.Belum diatur dalam peraturan perundang-undangan

64
Contoh:

1.Perjanjian Sewa Beli

2.Perjanjian Sewa Guna Usaha

3.Perjanjian Joint Venture

4.Perjanjian Factoring

5.Perjanjian Kredit

6.Pembatalan Perjanjian Jual Beli

65
7. Perjanjian Pembiayaan

8. Perjanjian Pengalihan Hak atas Sewa Tanah

9. Product Sharing Contract

10.Perjanjian Outsourcing

11.BOT

12.Perjanjian Kerja Sama

13.Dsb.

66
TUGAS
Buatlah perjanjian tidak bernama di bidang:
A.Jasa Konstruksi
B.Perumahan dan Kawasan Pemukiman
C.Rumah Susun
D.Ketenagakerjaan

Teknisnya:
1.Tulis tangan dan dikirim lewat email bennyd@fh.untar.ac.id
2.Terakhir diemail sesaat sebelum kuliah terakhir sebelum UTS

67
Anatomi Akta Notaris:

1.Judul akta

2.Kepala akta

3.Komparisi

4.Premisse

5.Isi akta

6.Akhir akta

68
Komparisi:

1.Menuliskan identitas para pihak yang membuat perjanjian/ akta

2.Kapasitas yang bersangkutan bertindak

3.Berdasarkan apa kedudukannya tersebut

4.Bahwa ia cakap dan berwenang melakukan tindakan hukum yang dimaksud

5.Yang bersangkutan mempunyai hak untuk melakukan tindakan yang


dinyatakan dalam akta

69
Pembuat Akta:

1.Untuk dirinya sendiri

2.Menjalankan kuasa (power of attorney)

3.Sebagai wali

4.Sebagai pengampu (curatele)

5.Direktur PT yang mewakili PT

6.Menteri yang mewakili Negara Republik Indonesia

7.Seseorang yang bertindak dengan bantuan atau atas persetujuan yaitu: suami/ istri, anak di bawah umum,
Direktur PT yang membutuhkan persetujuan Dewan Komisaris

70
Pemberian Kuasa:

Pasal 1793 KUHPerdata mengatur bahwa pemberian kuasa dapat diberikan


dengan cara:

1.Akta autentik

2.Tulisan di bawah tangan

3.Sepucuk surat

4.Secara lisan

71
 Merupakan perwakilan, yang dapat lahir karena undang-undang dan
perjanjian

 Pasal 1813 KUHPerdata mengatur tentang berakhirnya kuasa

72
Premisse:

Memuat latar belakang pembuatan perjanjian sesuai bidang yang digeluti


oleh para pihak

Diakhiri dengan pernyataan kesepakatan antara pihak-pihak (Pasal 1320


KUHPerdata)

73
Isi Akta:

Mencakup ketentuan dan persyaratan

Memuat secara detail mengenai obyek perjanjian, hak dan kewajiban, serta
uraian lengkap mengenai kriteria keberhasilan pekerjaan (prestasi)

Risiko dan kriteria wanprestasi

74
Akhir Akta:

Merupakan penutup akta

Menyebutkan tentang dimana dibuat dan dilakukannya perbuatan hukum


tersebut (harus sesuai domisili atau minimal masuk wilayah kerja Notaris)

Memasukkan saksi-saksi instrumentair

Mencatatkan jumlah perubahan (ada/ tidaknya)

75
TERIMA KASIH

76

Anda mungkin juga menyukai