Anda di halaman 1dari 237

Perspektif Hukum

Internasional atas Hak Asasi


Manusia (HAM)
PEMAHAMAN DASAR
Apa itu Hukum dan Apa itu HAM?
 Definisi Hukum atau HAM akan bergantung
pada persepsi
 Salah satu persepsi Hukum adalah sebagai suatu
cabang/disiplin ilmu
 Salah satu cara untuk memberikan persepsi
terhadap HAM adalah dengan menyebut
karakteristiknya
Mengapa HAM dipermasalahkan
dalam Hukum Internasional?
 Bayangkan dua kejadian berikut:
 Bisakah Saudara melihat anak tetangga dipukuli
sampai sekarat oleh orang tuanya?
 Apa yang bisa Saudara lakukan, bila memanggil polisi
bukan suatu opsi?
 Bila ada dua orang berkelahi perlukah aturan
sehingga perkelahian mereka dilakukan secara
terhormat?
Kejadian 1
 Keinginan agar anak tidak diperlakukan
secara semena-mena oleh orang tua
merupakan keinginan dari semua pihak
 Permasalahannya apa yang bisa kita lakukan
terhadap anak tetangga, mengingat anak
tersebut tidak berada di rumah kita?
 Apakah kita bisa begitu saja memasuki rumah
tetangga kita?
 Bila bisa, apakah kita tidak akan dianggap
memasuki rumah orang lain tanpa izin?
 Lalu apa legitimasi kita untuk mencampuri
urusan orang lain?
 Gambaran diatas dapat digunakan sebagai
analogi salah satu permasalahan HAM dalam
perspektif hukum internasional
 Anak merupakan warga negara suatu negara
 Orang tua merupakan Pemerintah
 Perlakuan secara semena-mena merupakan analogi dari
pelanggaran HAM
 Rumah dapat diibaratkan sebagai kedaulatan negara
 Kepedulian kita sebagai tetangga adalah kepedulian
negara lain
Kejadian 2
 Bila ada orang berkelahi dan menggunakan segala
cara, apakah kondisi seperti ini dapat dibenarkan?
 Tentu ini tidak dapat dibenarkan, disini diperlukan
aturan-aturan dan rambu-rambu yang harus dipatuhi
sehingga adu jotos seperti yang terjadi di ring tinju
 Pertanyaannya adalah siapa yang membuat aturan
tersebut? Apakah masing-masing pihak yang
berkelahi?
 Gambaran diatas dapat memberi pencerahan
dalam hal Negara berperang satu sama lain
 Orang yang berkelahi dianalogikan sebagai
Negara
 Perkelahian adalah Perang
 Pertanyaannya adalah apakah perang harus
dilakukan secara beradab atau tidak?
 Bila perang harus dilakukan secara beradab dimana
beradab-tidaknya perang ditentukan pada ada
tidaknya aturan maka aturan apa yang harus berlaku
dan siapa yang membentuknya?
 Satu hal yang jelas, aturan yang dibuat oleh satu
negara tidak mungkin diberlakukan kepada negara
lain yang memiliki kedaulatan
 Disinilah pentingnya Hukum Internasional
mengingat cabang ilmu hukum ini yang melandasi
hubungan antar negara
 Berdasarkan dua kejadian yang digambarkan,
yang menjadi rumusan masalah HAM dalam
konteks hukum internasional adalah:
Rumusan Masalah Pertama
Bagaimana sebuah (atau sejumlah) negara
dapat membuat negara lain agar
menghormati HAM warga negaranya,
sementara ada prinsip ‘larangan campur
tangan (non-intervention principle)’ dimana
negara dilarang untuk terlibat dalam urusan
internal negara lain?
Rumusan Masalah Kedua
Bagaimana agar dalam konflik bersenjata
ada aturan-aturan yang dipatuhi oleh pihak-
pihak yang berkonflik sehingga konflik
dianggap beradab dan menjunjung HAM
Menjawab Rumusan Masalah Pertama
 Dalam rumusan masalah pertama, masalah
muncul karena dipicu pertentangan antara
keinginan agar orang dihormati harkat
martabatnya dimana saja di muka bumi ini
dengan masalah kedaulatan negara
 Untuk menerobos sekat kedaulatan negara
maka dilakukan cara pembentukan instrumen
internasional yang mengatur masalah HAM
 Instrumen internasional dapat berbentuk:
 Deklarasi (bukan merupakan produk hukum
internasional); dan
 Perjanjian internasional (merupakan produk
hukum internasional)
 Instrumen internasional diikuti oleh Negara,
bukan individu ataupun entitas hukum lainnya
Menjawab Rumusan Masalah Kedua
 Dalam rumusan masalah kedua, masalah
muncul karena dalam konflik bersenjata
diperlukan aturan berikut sanksi yang
bukan merupakan produk nasional
 Aturan ini harus dapat disepakati oleh
negara-negara yang merupakan
masyarakat internasional
 Berdasarkan kebutuhan inilah sejak lama
masyarakat internasional membentuk
berbagai aturan yang dikualifikasikan sebagai
hukum internasional untuk diberlakukan pada
masa perang
 Bentuk dari aturan ini adalah
 Perjanjian internasional; dan
 Kebiasaan hukum internasional
INSTRUMEN INTERNASIONAL
GUNA MENJUNJUNG HAM
Pembicaraan HAM dalam Kerangka
Hukum Internasional
 HAM sebenarnya sudah dibicarakan sejak
lama dalam hukum internasional
 Dalam perang misalnya, pemenang perang
tidak dapat bertindak sesuka hati terhadap
pihak yang kalah
 Perang harus dilakukan dengan
memperhatikan aturan-aturan yang
melindungi manusia
 Hanya saja pengaturan HAM dalam kerangka hukum
internasional lebih bagi bangsa-bangsa yang
memiliki peradaban tertentu
 Bila peradaban suatu bangsa lebih rendah daripada
peradaban bangsa lain maka HAM tidak
diberlakukan
 TIdak heran penjajahan dan perbudakan terjadi oleh
bangsa Eropa terhadap bangsa non-Eropa
Pergeseran Paradigma I
 Pada tahun 1940-an dengan maraknya sejumlah
bangsa yang dijajah memerdekakan diri, paradigma
HAM mulai berubah
 Kesadaran bangsa terjajah terhadap HAM semakin
tinggi yang membuahkan kemerdekaan bagi negara
baru
 Kemerdekaan ini kebanyakan adalah kemerdekaan
oleh bangsa non-Eropa dari bangsa Eropa
 Kemerdekaan sebagai hak asasi muncul dalam
berbagai terminologi hukum internasional, seperti
right to self determination, right to govern dan lain-
lain
 Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa-Bangsa
mendeklarasikan Universal Declaration of Human
Rights (10 Desember)
 Deklarasi berisi hak-hak dasar dari manusia tanpa
membedakan warna kulit, asal usul, agama, etnis dan
lain sebagainya
Pergeseran Paradigma II
 HAM dalam kerangka hukum internasional bergeser
menjadi sarana Negara yang telah mapan untuk
mengawasi, memantau dan memastikan agar
Pemerintah Negara Berkembang tidak melakukan
pelanggaran HAM
 Ini karena ada fenomena dimana pemerintahan Negara
Berkembang mudah melakukan pelanggaran HAM
terhadap rakyatnya
 Berbagai instrumen internasional dirancang dan dibuat
dengan harapan Negara Berkembang turut serta dalam
instrumen tersebut
 Instrumen ini antara lain adalah:
 ILO Conventions
 Convention concerning Abolition of Forced Labor
 Convention concerning Minimum Age for Admission to
Employment
 Convention concerning Discrimination in Respect of Employment
and Occupation
 Convention concerning the Prohibition and Immediate Action for
the Elimination of the Worst Forms of Child Labor
 Conventions on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination
 Convention on the Rights of Child
 Convention against Torture and Cruel, Inhuman or
Degrading Treatment or Punishment
 Bila perjanjian internasional bidang HAM
diikuti oleh Negara Berkembang maka ada
kewajiban bagi Negara tersebut untuk
melakukan transformasi terhadap aturan-
aturan yang ada dalam perjanjian
internasional ke dalam hukum nasional
 Namun, sebagaimana dialami juga oleh
Indonesia, berbagai masalah muncul
 Permasalahan antara lain:
 Perjanjian internasional setelah diratifikasi tidak
ditindaklanjuti
 Peraturan perundang-undangan yang bertentangan
tidak diamandemen
 Ketentuan yang belum diatur tidak mendapat
pengaturan
 Implementasi tidak terjadi karena berbagai
kendala, seperti tidak memadainya infrastruktur
pendukung hukum
Pergeseran Paradigma III
 HAM dalam kerangka Hukum Internasional
digunakan sebagai alat politik oleh negara-negara
tertentu yang memiliki kepentingan
 Sebagai instrumen politik, HAM dijadikan pengganti
alat kolonial
 Masalah perdagangan dikaitkan dengan HAM
 Masalah Keamanan dikaitkan dengan HAM
 Masalah Ekonomi dan Politik juga dikaitkan dengan
HAM
 Perlu kewaspadaan bila HAM dijadikan
instrumen politik oleh Negara
 DIsini yang diperlukan bukan semangat anti-
HAM tetapi penggunaan AKAL
Katagorisasi Instrumen Internasional
 Bila diidentifikasi, telah banyak instrumen
internasional yang mengatur HAM
 Berbagai instrumen internasional ini dapat
dilakukan katagori yang pada prinsipnya
meneguhkan HAM dari manusia, melindungi
mereka yang lemah, seperti kaum perempuan,
anak, tahanan dan mereka yang sedang
menghadapi proses hukum, kelompok
minoritas dan buruh
International Bill of Human Rights
 Universal Declaration of Human Rights
 International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights
 International Covenant on Civil and Political Rights
 Optional Protocol to the International Covenant on
Civil and Political Rights
 Second Optional Protocol to the International
Covenant on Civil and Political Rights, aiming at the
abolition of the death penalty
Human Rights Defenders
 Declaration on the Right and Responsibility
of Individuals, Groups and Organs of Society
to Promote and Protect Universally
Recognized Human Rights and Fundamental
Freedoms
Right of self-determination
 Declaration on the Granting of Independence
to Colonial Countries and Peoples
 General Assembly resolution 1803 (XVII) of
14 December 1962, "Permanent sovereignty
over natural resources"
Prevention of discrimination
 United Nations Declaration on the
Elimination of All Forms of Racial
Discrimination
 International Convention on the Elimination
of All Forms of Racial Discrimination
 International Convention on the Suppression
and Punishment of the Crime of Apartheid
 International Convention against Apartheid in Sports
 Discrimination (Employment and Occupation)
Convention
 Convention against Discrimination in Education
 Protocol Instituting a Conciliation and Good Offices
Commission to be responsible for seeking a
settlement of any disputes which may arise between
States Parties to the Convention against
Discrimination in Education
 Equal Remuneration Convention
 Declaration on the Elimination of All Forms of
Intolerance and of Discrimination based on Religion
or Belief
 Declaration on Fundamental Principles concerning
the Contribution to the Mass Media to Strengthening
Peace and International Understanding, to the
Promotion of Human Rights and to Countering
Racialism, Apartheid and Incitement to War
 Declaration on Race and Racial Prejudice
 Declaration on the Rights of Persons
Belonging to National or Ethnic, Religious
and Linguistic Minorities
Rights of Women
 Declaration on the Elimination of All Forms
of Discrimination against Women
 Convention on the Elimination of All Forms
of Discrimination against Women
 Declaration on the Elimination of Violence
against Women
 Convention on the Political Rights of Women
 Declaration on the Protection of Women and
Children in Emergency and Armed Conflict
 Optional Protocol to the Convention on the
Elimination of Discrimination against Women
Rights of the Child
 Declaration on the Rights of the Child
 Convention on the Rights of the Child
 Optional protocol to the Convention on the
Rights of the Child on the involvement of
children in armed conflict
 Optional protocol to the Convention on the
Rights of the Child on the sale of children,
child prostitution and child pornography
 Declaration on Social and Legal Principles
relating to the Protection and Welfare of
Children, with Special Reference to Foster
Placement and Adoption Nationally and
Internationally
Slavery, Servitude, Forced Labour and
similar institutions and practices
 Slavery Convention
 Protocol amending the Slavery Convention
 Supplementary Convention on the Abolition of
Slavery, the Slave Trade,and Institutions and
Practices Similar to Slavery
 Forced Labour Convention
 Abolition of Forced Labour Convention
 Convention for the Suppression of the Traffic in
Persons and of the Exploitation of the Prostitution of
Others
Human Rights in the Administration of
Justice
 Standard Minimum Rules for the Treatment of
Prisoners
 Basic Principles for the Treatment of Prisoners
 Body of Principles for the Protection of All Persons
under Any Form of Detention or Imprisonment
 United Nations Rules for the Protection of Juveniles
Deprived of the Liberty
 Declaration on the Protection of All Persons from
Being Subjected to Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment
 Convention against Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment
 Optional Protocol to the Convention against Torture
and Ohter Cruel, Inhuman or Degrading Treatment
or Punishment
 Principles on the Effective Investigation and
Documentation of Torture and Other Cruel, Inhuman
or Degrading Treatment or Punishment
 Principles of Medical Ethics relevant to the Role of
Health Personnel,particularly Physicians, in the
Protection of Prisoners and Detainees against
Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment
 Safeguards guaranteeing protection of the rights of
those facing the death penalty
 Code of Conduct for Law Enforcement Officials
 Basic Principles on the Use of Force and Firearms
by Law Enforcement Officials
 Basic Principles on the Role of Lawyers
 Guidelines on the Role of Prosecutors
 United Nations Standard Minimum Rules for Non-
custodial Measures (The Tokyo Rules)
 United Nations Guidelines for the Prevention of
Juvenile Delinquency (The Riyadh Guidelines)
 United Nations Standard Minimum Rules for the
Administration of Juvenile Justice ("The Beijing Rules")
 Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of
Crime and Abuse of Power
 Basic Principles on the Independence of the Judiciary
 Declaration on the Protection of All Persons from Enforced
Disappearances
 Principles on the Effective Prevention and Investigation of
Extra-legal, Arbitrary and Summary Executions
Freedom of Association
 Freedom of Association and Protection of the
Right to Organise Convention
 Right to Organise and Collective Bargaining
Convention
 Workers' Representatives Convention
 Labour Relations (Public Service) Convention
Employment
 Employment Policy Convention
 Convention (No. 154) concerning the
Promotion of Collective Bargaining
 Convention (No. 168) concerning
Employment Promotion and Protection
against Unemployment
 Convention (No. 169) concerning Indigenous
and Tribal Peoples in Independent Countries
Marriage, Family and Youth
 Convention on Consent to Marriage,
Minimum Age for Marriage and Registration
of Marriages
 Recommendation on Consent to Marriage,
Minimum Age for Marriage and Registration
of Marriages
 Declaration on the Promotion among Youth
of the Ideals of Peace, Mutual Respect and
Understanding between Peoples
Social welfare, progress and
development
 Declaration on Social Progress and Development
 Declaration on the Rights of Mentally Retarded
Persons
 Principles for the protection of persons with mental
illness and the improvement of mental health care
 Universal Declaration on the Eradication of Hunger
and Malnutrition
 Declaration on the Use of Scientific and
Technological Progress in the Interests of Peace and
for the Benefit of Mankind
 Guidelines for the Regulation of Computerized
Personal Data Files
 Declaration on the Rights of Disabled Persons
 Declaration on the Right of Peoples to Peace
 Declaration on the Right to Development
 International Convention on the Protection of the
Rights of All Migrant Workers and Members of
Their Families
 Universal Declaration on the Human Genome and
Human Rights (UNESCO)
Right to enjoy culture, international cultural
development and co-operation
 Declaration of the Principles of International
Cultural Co-operation
 Recommendation concerning Education for
International Understanding, Co-operation
and Peace and Education relating to Human
Rights and Fundamental Freedoms
Nationality, Statelessness, Asylum and
Refugees
 Convention on the Nationality of Married Women
 Convention on the Reduction of Statelessness
 Convention relating to the Status of Stateless Persons
 Convention relating to the Status of Refugees
 Protocol relating to the Status of Refugees
 Statute of the Office of the United Nations High
Commissioner for Refugees
 Declaration on Territorial Asylum
 Declaration on the Human Rights of Individuals Who are not
Nationals of the Country in which They Live
Transformasi
 Berbagai instrumen internasional guna menjunjung
HAM bila hendak diberlakukan oleh Negara secara
nasional maka harus ditransformasikan ke dalam
hukum nasional
 Transformasi bisa dilakukan dengan dua cara:
 Ikut sebagai peserta Perjanjian melalui proses ratifikasi
 Mengadopsi ketentuan-ketentuan dalam instrumen
internasional ke dalam hukum nasional
 Transformasi menjadi wajib dilaksanakan bila
perjanjian internasional guna menjunjung HAM
diikuti oleh suatu negara melalui proses ratifikasi
 Pasca ratifikasi harus diikuti dengan tindakan
Pemerintah suatu Negara untuk mengamandemen
hukum nasional yang bertentangan dengan
perjanjian internasional, bahkan mengintrodusir
peaturan perundang-undangan yang belum ada
 Sementara tranformasi berupa pengadopsian
ketentuan dalam instrumen internasional
adalah tindakan Pemerintah untuk mengambil
ketentuan dalam instrumen internasional
secara sukarela ke dalam hukum nasional
 Dalam proses adopsi tidak ada keharusan
Tujuan Pembentukan Instrumen
Internasional
 Perlu disadari tujuan dibentuknya instrumen
internasional guna menjunjung HAM tidak
semata-mata untuk tujuan mulia agar harkat
martabat manusia di muka bumi dihormati,
tetapi juga kerap digunakan untuk tujuan
politik
Tujuan Politik
 Tujuan politik dilakukan untuk dua hal:
 Memaksa suatu negara untuk mau menghormati
HAM bagi warga negaranya
 Ada kepentingan dari pihak yang memaksa
 Negara Maju kerap memaksa Negara
Berkembang untuk mau menghormati HAM
karena di Negara Berkembang kerap terjadi
pelanggaran HAM terhadap warganya
 Negara Maju tidak jarang memaksa Negara
Berkembang untuk tunduk pada instrumen
internasional HAM karena memiliki agenda
tersembunyi (hidden agenda)
 Bahkan Negara Maju kerap menerapkan
standar ganda pemberlakuan instrumen
internasional bila kepentingannya terganggu
PRODUK HUKUM
INTERNASIONAL BAGI
PERLINDUNGAN HAM DALAM
KONFLIK BERSENJATA
 Berbagai kebiasaan hukum internasional dan
perjanjian internasional telah lama ada untuk
mengatur konflik bersenjata sehingga konflik tidak
melanggar harkat martabat manusia
 Produk hukum yang ada dapat dibedakan dalam dua
katagori:
 Pelaku yang melakukan tindakan diluar batas
kemanusiaan terhadap orang-orang yang tidak terlibat
dalam konflik
 Aturan yang berlaku bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik (ius in bello)
War Crimes and Crimes against
Humanity, including Genocide
 Convention on the Prevention and
Punishment of the Crime of Genocide
 Convention on the Non-Applicability of
Statutory Limitations to War Crimes and
Crimes against Humanity
 Principles of international co-operation in the
detection, arrest, extradition and punishment
of persons guilty of war crimes and crimes
against humanity
Humanitarian law
 Geneva Convention for the Amelioration of
the Condition of the Wounded and Sick in
Armed Forces in the Field
 Geneva Convention for the Amelioration of
the Condition of Wounded, Sick and
Shipwrecked Members of Armed Forces at
Sea
 Geneva Convention relative to the Treatment
of Prisoners of War
 Geneva Convention relative to the Protection of
Civilian Persons in Time of War
 Protocol Additional to the Geneva Conventions of
12 August 1949, and relating to the Protection of
Victims of International Armed Conflicts (Protocol
I)
 Protocol Additional to the Geneva Conventions of
12 August 1949, and relating to the Protection of
Victims of Non-International Armed Conflicts
(Protocol II)
 Berbeda dengan instrumen internasional untuk
menjunjung HAM yang substansi ketentuannya
ditujukan pada Negara, produk hukum internasional
bagi perlindungan HAM dalam konflik bersenjata
lebih ditujukan pada individu
 Individu dapat dipersalahkan melakukan kejahatan
internasional, disini muncul konsep individu sebagai
subyek hukum internasional
 Kejahatan internasional yang dikenal dalam Statuta
Roma dalam UU No. 26/2000 disebut sebagai
“Pelanggara HAM Berat”
PENGANTAR HAK ASASI
MANUSIA

Hadi Rahmat Purnama, SH., LL.M


Latar Belakang Sejarah HAM
 Cyrus Cylinder 539 SM.
 Magna Charta 1215
 Bill of Rights 1689
 The American
Declaration of
Independence 1776
 The French Declaration
of Rights of Man and
Citizen 1789
 Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human
Rights) 1948
Generasi HAM
 Karel Vasak membagi generasi HAM didasarkan
atas perkembangan sejarah, yang dibagi atas tiga
generasi:
 Hak-hak di bidang Sipil dan Politik
Hak hidup; Hak atas Penyelenggaraan
peradilan;Hak atas Privasi;Hak atas Kebebasan
beragama;Hak atas Berkumpul denga damai
dan berserikat;Hak atas Partisipasi politik;Hak
atas Persamaan di muka hukum; danHak atas
Perlindungan yang efektif terhadap
diskriminasi.
 Hak-hak di bidang Sosial, Budaya dan Ekonomi
Hak atas Pekerjaan dan kondisi kerja yang memadai; Hak
atas Membentuk serikat pekerja; Hak atas Jaminan sosial
dan standar hidup yang memadai termasuk pangan,
sandang dan papan; Hak atas Kesehatan;Hak atas
Pendidikan; dan Hak atas Bagian dari kehidupan budaya
 Hak atas pembangunan
Hak untuk berpartisipasi, memberikan kontribusi dan
menikmati hasil pembangunan serta hak atas lingkungan
hidup.
Pembentukan Hukum HAM
Internasional
 Beberapa Badan PBB yang terkait dengan Penegakan Hukum
dan Pembentukan standar HAM Internasional
 Majelis Umum PBB (United Nations General Assembly)
 Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (United Nations Economic
and Social Council)
 Dewan Hak Asasi Manusia (United Nations Human Rights
Council)
 Sub Komisi Pengenalan dan Perlindungan HAM (Sub-
Commission on Promotion dan Protection of Human Rigths)
 Pertemuan Berkala mengenai Pencegahan Tindak Pidana dan
Penanganan Pelaku Tindak Pidana (Periodic Congresses on the
Prevention of Crime and the Treatment of Offenders)
Sumber Hukum Internasional HAM
 Hukum Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh anggota masyarakat
internasional yang terdiri dari negara-negara, bertujuan untuk membentuk hukum
sehingga mempunyai akibat hukum. Bentuknya dapat berupa kovenan, konvensi,
perjanjian dan lain-lain.
 
 Hukum Kebiasaan Internasional
Kebiasaan internasional (Customary International Law) adalah kebiasaan
internasional antar negara-negara di dunia, merupakan kebiasaan umum yang
diterima sebagai ‘hukum’.
 
 Prinsip Hukum Umum
Prinsip Hukum Umum adalah asas hukum umum yang terdapat dan berlaku dalam
hukum nasional negara-negara di dunia. Prinsip ini mendasari sistem hukum
positif dan lembaga hukum yang ada di dunia.
 
 Putusan Hakim
Putusan pengadilan internasional merupakan sumber hukum
tambahan dari tiga sumber hukum utama di atas. Keputusan
pengadilan ini hanya mengikat para pihak yang bersengketa saja.
Namun demikian, keputusan tersebut dapat digunakan untuk
membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu
perkara, yang didasarkan pada tiga sumber hukum utama di atas.
 
 Pendapat para ahli hukum internasional
Pendapat ahli hukum internasional yang terkemuka adalah hasil
penelitian dan tulisan yang sering dipakai sebagai pedoman untuk
menemukan apa yang menjadi hukum internasional. Meskipun
demikian, Pendapat tersebut bukan merupakan suatu hukum.
Instrumen Hukum HAM
Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB),
komitmen untuk memenuhi, melindungi HAM
serta menghormati kebebasan pokok manusia
secara universal ditegaskan secara berulang-
ulang, diantaranya dalam Pasal 1 (3):
”Untuk memajukan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah-
masalah internasional dibidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, dan
menggalakan serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia dan
kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan ras, jenis kelamin,
bahasa atau agama ...”
Kewajiban Negara Atas Pemenuhan HAM
Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk
menghormati dan menjamin hak yang diakui dalam
Kovenan ini bagi semua individu yang berada di dalam
wilayahnya dan berada di bawah yurisdikasinya, tanpa
pembedaan jenis apapun, seperti ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan
lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status
kelahiran atau status lainnya.

(ICCPR Pasal 2 (1) ICESCR Pasal 2(2))


Instrumen Hukum yang
Mengikat
 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights)
 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
(International Covenant on Civil and Political Rights)
UU No. 12 tahun 2005
 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya (International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights) UU No. 11 tahun 2005
 Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and
Punishment of the Crime of Genocide) Melalui UU No.
26 Tahun 2000
 Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against
Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment
or Punishment) UU No. 5 tahun 1998
 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial
(International Convention on the Elimination of All Forms of
Racial Discrimination) UU No. 29 tahun 1999
 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination against Women) UU No. 7 tahun 1984
 Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
Keppres No. 36 tahun 1990
 Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating
to the Status of Refugees)
Instrumen Hukum yang Tidak
Mengikat
 Pedoman Berperilaku bagi Penegak Hukum (Code of Conduct for
Law Enforcement Officials)
 Prinsip-Prinsip Dasar Mengenai Penggunaan Kekerasan dan Senjata
Api (Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law
Enforcement Officials)
 Deklarasi Mengenai Penghilangan Paksa (Declaration on the
Protection of All Persons from Enforced Disappearance)
 Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan
(Declaration on the Elimination of Violence against Women)
 Deklarasi Mengenai Pembela HAM (Declaration on Human Rights
Defender)
 Prinsip-prinsip tentang Hukuman Mati yang Tidak Sah, Sewenang-
sewenang dan Sumir (Principles on the Effective Prevention and
Investigation of Extra-legal, Arbitrary and Summary Executions )
Pengawasan di tingkat internasional atau PBB
didasarkan pada perjanjian internasional mengenai
HAM:
Perjanjian Hak Asasi Manusia (Instrumen) Badan Pengawas Pelaksanaan
Perjanjian
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Komite Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya (International Covenant on Economic, Social dan Budaya (Committee on Economic
Cultural Rights) Social and Cultural Rights)
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Komite Hak Asasi Manusia
(International Covenant on Civil and Political Rights) (Human Rights Committee)
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Bentuk Komite Penghapusan Diskriminasi
Diskriminasi Ras Ras (Committee on Elimination
Racial Discrimination)
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Komite Penghapusan Diskriminasi
Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of terhadap Perempuan (Committee
Discrimination against Women) on Eliminations Discrimination
Against Women)
Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Komite Menentang Penyiksaan
Penghukuman Lain yang Kenjam, Tidak Manusiawi dan (Committee on Against Torture)
Merendahkan Martabat Manusia (Convention against Torture
and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or
Punishment)
Konvensi Hak Anak ( Convention on the Rights of the Child) Komite Hak Anak (Committee on
Rights of the Child)
Mekanisme diluar konvensi
 Prosedur Khusus: Tematik dan Mandat
Negara

 Prosedur Khusus: 1503


 Prosedur Khusus: Tematik dan Mandat
Negara, mempunyai mandat:
 Melakukan penelitian dan analisa terhadap isu yang sesuai
dengan mandat mereka
 Membuat rekomendasi mengenai perlindungan
pelanggaran HAM serta perbaikannya
 Menerima informasi (spt. Tuduhan pelanggaran HAM, yang
dilakukan oleh individu, pemerintah, LSM, dll)
 Melakukan komunikasi dengan pemerintah jika tuduhan
dianggap kredibel dan sesuai dengan mandatnya
 Melakukan kunjungan ke negara-negara untuk melakukan
studi terhadap situasi negara, jika diizinkan oleh
pemerintahnnya.
 Memberikan laporan kepada HRC
 Prosedur Khusus: 1503
 Prosedur kerahasiaan yang diadopsi oleh ECOSOC pada 1970,
sebagai Prosedur untuk Penanganan Komunikasi yang terkait
dengan Pelanggaran HAM dan Kebebasan Dasar (dibentuk
kembali pada sesi ke-65 HRC tahun 2000)

 Komplain dapat dilakukan terhadap semua negara, walaupun


negara tersebut bukan anggota PBB

 Kelompok Kerja tentang Komunikasi dibentuk pertahun oleh Sub


Komisi Pengenalan dan Perlindungan HAM
MENGITEGRASIKAN INSTRUMEN HUKUM
HAM INTERNASIONAL KE DALAM HUKUM
NASIONAL

• Dalam Pasal 27 dari Konvensi Wina 1969


ditegaskan bahwa negara tidak dapat menjadikan
hukum nasionalnya sebagai alasan untuk tidak
dapat menjalankan kewajiban perjanjian
internasional.
• Terdapat dua teori untuk menjelaskan hubungan
antara hukum internasional dan hukum nasional:
▫ Teori monisme
▫ Teori dualisme
Negara dapat memprakteknya dalam berbagai macam cara:
▫ Konstitusi,
▫ Perundang-undangan nasional,
▫ Inkorporasi,
▫ Pemberlakuan secara langsung,
▫ Interpretasi dalam sistem common law,
▫ Jika terdapat kekosongan hukum, dibeberapa negara, jika terjadi
kekosongan hukum mengenai HAM, hakim dan advokat dapat
mendasarkan pada hukum internasional, putusan kasus-kasus
internasional atau pada kasus-kasus dari negara lain untuk dapat
menerapkan prinsip dasar dari HAM. Tetapi hal ini sangat
bergantung pada situasi dan kondiri hukum dari negara yang
bersangkutan.
Praktik Pengitegrasian Perjanjian Internasional ke
dalam Hukum Nasional di Indonesia
• Di Indonesia pratik pengesahan atau pemberlakuan
hukum internasional ke dalam hukum nasional di
dasarkan atas Undang Undang No. 24 tahun 2000
mengenai Perjanjian Internasional.
• Indonesia adalah negara yang menganut paham
dualisme, hal ini terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No.
24 tahun 2000, dinyatakan bahwa,
”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan undang-
undang atau keputusan presiden.”
• Pengesahan perjanjian internasional dilakukan
melalui undang-undang apabila berkenaan dengan:
▫ masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan
negara
▫ perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara
▫ kedaulatan atau hak berdaulat negara
▫ hak asasi manusia dan lingkungan hidup
▫ pembentukan kaidah hukum baru
▫ pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
HAK ASASI MANUSIA DAN HUKUM
NASIONAL
 Negara hukum mempunyai ciri sebagai
berikut:
 Pengakuan dan perlindungan HAM;
 Peradilan yang bebas dan tidak memihak;
 Didasarkan pada rule of law.
HAM dan Konstitusi di Indonesia
• Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang asli
Tidak secara langsung terdapat kata-kata HAM,
▫ Hak-hak tersebut adalah hak semua bangsa untuk merdeka
(alinea pertama pembukaan),
▫ hak atas persamaan di hadapan hukum dan dalam
pemerintahan (Pasal 27 ayat (1)),
▫ hak atas pekerjaan (Pasal27 ayat (2)),
▫ hak atas penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat (2)),
▫ kebebasan berserikat dan berkumpul (pasal 28),
▫ kebebasan mengeluarkan pendapat (pasal 28),
▫ kebebasan beragama (Pasal 29 ayat (2)), dan
▫ hak atas pendidikan (Pasal 31 ayat (1)).
• Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) selama
tahun 1949-1950. Di dalam Konstitusi RIS ini setidak-tidaknya
terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai HAM secara eksplisit
sebanyak 35 pasal dari 197 pasal yang ada. HAM dalam Konstitusi
RIS diatur dalam Bab V yang berjudul “Hak-hak dan Kebebasan-
kebebasan Dasar Manusia”. Namun hal ini hanya berlaku selama 8,5
bulan karena Indonesia kembali kepada negara kesatuan dan
ditetapkanya UUD Sementara RI.

• Undang Dasar Sementara RI (UUDSRI) dengan kembalinya


Indonesia menjadi negara kesatuan. Terdapat 38 pasal dalam
UUDSRI, 1950 (dari keseluruhan 146 pasal, atau sekitar 26 persen)
yang mengatur HAM. HAM diatur dalam Bagian V tentang “Hak-
hak dan Kebebasan Dasar Manusia”. Namun hal ini hanya
berlansung dari 15 Agustus 1950-4 Juli 1959.
HAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN
NASIONAL
 UUD 1945
 Perubahan kedua UUD 1945 Bab XA
 TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tertanggal 13 November 1998
 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
 UU No. 5 tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan
 UU No. 29 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi
Ras
 UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala
bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
 Keputusan Presiden No. 40 tahun 2004 tentang RAN HAM
 Keppres No. 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Anak
Hak Asasi Manusia UU 39/1999
 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia
HAK ASASI MANUSIA NASIONAL
UU No. 39/1999
 Hak Hidup (Pasal 9);
 Hak untuk Berkeluarga dan melanjutkan keturunan (Pasal 10);
 Hak Mengembangkan Diri (Pasal 11-16);
 Hak Memperoleh keadilan (Pasal 17-19);
 Hak Kebebasan Pribaditurut serta dalam Pemerintahan (Pasal 20-
27);
 Hak atas Rasa Aman (Pasal 28-35);
 Hak atas Kesejahteraan (Pasal 36-42);
 Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (Pasal 43-44);
 Hak-hak Perempuan (Pasal 45 – 51);
 Hak-hak Anak (Pasal 52 -66).
Kewajiban dasar dari manusia
 Setiap orang wajib patuh pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku, hukum tidak tertulis dan hukum
internasional mengenai HAM;
 Kewajiban warga negara wajib turut serta dalam upaya
pembelaan negara;
 Kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain;
 Kewajiban untuk tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan oleh undang-undang.
Pelanggaran HAM
 UU No. 39 tahun 1999 pelanggaran HAM dirumuskan
sebagai berikut:

“… setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang,


termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan,
atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum
yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.”
Pelanggaran HAM Berat
 Pelanggaran HAM Berat dalam UU No. 26
tahun 2000 (Pasal 7)
 Kejahatan Genosida (Pasal 8);
 Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Pasal 9).
Pelaku Pelanggaran HAM
 Aparat negara, misalnya:
 Penyiksaan oleh aparat keamanan dalam upaya mencari keterangan atau pengakuan
seseorang tersangka;
 Menghalangi orang untuk menyampaikan pendapatnya secara damai;
 Melakukan penggusuran tanah tanpa melalui prosedur yang seharusnya dan tanpa ganti
rugi yang layak.

 Kelompok kelompok tertentu, misalnya:


 Melakukan pembunuhan, penganiayaan atau pemusnahan kelompok;
 Memperlakuan seseorang atau sekelompok orang yang berbeda agama atau ras secara
diskriminatif.

 Masyarakat umum, misalnya:


 Memberikan upah berbeda karena alasan perbedaan laki-laki dan perempuan;
 Melakukan pelecehan atau penyiksaan terhadap istri baik fisik atau psikologi;
 Membiarkan seorang anak terlantar, teraniaya dan menderita.
Mahkamah Pidana Internasional
(International Criminal Court)

 Tokyo dan Nureunberg Militery Tribunal setelah


Perang Dunia II, untuk mengadili penjahat perang
Jepang dan Jerman,
 International Tribunal for Former Yugoslavia
(ICTY), untuk mengadili penjahat perang di bekas
negara Yugoslavia
 International Tribunal for Rwanda (ICTR), untuk
mengadili mereka yang bertanggung jawab atas
genosida di Rwanda.
Forum Penyelsaian Sengketa
HAM
 Internasional Criminal Tribunal
 ICTY, ICTR
 International Criminal Court
 Pengadilan Nasional (Ad Hoc HAM)
Struktur Mahkamah Pidana
Internasional
 Pimpinan Mahkamah
 Lembaga Pengadilan (Chambers)
 Kantor Penuntut Umum (Office of the
Prosecutor)
 Kantor Panitera (Registry Office)
Para Pihak dan Tindak Kejahatan Pidana
Internasional
 Pihak-pihak yang dapat diperiksa oleh MPI adalah
perorangan atau individu.
 Jenis-jenis kejahatan yang menjadi kewenangan
dari MPI dalam Statuta dapat dikategorikan dalam
4 kelompok:
 Kejahatan Genosida
 Kejahatan terhadap Kemanusiaan
 Kejahatan Perang
 Kejahatan melakukan Agresi
Kejahatan Genosida
(Pasal 8 UU No. 26/2000)
Kejahatan genosida … adalah setiap perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
 membunuh anggota kelompok;
 mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang
berat terhadap anggota-anggota kelompok;
 menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang
akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik
seluruh atau sebagiannya;
 memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
 memindahkan secara paksa anak-anak dari
kelompok tertentu ke kelompok lain.
Pasal 7 Statuta Roma (Pasal 8 UU
26/2000)
Kejahatan terhadap kemanusiaan … adalah salah satu
perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang
meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil,
berupa:
 pembunuhan;
 pemusnahan;
 perbudakan;
 pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
 perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan
fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar
(asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
 penyiksaan;
 perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara
paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau
sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara;
 penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
perkumpulan yang didasari persamaan paham
politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis
kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;
 penghilangan orang secara paksa; atau
 kejahatan apartheid.
Kejahatan Perang
(Pasal 8 Statuta ICC)

 Pelanggaran Berat (Grave Breaches)


 Pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan
dalam HHI
 Pelanggaran terhadap Pasal 3 bersama
Konvensi Jenewa untuk konflik internal
Prinsip Komplementar MPI
• Prinsip yang paling mendasar dari Statuta Roma adalah
prinsip “komplementar” yaitu MPI adalah pelengkap
dari yurisdiksi pengadilan nasional.
• Maksudnya adalah MPI hanya dapat mengabil alih
perkara yang merupakan kewenangannya dari pengadilan
nasional apabila sistem hukum nasional suatu negara
dianggap benar-benar tidak mampu (unable) dan
tidak mau (unwilling) untuk melakukan penyelidikan
atau penuntutan dan mengadili tindak pidana yang terjadi,
maka akan diambil alih menjadi dibawah yurisdiksi MPI.
RUANG LINGKUP
HAK ASASI MANUSIA

Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.


Human
• rights rights’ pertama muncul
Istilah ‘human
pada Deklarasi United Nations 1
January 1942 yang diikuti oleh
perwakilan dari 26 negara yang
berhimpun karena permusuhan dengan
kelompok ‘axis’.
UN DECLARATION 1
JANUARY 1942

….to preserve human rights
and justice in our (own )
lands as well as in other
lands….
UN CHARTER Conference, san
fransisco june 1945
 UN Charter menyebutkan sbb :

 ….to achieve international


cooperation…in promoting and
encouraging respect for human rights
and for fundamental freedoms of all
without distinction as to race, sex,
language or religion
• UN Charter made the rights and freedoms of every human
being, and every people, matters not only of local and
national interest but also of international concern…

• Namun UN Charter tidak menjelaskan apa hak-hak dan


kebebasan yang menjadi hak semua orang,.

• Penjelasan lebih lanjut ditemukan dalam Deklarasi HAM


Universal (Universal Declaration of Human Rights 1948)
UNIVERSAL DECLARATION
OF HUMAN RIGHTS
• Menetapkan ‘common understanding’ untuk
negara-negara anggota PBB mengenai
‘human rights’ and ‘fundamental freedoms’.
• Deklarasi ini ‘far-reaching’ dan berhasil
dalam mengkarakterisasi ‘genuine human
rights’ lebih dari sekedar aspirasi sosial dan
budaya.
INTERNATIONAL BILL OF
HUMAN RIGHTS
1. Universal Declaration of Human Rights 1948
2. International Covenant on Economic Social and Cultural
Rights (ICESCR) 1966 – entry into force 1976, diratifikasi
Indonesia 2005
3. International Covenant on Civil and Political Rights
(ICCPR) – 1966
4. Optional Protocol to ICCPR

 International bill of human rights adalah basis utama


konstruksi HAM internasional
 International bill of human rights
berbeda dengan bill of rights
HAK-HAK YANG BELUM
BANYAK DIBINCANGKAN DI
MASA SILAM
• WOMEN
• CHILDREN
• INDIGENOUS PEOPLES
• ETHNIC MINORITIES
• THE HANDICAPPED
• COLONIZED PEOPLE
• COMBATANTS FIGHTING AGAINST ABUSIVE
REGIMES
Generasi ham (OPINI
SCHOLARS)
VIENNA DECLARATION 1993
Human rights are….
ISSUE2 HAM PASCA VIENNA
DECLARATION 1993
• Terrorism • Migrant workers
• Poverty and social • Women’s rights and
exclusion domestic violence
• Right to development • Children rights
• Seeking asylum and • Freedom fom torture
humanitarian aid • Enforced disapearance
• Against racism, • Rights of disabled persons
xenophobia and • State responsibility
intolerance • Human rights education
• Minority groups
• Indigenous people
KONSEP DASAR HAM
HAM
 Dalam tradisi Barat, Hak Asasi Manusia dikenal dengan
istilah "right of man" yang juga melingkupi "rights of
women". Istilah "right of man" menggantikan istilah "natural
right".
 Eleanor Roosevelt, kemudian mengubahnya dengan istilah
"human rights", karena istilah ini dipandang lebih netral dan
universal.
 Hak adalah istilah umum yang secara gramatikal memiliki
beberapa arti. Salah satu maknanya adanya pembenaran atas
suatu "kekuasaan” atau “keistimewaan” atau juga
“kepemilikan” .
HAM
 Dewasa ini hak asasi manusia telah
mengalami perkembangan. Hak Asasi tidak
lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan
paham kebebasan dan penghormatan hak-hak
individu
 Hak asasi manusis lebih dipahami secara
humanistik sebagai hak-hak yang inheren
dengan harkat martabat kemanusiaan.
HAM
 “Human rights could generally be defined as
those rights which are inherent in our nature
and without which we cannot live as human
beings”

 Common standard of achievement for all


people and all nations
HAM
Hak asasi manusia memberikan kemampuan
kepada setiap orang untuk memiliki dan
menikmati kualitas hidup dalam standar
minimal yang berkaitan dengan kebebasan,
keadilan, persamaan di hadapan hukum, dan
kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dasar
atas budaya, ekonomi, dan sosial.
Pasal 1 butir 1 UU no. 39/1999
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
Kewajiban dasar manusia
Seperangkat kewajiban yang apabila
tidak dilaksanakan, tidak
memungkinkan terlaksananya dan
tegaknya hak asasi manusia.

(Pasal 1 butir 2 UU no. 39/1999)


State Responsibility

HAM dalam tataran internasional meletakkan


Negara sebagai “aktor” yang
bertanggungjawab atas perlindungan,dan
pemenuhan HAM.
Pasal 1 butir 6 Undang-Undang No. 39
tahun 1999
Pelanggaran HAM
adalah setiap perbuatan seseorang atau kelom pok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak
sengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
PELANGGARAN HAM
 Dalam berbagai literatur HAM, dikenal istilah
gross violation on human rights atau
diterjemahkan sebagai pelanggaran berat
HAM. Terminology ini membuat pelanggaran
ham dapat dibagi menjadi dua katagori yaitu:
- Pelanggaran HAM
- Pelanggaran Berat HAM
 Pelanggaran HAM
Pelanggaran ini biasanya bersifat individual
dan diyakini dapat diselesaikan melalui
mekanisme hokum nasional.
 Pelanggaran berat HAM
Merupakan pelanggaran HAM yang dipandang
merupakan ancaman terhadap umat manusia
didunia dan oleh karenanya menjadi perhatian
dunia internasional dalam penanganannya. Dalam
perkembangannya, pelanggaran berat HAM
dimasukkan dalam kejahatan Internasional, seperti
terrorisme, perdagangan manusia, narkotika dan
lain sebagainya.
Secara umum berbagai literatur menulis 4 jenis
kejahatan yang dianggap sebagai pelanggaran
berat HAM yaitu:
 Agresi
 Kejahatan kemanusiaan (crime against humanity)
 Genosida
 Kejahatan perang
Akan tetapi Agressi sering dimasukkan sebagai
bagian dari kejahatan perang sehingga banyak
literature membahasnya menjadi tiga bentuk lainnya.
Kejahatan Kemanusiaan
 Kejahatan terhadap umat manusia adalah
istilah di dalam hukum internasional yang
mengacu pada tindakan pembunuhan massal
dengan penyiksaan terhadap tubuh dari orang-
orang, sebagai suatu kejahatan penyerangan
terhadap yang lain.
Kejahatan Kemanusiaan
 Para sarjana Hubungan internasional telah secara
luas menggambarkan "kejahatan terhadap umat
manusia" sebagai tindakan yang sangat keji, pada
suatu skala yang sangat besar, yang dilaksanakan
untuk mengurangi ras manusia secara keseluruhan.
Biasanya kejahatan terhadap kemanusian dilakukan
atas dasar kepentingan politis, seperti yang terjadi di
Jerman oleh pemerintahan Hitler serta yang terjadi
di Rwanda dan Yugoslavia
Genosida
 Genosida atau genosid adalah sebuah
pembantaian besar-besaran secara sistematis
terhadap satu suku bangsa atau kelompok
dengan maksud memusnahkan membuat 
punah) bangsa tersebut.
Genosida
 Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama
 dengan cara membunuh anggota kelompok;
mengakibatkan Penderitaan fisik atau mental yang berat
terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi
kehidupan kelompok yang menciptakan kemusnahan
secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan
mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan
secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain.
KEJAHATAN PERANG
 Kejahatan perang adalah suatu tindakan
pelanggaran, dalam cakupan hukum internasional,
terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa
orang, baik militer maupun sipil. Pelaku kejahatan
perang ini disebut penjahat perang. Setiap
pelanggaran hukum perang pada konflik antar
bangsa merupakan kejahatan perang. Pelanggaran
yang terjadi pada konflik internal suatu negara,
belum tentu bisa dianggap kejahatan perang.
FILSUF HAM
 Menurut Kant "ketika kebebasan menjadikan masyarakat
berfikir sendiri dengan nalarnya, terhadap segala sesuatu
yang menjadi urusannya. Tuntutan Kant menjadi prasyarat
adanya kebebasan berbicara dan berpikir.
 Locke misalnya, konsep tentang natural rights yang
menguraikan tentang rangkaian hak asasi yang merupakan
hak-hak dasar seperti hak hidup, kebebasan dan kepemilikan.
 Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) mengelaborasi konsep
hak asasi manusia berdasarkan pandangan tentang bagaimana
penguasa menterjemahkannya dalam kebijakan yang dibuat
bagi masyarakat atas dasar kontrak sosial.
RA KARTINI
 “Jiwa yang sama tak memandang warna, tak
memandang pangkat dan tingkat, tetapi tangan
berjabat dalam hal apapun jua”
 “Aku yakin orang-orang tidak akan memberikan
seperempat perhatian mereka pada kami
(seandainya kami tidak) memakai kebaya dan
sarung, melainkan gaun, (seandainya) selain
nama jawa kami, kami punya nama Belanda.
SOEKARNO
 “Diberi hak-hak atau tidak diberi hak-hak,
diberi pegangan atau tidak diberi pegangan,
diberi penguat atau tidak diberi penguat, tiap-
tiap makhluk, tiap umat, tiap-tiap bangsa, tidak
boleh tidak pada akhirnya berbangkit, pada
akhirnya bangun, pada akhirnya menggerakkan
tenaganya, kalau ia sudah terlalu sekali
merasakan teraniaya oleh suatu daya angkara
murka”.
HAM HAK HUKUM
HAK MORAL
 hak moral adalah bahwa sesuatu  "Hak" didefinisikan sebagai
dianggap sebagai "benar" bila jenis pengaturan kelembagaan
dilihat sebagai pembenaran etis di mana kepentingan individu
untuk menyiapkan, menjaga, dan dijamin berdasarkan hukum,
menghormati perlindungan setiap dampak atas pilihan
individu. individu juga dijamin oleh
 Sesuatu dianggap sebagai "benar" hukum, atau barang dan
bila dilihat sebagai pembenaran kesempatan yang diberikan
etis untuk menyiapkan, menjaga,
dan menghormati perlindungan kepada individu didasarkan
individu.Pendekatan hak moral pada hukum yang berlaku.
adalah pemahaman rasionalis  Ukuran yang dimaksud
hak, di mana hak dianggap jelas dengan "benar menjadi lebih
dengan sendirinya oleh setiap jelas yaitu dengan mengacu
individu karena berdasarkan kepada aturan perundang-
nuraninya.
undangan yang berlaku.
HAM
 Kekuasaan
 Kebebasan
 Immunitas
 Hak Minoritas
HAM
NEGARA VS INDIVIDU
Vertikal effect Horizontal Effect
• Adanya kewajiban • Dalam hal ini pihak
negara untuk negara harus
memastikan memastikan adanya
perlindungan dan perlindungan individu
pemenuham HAM bagi dari pelanggaran
setiap warga negaranya.
HAM oleh individu
lainnya.
 Hak kesamaan  dalam kebebasan dan martabat.
 Hak untuk bebas dari diskriminasi.
 Hak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai pribadi.
 Hak untuk bebas dari perbudakan dan perhambaan.
 Hak untuk bebas dari tindak penyiksaan dan hukuman yang tidak
manusiawi.
 Hak pengakuan sebagai seorang pribadi di muka hukum di mana
saja berada.
 Hak mendapatkan persamaan di muka hukum dan perlindungan
tanpa diskriminasi.
 Hak mendapatkan pengadilan dalam pengadilan nasional yang
kompeten.
 Tidak seorangpun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara
sewenang-wenang.
 Hak atas peradilan yang adil dan terbuka, tanpa diskriminatif.
 Hak atas praduga tak bersalah, sampai kesalahannya terbukti.
 Hak privasi, hak untuk bebas dari intervensi urusan pribadi,
keluarga, rumah tangga dan korespondensi.
 Hak atas kebebasan bergerak dan tinggal di dalam batas-btas
setiap negara.
 Hak untuk mencari dan menikmati suaka politik di negeri lain
dan mendapat perlindungan darinya.
 Hak atas suatu kewarganegaraan, hak bebas berganti
kewarganegaraannya dan tak seorang pun boleh semena-mena
mencabutnya.
 Hak untuk menikah dan membentuk keluarga; pernikahan berdasarkan
pilihan bebas dan persetujuan kedua mempelai. Keluarga itu kesatuan kodrati
yang merupakan dasar hidup bermasyarakat dan mendapat perlindungan.Hak
untuk memiliki harta baik secara pribadi maupun bersama, dan tidak boleh
dirampas dengan semena-mena.
 Kebebasan berfikir, hati nurani dan beragama dan bebas berganti agama.
 Kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat tanpa gangguan,
mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran lewat
media.
 Kebebasan berkumpul dan berserikat dengan tujuan damai, dan tak
seorangpun dapat dipaksa untuk ikut suatu perkumpulan.
 Hak berpartisipasi dalam pemerintahan negara; kehendak rakyat harus
menjadi dasar kekuasaan pemerintahan. Kehendak itu nyata dalam pemilu.
 Hak atas jaminan sosial, hak terlaksana hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
demi pertumbuhan martabatnya.
 Hak untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan yang adil, dan bebas
memasuki serikat kerja.
 Hak untuk beristirahat, libur dalam rangka kerja, pembatasan jam kerja,
libur berkala dengan tetap menerima gaji.
 Hak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan keluarga.
 Hak atas pendidikan, yang mengarahkan ke penghargaan Hak-hak
Asasi Manusia dan kebebasan fundamental, sehingga terjadi saling
pengertian, toleransi dan persaudaraan antar bangsa, kelompok, agama.
Dengan demikian damai akan terpelihara.
 Hak ikutserta dalam kehidupan budaya masyarakat, dan perlindungan
karya ilmiah, sastra atau seni yang diciptakannya.
 Hak atas tatanan sosial dan internasional, sehingga hak-hak asasi
dihargai.
 Kewajiban terhadap masyarakat, dapat mengembangkan kepribdiannya
dengan bebas dan penuh; dan respek terhadap hak-hak asasi.
 Hak dan kebebasan dalam Pernyataan ini tak boleh dirusak.
 To take steps (Mengambil langkah-langkah) adalah suatu cara yang
diambil, terutama sebagai titik berangkat memulai suatu rentetan
tindakan.
 To guarantee (Menjamin) adalah menanggapi pemenuhan yang
sepantasnya dari sesuatu, untuk mengemukakan bahwa sesuatu
telah terjadi atau akan terjadi.
 To ensure (Meyakini) adalah memastikan bahwa sesuatu akan
terjadi, memberikan sesuatu bagi atau untuk orang-orang.
 To recognize (Mengakui) artinya mengakui keabsahan atau
kemurnian watak, atau klaim, atau eksistensi, dari memberikan
perhatian dan pertimbangan, menemukan atau menyadari watak
dari, memperlakukan sebagai, mengakui, menyadari, atau
mengakui bahwa.
 To Respect or To have respect (Menghormati)
atau memberikan penghormatan adalah
memberikan perhatian kepada sesuatu.
 To Undertake (Berusaha) artinya komitmen diri
sendiri untuk melakukan, menjadikan diri
seorang yang bertanggungjawab atas, terlibat
dalam, masuk ke dalam menerima sebagai
kewajiban, berjanji untuk melakukan.
 To Promote (Meningkatkan) berarti memajukan,
menolong memajukan, menggalakkan,
mendukung dengan aktif.
Karakteristik HAM

 1. Bersifat Universal dan tidak dapat dicabut


Pada dasarnya hak asasi manusia itu inherent
bagi semua manusia dalam pengertian bahwa hak
ini dimiliki oleh setiap manusia dan melekat
padanya (bukan merupakan hak yang diberikan
atau hadiah). Disamping itu hak ini sering
dinyatakan inalienable atau tidak dapat
dikesampingkan (walaupun dengan aturan hukum
tertentu).
 2. Saling bergantung dan berkaitan satu sama lain
(interdependence and interrelatedness)
Pemenuhan suatu hak tertentu kadangkala bergantung
pada adanya pemenuhan hak lainnya. hak atas
kebebasan berpendapat dengan hak atas upah yang
layak, hak atas pendidikan dengan hak untuk
memperoleh informasi, dan lain sebagainya. Oleh
karenanya, tidaklah dapat dinyatakan bahwa pemenuhan
satu hak menjadi lebih penting daripada pemenuhan hak
lainnya karena satu dan yang lairsaling berkaitan.
 3. Persamaan dan tanpa diskriminasi (equality dan
nondiskrimination )
Dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat dunia, setiap
individu pada dasarnya sederajat. Oleh karenanya
keberlakuan yang sama bagi setiap orang atas hak asasi
manusia. Setiap individu berhak sepenuhnya atas hak-
haknya tanpa adanya perbedaan dengan alasan apapun,
seperti warna kulit, jenis kelamin, etnis, usia, bahasa,
agama, pandangan politik, kewarganegaraan, latar
belakang sosial, kecacatan, atau alasan perbedaan lainnya.
 4. Tidak dapat dibagi (indivisibility)
 Hak asasi manusia secara teoretis memang terbagi dalam
berbagai jenis hak seperti hak sipil, hak politik, hak sosial,
hak budaya, atau hak ekonomi. Akan tetapi dalam
implementasinya semua hak itu inheren dan menyatu dalam
harkat-martabat manusia. Konsekuensi logis dari pemikiran
ini adalah semua orang memiliki status hak yang sama dan
sederajat, tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan
tingkatan hirarkis. Pelanggaran atau tidak terpenuhinya pada
satu hak akan berdampak pula pada pelanggaran atau tidak
terpenuhinya hak lainnya
 5. Turut berpartisipasi dan berperan aktif
 Setiap individu adalah bagian dari seluruh anggota
masyarakat berhak untuk turut berpartisipasi dan berperan
aktif serta berkontribusi dalam perlindungan dan pemenuhan
hak asasi manusia baik bagi diri sendiri maupun perlindungan
dan pemenuhan ham bagi orang lain. Setiap anggota
masyarakat juga dapat berkontribusi dalam pembangunan dan
berbagai upaya pemenuhan baik hak sipil, hak
politik,ekonomi, sosial, budaya, dan demi perlindungan hak
asasi manusia dan kebebasan dasar.
 6. Akuntabilitas dan penegakan hukum ( accountability dan rule of
law)
 Negara dan lembaga lainnya sebagai pemangku kewajiban
bertanggung jawab untuk mentaati hak asasi manusia. Hal itu
merupakan kewajiban negara dengan alat-alat kekuasaannya untuk
memenuhi dan melindunginya dan bukan kewajiban individu.
Mereka harus tunduk pada norma-norma hukum dan standar yang
tercantum di dalam instrumen hak asasi manusia. Seandainya
terdapat kegagalan dalam upaya pelaksanaan tanggung jawabnya,
pihak - pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan tuntutan
secara layak dan penyelesaian yang adil sesuai prosedur hukum
yang berlaku.
Relatifitas HAM
 Dalam universalisme, individu adalah sebuah
unit sosial yang memiliki hak-hak yang tidak
dapat dipungkiri, dan diarahkan pada pemenuhan
kepentingan pribadi. Dalam model relatifisme
budaya, suatu komonitas, adalah suatu unit sosial,
dalam hal ini tidak dikenal seperti individualism,
kebebasan memilih dan persamaan. Dalam
konteks ini yang diakui adalah kepentingan
komunitas yang menjadi prioritas utama.
HAM Dalam nilai ADAT
 Bugis-Makasar : “seddimi tau, ruppanami maega (Bugis),
se’re ji tau, rupannaji jai (Makassar)”. Maksud dari konsep
tersebut membawa kita kepada pemahaman bahwa
sesungguhnya semua manusia adalah satu, meskipun secara
fisik manusia itu berbeda.
 “luka taro datu, telluka taro ade’. Luka taro ade’, telluka taro
anang. Luka taro anang, telluka tau maEga (batal ketetapan
raja, tidak batal ketetapan pemangku adat. Batal ketetapan
pemangku adat, tidak batal ketetapan para kepala keluarga.
Batal ketetapan para kepala keluarga, tidak batal ketetapan
orang banyak)”.
 Minangkabau:
“Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak
Mangato, Adat Mamakai, Alam Takambang jadi Guru”.
Falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah merupakan hasil kesepakatan (Piagam Sumpah
Satie Bukik Marapalam)
 Bali : Noronga' uchu gawoni, noro' uchu geo, alisi tafa
daya-daya, hulu ta farwolo-wolo (berat sam dipikul, ringan
sama dijinjing) kata orang Nias. Sigilik seguluk selunglung
sebayantaka (susah senang kita harus sama-sama).
Hak ATAS keadilan
Eva Achjani Zulfa
PELANGGARAN HAM

IUS UBI IBI REMEDIUM


Instrumen Hukum dan HAM

 Instrumen Internasional
 Pasal 3, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)

 Instrumen Nasional
 Pasal 28 A; 28 D ayat (1); Pasal 28 G; Pasal 28 I; Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945
setelah amandemen kedua tahun 2000;
 Pasal 3 ayat (2) (3), Pasal 4; Pasal 18 ayat (1); Pasal 30; Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 ayat (1)
(2); Pasal 34; Pasal 36 ayat (1) (2)Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi atas Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan
Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia;
 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia;
 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman;
 Pasal 6; Pasal 7; Pasal 10; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-
Hak Sipil, Dan Politik).
 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Hak atas Peradilan Yang Adil
Due Process Of Law
 constitutional guaranty… that no person will be
deprived of life, liberty or property for reason that
are arbitrary… Protect the citizen against arbitrary
actions of the government (Tobias & Peterson)
 Magna Charta (1215) menyatakan perlunya suatu
proses hukum yang adil yang bukan hanya secara
keliru dikaitkan dengan adanya peraturan
perundang-undangan, mekanisme yang ditetapkan
dalam hukum acara pidana yang menjamin adanya
suatu proses hukum yang adil, akan tetapi lebih
penting adalah bagaimana perilaku para pelaksana
di lapangan sehingga mekanisme yang telah
ditetapkan secara formal dalam peraturan
perundang-undangan tidak menjadi suatu hal yang
percuma
HAM dalam Sistem Peradilan Pidana
 Hak Tersangka
 Hak Terdakwa
 Hak Terpidana
 Hak Saksi/Korban
Tanpa Diskriminasi Apapun

 Diskriminasi :
 “segala bentuk perbedaan, pengecualian,
pembatasan atau pilihan yang berdasarkan pada
ras, warna kulit, keturunan, atau asal negara atau
bangsa yang memiliki tujuan atau pengaruh
menghilangkan atau merusak pengakuan,
kesenangan atau pelaksanaan pada dasar
persamaan, hak asasi manusia dan kebebasan yang
hakiki di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya
dan bidang lain dari kehidupan masyarakat”
…..lanjutan
 Tidak hanya terkait dengan perbedaan kedudukan dan
kekayaan, tapi juga “race, colour, sex, language, religion,
political or other opinion, national or social origin, property,
birth or other status”
 Dalam melindungi dan melayani masyarakat, polisi tidak
boleh melakukan diskriminasi secara tidak sah berdasarkan
ras, gender, agama, bahasa, warna kulit, pandangan politik,
asal kebangsaan, kekayaan, kelahiran atau status lainnya
(UDHR, Pasal 2; ICCPR, Pasal 2 dan 3, CERD, Pasal 2 dan
5)
 Harus dianggap tidak melakukan diskriminasi secara tidak sah
bagi polisi untuk memberlakukan langkah-langkah khusus
tertentu yang dirancang untuk menangani status dan
kebutuhan khusus dari perempuan (termasuk perempuan
hamil dan ibu yang baru melahirkan), anak-anak, orang sakit,
orang tua dan lain-lain yang membutuhkan perlakuan khusus
sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional
Pasal 5 Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial

 “Negara-negara peserta melarang dan menghapuskan


segala bentuk diskriminasi ras dan menjamin hak bagi
setiap orang, tanpa melihat ras, warna kulit, atau asal
bangsa atau suku, untuk diperlakukan sama di dalam
hukum, khususnya dalam menikmati hak-hak di bawah
ini:
 hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum,
pengadilan dan di hadapan badan-badan administratif
keadilan lainnya
 hak untuk rasa aman dan perlindungan dari negara
terhadap kekerasan atau kerusakan fisik, baik yang
disebabkan oleh aparatur pemerintah atau oleh
perorangan, kelompok, atau lembaga tertentu”.
Praduga Tidak Bersalah

 Pasal 8 Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU Nomor 4


Tahun 2004);

 Tidak disebut secara tegas dalam UU Nomor 8 Tahun 1981, dan dapat
ditafsirkan dari:
Pasal 66
 “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian”
 
 Mengandung asas utama perlindungan hak warga negara melalui proses
hukum yang adil yang mencakup sekurang-kurangnya:
 Perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara
(penegak hukum);
 Pengadilanl ah yang berhak menentukan salah tidaknya tersangka atau
terdakwa pelaku tindak pidana;
 Menentukan salah atau tidaknya seseorang dilakukan dalam sidang
pengadilan yang harus terbuka (tidak boleh dirahasiakan);
 tersangka atau terdakwa diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela
diri sepenuhnya
Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti
kerugian dan rehabilitasi), dan penghukuman
bagi aparat yang menegakkan hukum dengan
cara yang melanggar hukum

 Hak ini mengandung dua asas:


 pertama, hak warga negara untuk memperoleh
kompensasi dalam bentuk ganti kerugian (uang)
dan rehabilitasi (pemulihan nama);
 kedua, kewajiban dari pejabat penegak hukum
untuk mempertanggungjawabkan perilakunya
dalam melaksanakan penegakan hukum, dengan
tidak membebankan keseluruhan tanggungjawab
kepada Negara.
…..lanjutan
 Jaminan akan hal tersebut tertuang di dalam:

 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok Kekuasaan


Kehakiman dalam Pasal 9 ayat (1) menyatakan “ Setiap orang
yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang diterapkan, berhak menuntut ganti
kerugian dan rehabilitasi”. Pasal 9 ayat (2) dengan tegas
menyatakan “pejabat yang dengan sengaja melakukan
perbuatan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dipidana”.
Artinya setiap pejabat yang telah menangkap, menahan,
menuntut dan mengadili tanpa alasan berdasarkan undang-
undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum
yang diterapkan, maka pejabat tersebut dapat dipidana.
 Praperadilan Pasal 77 – Pasal 83 UU Nomor 8 Tahun 1981
 Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Pasal 95-Pasal 97 UU Nomor 8
Tahun 1981 dan PP Nomor 27 Tahun 1983 Pasal 7 – Pasal 15
Hukum
 Sebagai konsekwensi dari tiga asas sebelumnya, maka harus terdapat
“equality of arms”

 Karena dalam pengumpulan bukti, Kepolisian dan Kejaksaan


(negara) mempunyai kesempatan yang lebih besar dibanding dengan
kesempatan yang dimiliki tersangka dan terdakwa (disadvantage),
apalagi bilamana tersangka atau terdakwa dalam posisi ditahan.
 Maka, akan terjadi ketidak seimbangan dalam persoalan
“kemampuan hukum” (pengetahuan hukum tertuju pada kasus yang
terjadi) dan “jangkauan dan penjelajahan” bukti antara tersangka dan
terdakwa dibanding dengan kepolisian (penyidik)dan kejaksaan
(penuntut umum).  

 Secara psikologis, tersangka atau terdakwa adalah pihak yang dalam


posisi “lemah” saat berhadapan dengan kepolisian, kejaksaan dan
hakim untuk itu perlu adanya kehadiran pendamping.
…..lanjutan
 Hingga saat sekarang proses pemeriksaan masih
merupakan “area” yang rawan untuk terjadinya
pemaksaan (dengan kekerasan, ancaman kekerasan,
pemerasan) karena yang dijadikan target oleh penyidik
adalah pengakuan dan bukan keterangan tersangka.
 
 Untuk itu diperlukan adanya kehadiran pendamping
yang tidak harus namun lebih baik penasihat hukum dan
berposisi bebas (an independent legal profession)
artinya tidak ber”kongkalikong” atau ber “kolaborasi”
dengan penegak hukum dan tidak perlu takut apabila
membela klien yang tidak disukai oleh masyarakat atau
negara sekalipun.
Hak kehadiran tersangka di muka pengadilan
(ketika mengajukan pra-peradilan).

 Tidak menutup kemungkinan kesalahan juga terjadi di dalam


lembaga peradilan khususnya pada proses awal pemeriksaan,
yaitu dalam tahap penyelidikan dan penyidikan dan lebih
khusus lagi dalam hal pelaksanaan upaya paksa.
 Prinsip secara universal menyatakan bahwa Pengadilan tidak
dapat memeriksa suatu perkara tindak pidana apabila terdakwa
tidak dapat dihadirkan oleh jaksa.
 Betapapun kuatnya bukti yang dimiliki oleh polisi dan jaksa,
akan tetapi mengetahui sisi lain perkara dari pihak terdakwa
dengan cara didengar dan turut menjadi pertimbangan dalam
memutuskan harus dilakukan. Melanjutkan pemeriksaan
perkara tanpa kehadiran dari terdakwa telah terjadi pelanggaran
“hak terdakwa untuk membela diri” dan “asas praduga tidak
bersalah”.
Praperadilan sebagai lembaga koreksi
 Lembaga koreksi menjadi hal yang penting guna melindungi hak-hak
khususnya tersangka yang memang diposisikan sebagai pihak yang lemah
dan rentan terhadap pelanggaran HAM. Lembaga pra peradilan merupakan
lembaga yang memiliki andil dalam melakukan koreksi ini. Hal yang
mendasari:
 Pertama, peradilan sebagai suatu sistem (Sistem Peradilan Pidana), maka
hal yang pasti harus ada dan melekat di dalamnya adalah adanya
menejemen dan pengawasan yang di dalamnya memuat penilaian, di
dalam sistem tersebut. Tujuan keberadaannya yang paling mendasar
adalah agar sistem bekerja atau berjalan tidak menyimpang dari tujuan
dibuatnya sistem;
 Kedua, penegakan hukum, khususnya hukum pidana, membawa dua sisi
yang kontradiktif dalam pelaksanaannya. Sisi yang satu adalah diharapkan
akan membawa pada kesejahteraan masyarakat – kesejahteraan sosial –
(ketentraman, kedamaian). Sisi yang lainnya adalah pelanggaran
(walaupun dalam nilai yang legal) terhadap hak asasi manusia (HAM),
karena dikurangkan atau dihilangkan kebebasan untuk bergerak,
kehormatan dan nama baiknya serta menikmati harta.
 Praperadilan juga merupakan sarana melakukan pengawasan dan
penilaian atas jalannya SPP
Peradilan yang bebas dan dilakukan
dengan cepat dan sederhana

Adanya dua persoalan yang penting, yaitu:

 Pertama, adanya peradilan yang bebas dari


pengaruh apapun (independent judiciary);
 Kedua, proses peradilan pidana harus dilakukan
secara cepat dan sederhana (speedy trial).
 
peradilan yang bebas dari pengaruh
apapun (independent judiciary);
 Kebebasan peradilan yang dalam hal ini menyangkut keseluruhan
sub sistem dalam peradilan pidana adalah titik pusat dari konsep
negara hukum yang menganut paham “rule of law”, di mana
hukum ditegakkan dengan secara tidak memihak (impartial), baik
terhadap tersangka/terdakwa/pelaku, Jaksa Penuntut Umum dan
korban (masyarakat).
 Peradilan yang bebas tidak akan mengijinkan bahwa seseorang
telah “dianggap bersalah” sebelum adanya pembuktian yang kuat
tentang hal itu. Tidak akan mengijinkan adanya “show trials” di
mana terdakwa tidak diberikan atau dikurangi kesempatan yang
layak untuk membela diri secara maksimal. Sehingga pembatasan
waktu persidangan dengan mematok sekian hari, adalah salah satu
bentuk pengingkaran terhadap upaya hukum untuk mencari
kebenaran materiil. Tidak hanya merugikan terdakwa namun juga
merugikan hakim dan terutama adalah merugikan hukum.
proses peradilan pidana harus dilakukan
secara cepat dan sederhana (speedy trial).
 Dalam proses awal dari sistem peradilan pidana yang cepat dan sederhana
merupakan tuntutan yang logis dari setiap tersangka, apalagi dirinya dalam
tahanan. Dengan mengingat pada:
 Atas setiap waktu pengurangan kebebasan tersangka atau terdakwa harus
dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya demi kepentingan
penyelesaian perkaranya
 Pasal 24(3), Pasal 25 (3), Pasal 26 (3), Pasal 27 (3), Pasal 28 (3), Pasal 29 (5)
“ …tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan
sebelum berakhirnya waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
pemeriksaan sudah terpenuhi”
 Pasal 29 (4) ”Penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat
tersebut pada ayat 3 dilakukan secara bertahap dan dengan penuh
tanggungjawab”
 Pasal 50 “Hak tersangka untuk segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik
dan selanjutnya diajukan kepada penuntut umum, dan kemudian segera pula
diadili oleh pengadilan”
 Pasal 52 “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan,
tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada
penyidik atau hakim”
Peradilan yang terbuka untuk umum

 Dimaksudkan adalah adanya “public hearing” dan


dimaksudkan untuk mencegah adanya “secret hearings”, di
mana masyarakat tidak dapat berkesempatan untuk
mengawasi apakah pengadilan telah secara seksama
melindungi hak terdakwa dan dijalankan sesuai dengan
ketentuan yang ada (hukum beracara).

 Asas ini tidak dimaksudkan untuk diartikan peradilan


merupakan suatu “show case” atau dimaksudkan sebagai
“instrument of deterence” baik dengan cara
mempermalukan terdakwa (prevensi khusus) atau untuk
menakut-nakuti masyarakat atau “potential offenders”
(prevensi umum).
Pelanggaran atas hak-hak individu (penangkapan,
penahanan, penggeledahan dan penyitaan ) –
individual freedom of the citizen – harus didasarkan
pada undang-undang dan dilakukan dengan surat
perintah (tertulis);

 Pelanggaran atas hak-hak individu (upaya paksa)


 Hak-hak individu hanya dapat dilanggar berdasarkan syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang dan oleh pejabat negara yang
ditentukan dalam undang-undang.

 Terkait dengan proses pra ajudikasi maka upaya paksa yang dimiliki
oleh kepolisian sebagai sub sistem peradilan pidana kerap
bersinggungan dengan hak – hak individu

 Upaya paksa yang lazimnya dilakukan oleh polisi dalam kerangka


penanggulangan kejahatan meliputi penangkapan, penahanan
(sementara), penggeledahan dan penyitaan.
…..Lanjutan
 Cara-cara yang kejam biasanya digunakan oleh aparat untuk memperoleh informasi
atau pengakuan, mengkhianati teman, ataupun menyebarluaskan rasa takut untuk
mencegah meluasnya oposisi politik
 Penyiksaan harus dimengerti dalam konteks struktural, khususnya struktur
kekuasaan. Terdapat dua motif dasar aparat negara yang dibangun berlandaskan
kekuasaan dan bukan kedaulatan dalam melakukan penyiksaan:
 Pertama, mengatasi perlawanan;
 Kedua, membangun kepatuhan pada masyarakat.
 Hal tersebut kemudian mendorong diratifikasinya Konvensi Anti Penyiksaan. Sejak
28 September 1998, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan
dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam dengan Undang-undang Nomor
5 Tahun 1998.
 Pasal 5 DUHAM
“Tidak seorang pun dapat dijadikan sasaran penyiksaan, perlakuan atau hukuman
yang kejam, tidak manusiawi”
 Pasal 9 DUHAM
“Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan, atau dibuang dengan sewenang-wenang”
 Pasal 7 Konvenan Hak-hak Sipil dan Politik
“Tidak seorangpun boleh dikenakan penganiayaan atau perlakuan lain yang kejam,
tidak manusiawi, atau hukuman yang merendahkan harkatnya”
 
Penangkapan
 tindakan menahan seseorang atas dugaan
perbuatan pelanggaran hukum, oleh aparat yang
berwenang.
 suatu tindakan penyidik berupa pengekangan
sementara waktu atas kebebasan tersangka atau
terdakwa -apabila terdapat cukup bukti- guna
kepentingan penyidikan, atau penuntutan, dan
atau peradilan, dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 butir
20 KUHAP).
 Prinsip Dasar
 Kebebasan individu merupakan salah satu prinsip dasar HAM.
Karenanya, pengurangan atau pencabutan kebebasan individu
merupakan hal yang sangat serius dan hanya dapat dibenarkan
apabila hal tersebut dilakukan berdasarkan hukum dan memang
diperlukan.

Beberapa Instrumen Internasional tentang Kebebasan Individu


 Pasal 9 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang berbunyi :

Tidak seorangpun dapat ditangkap, ditahan atau diasingkan secara


sewenang-wenang.

 - Pasal 9 paragraf 1, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil


dan Politik :
Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak
seorangpun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang.
Tidak seorangpun dapat dirampas kebebasannya, kecuali berdasarkan
atau sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan hukum.
Prosedur Dasar yang harus diikuti
berdasarkan Instrumen Internasional

 Setiap penangkapan harus dilakukan sesuai hukum


dan oleh petugas/orang-orang yang berwenang.
 Setiap orang yang ditangkap harus diberitahukan
mengenai alasan-alasannya pada saat penangkapan,
dan harus sesegera mungkin diberitahu mengenai
tuduhan yang dikenakan terhadapnya
 Harus dibuat catatan mengenai alasan penangkapan;
waktu penangkapan, kedatangan di tempat penahanan
dan kehadiran pertama di depan pengadilan atau aparat
lain; identitas petugas penegak hukum; dan informasi
yang jelas tentang tempat penahanan
 Orang-orang yang ditangkap harus diberi
informasi dan penjelasan mengenai hak-hak
mereka dan bagaimana memanfaatkan hak-hak
tersebut
 Setiap orang yang ditangkap atau ditahan atas
suatu tuduhan kejahatan harus segera dihadapkan
ke depan hakim atau pejabat lain yang diberi
kewenangan oleh hukum untuk menjalankan
kekuasaan peradilan, dan berhak untuk diadili
dalam jangka waktu yang wajar, atau dibebaskan.
undangan

 Prinsip-prinsip berdasarkan Instrumen Internasional tersebut di


atas pada dasarnya telah dirumuskan secara jelas di dalam
KUHAP. Namun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penangkapan ini adalah:
1. Memberikan perlindungan hukum kepada setiap orang yang
melaporkan dan mengadukan tentang adanya tindak pidana
termasuk kepada orang yang dilaporkan dan diadukan;
2. Melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga
melakukan tindak pidana dengan tidak sewenang-wenang dan
didasarkan pada bukti permulaan yang cukup, memperlihatkan
surat tugas dan surat perintah penagkapan kepada tersangka
kecuali dalam hal tertangkap tangan (pasal 18 KUHAP)
3. Memberitahukan kepada setiap orang yang ditangkap mengenai
waktu, tempat dan jenis sangkaan (pasal 18 KUHAP)
Perlindungan Tambahan
 Aparat harus sesegera mungkin memutuskan tanpa
penundaan mengenai keabsahan dan perlunya
penahanan. Tidak seorangpun dapat ditahan selama
menunggu penyelidikan atau persidangan, kecuali
berdasarkan perintah tertulis dari aparat tersebut.
Orang yang ditahan, apabila dibawa ke depan aparat
tersebut, harus mempunyai hak untuk membuat
pernyataan mengenai perlakuan yang ia terima
selama penahanan (Prinsip 37 dari Kumpulan
Prinsip-prinsip Perlindungan bagi Semua Orang
dalam Segala Bentuk Penahanan atau pemenjaraan).
Penahanan
 Penahanan adalah penempatan tersangka atau
terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapan,
dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-
undang. (Pasal 1 butir 21 KUHAP)
 Pada umumnya, berbagai instrumen HAM
internasional maupun sistem hukum nasional
membedakan antara “tahanan” dan “narapidana”.
Seorang tahanan adalah orang yang dirampas
kebebasan pribadinya, tetapi belum dinyatakan
bersalah atas suatu pelanggaran hukum. Sedangkan
narapidana adalah orang yang dirampas
kebebasannya karena telah terbukti bersalah.
Prinsip Dasar
 Pada dasarnya, sebagian besar prinsip dasar mengenai
penangkapan berkaitan erat dan termasuk kedalam prinsip
dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan penahanan.
 Dalam kerangka pelaksanaan tugas ini, maka tindak
kekerasan sangat mungkin terjadi.
Arti kekerasan dalam hal ini dikaitkan dengan penyiksaan,
yaitu segala tindakan yang mengakibatkan rasa sakit atau
penderitaan yang berat, baik secara fisik maupun mental,
yang dilakukan oleh/atas dorongan/dengan persetujuan
nyata/persetujuan diam-diam dari pejabat publik atau orang
lain yang bertindak dalam kapasitas resmi (Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman
Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan
Martabat Manusia, Pasal 1).
…..lanjutan

 Ketentuan umum tentang perlakuan yang


manusiawi bagi para tahanan mengharuskan :
 Semua orang yang dirampas kebebasannya harus
diperlakukan secara manusiawi dan dengan
menghormati martabat yang melekat pada diri
manusia;
……lanjutan

 Seorang tersangka harus dipisahkan dari orang-


orang yang telah terbukti bersalah dan diberikan
perlakuan yang sesuai dengan statusnya sebagai
orang yang belum terbukti bersalah.
 Prinsip lain yang perlu diperhatikan adalah hal yang
berkaitan dengan perlakuan terhadap tahanan
selama proses penahanan berlangsung, meliputi
larangan penyiksaan, perlakuan yang tidak
manusiawi dan perlakuan khusus terhadap tahanan
wanita dan anak-anak.
….lanjutan
 Kumpulan Prinsip-Prinsip tentang Perlindungan Semua
Orang dari Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan
mempunyai relevansi langsung dengan petugas polisi
menentukan bahwa terdapat hak-hak yang dimiliki oleh para
tahanan yang meliputi :
 Pengawasan pengadilan terhadap para tahanan (Prinsip 4, 11,
dan 37);
 Para tahanan berhak untuk mendapatkan penasihat hukum
(Prinsip 11,15,17, dan 18);
 Para tahanan berhak untuk berkomunikasi dan melakukan
kontak rutin dengan keluarganya (Prinsip 15, 16, 19, dan 20);
 Pengawasan medis yang memadai bagi para tahanan (Prinsip
24 dan 26);
 Membuat catatan mengenai keadaan penangkapan dan
penahanan (Prinsip 12);
 Mencatat rincian keadaan setiap interogasi (Prinsip 23).
tentang tatacara peradilan pidana memberikan
panduan agar aparat dalam melakukan penahanan:

 Melakukannya hanya terhadap tersangka yang telah diduga


keras melakukan tindak pidana, berdasarkan bukti
permulaan yang cukup, dalam hal/keadaan yang
menimbulkan persangkaan bahwa tersangka akan
melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan atau
mengulangi tindak pidana (Pasal 21 KUHAP);
 Memberikan surat perintah penahanan atau penetapan
hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau
terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian
singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan padanya
serta tempat dimana ia ditahan dan memberitahukan
tembusan surat tersebut kepada keluarga atau penasihat
hukumnya (Pasal 21 KUHAP);
…..lanjutan
 Hanya dilakukan kepada tersangka yang diduga
melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau tindak pidana
tertentu (yang diatur secara khusus) (Pasal 21
KUHAP);
 Memberikan hak-hak tertentu kepada orang yang
ditahan sesuai dengan ketentuan undang-undang
seperti:
 Mendapat perawatan kesehatan (Pasal 58);
 Menerima kunjungan rohaniawan (pasal 63);
 Bertemu keluarga atau penasihat hukumnya (Pasal 60);
 Memperhatikan asas praduga tak bersalah.
Penahanan terhadap Tersangka
Anak-Anak
 Peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perlindungan
Anak-Anak yang Dirampas Kebebasannya menjamin bahwa
perampasan kebebasan dan penahanan anak dalam penjara
hanya dilakukan bila perlu saja; dan bahwa anak-anak yang
ditahan tersebut harus diperlakukan secara manusiawi sesuai
dengan status mereka sebagai anak-anak, dan dengan
menghormati hak asasi manusia mereka. Ketentuan Bagian
III dari peraturan ini mempunyai relevansi yang paling dekat
dengan petugas polisi yaitu menekankan asas praduga tak
bersalah dan perlakuan khusus yang melekat pada status
tersebut (Peraturan 17 dan 18).
Penahanan terhadap Kelompok Rentan
 Prinsip-Prinsip tentang Perlindungan Semua
Orang dalam Segala Bentuk Penahanan atau
Pemenjaraan menetapkan bahwa prinsip-prinsip
ini harus diterapkan tanpa pembedaan apapun
seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
dan lain-lain. Namun demikian, tindakan-
tindakan yang diterapkan berdasarkan hukum dan
dirancang khusus untuk melindungi hak-hak dan
status khusus perempuan, terutama perempuan
hamil atau menyusui, tidak boleh dipandang
sebagai diskriminatif.
Hak atas penangguhan penahanan
 tersangka/terdakwa dapat meminta penangguhan penahanan.
 Meskipun dalam implementasi hak ini sering digunakan oleh
orang-orang berkonflik dengan hukum sebagai alasan untuk
menunda proses peradilan, namun secara yuridis
penangguhan penahanan diperbolehkan.
 Hak ini merupakan salah satu hak tersangka/terdakwa
sebagaimana diatur dalam Pasal 31 KUHAP yang
menyatakan “atas permintaan tersangka atau terdakwa,
penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai
kewenangannya masing-masing, dapat mengadakan
Penangguhan Penahanan dengan atau tanpa jaminan orang,
berdasarkan syarat yang ditentukan”.
Penyitaan dan Penggeledahan

 Penyitaan berarti serangkaian tindakan penyidik


untuk mengambil alih dan atau menyimpan di
bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak
bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk
kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan peradilan.
 Penggeledahan adalah mencari dengan
memperhatikan secara cermat/memeriksa sasaran
dengan ketat.
……lanjutan
 Dalam terminologi KUHAP, penggeledahan dibagi
dalam dua pengertian, yaitu:
1. penggeledahan rumah
Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik
untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat
tertutup lainnya untuk melakukan tindakan
pemeriksaan dan atau penyitaan, dan atau
penangkapan dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-undang (Pasal 1 butir 17
KUHAP).
…..lanjutan
2. penggeledahan badan.
penggeledahan badan adalah tindakan penyidik
untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau
pakaian tersangka, untuk mencari benda yang
diduga keras ada pada badannya atau dibawanya
serta; untuk kemudian disita.
Oleh karenanya suatu penggeledahan merupakan
suatu penyerangan atau invasi terhadap privasi
seseorang.
Prinsip Dasar
 Prinsip dasar yang harus diperhatikan adalah perlakuan
pemeriksaan badan atau pakaian seorang tahanan yang
berjenis kelamin perempuan. Prinsip-Prinsip tentang
Perlindungan Semua Orang dalam Segala Bentuk
Penahanan atau Pemenjaraan diterapkan berdasarkan
hukum dan dirancang khusus untuk melindungi hak-
hak dan status khusus perempuan, terutama perempuan
hamil atau menyusui. Berkaitan dengan pengawasan
dan proses interograsipun, sedapat mungkin hukum
nasional mengharuskan penggeledahan para tahanan
untuk dilakukan oleh orang-orang dengan jenis kelamin
yang sama dengan tahanan
Prosedur Menurut KUHAP
KUHAP mengatur bahwa petugas dalam melakukan
penggeledahan:
 Harus dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat
(Pasal 33 KUHAP) kecuali dalam keadaan mendesak dan
sangat perlu (Pasal 34 KUHAP);
 Dalam melakukan penggeledahan harus disaksikan oleh
ketua lingkungan dengan 2 (dua) orang saksi (Pasal 33
KUHAP);
 Harus dibuat berita acara yang tembusannya disampaikan
kepada pemilik rumah;
 Penggeledahan pada saat penangkapan, petugas hanya
berwenang menggeledah pakaian termasuk benda yang
dibawanya serta, apabila terdapat dugaan keras dengan
alasan yang cukup bahwa pada tersangka tersebut terdapat
benda yang dapat disita (Pasal 37)
…..lanjutan
Dalam melakukan penyitaan:
 Melakukan penyitaan dengan surat izin ketua

pengadilan negeri setempat kecuali dalam keadaan


mendesak dan sangat perlu (Pasal 38 KUHAP);
 Yang dapat disita hanyalah benda-benda hasil

tindak pidana, yang digunakan untuk melakukan


tindak pidana, atau yang berhubungan dengan
tindak pidana (Pasal 39 KUHAP);
 Benda hasil sitaan dikembalikan kepada yang

berhak setelah tindak pidana diputus kecuali bila


putusan hakim menyatakan lain (Pasal 39).
terhadapnya

 Merupakan unsur dasar dalam hak warga negara atas


“liberty and security”, yang menurut Paul Sieghart adalah:
 “no one shall be arrested or detained except on grounds,
and by procedures, established by law”;
 “when anyone is arrested, he must be told why”
 “he must then be brought promptly before a judicial
officer”
 “and either released or tried within a reasonable time”
 “he must always be entitled to test the legality of his
detention by proceedings before a court”

 
…..lanjutan
 Asas tsb. di atas merupakan bagian pemahaman
yang benar tentang “due process of law”, di mana
salah satu unsurnya adalah “tersangka dan terdakwa
harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat
membela diri sepenuhnya”
 Untuk itu saat diperiksa oleh penyidik harus
diberitahu dengan jelas alasan mengapa ia ditangkap
 Penasihat hukum diberikan hak untuk mempelajari
berkas perkara yang disusun penyidik sebelum
diajukan ke jaksa penuntut umum
Fair Trial
Hak untuk diadili oleh pengadilan yang berwenang,
bebas dan tidak memihak

- Hak terdakwa untuk diadili


oleh pengadilan yang
berwenang, bebas dan tidak
memihak;
 Kemandirian Hakim;
 Administrasi Penanganan
Perkara
PRADUGA TAK BERSALAH
 Pasal 10 DUHAM
 Basic Principles on the Independence Judiciary
(Resolusi PBB Majelis Umum PBB 40/32 tanggal 29
Nopember 1985 dan 40/16 tanggal 13 Desember
1985)
 Prinsip 10 dari Guidelines on the Role of Prosecution
 Pasal 1 UU No.4 tahun 2004 dan
 Pasal 17 UU No.39 tahun 1999.
Hak Terdakwa untuk didengar keterangannya dimuka
Pengadilan

 Pasal 10 DUHAM,
 Pasal 14 ayat 1 ICCPR;
 Pasal 64 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (1) ICC.
 Pasal 52 dan pasal 153 ayat (2) b KUHAP
dan
 Pasal 18 UU 39 tahun 1999.
Hak Untuk Membela Diri
Hak untuk membela diri
a. Hak untuk hadir dalam sidang pengadilan
b. Hak untuk diberi waktu dan fasilitas yang memadai
untuk mempersiapkan pembuktian.
c. Hak untuk didampingi oleh penasihat hukum
d. Hak untuk menghadirkan saksi yang menguntungkan
e. Hak untuk memperoleh penerjemah
Hak Terdakwa untuk didengar keterangannya
dimuka Pengadilan

Penting untuk menunjang hak-hak lainnya seperti:


hak untuk membela diri bagi seorang terdakwa dipersidangan.
hak bagi seorang terdakwa untuk tidak dinyatakan bersalah
hingga terbukti bersalah (presumption of innocent) dan
seseorang terdakwa tidak boleh dipaksa untuk mengaku bersalah.
Hak untuk hadir dalam sidang pengadilan

BEBAN PEMBUKTIAN
Hak untuk menghadirkan saksi
yang menguntungkan
Untuk diberi waktu dan fasilitas yang
memadai untuk mempersiapkan
pembelaan

HAK
 KOMUNIKASI UNTUK
 PEMBIAYAAN DIDAMPINGI
PENASIHAT
HUKUM
HAK ATAS PENERJEMAH
 BAHASA YANG DIPAKAI
 PENERJEMAH = BAGI TERDAKWA
BISU/TULI ???
KASUS 1
Sidang lanjutan kasus tewasnya wartawan Bernas Fuad M Syafruddin
alias Udin, yang berlangsung menggunakan bahasa Jawa tanpa
penerjemah, Pihak penasihat hukum terdakwa pun bahkan bisa
mencari tahu lebih jauh apakah ada BAP (Berita Acara Pemeriksaan)
di tingkat penyidikan yang berlangsung serupa.  Seperti diberitakan,
dalam sidang lanjutan kasus Udin hari Selasa di Pengadilan Negeri
Bantul, kesaksian Ny Ponikem dan Ny Nur Sulaeman   berlangsung
dalam bahasa Jawa. Meski menurut KUHAP, sidang harus
dilangsungkan dalam bahasa Indonesia, nyatanya majelis hakim
tidak menunjuk seorang penerjemah pun bagi kepentingan kesaksian
terkait. Alhasil, tanya jawab dengan saksi dilangsungkan dalam
bahasa Jawa.(Kompas, 27/8 1997)
Non Retro Active
dan Ne bis in idem

 Pasal 11 ayat (2) DUHAM;


 Pasal 15 ICCPR dan
 Pasal 22 ICC
 Pasal 28i UUD 1945
 Amandemen II,
 Pasal 1 ayat (1) , Pasal 76 KUHP dan
 Pasal 18 ayat (2) UU No.39 tahun 1999
Hak atas suatu pengadilan yang sederhana, cepat dan
biaya ringan

 Pasal 14 ayat (3) ICCPR dan


 Pasal 67 ICC
 Pasal 50 KUHAP
KASUS 2
Pada hari Rabu tanggal 23 Agustus 2006 pukul 13.00 WIB di Jalan
Rancaekek dalam wilayah Kabupaten Bandung, motor saya ditilang
karena lampu belakang motor saya berwarna putih (saya beli dari
dealer sudah warna putih), SIM ditahan oleh Bripka Suyatno NRP
72020239 kesatuan Polda Jabar dan tertulis dalam bukti tilang waktu
sidang pada Jumat tanggal 1 September 2006 bertempat di
Pengadilan Negeri Bale Bandung. Pada Jumat 1 September 2006,
saya datang ke Pengadilan Negeri Bale Bandung guna menghadiri
sidang sesuai waktu yang telah ditentukan, tetapi pada kenyataannya,
sidang tidak dapat dilaksanakan karena pengadilan belum terima
berkas ditandatangani oleh Dedi Sugandi (bidang pidana bagian
tilang). (sumber: Kompas, 27 Agustus 2006)
Hak atas pengadilan yang terbuka untuk
umum

 Mekanisme kontrol publik


 Pengecualiannya???
HAK UNTUK BANDING DAN KASASI

Komisi HAM PBB menggariskan setidak-


tidaknya ada dua jenjang dalam sistem
pengadilan yang memungkinkan pengkajian
ulang atas suatu putusan dimana jenjang yang
satu lebih tinggi dari yang lainnya.
Hak Terpidana dan Narapidana
Terpidana
 Dinyatakan bersalah secara hukum
 Dianggap “sampah masyarakat”
 Perhatian terhadap terpidana tidak seperti pada
tersangka/terdakwa
Terpidana
 Hakekatnya terpidana tetaplah seorang
manusia yang padanya melekat sejumlah hak
 Tetapi karena telah dinyatakan bersalah
secara hukum, maka ada pembatasan-
pembatasan yang berlaku bagi terpidana
KAM
(Kewajiban Asasi Manusia)
Pasal 70 UU Nomor 39 Tahun 1999

 Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,


 setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
oleh UU
 dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
 dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis.
Instrumen HAM internasional
1. Universal Declaration of Human Rights;
2. International Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights;
3. International Covenant on Civil and Political Rights;
4. the Standard Minimum Rules for the Treatment of
Prisoners;
5. Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or
Degrading Treatment or Punishment;
6. Basic Principles for the Treatment of Prisoners; dan
7. Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of
Those Facing the Death Penalty.
DUHAM
1.Hak untuk diakui eksistensinya sebagai manusia di
hadapan hukum
2. Hak atas persamaan di hadapan hukum dan
mendapatkan perlindungan hukum tanpa
diskriminasi
3. Hak untuk menuntut melalui peradilan atas
setiap pelanggaran terhadap hak-hak asasinya
yang dijamin oleh konstitusi atau hukum
ICCPR
1. Hak setiap terpidana mati dalam kasus apapun
untuk meminta pengampunan
2.Hak setiap terpidana yang kehilangan
kebebasannya untuk diperlakukan secara
manusiawi dan dihargai kehormatannya sebagai
manusia
3. Hak setiap orang untuk tidak dituntut lagi
berdasarkan satu tindak pidana, bila ia telah
dipidana atau dibebaskan oleh putusan hakim
yang berkekuatan hukum tetap
ICESCR
 hak untuk mendapatkan standar kehidupan
yang sesuai untuk kesehatan dan
kesejahteraan (termasuk di dalamnya hak atas
makanan, pakaian, tempat tinggal).
 Di samping itu juga adanya jaminan hak atas
pendidikan bagi setiap orang; jadi tidak
terkecuali bagi seorang terpidana sekalipun.
CAT
 Pasal 10 ayat (1) “setiap negara pihak harus
menjamin bahwa pendidikan dan informasi
mengenai larangan terhadap penyiksaan seluruhnya
dimasukkan dalam pelatihan bagi para petugas
penegak hukum, sipil atau militer, petugas
kesehatan, pejabat publik, dan orang-orang lain yang
ada kaitannya dengan penahanan, interogasi, atau
perlakuan terhadap setiap orang yang ditangkap,
ditahan atau dipenjara.
…..lanjutan

Pasal 11 “mewajibkan setiap negara pihak untuk


senantiasa mengawasi secara sistematik peraturan-
peraturan tentang interogasi, instruksi, metode,
kebiasaan-kebiasaan dan peraturan untuk melakukan
penahanan serta perlakuan terhadap orang-orang
yang ditangkap, ditahan atau dipenjara dalam setiap
wilayah kewenangan hukumnya, dengan maksud
untuk mencegah terjadinya kasus penyiksaan”.
Standard Minimum Rules for the Treatment of
Prisoners (SMR)
1. Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif.
2. Hak untuk dihargai kepercayaan dan perasaan moralnya.
3. Hak untuk ditempatkan secara terpisah-pisah sesuai jenis kelamin,
umur, catatan kriminal, dasar hukum bagi pengekangan
kebebasannya dan tindakan yang dibutuhkannya.
4. Hak untuk mendapatkan akomodasi untuk tempat tidur dan
bekerja yang memenuhi persyaratan kesehatan (cukup udara,
cukup penerangannya, cukup hangat, tersedia sarana sanitasi).
5. Hak untuk memperoleh perlengkapan untuk menjaga dan merawat
kebersihan tubuhnya.
……lanjutan
6. Hak untuk memperoleh pakaian yang memenuhi persyaratan untuk
menjaga kesehatan dan tidak merendahkan martabat kemanusiaan,
apabila tidak diijinkan untuk memakai pakaiannya sendiri.
7. Hak untuk memperoleh makanan yang bergizi, sesuai untuk
kesehatan dan hak untuk selalu memperoleh air minum, kapanpun ia
membutuhkannya.
8. Hak untuk melakukan olah raga dan latihan fisik yang bersifat
rekreasi dengan sarana yang harus disediakan.
9. Hak untuk mendapat pelayanan medis
10. Hak untuk tidak dijatuhi hukuman disiplin tanpa diberitahu terlebih
dahulu kesalahannya dan diberi kesempatan mengajukan
pembelaan.
…….lanjutan
16. Hak untuk mengajukan permohonan atau keluhan tanpa sensor kepada
pusat lembaga penjara, lembaga yudikatif atau lembaga lain melalui
saluran yang diakui.
17.Hak untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman-teman yang
mempunyai nama baik secara teratur melalui surat maupun berupa
kunjungan, di bawah pengawasan yang diperlukan.
18.Hak untuk secara teratur memperoleh informasi yang penting melalui
surat kabar, terbitan berkala, publikasi-publikasi khusus lainnya,
ceramah-ceramah atau sarana-sarana lain, dengan pengawasan dari
petugas yang berwenang.
19.Hak untuk menggunakan buku-buku dari perpustakaan penjara.
20.Hak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan hal-hal yang bersifat
religius dengan cara mengunjungi pelayanan yang disediakan oleh
lembaga, memiliki buku-buku ketaatan religius dan instruksi dari
golongan agamanya.
Basic Principles for the Treatment of
Prisoners
1. Tujuan pembinaan terhadap terpidana (penjara) adalah untuk
mengembalikannya ke dalam masyarakat sebagai seorang yang taat hukum,
karenanya setiap terpidana berhak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang
bersifat kultural dan pendidikan, yang bertujuan untuk membangun
kepribadian manusia.
2. Dalam rangka upaya pengembalian ke dalam masyarakat, juga harus
diciptakan kondisi yang memungkinkan terpidana melakukan pekerjaan yang
mendapat upah.
3. Pekerjaan tersebut akan membuka jalan mereka untuk kembali ke bursa
kerja, sekaligus memungkinkan untuk memberikan dukungan finansial bagi
keluarganya.
4. Di samping hak atas kegiatan yang bertujuan untuk pembinaan rohani dan
peningkatan kemampuannya, terpidana juga mutlak membutuhkan akses ke
pelayanan kesehatan tanpa harus dibedakan dari warga masyarakat lainnya.
Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights
of Those Facing the Death Penalty
1. Hanya untuk tindak pidana yang sangat serius
2. Tidak dijatuhkan pada terpidana yang waktu melakukan tindak
pidana berumur di bawah 18 tahun, wanita hamil, wanita yang baru
saja melahirkan atau orang gila.
3. Terpidana harus mempunyai hak untuk mengajukan keberatan
kepada pengadilan yang lebih tinggi.
4. Terpidana harus diberi hak untuk memohon pengampunan (pardon)
atau pengurangan hukuman (commutation of sentence).
5. Pidana harus ditunda selama keberatan atau pengampunan atas
pidana mati sedang diajukan
6. Harus dilakukan dengan cara yang paling tidak menderitakan
Instrumen Nasional
1. Ketentuan mengenai sanksi pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP);
2. UU RI No. 22 tahun 2002 tentang Grasi
3. UU Nomor 8 Tahun 1981 – KUHAP – , bab XX tentang Pengawasan dan
Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan;
4. UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;

Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 2006 tentang Perubahan PP No.


32 tahun 1999 tanggal 19 Mei 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

Keppres No. 174 tahun 1999 tentang Remisi, Keputusan Menteri Hukum
dan Perundang-Undangan RI No. M.09.HN.02.01 tentang Pelaksanaan
Keppres No. 174 tahun 1999

Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No. M.04.HN.02-01 tahun


2000 tentang Remisi tambahan bagi narapidana dan anak pidana.
Cara Memperoleh Hak:
Pertama, hak yang secara otomatis diperoleh terpidana
karena hal tersebut merupakan kewajiban aparat
penegak hukum untuk memenuhinya atau merupakan
hal yang terlarang untuk dilakukan oleh aparat penegak
hukum

Kedua, hak diperoleh dengan persyaratan tertentu.

Ketiga, hak diperoleh diperlukan pengajuan permohonan


dari terpidana kepada aparat penegak hukum yang
berwenang.
KUHP
1. Hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat
2. Hak terpidana kurungan untuk melakukan pekerjaan yang lebih
ringan dibandingkan dengan terpidana penjara.
3. Hak terpidana penjara atau kurungan yang dijatuhi pidana paling
lama 1 bulan untuk bergerak bebas di luar LP setelah selesai
bekerja.
4. Hak terpidana kurungan untuk mengajukan permohonan mengenai
tempat ia akan menjalani pidananya.
5. Hak terpidana kurungan yang sedang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di penjara, untuk mengajukan permintaan agar
pidana kurungan yang akan dijalani dapat dilaksanakan di tempat
sekarang ia menjalani pidana
……..lanjutan
6. Hak terpidana kurungan untuk memperbaiki kondisi tempat ia
menjalani pidananya dengan biaya sendiri.
7. Hak terpidana kurungan atau terpidana penjara untuk tidak
dipekerjakan di luar tembok penjara, dalam hal ia adalah
terpidana penjara seumur hidup atau wanita atau kesehatannya
tidak memungkinkan berdasarkan pemeriksaan dokter.
8. Hak terpidana kurungan dan terpidana penjara untuk tidak
bekerja di luar tembok penjara berdasarkan putusan hakim,
karena menurut pertimbangan hakim keadaan dirinya dan
keadaan masyarakat tidak memungkinkannya untuk melakukan
hal itu.
9. Hak terpidana penjara dan kurungan untuk menjalani pidananya
sekaligus di penjara, asalkan dalam bagian sendiri-sendiri.
10. Hak seorang terpidana untuk tidak dituntut sekali lagi atas dasar
perbuatan yang sama.
UU Grasi

GRASI
• merupakan salah satu hak prerogatif presiden untuk
mengubah putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap,
• dapat diajukan oleh terpidana mati, penjara seumur
hidup, penjara minimal 2 tahun
• Hanya dapat diajukan oleh:
 terpidana atau kuasa hukumnya
 atau anggota keluarga dengan persetujuan terpidana
(kecuali dalam hal terpidana mati)
UU No. 8 tahun 1981 ttg KUHAP

 Hak untuk menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi


 Catatan:

Ada Hakim Was Mat


PENGAWASAN DAN PENGAMATAN PELAKSANAAN
PUTUSAN PENGADILAN (dalam hal pidana perampasan
kemerdekaan, termasuk pidana bersyarat)
UU No. 12 tahun 1995
PP No. 28 tahun 2006

Hak untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama atau


1.
kepercayaannya, baik di dalam dan atau di luar LP
2. Hak untuk mendapat perawatan baik rohani maupun jasmani
3. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran; di dalam atau di
luar LP
4. Hak untuk Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang
layak
5. Hak untuk Menyampaikan keluhan
6. Hak untuk Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media
massa lainnya yang tidak dilarang
7. Hak untuk Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang
dilakukan
…..lanjutan
8. Hak untuk Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum atau
orang tertentu lainnya;
9. Hak untuk mendapatkan remisi (umum, khusus, tambahan)
10.Hak untuk mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti
mengunjungi keluarga
11.Hak untuk pembebasan bersyarat;
12.Hak untuk cuti menjelang bebas;
13. Hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku.

Anda mungkin juga menyukai