Anda di halaman 1dari 173

GEBRAK MALARIA

Training Penatalaksanaan Malaria

dr. SUYANTO, SpPD.


Palangka Raya, 11/13/21

PENATALAKSANAAN
KASUS MALARIA PADA
KEHAMILAN
MALARIA PADA KEHAMILAN

• Kehamilan adalah suatu hal yang fisiologis bagi


tubuh wanita/ibu hamil. Tetapi kehamilan sendiri
akan membawa beberapa perubahan pada
tubuh wanita hamil, antara lain menurunnya
daya tahan/kekebalan tubuh, peningkatan
volume sirkulasi darah, retensi air, anemia,
perubahan hormonal, perubahan keseimbangan
asam basa, perubahan metabolisme
karbohidrat, dan lain-lain yang kesemuanya
secara umum membuat ibu hamil rentan
terhadap berbagai penyakit termasuk malaria.
Kenapa masalah Malaria pada
Kehamilan menjadi penting?
• >50 juta ibu hamil menderita malaria per tahun
• ~3.5 juta ibu yang menderita malaria  luaran
kehamilan dan ibu yang buruk
• Malaria dalam kehamilan di daerah endemik
menyebabkan:
– 2-15% anemia berat pada ibu
– 5-14% bayi berat lahir rendah
– 30% bayi berat lahir rendah yg dapat dicegah
– 3-5% kematian neonatal
Source: WHO 2002.
SITUASI DI INDONESIA

• Angka kejadian malaria pada ibu hamil: 2% atau


sekitar 95,000 ibu hamil pertahun (SKRT, 2001)
• Angka kejadian lebih tinggi:
– KTI: 3.9%
– Sumatera: 3.8%
• Malaria  andil besar pada kesakitan dan
kematian ibu dan bayinya
• Malaria dan kehamilan merupakan kondisi
saling memperburuk (double trouble)
DOUBLE TROUBLE
“Kelebihan” Malaria dalam Kehamilan

• Lebih Sering
– Malaria dalam kehamilan lebih sering dibanding
populasi umum  kemungkinan karena supresi
imunitas dan hilangnya imunitas terhadap malaria
• Lebih bersifat atipik
– Kemungkinan disebabkan perubahan hormonal,
imunologi dan hematologi dalam kehamilan
• Lebih berat
– Kemungkinan disebabkan perubahan selama
kehamilan  parasitemia cenderung 10x lebih tinggi 
komplikasi lebih sering pada ibu hamil
DOUBLE TROUBLE
“Kelebihan” Malaria dalam Kehamilan
• Lebih Fatal
– Angka kematian P.falciparum 2x lebih tinggi (13%) dibanding tidak
hamil
• Pengobatan yang selektif
– Beberapa anti-malaria  kontraindikasi dalam kehamilan dan
dapat memperburuk keadaan
– Pengobatan menjadi sulit, terutama pada kasus infeksi malaria
berat oleh karena P. falciparum
• Masalah lain
– Manajemen komplikasi malaria sulit oleh karena perubahan fisiologi
dalam kehamilan
– Penekanan perhatian pada balans cairan, suhu, dll
– Keputusan induksi persalinan merupakan hal yang sulit dan
kompleks
– Abortus, IUGR, dan prematur sering terjadi
FASE KEHIDUPAN PLASMODIUM

OVERVIEW

• Hati

• Sel darah merah

• Nyamuk
SIKLUS HIDUP PLASMODIUM

OVERVIEW
GEJALA KLASIK MALARIA
OVERVIEW

• Stase parasit dalam darah menentukan manifestasi klinis


• Siklus paroksimal klasik: 8-12 jam
– Fase dingin: 15’-1 jam; nadi cepat-lemah, bibir-jari
kebiruan, kulit kering-pucat, menggigil, gemetar,
kadang muntah
– Fase panas: 2-4 jam; muka merah, kulit kering dan
panas, sakit kepala, mual-muntah, nadi penuh-cepat,
haus, demam sampai 41°C
– Fase berkeringat: 2-4 jam; keringat berlebihan,
tertidur-lelap, lemah
• Merasa sehat dalam beberapa saat, kemudian siklus
berulang
• Kadang demam seperti flu
• Gejala lain: diare, nyeri otot, perubahan mental
RESPON
OVERVIEW
KLINIS BERVARIASI
Karakteristik klinis dari infeksi plasmodium
Parameter Plasmodium P. ovale P. malariae P. falciparum
infeksi vivax
Periode inkubasi 8-17 hari 10-17 hari 18-40 hari 8-11 hari
Gejala prodromal
Derajat Ringan-sedang Ringan Ringan-sedang Ringan
Pola awal demam Ireguler (48 jam) Reguler (48 jam) Reguler (72 jam) Continous
remittent (48 jam)

Periodisitas gejala 48 jam 48 jam 72 jam 36-48 jam

Paroksismal awal
Derajat Sedang-berat Ringan Sedang berat Berat
Durasi rata-rata 10 jam 10 jam 11 jam 16-36 jam
Limitasi Eritrosit muda Eritrosit muda Eritrosit tua Semua jenis
parasitemia eritrosit
Anemia Ringan-sedang Ringan Ringan-sedang Berat
Keterlibatan SSP Jarang Mungkin Jarang Sering
Sindroma nefrotik Mungkin Jarang Sering Jarang
MALARIA BERAT
OVERVIEW

• Transmisi malaria yang tak stabil


– Daerah hipo / meso endemik
– Peningkatan kasus malaria (KLB)

• Tidak ada antibodi malaria (non-imun)


– Penduduk di daerah malaria baru
– Penduduk di daerah dengan KLB
malaria
– Pendatang / wisatawan
KELOMPOK RISIKO TINGGI
OVERVIEW

• Tidak punya kekebalan thdp malaria:


pendatang yang berkunjung ke daerah
endemik malaria
• Anak-anak & ibu hamil di daerah endemik
malaria (2x tidak hamil)
• Penduduk di daerah dgn kejadian luar biasa
PATOFISIOLOGI

• P. falciparum sangat mengganggu kehamilan


terutama pada trimester I dan II  terutama di
daerah endemik
• Perubahan fisiologik selama kehamilan berperan
dalam meningkatkan kerentanan:
– Perubahan hormonal
– Peningkatan cairan tubuh
– Penurunan hemoglobin dan perubahan lain
yang dapat memperberat infeksi malaria
PATOFISIOLOGI

• Terjadi supresi imun dalam kehamilan 


penurunan sintesis gamma globulin dan inhibisi
sistem retikuloendotelial  menyebabkan:
– Penurunan kadar antibodi anti-malaria dan
hilangnya imunitas terhadap malaria yang telah
didapat sebelumnya
– Ibu hamil menjadi lebih rentan terhadap infeksi
malaria dan parasitemia cenderung lebih tinggi
PATOFISIOLOGI

• Plasenta merupakan tempat pilihan sekuestrasi


dan pertumbuhan parasit malaria
• Ruang Intervillous terisi parasit dan makrofag 
menganggu aliran oksigen dan nutrisi ke janin
• Terjadi hipertrofi villous dan nekrosis fibrinoid villi
(komplet atau sebagian)
• Tampak pigmen malaria di seluruh bagian
plasenta (dengan atau bahkan tanpa parasit)
• Kehamilan akan memperberat penyakit
malaria yang diderita, sebaliknya adanya
malaria akan memperberat kehamilannya.
• Pengaruh merugikan malaria pada
kehamilan : - Terhadap ibu.
- Terhadap janin.
• Namun sebenarnya efek klinik malaria pada
ibu hamil lebih tergantung pada tingkat
kekebalan ibu hamil terhadap penyakit itu.
Kekebalannya terhadap malaria
lebih banyak ditentukan dari
tingkat transmisi malaria tempat
wanita hamil tinggal/ berasal,
yang dibagi menjadi 2 golongan
besar :
a. Stable transmission / transmisi stabil, atau endemik
(contoh : Sub-Sahara Afrika)

• Orang-orang di daerah ini terus-menerus terpajan


malaria, sering menerima gigitan nyamuk infektif setiap
bulannya.
• Kekebalan terhadap malaria terbentuk secara signifikan.
• Kelompok terbanyak yang berisiko terhadap malaria di
daerah seperti ini adalah :
– Ibu hamil : kekebalan mereka berkurang menjadi hanya
“semi-imun”
– Anak-anak < 5 tahun : mereka mempunyai hanya kekebalan
yang didapat (acquired immunity) terhadap malaria.
b. Unstable transmission /
transmisi tidak stabil, epidemik
atau non-endemik (contoh : Asia tenggara dan
Amerika selatan)

• Orang-orang di daerah ini jarang terpajan


malaria, menerima rata-rata < 1 gigitan nyamuk
infektif / tahun.
• Kekebalan terhadap malaria tidak terbentuk
secara signifikan pada orang dewasa, mereka
“non-imun”
• Semua populasi penduduk berisiko terhadap
malaria, termasuk malaria berat.
• Wanita hamil lebih besar resikonya daripada
dewasa lainnya.
Perbandingan di daerah transmisi stabil dan tidak stabil :

Wanita hamil (semi-imun) didaerah transmisi stabil /


endemik tinggi akan mengalami :
• Peningkatan parasite rate (pada primigravida di Afrika
parasite rate meningkat 30-40% daripada wanita tidak
hamil).
• Peningkatan kepadatan (densitas) parasitemia perifer.
• Menyebabkan efek klinik yang sedikit, kecuali efek
maternal anemia sebagai komplikasi utama, terutama
pada primigravida yang dapat berat dan berakibat
serius bagi ibu dan janin.
• Sebaliknya : di daerah tidak stabil/non-endemik/
endemik rendah dimana populasinya merupakan
orang-orang yang non-imun terhadap malaria,
kehamilan akan meningkatkan resiko penyakit
maternal berat, kematian janin, kelahiran
prematur dan kematian perinatal.
• Ibu hamil yang menderita malaria berat di
daerah ini beresiko > 10 x kemungkinan fatal
dari pada ibu tidak hamil yang menderita malaria
berat di daerah yang sama.
Perbandingan malaria di daerah endemik dan non endemik :

Daerah endemik Daerah non endemik


- Transmisi Tinggi, tanpa variasi dari Bervariasi dari tahun
tahun ketahun ketahun

- Parasit utama Plasmodium falsiparum Plasmodium vivaks


- Kekebalan yang didapat
pada orang dewasa Tinggi Rendah

- Epidemi Jarang dalam populasi Mungkin bila kondisi


aslinya cocok

- Kontrol Sulit Relatif mudah


Characteristics of Stable and Unstable
Areas of Malaria Transmission

• Daerah penularan • Daerah penularan


sedang/tinggi (stable) rendah (unstable)
– Sering terekspos gigitan – Jarang terekspos dengan
nyamuk malaria
– Imunitas yang didapat – Imunitas yang didapat
tinggi (ibu hamil semi- rendah (ibu hamil tidak
imun terhadap malaria) imun)
– Parasitemia perifer – Parasitemia perifer tinggi
rendah – Infeksi plasenta rendah
– Infeksi plasenta berat
atau tidak terdeteksi
Characteristics of Stable and
Unstable Areas of Malaria
Transmission

Daerah stable Daerah unstable


• Komplikasi pada Ibu • Komplikasi pada Ibu
– Risiko lebih besar pada sakit
– Anemia akibat malaria
berat
– Demam
– Resiko kematian lebih besar
– Sekuestrasi plasenta
– Anemia, hipoglikemia, edema
pulmonal, gagal ginjal
• Komplikasi pada Janin • Komplikasi pada Janin
– Berat lahir rendah – Aborsi
– Pertumbuhan janin terhambat – Persalinan preterm
(IUGR) – Malaria kongenital
– Berat lahir rendah
Effect of Malaria on Pregnancy in
Stable Transmission Areas

Plasmodium falciparum malaria

Asymptomatic Infection

Placental Sequestration
Altered Placental Integrity

Reduced Nutrient and Oxygen Transport

Anemia Low Birth Weight (IUGR)

Risk of Newborn Mortality

Source: WHO 2002.


Effect of Malaria on Pregnancy in
Unstable Transmission Areas

Acquired Immunity – Low

Clinical Illness

Severe Disease

Risk to Mother Risk to Fetus

Source: WHO 2002.


Gravidity and malaria

• Primigravidae have no pre-existing


immunity to placental parasites and are
highly susceptible
• In high transmission areas,
primigravidae develop immunity to
placental parasites and are protected in
subsequent pregnancies
• In low transmission areas, multigravidae
are unexposed and unprotected
Efek klinik malaria dalam kehamilan :
Primigravida pada Semua paritas pada
daerah endemik daerah non endemik
Efek maternal :
Demam tinggi + +++
Malaria berat :
Anemia berat +++ +++
Malaria serebral - ++
Hipoglikemia + ++
Udem pulmonal - ++
Gagal ginjal akut - ++
Infeksi plasenta +++ +
Puerperal sepsis ++ ++

Efek fetal :
BBLR +++ +++
Abortus & kelahiran mati - ++
Malaria kongenital - +
Fetal anemia ? +
MALARIA DALAM KEHAMILAN

Malaria

Ibu Hamil

Kesakitan:
• Anemia
• Demam
• Malaria Cerebral
• Hypoglycemia
Janin
• Sepsis
puerperalis Keguguran
Kematian: Lahir Mati
• Malaria Berat
Infeksi Kongenital
• Perdarahan
Bayi Baru
Lahir
BBLR
Prematuritas
IUGR
Malaria
Kematian
400 gigitan
nyamuk Anopheles

200 menginfeksi
manusia

100 malaria klinis

2 – 6 % malaria
berat

P.falciparum 
malaria berat

10-50% Kematian

Adapted from Haryanto PN, 2002


SIKLUS HIDUP PLASMODIUM
DIAGNOSIS MALARIA PADA KEHAMILAN

• Malaria pada kehamilan dipastikan


dengan diketemukannya parasitemia
malaria di dalam:
– - Darah maternal
– - Darah plasenta / melalui biopsi.
Gambaran klinik malaria pada wanita
non-imun (di daerah non-endemik)
bervariasi dari :

• Malaria ringan tanpa komplikasi


(uncomplicated malaria) dengan
demam tinggi, sampai
• Malaria berat (complicated malaria)
dengan resiko tinggi pada ibu dan
janin (maternal mortality rate 20-50 %
dan sering fatal bagi janin)
Sedangkan gambaran klinik malaria
pada wanita di daerah endemik sering
tidak jelas, mereka biasanya memiliki
kekebalan yang semi-imun, sehingga :
• Tidak menimbulkan gejala-gejala, misal :
demam
• Tidak dapat didiagnosa klinik.
PLACENTAL MALARIA

• Parasit terakumulasi dan hidup dalam plasenta

• Hanya berpengaruh pada primigravida di daerah


dengan transmisi tinggi

– Tidak memiliki pre-existing immunity terhadap


placental parasites dan suseptibilitas tinggi
– Primigravida akan membentuk imunitas terhadap
placental parasites dan mencegah terjadinya
placental malaria pada kehamilan berikutnya
PEMBAGIAN DIAGNOSIS MALARIA PADA UMUMNYA

1. DIAGNOSIS KLINIS (Tanpa pemeriksaan laboratorium) :


 
a. Malaria klinis ringan/ tanpa komplikasi
b. Malaria klinis berat/dengan komplikasi
 
2. DIAGNOSIS LABORATORIUM (Dengan pemeriksaan Sediaan Darah),
terbagi :
 
2.1. MALARIA RINGAN / TANPA KOMPLIKASI
Malaria Falsiparum (Disebabkan oleh P. falciparum)
 
Malaria Vivaks/Ovale (Disebabkan oleh P. vivax/ovale)
 
Malaria Malariae (Disebabkan oleh P. malariae)
2.2. MALARIA BERAT / KOMPLIKASI (Disebabkan oleh P. falciparum)
Apabila terdapat 1 atau beberapa komplikasi/manifestasi klinik berat maka diagnosis
pasti malaria berat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan sediaan darah (SD)
tebal positip spesies malaria yaitu : Plasmodium falciparum.
Bila hitung parasit > 5 % atau 5000 parasit/ 200 lekosit maka di diagnosa sebagai
malaria berat./komplikasi. Selain jumlah parasit pada pemeriksaan darah tipis/tebal,
penentuan jenis plasmodium beserta stadium (aseksual) juga penting untuk menilai
malaria berat, terutama bila didapatkan P. falciparum stadium skizon.
Tetapi pada kasus yang diduga malaria berat dengan hasil pemeriksaan darah parasit
malaria tidak ditemukan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan imunoserologi.
  Di daerah yang tidak mempunyai sarana laboratorium dan tenaga mikroskopis,
diagnosa malaria ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis tanpa
pemeriksaan laboratorium (anamnesa dan pemeriksaan fisik) saja.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam menentukan diagnosis klinis
malaria
MANIFESTASI KLINIS

• Atipik, terutama umur kehamilan di atas 20 minggu


• Demam tinggi
– Kadang tidak khas: afebris, demam
berkepanjangan, hiperpireksia
– Paroksisma lebih sering oleh krn supresi imun
• Anemia
– Malaria penyebab utama di daerah endemik
– Terutama pada multigravida  px malaria
MANIFESTASI KLINIS

• Splenomegali – Limpa membesar


– Besar bervariasi

• Komplikasi
– Lebih sering dan parah pada kehamilan
– Muncul tiba-tiba
– Edema pulmo akut, hipoglikemi, anemia 
paling sering dalam kehamilan
– Kuning, kejang, penurunan daya ingat, koma,
mual, muntah, diare, perdarahan hidung-gusi-
saluran pencernaan, volume kencing kurang,
warna kencing spt teh hitam, pucat, nafas
pendek-tersengal
MALARIA RINGAN / MALARIA TANPA KOMPLIKASI

Pada anamnesis :
• Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari
daerah endemis malaria dengan demam akut dalam segala
bentuk, dengan / tanpa gejala-gejala lain.
• Adanya riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria dalam
2 minggu terakhir.
• Riwayat tinggal di daerah malaria.
• Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria.
 
Pada pemeriksaan fisik :
• Temperatur > 37,5oC
• Dapat ditemukan pembesaran limpa
• Dapat ditemukan anemia
Gejala klinis malaria ringan pada umumnya :
• Gejala klasik, ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah endemis
malaria atau yang belum mempunyai kekebalan atau yang baru pertama
kali menderita malaria.
• Gejala klasik yang khas ini terdiri dari 3 stadium yang berurutan, yaitu :
• Menggigil (15 – 60 menit)
• Demam (2-6 jam)
• Berkeringat (2-4 jam)

Catatan : di daerah endemis malaria, dimana penderita telah mempunyai


imunitas terhadap malaria, gejala klasik diatas tidak timbul berurutan,
bahkan tidak semua gejala tsb ditemukan.

Selain gejala klasik diatas, dapat juga disertai gejala lain/gejala khas setempat,
seperti :
• Lemas
• Sakit kepala
• Myalgia
• Sakit perut
• Mual & muntah
MALARIA BERAT
• Malaria berat / severe malaria / complicated malaria adalah
bentuk malaria falsiparum yang serius dan berbahaya,
yang memerlukan penanganan segera dan intensif. Oleh
karena itu pengenalan tanda-tanda dan gejala-gejala
malaria berat sangat penting diketahui bagi unit pelayanan
kesehatan untuk menurunkan mortalitas malaria.
Sayangnya, tanda-tanda & gejala-gejalanya tidak spesifik
dan ada pada banyak penyakit berat lain yang disertai
demam (severe febrile disease) yang biasa ada di negara-
negara endemis malaria.
• Beberapa penyakit penting yang mirip dengan malaria
berat adalah : meningitis, ensefalitis, septikaemia, demam
typhoid, infeksi viral, dll. Oleh karena itu pemeriksaan
laboratorium sangat diperlukan untuk menambah kekuatan
diagnosis.
WHO mendefinisikan Malaria berat sebagai : ditemukannya
Plasmodium falsiparum bentuk aseksual dengan satu atau beberapa
komplikasi/manifestasi klinik berat, yaitu :
1. Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral)
2. Anemia berat (Hb < 5 g%, Ht < 15 %)
3. Hipoglikemia (kadar gula darah < 40 mg%)
4. Udem paru / ARDS
5. Kolaps sirkulasi, syok, hipotensi ( tek. Sistolik < 70 mmHg pada dewasa dan < 50
mmHg pada anak-anak), algid malaria dan septikemia.
6. Gagal ginjal akut (ARF)
7. Jaundice (bilirubin > 3 mg%)
8. Kejang umum berulang ( > 3 x/24 jam)
9. Asidosis metabolik
10. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit & asam-basa.
11. Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah.
12. Hemoglobinuria
13. Kelemahan yang sangat (severe prostration)
14. Hiperparasitemia
15. Hiperpireksia (Suhu > 40o C)
Seorang penderita malaria falsiparum uncomplicated/tanpa komplikasi dapat menjadi
berat dan complicated kalau tidak diobati secara dini dan semestinya.
Siapa saja yang beresiko untuk mendapat komplikasi berat ?

a. Di daerah-daerah transmisi rendah –


semua kelompok umur
b. Di daerah-daerah transmisi tinggi –
anak-anak < 5 tahun, para
pendatang, para pekerja yang sering
berpindah-pindah.
c. Semua ibu hamil.
KOMPLIKASI

• Anemia Berat
– Disebabkan:
• Hemolisis sel darah merah oleh parasit
• Peningkatan kebutuhan selama kehamilan
• Hemolisis berlebihan menyebabkan defisiensi
folat
– Memburuk pada kehamilan 16-29 minggu
– Meningkatkan kesakitan dan kematian maternal dan
perinatal
KOMPLIKASI

• Edema pulmo akut


– Muncul tiba-tiba, setelah terinfeksi malaria beberapa
hari, sering terjadi pada trimester II dan III
– Dapat terjadi pada masa postpartum:
• Autotransfusi darah plasenta yang mengandung
banyak parasit di sel darah merahnya
• Peningkatan mendadak resistensi vaskular perifer
setelah persalinan
– Memberat dengan adanya anemia sebelumnya dan
perubahan volume cairan tubuh selama kehamilan
KOMPLIKASI

• Hipoglikemia
– Berhubungan dengan:
• Peningkatan kebutuhan hiperkatabolisme
dan adanya infeksi parasit
• Sebagai respon kelaparan
• Peningkatan respon pankreas terhadap
rangsangan pengeluaran insulin sehingga
terjadi hiperinsulinemia dan hipoglikemi
– Dapat terjadi berulang monitor ketat
– Dapat menyebabkan fetal distress tanpa gejala
yang khas
KOMPLIKASI

• Supresi Imunitas
– Saling memperberat: kehamilan vs
malaria
– Infeksi sekunder:
• ISK
• Pneumonia
• Sepsis
• HIV
Interaksi Biologi HIV-Malaria
• HIV berhubungan dengan supresi imunitas:
– Malaria lebih banyak dan lebih buruk
– Menurunkan efikasi obat antimalaria
• Malaria berpengaruh pada replikasi HIV:
– Meningkatkan MTCT pada beberapa ibu hamil yang
mengalami immuno-compromised tanpa pemberian
ARV
– Tidak mempunyai pengaruh atau mencegah MTCT
pada ibu hamil yang immuno-competent
• Infeksi Malaria and HIV
– Pada ibu hamil meningkatkan risiko: anemia, IUGR,
BBLR, prematuritas. Efek buruk keduanya bersifat
sinergisme
Kriteria yang diperhatikan dalam
menentukan diagnosis mikroskopik malaria :
Pemeriksaan mikroskopik Parasit
Malaria (sediaan darah tebal / tipis)

• Untuk mengetahui jenis parasit malaria aseksual


• Untuk mengetahui kepadatan parasit .
• Untuk mengetahui follow-up pengobatan pada penderita
yang dirawat
• Untuk menentukan nilai ambang parasit

Pemeriksaan mikroskopik merupakan pemeriksaan


terpenting pada penyakit malaria karena interpretasi
pemeriksaan ini selain dapat mengidentifikasi jenis
plasmodium secara tepat sekaligus juga dapat menghitung
jumlah parasit sehingga derajat parasitemia dapat diketahui.
Pemeriksaan mikroskopis sediaan darah
tebal secara kasar sering dilaporkan dengan
kode negatif, positif satu (+) s/d positif 4 (++
++), artinya adalah :
• Negatif ( - ) : tidak ditemukan parasit dalam 100
lapang pandang
• Positif satu ( + ) : didapatkan 1 – 10 parasit per 100 lapang
pandang.
• Positif dua ( ++ ): didapatkan 11 – 100 parasit per 100 lapang
pandang.
• Positif tiga ( +++ ) : didapatkan 1 – 10 parasit per 1 lapang
pandang.
• Positif empat ( ++++ ) : didapatkan 11 – 100 parasit per 1
lapang pandang.
Pada keadaan parasitemia hitungan secara kasar dengan
kode ++++ sering sulit diinterpretasi karena dapat diartikan
sebagai perhitungan 11 parasit per lapangan pandang s/d
ratusan ribu per lapangan pandang, sehingga pada
pembacaan ++++ selalu dianjurkan untuk melaksanakan
hitung parasit yaitu dengan cara:

a. Sediaan darah tebal : dihitung jumlah parasit setiap 200 leukosit ( eritrosit
sudah lisis )
Contoh : bila didapatkan 1500 parasit / 200 leukosit dan jumlah leukosit
8000/uL.
Hitung parasit = 8000/200 x 1500 parasit = 60.000 parasit/uL.
 
b. Sediaan darah tipis : plasmodium dihitung per 1000 eritrosit atau 10.000
eritrosit.
Contoh : bila didapatkan 50 parasit/1000 eritrosit = 5 % dan jumlah eritrosit
4.500.000/uL.
Hitung parasit = 4.500.000/1000 x 50 = 225.000 parasit/uL
Salah satu penilaian prognosis dapat
dilakukan berdasarkan hitung parasit, yaitu :

• Hitung parasit < 100.000/uL, mortalitas <


1%.
• Hitung parasit > 500.000/uL, mortalitas >
50%, dan
• Umumnya prognosis buruk bila hitung
parasit > 250.000/uL atau > 5 %.
• Selain jumlah parasit pada pemeriksaan darah tipis/tebal, penentuan jenis
plasmodium beserta stadium (aseksual) juga penting untuk menilai
kemungkinan terjadinya malaria berat, terutama bila didapatkan P.
falciparum stadium skizon.
• Setiap pemeriksaan mikroskopis plasmodium malaria dinyatakan negatif
bila minimal dalam 100 lapang pandang tidak ditemukan parasit malaria.
Pemeriksaan ini perlu diulang setiap 4-6 jam sebanyak 3 x berturut-turut.
Bila hasil tetap negative, diulang pemeriksaan selang 1 hari, sampai 3
kali.
• Apabila hasil pemeriksaan SD tebal selama 3 hari berturut-turut negatip,
maka dapat dinyatakan tidak didapatkan parasit malaria di dalam darah
pasien dan diagnosa malaria mungkin dapat disingkirkan.
• Tetapi pada kasus yang diduga malaria berat dengan hasil pemeriksaan
darah parasit malaria tidak ditemukan sebaiknya dilakukan pemeriksaan
imunoserologi.
Metode diagnostik yang lain

Adalah deteksi antigen HRP II dari parasite dengan metode


Dipstick test :
– Dapat mendeteksi Plasmodium falsiparum
– Mudah dalam penyediaan dan pemeriksaan
– Dapat digunakan bila mikroskopis tidak tersedia
– Sensitifitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (80 – 100 %)
 
Kelemahannya :
– Mahal harganya
– Kepekaannya tergantung densitas/kepadatan parasit
– Tidak dapat menghitung jumlah dan kepadatan parasit
– Tidak dapat mengetahui stadium parasit
– Dapat terjadi false positive atau false negative
Treatment of Symptomatic
Patients

• Uncomplicated malaria • Complicated malaria


– Provide first line – Weigh patient
antimalarial drug – Administer quinine as soon as it is
approved for use diluted
during pregnancy – Manage fever (analgesics, tepid
– Treat fever with sponging)
analgesics – Provide rehydration as needed
– Diagnose and treat – Monitor for severe anemia,
anemia hypoglycemia, acute renal failure
– Provide fluids and treat as needed
– Refer, if not skilled in managing
complicated malaria
KOMPLIKASI MALARIA PADA KEHAMILAN

A. Komplikasi Maternal (Ibu), tdr :


• Anemia
• Malaria serebral
• Hipoglikemia
• Udem pulmonal
• Infeksi plasenta
• Puerperal sepsis dan perdarahan post
partum (HPP)
1. Anemia

Hemoglobin Volume Packed


(g/dl) cell/Ht (%)

Anemia ringan/mild anaemia 10 – 11 33 – 37


Anemia sedang/moderat anaemia 7 – 10 24 – 33
Anemia berat/severe anaemia <7 < 24
Anemia sangat berat <4 < 13
Penyebab utama anemia pada kehamilan adalah :

• Malaria
• Defisiensi besi (sering disebabkan infeksi cacing
tambang)
• Defisiensi folat
• Haemoglobinopathy, misal : penyakit sickle cell
• Defisiensi G-6-PD
• Infeksi HIV
• Anemia berat dalam kehamilan meningkatkan
resiko kematian maternal, fetal dan perinatal.
• Didaerah endemik, penyakit malaria sebagian
besar menyebabkan anemia berat pada
primigravida. Sedangkan di daerah non endemik,
anemia berat pada malaria sering terjadi dan
merupakan komplikasi yang sangat berbahaya
pada kehamilan.
Anemia sekunder yang berat pada malaria dalam
kehamilan timbul melalui 2 jalan :

1. Hemolisis akut :
- berkembang cepat
- Biasanya berespon baik terhadap therapi obat anti
malaria (OAM)
 
2. Parasitemia menetap dengan spenomegali kronik :
- Respon terhadap OAM : rendah, splenomegali
berkurang hanya sesudah pengobatan beberapa bulan.
-Berhubungan dengan “malarial hyperreactive
splenomegaly”
- Hanya pada derah transmisi tinggi.
Efek anemia berat akibat malaria pada kehamilan
(pada semua tingkat transmisi)
1. Terjadi gagal jantung :
• Segera setelah melahirkan.
• Dapat dipercepat oleh pemberian transfusi darah yang terburu-buru/cepat.
• Sangat sering terjadi terutama pada Hb < 4 g%.
2. Syok hipovolemia :
• Dapat disebabkan kehilangan darah sewaktu melahirkan (HPP).
• Sering disebabkan karena kehilangan darah yang relatif kecil (< 250 ml).
• Membutuhkan transfusi segera.
 3. Meningkatkan kerentanan terhadap infeksi/faktor predisposisi untuk :
• Puerperal sepsis
• Pneumonia Staphylococcus
Gambaran klinik anemia berat pada kehamilan :
• Konjungtiva, lidah, kuku dan telapak tangan : pucat.
• Takikardi
• Splenomegali
• Nafas terengah-engah pada waktu istirahat
2. Malaria Serebral

• Malaria serebral jarang terjadi di daerah endemik, namun


sering di daerah non endemik pada sebagian besar
primigravida yang non-imun dan sebagai penyebab utama
tingginya kematian maternal. Mortality rate dari malaria
serebral : 50 % pada wanita hamil dan 20 % pada wanita
dewasa non-pregnant.

• Disebut malaria serebral apabila terdapat hal-hal dibawah


ini :
– Unrousable coma ( Glasgow Coma Score < 9 )
– Parasitemia perifer aseksual, atau infeksi plasenta
– Mengenyampingkan penyebab koma yang lain.
3. Hipoglikemia
Definisi : kedaan dimana kadar gula darah < 40 mg/dl ( < 2,2 mmol/l).

Hipoglikemia pada kehamilan :


• Lebih sering terjadi pada wanita hamil non-imun (yang tinggal di daerah stable
malaria/endemik) daripada wanita hamil semi-imun (di daerah stable/endemik).
• Lebih sering daripada wanita dewasa yang tidak hamil
• Timbul setelah terapi Kinin.
• Berhubungan dengan fetal distress
Catatan : Hipoglikemia pada ibu hamil di daerah endemik : jarang terjadi dan
sering asimptomatik (tanpa gejala).
 
Hipoglikemia dan malaria serebral dapat mempunyai gambaran klinis yang mirip
dan sering berdampingan. Pada pasien dengan tanda-tanda hipoglikemia atau
malaria serebral (misal : kesadaran menurun, konvulsi), sebaiknya dilakukan :
• Pemeriksaan kadar gula darah
• Terapi infus : glukosa 50 % bila pemeriksaan gula darah tidak tersedia.
• Lumbal punksi untuk menyingkirkan meningitis.
• Hipoglikemia yang terjadi sebelum terapi kinin (jarang pada wanita
dewasa yang tidak hamil) , mungkin disebabkan :
– Metabolisme glukosa oleh parasit
– Peningkatan metabolisme jaringan host
– Kehabisan cadangan karbohidrat oleh kelaparan dan malnutrisi
– Malabsorpsi glukosa oleh karena penurunan aliran darah (blood
flow) splancnicus

• Sedangkan hipoglikemia setelah terapi kinin, menggambarkan


hiperinsulinemia (merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan
insulin) yang menyebabkan :
– Penurunan glukoneogenesis hepatik.
– Peningkatan pengambilan(uptake) glukosa oleh jaringan perifer.
4. Edema Pulmonal
Edema pulmonal pada kehamilan disebut juga Edema pulmonal akut sekunder, yang terjadi :
• Lebih sering pada wanita hamil non-imun daripada wanita hamil semi-imun
• Lebih sering pada wanita hamil daripada wanita dewasa yang tidak hamil
• Sering terjadi segera sesudah melahirkan (disebabkan peningkatan volume sirkulasi darah
/autotransfusion bila pembuluh darah pelvis ditutup)
• Sebagai hasil kelebihan cairan dari : - transfusi darah yang terburu-buru (cepat).
- overhidrasi dari infus yang diberikan pada malaria berat .
• Berhubungan dengan maternal mortality rate > 50 %
 Gambaran klinik dari udem pulmonal :
• Takipnoe (pernafasan cepat) pada tahap awal
• Pernafasan dalam dan sesak nafas
• Sputum berbusa, kadang ada bercak darah.
Hal-hal penting pada pemeriksaan fisik, antara lain :
• Tekanan darah meningkat/sedikit meningkat
• Jugular venous pressure (JVP) meningkat
• Ronki basah halus tidak nyaring (+) pada bagian basal paru bilateral
 Pemeriksaan untuk diagnostik meliputi :
• Foto thoraks : bilateral patchy shadowing
• Penurunan oksigenasi arterial (hipoksemia)
5. Infeksi Plasenta

Infeksi plasenta dengan parasit malaria lebih sering pada :


• Daerah transmisi tinggi (endemik) daripada daerah transmisi rendah (non-endemik)
• Primigravida semi-imun daripada multigravida semi-imun
 
Wanita semi-imun (yang tinggal di daerah endemik) sering mempunyai pola :
• Parasitemia perifer rendah
• Infeksi berat plasenta
Sedangkan wanita non-imun (di daerah non-endemik) sering mempunyai pola kebalikannya :
• Parasitemia perifer berat
• Infeksi ringan (tak terdeteksi) plasenta
Infeksi plasenta dapat mempunyai efek pada janin, yaitu :
• BBLR, disebabkan pertumbuhan janin yang terbelakang
• Abortus dan stillbirth

Infeksi plasenta menurunkan persediaan oksigen dan glukosa untuk perkembangan janin, adapun
mekanismenya antara lain :
a. Mekanisme pemblokiran penebalan membran basal trofoblast.
b. Parasit di plasenta juga mengkonsumsi O2 dan nutrien-nutrien.
c. Pemindahan O2 yang rendah oleh eritrosit yang terinfeksi parasit di plasenta kepada janin.
Placental malaria

• Parasites
accumulate and
thrive in the
placenta
• Only affects
primigravidae in
areas of high
transmission
6. Sepsis Puerperal & Perdarahan Post Partum

Komplikasi-komplikasi ini ( Sepsis pueperal & PPP) sering menjadi penyebab


kematian maternal di negara-negara berkembang.
Penyebab kematian maternal yang lain di negara-negara berkembang adalah :
• Kelahiran macet
• Retensi plasenta
Komplikasi-komplikasi ini lebih fatal pada wanita hamil dengan anemia berat
(termasuk anemia karena malaria)
 
Puerperal sepsis :
1. Didefinisikan sebagai : infeksi bakteri dalam darah pada waktu
melahirkan
2. Lebih sering fatal pada wanita dengan anemia dan malaria (sering terjadi
infeksi perinatal)
 
Perdarahan post partum :
3. Didefinisikan sebagai kehilangan darah > 500 ml pada waktu melahirkan.
4. Penyebab serius kesakitan pada wanita sehat setelah kehilangan darah
500 ml dan wanita anemia setelah kehilangan darah 250 ml.
 
B. Komplikasi janin :

1. BBLR (Berat badan lahir rendah)


2. Abortus spontan, kelahiran mati &
kelahiran prematur
3. Malaria kongenital
4. Anaemia pada janin
Efek pada Janin

• Parasit bersembunyi di plasenta


• Mempengaruhi transfer oksigen dan nutrisi ke
janin, shg meningkatkan risiko:
– Abortus spontan
– Kelahiran preterm
– BBLR – penyebab utama kematian bayi pada
bulan pertama kehidupan
– Lahir mati

75
RISIKO PADA JANIN

• Risiko pada janin dipengaruhi oleh


– Demam tinggi
– Insufisiensi plasenta
– Hipoglikemi
– Anemia dan komplikasi lain
• Kematian perinatal-neonatal: 15-70%
– Abortus
– Prematur
– Lahir Mati
– IUGR
– Congenital malaria
PATOFISIOLOGI KOMPLIKASI
PADA JANIN

Berkurangnya Supply O2
IUFD
dan Glukosa ke janin
Infeksi Abortus
Plasental Lahir Mati
Abortus
Malaria Kongenital
Lahir Mati
Berkurangnya Supply O2
Anemia ke janin
Berat Lahir Mati
Anemia Janin

Abortus
Demam Lahir Mati
Tinggi
Lahir Prematur BBLR
1. BBLR (Berat badan lahir
rendah)

Didefinisikan sebagai : berat badan bayi < 2500 gram pada waktu
dilahirkan.
 
Malaria pada kehamilan mungkin menyebabkan BBLR pada > 50 %
kelahiran. Di Afrika, 1 dari 4 bayi menderita BBLR.
BBLR merupakan faktor resiko utama pada terjadinya kematian neonatal
dan bayi muda usia.
 
BBLR dapat terjadi pada semua tingkatan transmisi/endemisitas malaria,
terjadi terutama pada primigravida, yang disebabkan karena :
1. IUGR (Intra Uterine Growth Retardation), biasanya karena terjangkit
malaria sebelum usia kehamilan 20 minggu.
2. Prematurity(kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu), biasanya
karena terjangkit malaria pada usia kehamilan lanjut (trimester ketiga).
BBLR pada kehamilan dengan malaria:

Area stable (endemik) Area unstable


(non-endemik)
BBLR :
- IUGR +++ +
- Prematuritas + ++
Penyebab yang mendasari :
- Infeksi plasenta +++ +
- Anemia maternal +++ +++
- Demam tinggi + +++

Infeksi plasenta akan menurunkan suplai glukosa dan


oksigen kepada janin, yang berkontribusi pada terjadinya
IUGR. Sedangkan anemia maternal menurunkan suplai
oksigen ke janin, penyebab hipoksia pada janin dan BBLR.
2. Abortus spontan, Lahir mati dan kelahiran prematur

Demam tinggi adalah gejala yang sering terjadi pada ibu hamil non-imun (di
area non-endemik) dengan malaria. Demam tinggi dapat merangsang
kontraksi uterus yang menyebabkan :
a. Abortus
b. Lahir mati
c. Kelahiran prematur
 
Abortus dan Lahir mati juga dapat disebabkan oleh :
- Infeksi berat plasenta.
- Anemia maternal, karena hipoksia janin selama kehamilan dan kelahiran.
- Intra uterine fetal malaria pada ibu non-imun.

Namun di daerah endemik:


Demam tidak biasa pada primigravida dan sangat jarang pada multi gravida.
Rata-rata lahir mati rendah, contoh : di Afrika hanya 1-3 % kasus lahir mati.
3. Malaria kongenital

Terjadi karena perpindahan parasit melalui plasenta :


1. Dapat menyebabkan malaria kongenital.
2. Dapat menimbulkan malaria klinik pada neonatus dan bayi.
3. Sering tidak terdiagnosis pada waktu kelahiran ( timbul pada minggu I kehidupan, dan onsetnya dapat tertunda
hingga umur 3 – 6 minggu)
 
Gambaran klinik malaria kongenital, antara lain : - Demam
- Anemia
- Jaundice
- Splenomegali

Catatan : malaria kongenital dapat menjadi berat dan cepat fatal.


 
Malaria kongenital simptomatik jarang ditemukan pada bayi-bayi dari ibu yang semi-imun di area endemik, mengapa
?
Malaria kongenital simptomatik berpengaruh hanya < 1 % pada neonatus.
Rendahnya malaria klinik kongenital disebabkan :
4. Maternal antibody (Ig G) pindah melalui plasenta ke janin, memberikan imunitas pasif terhadap malaria untuk 3 –
6 bulan pertama kehidupan.
5. Antigen malaria yang terlarut mungkin mengaktifasi sistim imun dalam tubuh janin.
6. Hb fetal (Hb F) memperlambat pertumbuhan parasit.
4. Fetal anaemia

• Ditemukan bervariasi di daerah endemik malaria.


• Ditentukan dari kadar Hb tali pusat pada waktu kelahiran.
• Berhubungan dengan anemia maternal.
• Mungkin sebagai penyebab anemia pada bayi.
PENGONTROLAN MALARIA DALAM
KEHAMILAN
Pengontrolan malaria dalam kehamilan tergantung derajat tranmisi, pengawasan berdasarkan suatu
gabungan:
1. Diagnosis & pengobatan malaria ringan dan anemia ringan sampai moderat
2. Kemoprofilaksis
3. Penatalaksanaan komplikasi-komplikasi severe malaria, termasuk anemia berat
4. Pendidikan kesehatan dan kunjungan yang teratur untuk ante natal care (ANC).
5. ANC yang teratur adalah dasar untuk keberhasilan penatalaksanaan malaria dalam kehamilan,
yang bertujuan untuk :
a. Memberikan pendidikan kesehatan termasuk penyuluhan tentang malaria dan dampaknya ( malaria serebral, anemia,
hipoglikemi, edema paru, abortus, pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, kematian janin dalam rahim, dll) pada
kehamilan di semua lini kesehatan (Posyandu, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit).
b. Memonitor kesehatan ibu dan janin, serta kemajuan kehamilan
c. Diagnosis dan pengobatan yang tepat (tepat waktu)tergantung tingkat transmisi
d. Memberikan ibu suplai obat untuk kemoprofilaksis malaria
6. Perlindungan pribadi untuk mencegah kontak dengan vektor, misal : pemakaian kelambu.
7. Pemeriksaan hemoglobin dan parasitologi malaria setiap bulan.
8. Pemberian tablet besi dan asam folat serta imunisasi TT harus lengkap.
9. Pada daerah non resisten klorokuin :
a. Ibu hamil non imun : berikan Klorokuin 2 tablet/minggu dari pertama datang/setelah sakit sampai masa nifas.
b. Ibu hamil semi imun : pemberian SP pada trimester II dan III awal
10. Pada daerah resisten klorokuin : semua ibu hamil baik non imun maupun semi imun diberi SP
pada trimester II dan III awal.
 
Catatan : Kebijakan pengobatan malaria di Indonesia menghendaki untuk tidak memakai SP
(=sulfadoksin-pirimetamin) selama kehamilan.
PENGOBATAN MALARIA DAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN

Di daerah endemik malaria (stable) :

a. Pada semua ibu hamil dengan malaria, maka pada


kunjungan ANC yang pertama, diberikan pengobatan dosis
terapeutik anti malaria (lihat tabel di bawah)
b. Pencegahan terhadap anemia dimulai pada saat ini :
Berikan suplemen besi : 300 mg sulfas ferrosus (60 mg
elemen besi) / hari, dan
1 mg folic acid / hari.
Untuk pengobatan anemia moderat (Hb 7-10 g/dl) maka
pemberian dosis besi 2 x lipat.
Periksa Hb setiap kali kontrol.
Pengobatan dosis terapeutik OAM
dalam kehamilan :
Obat Dosis oral Keamanan
Anti malaria
Klorokuin 25 mg base/Kg selama 3 hari Aman untuk semua trimester

Amodiakuin 25 mg base/Kg selama 3 hari Tidak direkomendasi untuk


trimester I
Sulfadoksin- Sulfadoksin : 25 mg/Kg Tidak direkomendasi untuk
dosis
pirimetamin trimester I
tunggal
Pirimetamin : 1 mg/Kg
Meflokuin 20 mg base/Kg (dosis tunggal) Tidak direkomendasi untuk
trimester I
Kinin 10 mg garam/Kg tiap 8 jam selama Aman untuk semua trimester
5 - 7 hari
Artesunat 10-12 mg/Kg selama 2-3 hari Tidak direkomendasi untuk
Atau: Artemether plus Meflokuin trimester I
Catatan :
• Pemilihan obat seimbang antara efek samping untuk ibu & janin, biaya pengobatan, efikasi obat termasuk resistensi, dan kemungkinan kepatuhan pada pengobatan.
• Kinin dapat dikombinasi dengan antibiotik di daerah resisten kinin.
• Kebijakan pengobatan malaria di Indonesia hanya menganjurkan pemakaian klorokuin untuk pengobatan dosis terapeutik dalam kehamilan, sedangkan kinin untuk pengobatan malaria berat.
WHO :
• Mengapa pengobatan tidak diberikan saat
trimester I ?
• Wanita-wanita di daerah endemik biasanya
memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga :
• Tidak menimbulkan gejala-gejala, misal : demam
• Tidak dapat didiagnosa klinik.
• Beberapa wanita tertentu tidak datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan karena alasan tertentu.
Di daerah unstable malaria / endemik rendah :

Ibu hamil di daerah ini biasanya


mempunyai beberapa gejala seperti
demam, sehingga diagnosis dan
pengobatan malaria klinis adalah
mungkin. Penatalaksanaan atau
pencegahan anemia (seperti diatas)
juga harus dimulai pada saat ini.
Kemoprofilaksis malaria dalam kehamilan :

WHO merekomendasikan agar


memberikan suatu dosis pengobatan
(dosis terapeutik) anti malaria untuk
semua wanita hamil di daerah
endemik malaria pada kunjungan
ANC yang pertama, kemudian diikuti
kemoprofilaksis teratur.
Obat-obat anti malaria digunakan sebagai
kemoprofilaksis :
OAM Keamanan Keterangan
dalam kehamilan
Klorokuin Aman  Diberikan 300 mg/minggu
 Lebih baik diberikan setelah pemberian suatu dosis terapeutik
 Dipakai secara luas di Afrika
 Efikasi untuk kemoprofilaksis dan pengobatan menurun
 Resistensi terburuk terjadi di banyak negara di Afrika
Proguanil Aman untuk trimester II & III  Diberikan 200 mg HCl/hari dalam semester II & III
 Sebaiknya diberikan hanya setelah pemberian suatu dosis terapeutik OAM yang lain (Proguanil tidak direkomendasikan
untuk pengobatan)
 Proguanil tidak direkomendasikan untuk pengobatan
 Sebaiknya tidak diberikan selama trimester I
 Resistensi merupakan problem terutama di Asia Tenggara, tetapi masih efektif di beberapa daerah
Pirimetamin Aman untuk trimester II & III  Diberikan 25 mg/minggu pada trimester II & III
 Lebih baik diberikan setelah pemberian suatu dosis terapeutik
 Pernah digunakan secara luas di Afrika
 Sebaiknya tidak dipakai selama trimester I
 Aman dalam kehamilan tetapi resistensi terhadap obat ini merupakan problem yang semakin meningkat
SP Dipakai hanya untuk  Tidak direkomendasikan untuk profilaksis sebab walaupun jarang dapat menimbulkan efek samping berat, seperti :
pengobatan intermitten dyscrasias darah.
 Efektif diberikan untuk 2 jadwal dosis pengobatan pada klinik ANC yaitu pada trimester II & III (sedangkan pada wanita
dengan HIV postive sebaiknya diberikan 3 dosis pengobatan)
 Sebaiknya tidak diberikan selama trimester I atau sesudah umur kehamilan 35 minggu
 SP masih efektif di banyak negara Afrika dan pernah dipakai sebagai pengobatan intermitten di daerah resisten klorokuin
Meflokuin Belum dinilai secara lengkap  Diberikan 250 mg base/minggu pada trimester II & III
 Lebih baik diberikan setelah pemberian suatu dosis terapeutik
 Sebaiknya tidak dipakai pada trimester I
 Resistensi yang signifikan terhadap meflokuin terbatas pada beberapa bagian Asia Tenggara
 Obat ini terlalu mahal untuk negara-negara di Afrika.
Halofantrin Belum dinilai
Kinin Tidak direkomendasi - Kinin tidak dipakai untuk kemoprofilaksis dan merupakan obat cadangan untuk pengobatan :
1. Multidrug resistant pada malaria tanpa komplikasi yang tidak berespon terhadap klorokuin atau SP.
2. Severe malaria.
Dapsone- Tidak direkomendasi  Pernah dipakai secara efektif dan aman untuk profilaksis di Gambia
Pirimetamin  Pada umumnya tidak direkomendasikan sebab resiko tinggi untuk terjadinya agranulositosis

Catatan : Kebijakan pengobatan malaria di Indonesia menghendaki hanya memakai klorokuin untuk kemoprofilaksis pada kehamilan.
• Apakah sebaiknya wanita di daerah endemik
rendah (low endemicity area) mendapat
pengobatan kemoprofilaksis ?

• Rekomendasi WHO untuk kemoprofilaksis :


Pada daerah-daerah dimana parasitemia
plasenta berhubungan dengan BBLR, maka obat
anti malaria yang efektif dapat diberikan sesuai
peraturan. Dilanjutkan seluruhnya pada trimester
II & III.
Efikasi Kemoprofilaksis

• Beberapa study memperlihatkan bahwa


kemoprofilaksis menurunkan anemia maternal dan
meningkatkan BB bayi yang dilahirkan. Efek
menguntungkan ini terutama pada :
– Primigravida dan mungkin sekundigravida (kehamilan
kedua)
– Kalau kemoprofilaksis dimulai cepat pada permulaan
trimester II - bila parasitemia akan mencapai puncaknya
•  Meskipun kemoprofilaksis direkomendasikan untuk
semua ibu hamil di daerah endemik, keefektifan dari
kebijakan ini masih menimbulkan kontroversi.
Persoalan-persoalan dalam kemoprofilaksis :

Bila sudah diputuskan untuk memakai kemoprofilaksis, pemilihan obat yang akan
dipakai sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan hal-hal dibawah ini :
• Resiko penyakit malarianya terhadap ibu dan janin
• Efek samping kemoprofilaksis terhadap ibu dan janin
• Mungkin kepatuhan minum obat
• Ketenangan / ketentraman para ibu hamil dalam memakai obat
• Harga obat
• Efikasi obat & resistensi
 
Kepatuhan minum obat yang rendah dapat disebabkan :
- Kegagalan mendatangi klinik ANC untuk menyuplai obat
- Rasa pahit sebagian besar OAM, yang mana :
– Tidak enak/tidak menyenangkan
– Oleh ibu-ibu dihubungkan dengan obat-obat tradisional yang dapat menyebabkan
abortus.
- Lupa dosis.
Intermittent Preventive
Treatment

Based on the assumption that every


pregnant woman living in an area of high
malaria transmission has malaria parasites
in her blood or placenta, whether or not she
has symptoms of malaria

94
Intermittent Preventive
Treatment

Although a pregnant woman with


malaria may have no symptoms,
malaria can still affect her and her
unborn child

95
Intermittent Preventive Treatment:
WHO Recommendation
•All pregnant women should receive at least two
doses of IPT after quickening, during routinely
scheduled ANC visits (WHO recommends a
schedule of four visits, three after quickening)
•Presently, the most effective drug for IPT is
sulfadoxine-pyrimethamine (SP)
•Women should receive at least two doses of IPT
with SP at ANC visits after quickening, but no more
frequently than monthly

96
Intermittent Preventive
Treatment: Dose and Timing

• A single dose is three tablets of


sulfadoxine 500 mg + pyrimethamine
25 mg
• Healthcare provider should dispense
dose and directly observe client
taking dose

97
Instructions for Giving Intermittent
Preventive Treatment

• Ensure woman is at least 16 weeks pregnant and


that quickening has occurred
• Inquire about use of SP in last 4 weeks
• Inquire about allergies to SP or other sulfa drugs
(especially severe rashes)
• Explain what you will do; address the woman’s
questions
• Provide cup and clean water

98
Instructions for Giving Intermittent
Preventive Treatment (cont’d.)

• Directly observe woman swallow three tablets of


SP
• Record SP dose on ANC and clinic card
• Advise the woman when to return:
– For her next scheduled visit
– If she has signs of malaria
– If she has other danger signs

Reinforce the importance of using ITNs

99
Intermittent Preventive Treatment:
Contraindications to Using SP

• Do NOT give during first trimester: Be sure quickening


has occurred and woman is at least 16 weeks
pregnant
• Do NOT give to women with reported allergy to SP or
other sulfa drugs: Ask about sulfa drug allergies before
giving SP
• Do NOT give to women taking co-trimoxazole, or other
sulfa-containing drugs: Ask about use of these
medicines before giving SP
• Do not give SP more frequently than monthly: Be sure
at least 1 month has passed since the last dose of SP

100
Chemoprophylaxis with Chloroquine:
For Women Allergic to Sulfa Drugs*

Dose Chloroquine Timing


150 mg
1 4 tablets First ANC visit after 16 weeks

2 4 tablets Second day after first dose

3 2 tablets Third day after first dose

Weekly 2 tablets Every week during pregnancy

*If chloroquine resistance rates in the country are high,


chemoprophylaxis with chloroquine is not recommended.

101
Harga obat :
Meflokuin
Proguanil
Pirimetamin kurang
Klorokuin mahal
Pemeriksaan & Pengobatan Ibu Hamil di Puskesmas Endemis Malaria:
Ibu hamil dg gejala malariaANC,Konseling&Screening Malaria dg RDT/Mikroskop

Positif P.falcifarum/P.vivax Negatif Negatif

Trimester 1 Trimester2-3 Gejala + Gejala -


Kina3x2(7hari) ACT(3hari)
Darah tebal: .LanjutkanANC
Positif .Nutrisi,
.LLIN,Besi,
Negatif
.Folat
Perbaikan – Membaik-- .LanjutkanANC
Rujuk .Nutrisi,
.LLIN,Besi,
.Folat
Recognizing Malaria in
Pregnant Women

Complicated Malaria
Uncomplicated Malaria • Signs of uncomplicated
malaria PLUS one or
• Fever
more of the following:
• Shivering/chills/rigors • Dizziness
• Headaches • Breathlessness/difficulty
• Muscle/joint pains breathing
• Nausea/vomiting • Sleepy/drowsy
• False labor pains • Confusion/coma
• Sometimes fits,
jaundice, severe
dehydration
PENGOBATAN MALARIA BERAT DALAM KEHAMILAN

A. Penatalaksanaan umum :
1. Apabila tidak tersedia fasilitas yang memadai, persiapkan penderita
untuk dirujuk ketingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi yang
menyediakan perawatan intensif
2. Perhatian berlebih harus diberikan pada ibu hamil yang pertama
(primigravida) terhadap terjadinya hipoglikemia, udema paru,
malaria serebral, dan persalinan prematur.
3. Kontraksi uterus dan bunyi jantung janin harus dimonitor untuk
mengetahui :
– Kelahiran tanpa tanda-tanda/gejala (asymptomatic labour)
– Fetal distress
4. Sekali kelahiran sudah dimulai, maka adanya fetal distress/maternal
distress dapat merupakan indikasi untuk melakukan :
– Ekstraksi vakum
– Ekstraksi forseps
– Seksio Caesaria
5. Perawatan umum :
• Jaga jalan nafas dan mulut untuk tetap lowong untuk menghindari terjadinya
asfiksia, bila diperlukan beri oksigen (O2)
• Perbaiki keadaan umum penderita (beri cairan dan perawatan umum)
• Monitoring vital sign antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan
darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui
perkembangannya)
• Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai
kriteria diagnostik mikroskopik.
• Bila hipotensi, tidurkan dalam posisi Trendenlenburg dan diawasi terus tensi,
warna kulit dan suhu, laporkan ke dokter segera.
• Buat / isi status penderita yang berisi catatan mengenai : identitas penderita,
riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium (bila tersedia), diagnosis kerja, diagnosis banding,
tindakan & pengobatan yang telah diberikan, rencana tindakan/pengobatan, dan
lain-lain yang dianggap perlu (misal : bila keluarga penderita menolak untuk dirujuk
maka harus menandatangani surat pernyataan yang disediakan untuk itu). Catatan
vital sign disatukan kedalam status penderita.
• Kasus dirujuk ke rumah sakit bila kondisi memburuk
Obat anti malaria yang direkomendasi

KINA
• Aman digunakan pada semua trimester
kehamilan
• Tidak menyebabkan abortus dalam dosis terapi
• Pemberian IV untuk usia kehamilan > 30
minggu tidak menyebabkan kontraksi uterus /
(menginduksi partus) atau menyebabkan fetal
distress.
• Efek samping yang utama : hipoglikemia
Cara pemberian :

Cara I :
• Karena kematian dapat terjadi dalam 6 jam pertama, maka
diperlukan kadar yang ideal dalam darah secara cepat, yaitu :
• Loading dose/ dosis inisial : Kina HCl 25 % (perdrip) dosis 20 mg/Kg
BB dengan cara dilarutkan dalam dektrosa 5 % atau dextrose in
saline diberikan dalam 4 jam pertama dengan kecepatan konstan 2
ml/menit, 4 jam berikutnya istirahat (infus saja); kemudian 10 mg/Kg
BB setiap 8 jam (maintenance dose). Namun loading dose dipakai
bila penderita belum pernah mendapatkan pengobatan kina atau
meflokuin dalam 12 jam sebelumnya atau penderita yang riwayat
pengobatan sebelumnya diketahui dengan jelas.
• Berikan kemoterapi oral segera bila penderita sudah dapat minum,
Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg
BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung
sejak pemberian loading dose).
Cara II :
• Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau
1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500
ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan
selama 8 jam dengan kecepatan konstan 2
ml/menit, diulang dengan cairan yang sama
setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.
• Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti
dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10
mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan
total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus
perdrip yang pertama).
Itrarektal:
The intrarectal dose used in treatment trials in Africa
was either 12 mg/kg body weight quinine base (as
Quinimax ®, a cinchona alkaloid combination
containing 96.1% quinine, 2.5% quinidine, 0.68%
cinchonine, and 0.67% cinchonidine as gluconate
salts) every 12 h without a loading dose, or 8
mg/kg body weight every 8 h without a loading
dose. The retention and absorption of quinine is
dependent on pH
( Loading dose Mulai maintenance dose I Mulai maintenance dose II
4 Jam I ) 8 jam setelah loading dose 16 jam setelah loading dose
selama 4 jam selama 4 jam, dst

Jam ke 0 4 8 12 16 20 24

Pemberian kina mulai hari 0 :


• Catatan :
• Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat
tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.
• Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis
yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada
bokong). Bila memungkinkan untuk pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk
mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml
• Bila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenans kina
diturunkan 1/3 - 1/2 nya (menjadi 5-7 mg Kina HCl) dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi
klinik harus dilakukan.
• Total dosis kina yang diperlukan :
• Hari 0 : 30 mg/Kg BB
• Hari I : 30 mg/Kg BB
• Hari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.
• Hindari sikap badan tegak pada pasien akut selama terapi kina untuk menghindari hipotensi postural berat.
• Artesunate dan artemether sudah pernah dipakai dengan aman dan berhasil untuk ibu hamil pada
beberapa kasus.
B. PENGOBATAN TERHADAP KOMPLIKASI

1. Pengobatan anemia berat :


Indikasi pemberian transfusi darah :
Hb (g/dl) Ht (%) Implikasi untuk transfusi1)
<7 20 Transfusi sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan kondisi klinis2)
dan umur kehamilan3).
<5 15 Indikasi kuat untuk transfusi : sangat beresiko tinggi untuk
terjadinya gagal jantung
Catatan :
1. Tersedianya darah yang bebas HIV dan Hepatitis.
2. Cari apakah ada tanda-tanda gagal jantung.
3. Transfusi sebaiknya pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih.

Bila transfusi darah merupakan indikasi (lihat tabel diatas), berikan pengobatan dengan obat anti malaria yang
direkomendasikan dan lakukan:
• Transfusi tukar (exchange transfusion), akan megoreksi anemia tanpa resiko overhidrasi.
• Transfusi secara perlahan-lahan (slow transfusion) akan mencegah overhidrasi, untuk itu :
• Berikan furosemide 1-2 ampul IV selama transfusi
• Volume transfusi dimasukkan kedalam catatan balans cairan sebagai intake.
2. Pengobatan malaria serebral

Malaria serebral didefinisikan sebagai unrousable coma (penilaian dengan


Glasgow coma scale) pada malaria falsiparum, dengan manifestasi sebagai
perubahan sensorium yaitu manifestasi perilaku abnormal pada seorang
penderita dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam.
 
Prinsip penatalaksanaan :
 
1. Tidak ada terapi yang spesifik untuk malaria serebral
2. Terapi supportif meliputi :
a. Perawatan pasien tidak sadar
b. Pengobatan simptomatik, antara lain :
– pemberian anti piretik, misal paracetamol
– penatalaksanaan kejang : pencegahan dengan Phenobarbital maupun
pengobatan dengan Diazepam
a. Perawatan pasien tidak sadar meliputi :
• Buat grafik suhu, nadi dan pernafasan secara akurat.
• Pasang kateter urethra dengan drainase/ kantong tertutup. Pemasangan kateter dengan memperhatikan
kaidah a/antisepsis.
• Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang sering terjadi melalui IV-line
maka IV-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.
• Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang dapat terjadi karena tidak
adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.
• Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena kebersihan rongga mulut yang
rendah pada pasien tidak sadar.
• Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan hypostatic pneumonia.
• Hal-hal yang perlu dimonitor :
- Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
- Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow coma scale (GCS) setiap 6 jam.
- Hitung parasit setiap 12-24 jam.
- Hb & Ht setiap hari.
- Gula darah setiap 4 jam.
- Parameter lain sesuai indikasi ( misal : ureum & creatinin darah pada komplikasi gagal
ginjal ).
Pemeriksaan derajat kesadaran (modifikasi
Glasgow coma score)
ANAK-ANAK (Blantyre coma score) SKALA DEWASA
Jenis respon Anak-anak Anak Dewasa Jenis respon
Gerakan bola mata Membuka mata
4 Spontan
3 Respon terhadap suara
2 Respon terhadap nyeri
Mata terarah (mengikuti gerak 1 1 Tidak ada respon
telunjuk/senter)
Tidak terarah 0 0 -----------
Respon verbal Respon verbal
5 Jawaban normal
4 Jawaban keliru
3 Bicara tidak tepat
Menangis normal 2 2 Bicara kacau
Merintih 1 1 Tidak ada suara
Tidak terarah 0 0 -----------
Respon gerakan Respon gerakan
6 Respon spontan / normal
5 Mengikuti perintah
4 Dapat melokasi nyeri
3 Gerakan fleksi terhadap rangsang nyeri
Ada respon lokal terhadap rangsang nyeri 2 2 Gerakan ekstensi /abnormal terhadap
rangsang nyeri
Menarik tungkai karena rangsang sakit 1 1 Tidak ada reaksi
Non spesifik atau 0 0 -----------
Tidak ada reaksi
Total 0-5 3 – 15

Penilaian : pada anak-anak < 3 dan pada dewasa < 9 dianggap batas tingkatan koma ( unrousable coma).
Penatalaksanaan pasien koma
• Selalu memakai prinsip ABC
( A=Airway, B=Breathing,
C=Circulation) + D=Drug.
Airway ( jalan nafas ) :
• Jaga jalan nafas agar selalu bersih/tanpa
hambatan, dengan cara :
• Bersihkan jalan nafas dari saliva, muntahan, dll
• Pasien posisi lateral
• Tempat tidur datar/tanpa bantal.
• Mencegah aspirasi cairan lambung, dengan
jalan :
- posisi lateral.
- pasang NGT dan aspirasi isi lambung.
Breathing (pernafasan) :
• Bila takipnoe, pernafasan asidosis :
berikan penunjang ventilasi , misal :
O2, dan rujuk ke ICU.
Circulation (kardiovaskular) :
• Periksa dan catat : Suhu, nadi, tensi, JVP, CVP (bila
memungkinkan), turgor kulit, dll.
• Jaga keseimbangan cairan : lakukan monitoring balans
cairan dengan mencatat intake dan output cairan secara
akurat.
Pemasangan kateter urethra dengan drainage/bag tertutup untuk
mengukur volume urin.
Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat juga
diketahui dari volume urin. Normal volume urin : 1 ml/menit. Bila
volume urin < 30 ml/jam, mungkin terjadi dehidrasi ( periksa juga
tanda-tanda lain dehirasi ), maka tambahkan intake cairan melalui
IV-line. Bila volume urin > 90 ml/jam, kurangi intake cairan untuk
mencegah overload yang mengakibatkan udem paru.
b. Pengobatan simptomatik :
• Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia :
parasetamol 10 mg/KgBB/x, dan kompres hangat.
• Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa :
Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih
dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila
masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100
mg/24 jam.
Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif
dapat dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x
(dewasa) diberikan 2 x sehari.
3. Pengobatan hipoglikemia :
Hipoglikemia (kadar gula darah < 40 mg%) sering terjadi pada ibu hamil
baik sebelum maupun sesudah terapi Kina (kina menyebabkan
hiperinsulinemia). Penyebab lain diduga karena terjadi peningkatan
uptake glukosa oleh parasit malaria.

Tindakan :
• Berikan 50 – 100 ml Glukosa 40 % IV secara injeksi bolus
• Infus glukosa 10 % perlahan-lahan untuk maintenans / mencegah
hipoglikemia berulang.
• Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.

Bila sarana pemeriksaan gula darah tidak tersedia, pengobatan


sebaiknya diberikan berdasarkan kecurigaan klinis adanya hipoglikemia.
4. Pengobatan Udem paru :
Komplikasi udem paru sering terjadi segera setelah melahirkan, dengan tanda-tanda
antara lain : batuk-batuk, nafas dalam dan cepat (sesak nafas) ringan sampai berat.
Apabila mendapatkan ibu post partum dengan tanda-tanda sesak nafas, segera lakukan :
• Periksa tanda-tanda vital
• Periksa Balans cairan, cek urin output
• Periksa JVP, CVP bila tersedia
• Periksa auskultasi paru.
 
Udema paru terjadi akibat :
 
a. ARDS (Adult respiratory distress syndrome)
b. Over hidrasi akibat pemberian cairan.
 
ARDS terjadi secara tidak langsung karena peningkatan permeabilitas kapiler di paru.
ARDS dan overload cairan, keduanya dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan.
 
Bentuk klinik ARDS : - Takipnoe (nafas cepat) pada fase awal
- Pernafasan dalam
- Sputum : ada darah dan berbusa.
- X-ray : ada bayangan pada kedua sisi paru dan hipoksaemia.
Perbedaan ARDS dengan fluid overload :

ARDS Fluid overload


Balans cairan Normal Input > output
CVP Normal Meninggi
Tekanan A. Normal Meninggi
Pulmonal
JVP Normal Meninggi

Catatan : udem paru pada post partum lebih banyak


terjadi karena sirkulasi overload (seperti telah dijelaskan
pada bagian depan), sangat berbahaya dengan mortality
rate > 50 % sehingga harus ditangani secara cepat.
Tindakan :
Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan
sebelumnya dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Akibat ARDS
a. Pemberian oksigen
b. PEEP (positive end-respiratory pressure) bila tersedia.
2. Akibat over hidrasi / sirkulasi overload :
- Pembatasan pemberian cairan
- Bila disertai anemia,berikan Transfusi PRC.
- Berikan furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis
ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memonitor urin output dan
tanda-tanda vital.
- Rujuk segera bila overload tidak dapat diatasi.
- Untuk kondisi mendesak (pasien kritis) dimana pernafasan sangat sesak, dan
tidak cukup waktu untuk merujuk pasien, lakukan :
Posisi pasien ½ duduk.
Venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong transfusi/donor sebanyak 250-500
ml akan sangat membantu mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien sudah normal,
darah tersebut dapat dikembalikan ketubuh pasien.
 Ingat : komplikasi-komplikasi ini jarang ditemui pada wanita dengan
kekebalan semi-imun yang tinggal di daerah transmisi stabil.
Penanganan saat persalinan :
Saat persalinan berlangsung maka perhatian berlebih sebaiknya
diberikan pada primigravida dengan malaria berat terhadap
kemungkinan terjadinya:

1. Hipoglikemia
– Pemeriksaan gula darah pada waktu masuk rumah sakit dan lanjutan
(setiap 8-12 jam)
– Pemberian air gula atau dekstrose 40 %
– Pemberian kina : tidak memberikan dosis loading tetapi dosis 500
mg/8jam perdrip dengan larutan dekstrose 10 %.
2. Udema paru (sudah dijelaskan sebelumnya)
3. Malaria serebral (sudah dijelaskan sebelumnya)
4. Kegawatan janin
Percepat persalinan : tindakan forsep/vakum bila memenuhi
persyaratan atau seksio sesaria.
5. Malaria kongenital
Pemberian informasi kepada dokter/spesialis anak.
Case Management: Drug
Efficacy

• Effective drugs are needed for P. falciparum malaria as it


can be fatal to both mother and child
• Drug of choice depends on the geographic drug resistance
profile:
– Chloroquine is the drug of choice in few areas where it is
still effective
– SP often next choice
– Quinine is the drug of choice for complicated malaria
Perlindungan dari gigitan nyamuk :

Kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah dengan :


• Memakai kelambu yang telah dicelup dengan insektisida
(misal : permethrin)
• Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang
• Pemakaian penolak nyamuk (repellent)
• Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat
nyamuk listrik)
• Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-
jendela
• Tinggal di dalam rumah selama jam-jam gigitan nyamuk.
Diagram pengaruh malaria dalam kehamilan :

Penurunan Diet
Kehamilan
kekebalan tubuh kurang

Defisiensi besi
MALARIA
Defisiensi folat

Partus Infeksi
Anemia
prematur plasenta
maternal

Morbiditas
BBLR
dan Mortalitas
Maternal
ANTE NATAL CARE
Scheduling and Timing of ANC
Visits

• First visit: By 16 weeks or when woman first thinks she is


pregnant
• Second visit: At 24–28 weeks or at least once in second
trimester
• Third visit: At 32 weeks
• Fourth visit: At 36 weeks
• Other visits: If complication occurs, followup or referral is
needed, woman wants to see provider, or provider
changes frequency based on findings (history, exam,
testing) or local policy
Record Keeping
Record all information on the ANC chart and clinic card:

First ANC Visit Subsequent ANC Visits


• History • Interim history
• Physical examination • Targeted physical
• Testing examination, testing
• Care provision, including • Care provision, including
provision of IPT for malaria, if provision of IPT for malaria, if
appropriate appropriate
• Counseling, including birth • Counseling, including birth
plan and use of ITNs plan and use of ITNs (and
• Date of next ANC visit relevant information on how
client obtained and used ITN)
• Date of next ANC visit
Antenatal Care and Health
Education

• Antenatal visits provide a unique opportunity for:


– Monitoring of maternal and fetal health during
pregnancy
– Provision of micronutrient supplementation
(e.g., iron folate)
– Health education and counseling about malaria
during pregnancy
– IPT with an effective antimalarial drug (e.g.,
sulfadoxine-pyrimethamine, SP)
– Prompt diagnosis and treatment of malaria
Health Education on Malaria During
Pregnancy: What To Tell Patients

• Pregnant women (especially primigravida, secundigravida


and HIV-infected women) are at higher risk of malaria
• Malaria:
– Is transmitted through mosquito bites
– Can cause severe anemia, with adverse consequences
for mother and baby
– Can cause abortions, stillbirths and result in low birth
weight newborns
– Can be prevented through the use of IPT and ITNs
during pregnancy
– Can be easily treated if recognized early but complicated
malaria requires specialized treatment
Health Education: Topics
Addressed

• Prevention of malaria:
– Intermittent preventive treatment (IPT)
– Use of insecticide-treated nets (ITNs)
– Other methods
• Other important issues to be discussed include:
– Nutrition
– Care for common discomforts
– Use of potentially harmful substances
– Hygiene
– Rest and activity
Summary of Health Education
Points

• Malaria transmitted through mosquito bites


• Pregnant women and children are most at risk
• Pregnant women infected with malaria may have
no symptoms
• Women with HIV/AIDS are at higher risk
• Malaria can lead to severe anemia, spontaneous
abortion, low-birthweight babies
• Malaria is preventable
Early Detection and Treatment

• Malaria—history and physical exam


– Fever and accompanying signs/symptoms
– Region
– Complicated vs. uncomplicated cases
• Severe anemia—physical exam, testing
• Pre-eclampsia/eclampsia—measurement of blood
pressure
• HIV—voluntary counseling and testing
• Sexually transmitted infections, including syphilis—
testing
Prevention: Key Preventive
Measures
• Malaria:
– Intermittent preventive treatment (IPT)
– Use of insecticide-treated nets (ITNs)
• Tetanus toxoid, iron/folate supplements
• Country/region-specific interventions as
appropriate
– Vitamin A supplements
– Iodine supplements
– Presumptive treatment for hookworm
Danger Signs of Pregnancy

• Vaginal bleeding
• Difficulty breathing
• Fever
• Severe abdominal pain
• Severe headache/blurred vision
• Convulsions/loss of consciousness
• Labor pains before 37 weeks
Case Management: Drug
Efficacy

• Effective drugs are needed for P. falciparum


malaria as it can be fatal to both mother and child
• Drug of choice depends on the geographic drug
resistance profile:
– Chloroquine is the drug of choice in few areas
where it is still effective
– SP often next choice
– Quinine is the drug of choice for complicated
malaria
Drugs That Should Not Be
Used During Pregnancy
• Tetracycline
– Cause abnormalities of skeletal and muscular growth, tooth
development, lens/cornea
• Doxycycline
– Risk of cosmetic staining of primary teeth is undetermined
– Excreted into breast milk
• Primaquine
– Harmful to newborns who are relatively Glucose-6-
Phosphatase-Dehydrogenase (G6PD) deficient
• Halofantrine
– No conclusive studies in pregnant women
– Has been shown to cause unwanted effects, including death
of the fetus, in animals
Intermittent Preventive Treatment:
WHO Recommendation

•All pregnant women should receive at least two


doses of IPT after quickening, during routinely
scheduled ANC visits (WHO recommends a
schedule of four visits, three after quickening)
•Presently, the most effective drug for IPT is
sulfadoxine-pyrimethamine (SP)
•Women should receive at least two doses of IPT
with SP at ANC visits after quickening, but no more
frequently than monthly
Intermittent Preventive Treatment:
Contraindications to Using SP

• Do NOT give during first trimester: Be sure quickening


has occurred and woman is at least 16 weeks
pregnant
• Do NOT give to women with reported allergy to SP or
other sulfa drugs: Ask about sulfa drug allergies before
giving SP
• Do NOT give to women taking co-trimoxazole, or other
sulfa-containing drugs: Ask about use of these
medicines before giving SP
• Do not give SP more frequently than monthly: Be sure
at least 1 month has passed since the last dose of SP
Chemoprophylaxis with Chloroquine:
For Women Allergic to Sulfa Drugs*

Dose Chloroquine Timing


150 mg
1 4 tablets First ANC visit after 16 weeks

2 4 tablets Second day after first dose

3 2 tablets Third day after first dose

Weekly 2 tablets Every week during pregnancy

*If chloroquine resistance rates in the country are high,


chemoprophylaxis with chloroquine is not recommended.
Summary of Health Education
Points

• Pregnant women should sleep under ITNs every night


• By preventing malaria, IPT reduces the incidence of
maternal anemia, spontaneous abortion, preterm birth,
stillbirth, and low birthweight
• IPT should be administered to pregnant women at
regularly scheduled ANC visits after quickening, but not
more often than monthly
DETEKSI DAN PENGOBATAN
Malaria Detection and
Treatment: Chapter Objectives

• Identify causes of fever during pregnancy


• List the signs and symptoms of uncomplicated
and complicated malaria
• Describe the treatment for uncomplicated malaria
during pregnancy
• Explain the steps to appropriately refer a pregnant
woman who has complicated malaria
Detecting Malaria

• Symptoms
– Fever
– Chills
– Headaches
– Muscle/joint pains
• Lab exam of blood from a finger prick
Fever during Pregnancy

• Temperature of 38° C or higher


• May be caused by malaria, but also by:
– Bladder or kidney infection
– Pneumonia
– Typhoid
– Uterine infection
• Careful history and physical required to rule out
other causes
Fever during Pregnancy
(cont’d.)

Ask about or examine for:


• Type, duration, degree of fever
• Signs of other infections:
– Chest pain/difficulty breathing
– Foul-smelling watery vaginal discharge
– Tender/painful uterus or abdomen
– Frequency/urgency/pain in urinating
• Signs of complicated malaria or other danger
signs
Types of Malaria

• Uncomplicated
– Most common
• Complicated
– Life threatening, can affect brain
– Pregnant women more likely to get
complicated malaria than non-pregnant women
Recognizing Malaria in
Pregnant Women

Complicated Malaria
Uncomplicated Malaria
• Signs of uncomplicated
• Fever malaria PLUS one or
• Shivering/chills/rigors more of the following:
• Headaches • Dizziness
• Muscle/joint pains • Breathlessness/difficulty
breathing
• Nausea/vomiting
• Sleepy/drowsy
• False labor pains
• Confusion/coma
• Sometimes fits,
jaundice, severe
dehydration
Recognizing Malaria in
Pregnant Women (cont’d.)

Refer the woman


immediately
if you suspect anything
other than
uncomplicated malaria
Case Management

• Determine whether malaria is uncomplicated or


complicated
• Uncomplicated: Manage according to national
protocol
• Complicated: Refer immediately to higher level of
care; consider giving first dose of anti-malarial if
available and healthcare provider is familiar with
its use
Case Management: Drugs

• First-line drug therapy is indicated for


uncomplicated malaria
• Second-line drug therapy is indicated for
uncomplicated malaria that has failed to respond
to first-line drug
• In almost all countries, quinine is the drug of
choice for complicated malaria
Managing Uncomplicated
Malaria

• Provide first-line anti-malarial drugs


– Follow country guidelines
• Manage fever
– Analgesics, tepid sponging
• Diagnose and treat anemia
• Provide fluids
Treating Uncomplicated
Malaria

• Observe client taking anti-malarial drugs


• Advise client to:
– Complete course of drugs
– Return if no improvement in 48 hours
– Consume iron-rich foods
– Use ITNs and other preventive measures
SP: Contraindications

• Before 16 weeks of pregnancy


• SP dose in last 4 weeks
• Allergies to sulfa drugs (e.g., co-trimoxazole)
• Currently taking other sulfa drugs
– Substitute other drug before giving SP
Treatment Problems

• Vomiting within 30 minutes


– Repeat dose of SP
• Itching
– Warm or cool baths
– Use lotions/skin creams
– Give Piriton™ or Phenergan®
• Stomach upset/irritation
– Take chloroquine with food or sugar
– Reduce intake of caffeine and greasy foods
Treatment Followup

• Arrange followup within 48 hours


• Advise to return if condition worsens
• Review danger signs
• Reinforce use of ITNs
Second-Line Drug

• Most clients will respond to malaria treatment and begin


to feel better within 48 hours
• However, if the client’s condition does not improve or
worsens, give second-line treatment for uncomplicated
malaria
Second-Line Drug (cont’d.)

• If the woman’s condition does not improve or


worsens within 48 hours of starting treatment with
a second-line drug, and/or other symptoms
appear, REFER IMMEDIATELY
• If signs of complicated malaria are present,
REFER IMMEDIATELY
Antimalarials contra-indicated in
pregnancy

• Tetracycline
• Doxycycline
• Halofantrine
• Primaquine
• Tafenoquine
Rekomendasi CDC

Major strategies for malaria control


during pregnancy
 Drugs
• Intermittent preventive treatment during
pregnancy (IPTp)
• Febrile case management
 Insecticide Treated Nets (ITNs)
IPTp to prevent MIP

 Rationale for IPTp


 Prevents placental malaria (or clears established
placental infection), during period of rapid fetal growth
• Most commonly used regimen:
– Sulfadoxine-pyrimethamine (SP)
– At least 2 treatment doses (3 tablets) but best to have 3
or more doses starting after quickening (~16 weeks
gestation), provided at least 4 weeks apart
• Can be given monthly
• Can be given until end of pregnancy
– HIV infected need at least 3 doses for benefit
• None if taking daily septrin
IPTp to prevent MIP
• SP works for IPTp despite high SP resistance and
malaria treatment failures in young children
– Acquired immunity
– prevention vs. treatment
– Confusing for policy makers and health workers (HWs)
• Easily deliverable (single dose)
• Can be provided under directly observed therapy
(DOT) at clinic
• Well-tolerated, inexpensive
– Very few side effects
– Rarely Stevens Johnson Syndrome (SJS) if allergy
• If mucosal lesions, rash, stop SP and see doctor
Why is IPTp implementable?

• In most African countries women attend


antenatal clinic (ANC)
• Typically begin ANC in 2nd trimester
• On average make 3-4 ANC visits during
pregnancy
• Ample time to provide at least 2 doses
• WHO recommendation to provide IPTp ~
1999
IPTp implementation
• In most countries, less than 20% of
pregnant women living at risk for
malaria receive at least 2 doses of
SP IPTp
Current WHO
recommendations for IPTp

• Beginning after quickening, provide at


least 2 doses of SP as IPTp no less
than 4 weeks apart
7. RUJUKAN PENDERITA

Semua penderita malaria berat dirujuk / ditangani RS Kabupaten.


Apabila penderita tidak bersedia dirujuk dapat dirawat di puskesmas rawat inap dengan
konsultasi kepada dokter RS Kabupaten.
Bila perlu RS kabupaten dapat pula merujuk kepada RS Propinsi.
 
Cara merujuk :
1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang diagnosa,
riwayat penyakit, pemeriksaan yang telah dilakukan dan tindakan yang sudah diberikan.
2) Apabila dibuat preparat Sediaan Darah malaria, harus diikutsertakan.
 
Kriteria penderita malaria yang dirawat inap :
Bila salah satu atau lebih dari gejala dibawah ini :
1. Malaria dengan komplikasi
2. Malaria congenital pada bayi
3. Hiperparasitemia. (Parasitemia > 5 %)
 
 
RUJUKAN DARI PUSKESMAS KE RUMAH SAKIT KABUPATEN

PUSKESMAS : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
---------------------------------------------------------------------------------------
No. : .. . . . . . . . . . Kepada :
Hal : Rujukan Yth. . . . . . . . . . . . . . . . . .
Lamp. : RS ……………………….
Di . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Dengan hormat,

Mohon pemeriksaan/pengobatan lebih lanjut :


Nama penderita : . . . . . . . . . . . . . . . . ., Umur : . . . . . . . . , L/P
Alamat :...................
Dengan keluhan : menggigil/demam/berkeringat/mual/muntah/sakit kepala/ . . . . .
.
Masuk Puskesmas : tanggal : . . . . . . , jam . . . . . . . .
Pemeriksaan : Keadaan umum : . . . . . . . . . . ., kesadaran : . . . . . .
Tensi : . . . . . . , Nadi : . . . . . . , Pernafasan : . . . . . .
Suhu : . . . . .  C. ., kelainan fisik yang menonjol : . . . . . . . . . .
Diagnosis kerja : . . . . . . . . . . .. .

Telah diberikan pengobatan : . . . . . . . . . . . . . . .


................
................

Saat diberikan : . . . . . . . . . . . . .

Pengobatan tambahan : . . . . . . . . . . .

Slide malaria dibuat/tidak dibuat/ diikut sertakan/ tidak diikut sertakan

Atas bantuan dan kerja samanya diucapkan terima kasih.

. . . . . . . . . ., tanggal . . . . . . . . ..

Salam sejawat,

(. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .)
RUJUKAN BALIK : DARI RUMAH SAKIT KABUPATEN KE
PUSKESMAS

RUMAH SAKIT : ……………………………

No. : .. . . . . . . . . . kepada :
Hal : Yth. TS . . . . . . . . . . . . . . .
Lamp. :
Di . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Dengan hormat,
Bersama ini kami kirimkan kembali penderita yang TS rujukkan .
Dengan Rekam Medis No. . . . . . . . . . . .. .., tanggal : . . . . . . .

Nama : . . . . . . . . . .. . . .., Umur : . . . . . . . ... . , L/P


Masuk dirawat tanggal ……….sampai tanggal ……………..

Anamnesis :

Pemeriksaan fisik :

Laboratorium : Slide /DDR : + / -


Jenis plasmodium : 1. P. falciparum
2. P. vivax
3. P. campuran (mix)
Pemeriksaan tambahan :
 Ro thorax
 EKG
 Kimia darah
 Lain-lain

Diagnosis :

Obat yang diberikan :

Obat waktu pulang :

Anjuran :

Terima kasih atas kerja samanya.


…………., tanggal . . . . . . . . ..
Direktur Rumah Sakit,

(. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai