Instrumen Internasional
Pasal 3, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
Instrumen Nasional
Pasal 28 A; 28 D ayat (1); Pasal 28 G; Pasal 28 I; Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945
setelah amandemen kedua tahun 2000;
Pasal 3 ayat (2) (3), Pasal 4; Pasal 18 ayat (1); Pasal 30; Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 ayat (1)
(2); Pasal 34; Pasal 36 ayat (1) (2)Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi atas Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan
Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia;
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia;
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman;
Pasal 6; Pasal 7; Pasal 10; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-
Hak Sipil, Dan Politik).
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Hak atas Peradilan Yang Adil
Due Process Of Law
constitutional guaranty… that no person will be
deprived of life, liberty or property for reason that
are arbitrary… Protect the citizen against arbitrary
actions of the government (Tobias & Peterson)
Magna Charta (1215) menyatakan perlunya suatu
proses hukum yang adil yang bukan hanya secara
keliru dikaitkan dengan adanya peraturan
perundang-undangan, mekanisme yang ditetapkan
dalam hukum acara pidana yang menjamin adanya
suatu proses hukum yang adil, akan tetapi lebih
penting adalah bagaimana perilaku para pelaksana
di lapangan sehingga mekanisme yang telah
ditetapkan secara formal dalam peraturan
perundang-undangan tidak menjadi suatu hal yang
percuma
HAM dalam Sistem Peradilan Pidana
Hak Tersangka
Hak Terdakwa
Hak Terpidana
Hak Saksi/Korban
Tanpa Diskriminasi Apapun
Diskriminasi :
“segala bentuk perbedaan, pengecualian,
pembatasan atau pilihan yang berdasarkan pada
ras, warna kulit, keturunan, atau asal negara atau
bangsa yang memiliki tujuan atau pengaruh
menghilangkan atau merusak pengakuan,
kesenangan atau pelaksanaan pada dasar
persamaan, hak asasi manusia dan kebebasan yang
hakiki di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya
dan bidang lain dari kehidupan masyarakat”
…..lanjutan
Tidak hanya terkait dengan perbedaan kedudukan dan
kekayaan, tapi juga “race, colour, sex, language, religion,
political or other opinion, national or social origin, property,
birth or other status”
Dalam melindungi dan melayani masyarakat, polisi tidak
boleh melakukan diskriminasi secara tidak sah berdasarkan
ras, gender, agama, bahasa, warna kulit, pandangan politik,
asal kebangsaan, kekayaan, kelahiran atau status lainnya
(UDHR, Pasal 2; ICCPR, Pasal 2 dan 3, CERD, Pasal 2 dan
5)
Harus dianggap tidak melakukan diskriminasi secara tidak sah
bagi polisi untuk memberlakukan langkah-langkah khusus
tertentu yang dirancang untuk menangani status dan
kebutuhan khusus dari perempuan (termasuk perempuan
hamil dan ibu yang baru melahirkan), anak-anak, orang sakit,
orang tua dan lain-lain yang membutuhkan perlakuan khusus
sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional
Pasal 5 Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
Tidak disebut secara tegas dalam UU Nomor 8 Tahun 1981, dan dapat
ditafsirkan dari:
Pasal 66
“Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian”
Mengandung asas utama perlindungan hak warga negara melalui proses
hukum yang adil yang mencakup sekurang-kurangnya:
Perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara
(penegak hukum);
Pengadilanl ah yang berhak menentukan salah tidaknya tersangka atau
terdakwa pelaku tindak pidana;
Menentukan salah atau tidaknya seseorang dilakukan dalam sidang
pengadilan yang harus terbuka (tidak boleh dirahasiakan);
tersangka atau terdakwa diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela
diri sepenuhnya
Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti
kerugian dan rehabilitasi), dan penghukuman
bagi aparat yang menegakkan hukum dengan
cara yang melanggar hukum
Terkait dengan proses pra ajudikasi maka upaya paksa yang dimiliki
oleh kepolisian sebagai sub sistem peradilan pidana kerap
bersinggungan dengan hak – hak individu
…..lanjutan
Asas tsb. di atas merupakan bagian pemahaman
yang benar tentang “due process of law”, di mana
salah satu unsurnya adalah “tersangka dan terdakwa
harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat
membela diri sepenuhnya”
Untuk itu saat diperiksa oleh penyidik harus
diberitahu dengan jelas alasan mengapa ia ditangkap
Penasihat hukum diberikan hak untuk mempelajari
berkas perkara yang disusun penyidik sebelum
diajukan ke jaksa penuntut umum
Fair Trial
Hak untuk diadili oleh pengadilan yang berwenang,
bebas dan tidak memihak
Pasal 10 DUHAM,
Pasal 14 ayat 1 ICCPR;
Pasal 64 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (1) ICC.
Pasal 52 dan pasal 153 ayat (2) b KUHAP
dan
Pasal 18 UU 39 tahun 1999.
Hak Untuk Membela Diri
Hak untuk membela diri
a. Hak untuk hadir dalam sidang pengadilan
b. Hak untuk diberi waktu dan fasilitas yang memadai
untuk mempersiapkan pembuktian.
c. Hak untuk didampingi oleh penasihat hukum
d. Hak untuk menghadirkan saksi yang menguntungkan
e. Hak untuk memperoleh penerjemah
Hak Terdakwa untuk didengar keterangannya
dimuka Pengadilan
BEBAN PEMBUKTIAN
Hak untuk menghadirkan saksi
yang menguntungkan
Untuk diberi waktu dan fasilitas yang
memadai untuk mempersiapkan
pembelaan
HAK
KOMUNIKASI UNTUK
PEMBIAYAAN DIDAMPINGI
PENASIHAT
HUKUM
HAK ATAS PENERJEMAH
BAHASA YANG DIPAKAI
PENERJEMAH = BAGI TERDAKWA
BISU/TULI ???
KASUS 1
Sidang lanjutan kasus tewasnya wartawan Bernas Fuad M Syafruddin
alias Udin, yang berlangsung menggunakan bahasa Jawa tanpa
penerjemah, Pihak penasihat hukum terdakwa pun bahkan bisa
mencari tahu lebih jauh apakah ada BAP (Berita Acara Pemeriksaan)
di tingkat penyidikan yang berlangsung serupa. Seperti diberitakan,
dalam sidang lanjutan kasus Udin hari Selasa di Pengadilan Negeri
Bantul, kesaksian Ny Ponikem dan Ny Nur Sulaeman berlangsung
dalam bahasa Jawa. Meski menurut KUHAP, sidang harus
dilangsungkan dalam bahasa Indonesia, nyatanya majelis hakim
tidak menunjuk seorang penerjemah pun bagi kepentingan kesaksian
terkait. Alhasil, tanya jawab dengan saksi dilangsungkan dalam
bahasa Jawa.(Kompas, 27/8 1997)
Non Retro Active
dan Ne bis in idem
Keppres No. 174 tahun 1999 tentang Remisi, Keputusan Menteri Hukum
dan Perundang-Undangan RI No. M.09.HN.02.01 tentang Pelaksanaan
Keppres No. 174 tahun 1999
GRASI
• merupakan salah satu hak prerogatif presiden untuk
mengubah putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap,
• dapat diajukan oleh terpidana mati, penjara seumur
hidup, penjara minimal 2 tahun
• Hanya dapat diajukan oleh:
terpidana atau kuasa hukumnya
atau anggota keluarga dengan persetujuan terpidana
(kecuali dalam hal terpidana mati)
UU No. 8 tahun 1981 ttg KUHAP