Anda di halaman 1dari 62

Material Requirement

Planning (MRP)
Pengendalian terhadap inventori dalam konteks permintaan yang dependen
(Dependent Demand) dapat menggunakan Sistem Material Requirement
Planning (MRP).

Dependent Demand berarti permintaan untuk satu item terkait dengan


permintaan untuk item lain. Contoh : permintaan akan mesin otomotif, roda
merupakan permintaan dependen yang tergantung pada permintaan
otomobil.
MRP merupakan pendekatan yang logis dan mudah dipahami
untuk memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan
penentuan jumlah bagian, komponen, dan material yang
diperlukan untuk menghasilkan produk akhir.

MRP juga memberikan skedul waktu yang terinci kapan setiap


komponen, material dan bagian harus dipesan atau diproduksi.
MRP digunakan pada berbagai industri terutama yang
berkarakteristik job-shop, yakni industri yang memproduksi
sejumlah produk dengan menggunakan peralatan produksi yang
relatif sama.
MRP tidak akan cocok bila diterapkan pada perusahaan yang
menghasilkan produk dalam jumlah yang relatif sedikit.
Tujuan Material Requirement Planning (MRP)

Tujuan Sistim MRP adalah untuk mengendalikan tingkat inventori,


menentukan prioritas item, dan merencanakan kapasitas yang akan
dibebankan pada sistem produksi.

Secara umum tujuan pengelolaan inventori dengan menggunakan sistim


MRP tidak berbeda dengan sistim lain yakni:
1. memperbaiki layanan kepada pelanggan,
2. respon lebih cepat terhadap perubahan pasar
3. meminimisasi investasi pada inventori, dan
4. memaksimisasi efisiensi operasi
Keunggulan MRP

1. memberikan kemampuan untuk menciptakan harga yang lebih


kompetitif,
2. mengurangi harga jual,
3. mengurangi persediaan,
4. layanan yang lebih baik kepada pelanggan,
5. respon yang lebih baik terhadap tuntutan pasar,
6. kemampuan mengubah skedul master,
7. mengurangi biaya set-up, dan waktu nganggur (idle time)
Kelemahan MRP
Kegagalan MRP mencapai tujuan yang disebabkan oleh:
1. kurangnya komitmen dari manajemen puncak dalam pengimplementasian
MRP,
2. MRP dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari sistem lain, lebih dipandang
sebagai sistem yang berdiri sendiri  dalam menjalankan operasi perusahaan
daripada sebagai suatu sistem yang terkait dengan sistem lain dalam
perusahaan,
3. mencoba menggabungkan MRP dengan JIT tanpa memahami betul karakteristik
kedua pendekatan tersebut,
4. membutuhkan akurasi operasi,
5. kesulitan dalam membuat skedul terinci.
Struktur Sistem Material Requirement Planning (MRP)

Cara kerja sistem MRP adalah:


1. pesanan produk dijadikan dasar untuk membuat Jadwal Produksi
Induk atau Master Production Schedule (MPS) yang memberikan
gambaran tentang jumlah item yang diproduksi selama periode waktu
tertentu. MPS dibuat berdasarkan pada peramalan kebutuhan akan
peralatan yang diperlukan, merupakan proses alokasi untuk
mengadakan sejumlah peralatan yang diinginkan dengan
memperhatikan kapasitas yang dipunyai (pekerja, mesin, dan bahan).
2. Bill of Material mengidentifikasi material tertentu yang digunakan
untuk membuat setiap item dan jumlah yang diperlukan yang dapat
disusun dalam bentuk pohon produk (product structure tree).
Bill of  material ini merupakan sebuah daftar jumlah komponen,
campuran bahan dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat
suatu produk. Bill of material tidak hanya menspesifikasikan
produksi, tetapi juga berguna untuk pembebanan biaya, dan dapat
dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan untuk
karyawan produksi atau perakitan. Bill of material digunakan
dengan cara ini biasanya dinamakan daftar pilih.
Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree)
adalah salah satu item informasi yang ada dalam Bill of Material.
Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) didefinisikan
sebagai bagan informasi tentang hubungan antara produk akhir
dengan komponen-komponen penyusun produk akhir.
Struktur produk merupakan suatu informasi tentang hubungan
antara komponen dalam suatu perakitan, juga memberikan
informasi tentang semua item, seperti nomor komponen dan
jumlah yang dibutuhkan pada setiap pembelian.
Struktur produk dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
a) Struktur produk single level yang menggambarkan hubungan antara
produk akhir komponen-komponen penyusunnya dimana
komponen-komponen tersebut langsung membentuk produk akhir
atau berada satu level di bawah produk akhir.
b) Struktur produk multi level yang menggambarkan hubungan antara produk
akhir dengan komponen penyusunnya dimana komponen-komponen tersebut
memerlukan komponen-komponen lain untuk membuatnya dan begitu
seterusnya. Bila dimisalkan untuk membuat 1 unit produk akhir X diperlukan 2
unit komponen A dan 1 unit komponen B. Sementara untuk membuat 1 unit
komponen B diperlukan 3 unit komponen C dan 1 unit komponen D.
3. File Catatan Keadaan Persediaan (inventory status),
File Catatan Keadaan Persediaan (inventory status)  menggambarkan status
semua item yang ada dalam persediaan, dimana semua item persediaan harus
diidentifikasikan untuk menjaga kekeliruan perencanaan, juga harus berisi data
tentang lead time, lot size, teknik lot size, persediaan cadangan dan catatan
penting lainnya.
File ini berisi data tentang jumlah unit yang tersedia dan sedang dipesan, serta
berbagai perubahan inventori sehubungan dengan adanya kerugian akibat sisa
bahan, pesanan yang dibatalkan, dll.

Tiga sumber tersebut, skedul master, bill of material, dan inventory record menjadi
sumber data bagi MRP yang akan menjabarkan skedul produksi menjadi rencana
skedul pemesanan secara detil untuk keseluruhan urutan produksi.
Format Skedul Material Requirement Planning (MRP)

Untuk dapat menentukan kapan suatu komponen harus dipesan dan berapa jumlah
yang harus dipesan, serta kapan produk akhir harus dikerjakan dan kapan harus
dikirim kepada pelanggan dengan pendekatan MRP, maka perlu dibuat skedul MRP
dengan format:
Dalam terminologi MRP, periode waktu (time periods) disebut buckets
dan biasanya satu minggu.
MRP mengendalikan inventori dan produksi dengan menggunakan
konsep Time-phasing yakni penghitungan waktu penyelesaian produk
akhir dimana perhitungan berjalan mundur untuk menentukan kapan
setiap komponen harus dipesan.
Aggregate
Production Plan Figure 14.2

Months January February


Aggregate Plan 1,500 1,200
(Menunjukkan jumlah total amplifier)

Weeks 1 2 3 4 5 6 7 8
Master Production Schedule
(menunjukkan type dan jumlah
amplifier yang diproduksi)

240-watt amplifier 100 100 100 100


150-watt amplifier 500 500 450 450
75-watt amplifier 300 100
Contoh Bill of Material
• Speaker Kits, Inc., memproduksi speaker kit Awesome (A). Komponen
yang membentuk kit speaker A (top of the line) dibentuk dari 2
komponen B dan 3 komponen C. Sementara B dibentuk dari 2
kompenen D dan 2 komponen E. Komponen C dibentuk dari 2
komponen F dan 2 komponen E. Komponen F dibentuk dari 2
komponen D dan 1 komponen G. Seperti yang dapat kita lihat,
permintaan untuk B, C, D, E, F, dan G benar-benar tergantung pada
jadwal produksi utama produk A. Permintaan B,C,D,E,F dan G disebut
dependent demand.
• Waktu penyelesaian Speaker Kit Awesome (A) adalah 8 minggu.
Bill of Material
Lead Times for Components
▶Waktu yang diperlukan untuk membeli,
memproduksi, atau merakit suatu barang
▶For production – the sum TABLE 14.2
of the move, setup, and Lead Times for Awesome
assembly or run times Speaker Kits (As)
COMPONENT LEAD
▶For purchased items – TIME
waktu antara pengakuan kebutuhan A 1 week
dan kapan tersedia untuk produksi B 2 weeks
C 1 week
D 1 week
E 2 weeks
F 3 weeks
G 2 weeks
Time-Phased Product
Structure Figure 14.3
Must have D and E
Start production of D completed here so
production can begin
on B
1 week
2 weeks to
D produce

B
2 weeks
E
A
2 weeks 1 week
E
2 weeks 1 week
G C
3 weeks
F
1 week
D
| | | | | | | |

1 2 3 4 5 6 7 8
Time in weeks
MRP Structure
Figure 14.4

Data Files Output Reports

MRP by
BOM Master period report
production schedule
MRP by
date report

Lead times
(Item master file) Planned order
report

Inventory data
Purchase advice
Material
requirement
planning
programs
(computer and Exception reports
Purchasing data software)
Order early or late
or not needed

Order quantity too


small or too large
Menentukan Kebutuhan Bruto
▶Mulai dengan jadwal produksi untuk item akhir - 50
unit Item A dalam minggu 8
▶Dengan menggunakan waktu tunggu untuk item,
tentukan minggu di mana pesanan harus dirilis -
waktu tunggu 1 minggu berarti pesanan untuk 50
unit harus dirilis pada minggu 7
▶Langkah ini sering disebut "lead time offset" atau
“time phasing "
Determining Gross
Requirements
▶Dari BOM, setiap Item A membutuhkan 2 Item
B - 100 Item B diperlukan dalam minggu 7
untuk memenuhi rilis pesanan untuk Item A
▶Waktu tunggu untuk Item B adalah 2 minggu -
rilis pesanan untuk 100 unit Item B dalam
minggu 5
▶Waktu dan kuantitas untuk persyaratan
komponen ditentukan oleh rilis pesanan induk
(parents)
Determining Gross
Requirements
▶Proses berlanjut melalui seluruh BOM satu
tingkat pada suatu waktu - sering disebut
"explosion"
▶Dengan memproses BOM berdasarkan level,
item dengan banyak induk (parents) hanya
diproses sekali, menghemat waktu dan
sumber daya dan mengurangi kebingunga
▶Pengkodean tingkat rendah memastikan
bahwa setiap item hanya muncul di satu level
dalam BOM
Gross Requirements Plan
Gross Material Requirements Plan for 50 Awesome Speaker Kits (As)
TABLE 14.3 with Order Release Dates Also Shown
WEEK
LEAD
1 2 3 4 5 6 7 8 TIME
A. Required date 50
Order release date 50 1 week
B. Required date 100
Order release date 100 2 weeks
C. Required date 150
Order release date 150 1 week
E. Required date 200 300
Order release date 200 300 2 weeks
F. Required date 300
Order release date 300 3 weeks
D. Required date 600 200
Order release date 600 200 1 week
G. Required date 300
Order release date 300 2 weeks
ITEM ON HAND ITEM ON HAND

Net Requirements Plan A


B
10
15
E
F
10
5
C 20 G 0
D 10

2 × number of As = 80

3 × number of As = 120
Net Requirements Plan
2 × number of Bs = 130
2 × number of Cs = 200

2 × number of Cs = 200

2 × number of Bs = 130
2 × number of Fs = 390

1 × number of Fs = 195
Menentukan Kebutuhan Netto
▶Mulai dengan jadwal produksi untuk item
akhir - 50 unit Item A dalam minggu 8
▶Karena ada 10 Item tersedia, hanya 40 yang
benar-benar diperlukan - (kebutuhan bersih) =
(kebutuhan kotor - persediaan tersedia)
▶Tanda terima pesanan yang direncanakan
untuk Item A dalam minggu 8 adalah 40 unit
yaitu 40 = 50 - 10
Determining Net Requirements
▶Mengikuti prosedur offset waktu tunggu, rilis pesanan yang
direncanakan untuk Item A sekarang 40 unit dalam minggu 7
▶Kebutuhan kotor untuk Item B sekarang 80 unit dalam minggu
7
▶Ada 15 unit Item B tersedia, sehingga kebutuhan bersih adalah
65 unit dalam minggu 7
▶Tanda terima pesanan yang direncanakan 65 unit dalam
minggu 7 menghasilkan rilis pesanan yang direncanakan
sebesar 65 unit dalam minggu 5
Determining Net Requirements
▶Catatan inventaris yang tersedia untuk Item B
diperbarui untuk mencerminkan penggunaan 15
item dalam inventaris dan tidak menunjukkan
inventaris tersedia pada minggu ke 8
▶Ini disebut sebagai perhitungan Gross-to-Net
dan merupakan fungsi dasar ketiga dari proses
MRP
Gross Requirements Schedule
• Gross Requirement MRP dapat menggabungkan beberapa produk, suku cadang,
dan barang yang dijual langsung.
• Gambar 14.5 menunjukkan jadwal beberapa produk, termasuk kebutuhan untuk
komponen yang dijual langsung, dapat berkontribusi pada rencana Gross
Requirement MRP.
• Beberapa Jadwal yang Berkontribusi pada Jadwal Kebutuhan Bruto untuk B Satu
B di A, dan satu B di S; selain itu, 10 Bs yang dijual langsung dijadwalkan pada
minggu 1, dan 10 Bs yang dijual langsung dijadwalkan pada minggu 2.
Gross Requirements Schedule
Figure 14.5
A S

B C B C
Master schedule
Lead time = 4 for A Lead time = 6 for S for B
Master schedule for A Master schedule for S sold directly

Periods 5 6 7 8 9 10 11 8 9 10 11 12 13 1 2 3
40 50 15 40 20 30 10 10

Periods 1 2 3 4 5 6 7 8
Therefore, these
40+10 15+30
Gross requirements: B 10 40 50 20 are the gross
=50 =45 requirements for B
Net Requirements Plan
The logic of net requirements

Gross + Allocations
requirements

Total requirements

On Scheduled Net
– + = requirements
hand receipts

Available inventory
MRP Planning Sheet

Figure 14.6
Langkah Dasar Proses MRP
1. Tahap pertama adalah tahap menentukan kapan pekerjaan harus
selesai atau material harus tersedia agar jadwal induk produksi
(MPS) terpenuhi
2. Netting, yaitu perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya
merupakan selisih antara kebutuhan kotor dan keadaan persediaan.
3. Lotting, yaitu perhitungan untuk menentukan besarnya pesanan
setiap individu berdasarkan hasil perhitungan netting. Dengan
demikian Lotting merupakan proses penentuan ukuran pemesanan
untuk memenuhi kebutuhan bersih untuk satu atau beberapa
periode sekaligus sehingga dapat meminimalkan persediaan.
4. Offsetting, yaitu perhitungan untuk menentukan saat yang tepat dalam melakukan
rencana pemesanan untuk memenuhi kebutuhan bersih (netting), dimana rencana
pemesanan diperoleh dengan mengurangkan saat awal tersedianya kebutuhan bersih
yang diinginkan dengan Lead Time.
Dengan kata lain, menentukan pelaksanaan perencanaan pemesanan (planned order
released), kapan pemesanan atau pembatalan harus dilakukan dengan
mempertimbangkan Lead Time. Waktu tunggu (lead time) yang diperlukan untuk
menentukan saat/tanggal perintah pesanan, di mana untuk menentukan saat/tanggal
perintah pesanan tersebut tergantung pada :

a) Waktu yang dibutuhkan untuk proses produksi.


b) Waktu yang dibutuhkan untuk proses administrasi pemesanan atau birokrasi perusahaan
c) Waktu yang dibutuhkan untuk kedatangan pesanan mulai dari saat pemesanan sampai
kedatangan pesanan (tergantung kepada kesanggupan supplier untuk memenuhi pesanan)
d) Waktu yang dibutuhkan untuk proses inspeksi pesanan
e) Waktu tunggu tersebut merupakan penjumlahan secara kumulatif dari waktu tunggu tersebut di
atas.
4. Explosion, yaitu perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat yang
lebih bawah, berdasarkan atas rencana produksi.
5. Mengulangi tahap 1 sampai tahap 5 untuk setiap komponen.
Asumsi Material Requirement Planning (MRP)

Asumsi yang harus dipenuhi  untuk dapat berhasil mengoperasikan MRP antara lain:
1. Tersedia data file yang terintegrasi yang berisi data status persediaan dan data
tentang struktur produk (harus teliti, lengkap dan up to date).
2. Lead time untuk semua item diketahui atau diperkirakan.
3. Terkendalinya setiap item diketahui atau dapat diperkirakan.
4. Tersedianya semua komponen untuk setiap perakitan, pada saat pesanan
perakitan tersebut dilakukan. Maksudnya agar jumlah dan waktu kebutuhan
kotor dari perakitan tersebut dapat ditentukan.
5. Pengadaan dan pemakaian terhadap komponen bahan bersifat diskrit.
6. Proses pembuatan suatu item bersifat independent (tidak tergantung) terhadap
proses pembuatan item lainnya.
Lot Sizing dalam Sistem MRP

• Lot Size diartikan sebagai kuantitas yang dinyatakan dalam


penerimaan pesanan dan penyerahan pesanan dalam skedul
MRP.
• Untuk komponen yang diproduksi di dalam pabrik, lot size
merupakan jumlah produksi, untuk komponen yang dibeli
Lot size berarti jumlah yang dipesan dari supplier.
• Lot size secara umum merupakan pemenuhan kebutuhan
komponen untuk satu atau lebih periode.
• Teknik lot sizing merupakan ukuran lot sizing (kuantitas
pesanan) untuk memenuhi kebutuhan bersih satu atau
beberapa periode sekaligus.
• Dalam penerapan metode MRP penentuan ukuran pesanan
(lot) yang digunakan merupakan faktor yang terpenting.
Pemilihan teknik lot sizing yang akan digunakan
mempengaruhi keefektifan sistem MRP secara keseluruhan. 
• Didalam pemilihan keputusan teknik lot sizing yang
digunakan, hal yang dipertimbangkan adalah biaya-biaya
yang terjadi akibat adanya persediaan (biaya persediaan),
yaitu biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya
penyimpanan (holding cost).
Teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level yang dapat
digunakan, yaitu:
1. Lot untuk lot atau Lot for Lot (LFL).
2. Jumlah pesanan ekonomi atau Economic Order Quantity (EOQ)
3. Jumlah pesanan periode atau Period Order Quantity (POQ).
4. Keseimbangan suatu periode atau Part Period Balancing (PBB).
5. Ongkos unit terkecil atau Least Unit Cost (LUC).
6. Metode Silver Meal (SM).
7. Algoritma Wagner Whittin (AWW).
Lot-Sizing Techniques
▶Lot-for-lot teknik memesan hanya apa yang
diperlukan untuk produksi berdasarkan kebutuhan
bersih
▶Pendekatan menggunakan konsep atas dasar
pesanan diskrit dengan pertimbangan minimasi
dari ongkos simpan, jumlah yang dipesan sama
dengan jumlah yang dibutuhkan.
▶Economic order quantity (EOQ)
▶Pendekatan menggunakan konsep minimasi
ongkos simpan dan ongkos pesan. Ukuran lot
tetap berdasarkan hitungan minimasi tersebut.
Lot-Sizing Techniques
▶Periodic order quantity (POQ) jumlah pesanan diperlukan untuk periode
waktu yang telah ditentukan.
Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar
dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi
oleh metode EOQ.
▶Interval = EOQ / average demand per period
▶Order quantity set to cover the interval
▶Kuantitas pesanan dihitung ulang pada saat pesanan di rilis
▶Tidak ada persediaan tambahan
Lot-Sizing Techniques
▶Dynamic lot sizing techniques
▶ Part period balancing (least total cost) Pendekatan
menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila ongkos
simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya.
▶ Least unit cost : Pendekatan menggunakan konsep
pemesanan dengan ongkos unit perkecil, dimana jumlah
pemesanan ataupun interval pemesanan dapat bervariasi.
Keputusan untuk pemesanan didasarkan : ongkos perunit
terkecil = (ongkos pesan per unit) + (ongkos simpan per
unit)
▶Least period cost (Silver-Meal) Menitikberatkan pada ukuran lot yang
harus dapat meminimumkan ongkos total per-periode. Dimana ukuran
lot didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa
periode yang berturut-turut sebagai ukuranlot yang tentatif (bersifat
sementara), penjumlahan dilakukan terus sampai ongkos totalnya
dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam
ukuran lot tentatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang
sebenarnya adalah ukuran lot tentatif terakhir yang ongkos total
periodenya masih menurun.
▶Dynamic programming approach
▶Wagner-Whitin
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur optimasi
program linear, bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit diterapkan
dalam MRP karena membutuhkan perhitungan yang rumit. Fokus utama
dalam penyelesaian masalah ini adalah melakukan minimasi
penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan dan
berusahan agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati
nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan.
Lot-for-Lot Example
WEEK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gross
35 30 40 0 10 40 30 0 30 55
requirements
Scheduled
receipts
Projected on 35 35 0 0 0 0 0 0 0 0 0
hand
Net
0 30 40 0 10 40 30 0 30 55
requirements
Planned order 30 40 10 40 30 30 55
receipts
Planned order
30 40 10 40 30 30 55
releases

Holding cost = $1/week; Setup cost = $100; Lead time = 1 week


Lot-for-Lot Example
No on-hand inventory is carried through the system
TotalWEEK
holding cost1 = $0
2 3 4 5 6 7 8 9 10

There are
Gross
requirements
seven35setups
30 for this
40 0 item
10 in this
40 30 plan
0 30 55
Total ordering cost = 7 x $100 = $700
Scheduled
receipts
Projected on 35 35 0 0 0 0 0 0 0 0 0
hand
Net
0 30 40 0 10 40 30 0 30 55
requirements
Planned order 30 40 10 40 30 30 55
receipts
Planned order
30 40 10 40 30 30 55
releases

Holding cost = $1/week; Setup cost = $100; Lead time = 1 week


EOQ Lot Size Example
WEEK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gross
35 30 40 0 10 40 30 0 30 55
requirements
Scheduled
receipts
Projected on 35 35 0 43 3 3 66 26 69 69 39
hand
Net
0 30 0 0 7 0 4 0 0 16
requirements
Planned order 73 73 73 73
receipts
Planned order
73 73 73 73
releases

Holding cost = $1/week; Setup cost = $100; Lead time = 1 week


Average weekly gross requirements = 27; EOQ = 73 units
EOQ Annual
Lot Size Example
demand D = 1,404
Holding cost = 3751 units
WEEK 2
x3$1 (including
4 5 6
577units
8
on9 10
hand at end of week 10)
Gross
35 30 40 0 10 40 30 0 30 55
Ordering
requirements cost = 4 x $100 = $400
Total cost = $375 + $400 = $775
Scheduled
receipts
Projected on 35 35 0 43 3 3 66 26 69 69 39
hand
Net
0 30 0 0 7 0 4 0 0 16
requirements
Planned order 73 73 73 73
receipts
Planned order
73 73 73 73
releases

Holding cost = $1/week; Setup cost = $100; Lead time = 1 week


Average weekly gross requirements = 27; EOQ = 73 units
POQ Lot Size Example
WEEK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gross
35 30 40 0 10 40 30 0 30 55
requirements
Scheduled
receipts
Projected on 35 35 0 40 0 0 70 30 0 0 55
hand
Net
0 30 0 0 10 0 0 0 55 0
requirements
Planned order 70 80 0 85 0
receipts
Planned order
70 80 85
releases

EOQ = 73 units; Average weekly gross requirements = 27;


POQ interval = 73/27 ≅ 3 weeks
POQ Lot Size Example
Setups = 3 x $100 = $300
WEEK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Holding cost = (40 + 70 + 30 + 55) units x $1 = $195
Gross
Total cost = $30035+ $195
requirements
30 = $495
40 0 10 40 30 0 30 55

Scheduled
receipts
Projected on 35 35 0 40 0 0 70 30 0 0 55
hand
Net
0 30 0 0 10 0 0 55 0
requirements
Planned order 70 80 0 85 0
receipts
Planned order
70 80 85
releases

EOQ = 73 units; Average weekly gross requirements = 27;


POQ interval = 73/27 ≅ 3 weeks
Lot-Sizing Summary
For these three examples
COSTS
SETUP HOLDING TOTAL
Lot-for-lot $700 $0 $700
EOQ $400 $375 $775
POQ $300 $195 $495
Lot-Sizing Summary
▶Secara teori, ukuran lot harus dihitung ulang
setiap kali ada ukuran lot atau perubahan
kuantitas pesanan
▶Dalam praktiknya, ini menghasilkan
ketidakstabilan sistem
▶Lot-for-lot dapat
digunakan ketika
low-cost setups
dapat dicapai
MRP Sektor Jasa
Beberapa jasa atau item jasa terkait langsung dengan permintaan untuk
jasa lain
Ini dapat diperlakukan dependent demand jasa, contoh:
• Restoran
• Rumah sakit
• Hotel
Enterprise Resource Planning (ERP)
• Perpanjangan sistem MRP untuk mengikat pelanggan dan pemasok
1. Mengizinkan otomatisasi dan integrasi banyak proses bisnis
2. Bagikan basis data umum dan praktik bisnis
3. Menghasilkan informasi secara real time

• Mengkoordinasikan bisnis dari evaluasi pemasok hingga faktur


pelanggan
Enterprise Resource Planning (ERP)
Modul ERP meliputi
1. MRP dasar
2. Keuangan
3. Sumber daya manusia
4. Manajemen rantai pasokan (Supply-chain management/SCM)
5. Manajemen hubungan pelanggan (Customer relationship
management/CRM)
6. Sustainability (Keberlanjutan)
Enterprise Resource Planning (ERP)
• Sistem ERP memiliki potensi untuk:
a) Mengurangi biaya transaksi
b) Tingkatkan kecepatan dan ketepatan informasi
• Memfasilitasi penekanan strategis pada sistem JIT dan integrasi rantai
pasokan
• Dapat mahal dan memakan waktu untuk menginstal
SAP's ERP Modules

Figure 14.11
ERP in the Service Sector
• Sistem ERP telah dikembangkan untuk perawatan kesehatan,
pemerintah, toko ritel, hotel, dan layanan keuangan
• Juga disebut sistem respons konsumen yang efisien (efficient
consumer response - ECR) dalam industri bahan makanan
• Tujuannya adalah untuk mengikat penjualan dengan pembelian,
inventaris, logistik, dan produksi

Anda mungkin juga menyukai