= 50 gram = 100.000 mg
= 100 gram
= 5 gram ● Mucilago amylum 10% adalah amilum 10% didalam mucilago. Jika di buat 1 00
g mucilago amylum, maka amilum yang ditimbang 10 g.
= (100-2) x 148g/100
= 145,04 gram
= (100-2) x 148g/100
= 145,04 gram
● Kapsul saat praktik/jumlah kapsul
= (bobot granul 0% H2O x 200 kapsul/100)
= (145,04 x 200)/100
= 290,08 gram
Paracetamol 50
Amilum 5
Laktosa 41,67
I. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibuat mucilago amylum dengan cara: amilum dimasukkan sedikit demi sedikit ke
dalam beaker glass yang berisi air panas lalu diaduk ad homogen dan jernih.
3. Ditimbang 50 gram paracetamol, 3,33 gram mucilago amylum, 41,67 gram
laktosa, dan 5 gram amilum.
4. Digerus paracetamol, laktosa, dan amilum didalam lumpang yang berbeda, ad
halus.
5. Dimasukkan paracetamol dan laktosa yang sudah digerus dan juga amilum
kedalam baskom lalu diaduk ad homogen. Ditambahkan mucilago amyli ad
terbentuk massa yang kompak.
6. Diteteskan etanol sedikit demi sedikit ke dalam baskom sampai terbentuk massa
yang kompak, kemudian diayak dengan ayakan mesh no. 12.
7. Lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 30-40 derajat celcius selama ± 15 menit,
kemudian dilakukan uji evaluasi kadar lembab.
8. Setelah kering kembali dilakukan pengayakan menggunakan ayakan mesh no. 16,
kemudian dilakukan uji evaluasi granul meliputi uji sifat alir, distribusi ukuran
partikel, dan bobot granul.
9. Kemudian granul dimasukkan ke dalam cangkang kapsul no. 0
10. Dilakukan uji evaluasi kapsul, meliputi uji keseragaman bobot dan waktu hancur.
11. Dimasukkan 20 kapsul di dalam setiap botol, diberi etiket dan di serahkan.
Uji Evaluasi
Tabulasi Data
A. Evaluasi Granul
1. Sifar Alir
a) Cara Langsung
Bobot (g) Waktu (s) Kecepatan alir (g/s) Sifat alir
𝑥̅
b). Cara Tidak Langsung
Uji Kadar Lembab
Penimbangan Bobot (gram)
Cawan kosong
Cawan + granul awal
Cawan + granul akhir
Bobot awal granul
Bobot granul setelah
kering
No. Mesh Diameter Mesh rata-rata (cm) Bobot (g) % Bobot % bobot x α
20
20/60
40/60
90/100
100/120
120
𝑥̅
Evaluasi Kapsul No. Bobot cangkang + isi (g) Bobot isi (g) Bobot cangkang (g) % penyimpangan
1. Keseragaman bobot (FI III hal. 6) 1.
2.
3.
4.
𝑥ҧ
−𝑥1
Rumus: %Penyimpangan = 𝑥 100 5.
𝑥ҧ
6.
7.
8.
9
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
2. Waktu Hancur (FI Ed.III hal 6, FI IV hal. 1086, FI Ed.V hal 1641)
1
2
3
4
5
6
𝑥̅
Pembahasan
1. Pada percobaan ini zat aktif yang digunakan adalah parasetamol karena merupakan obat analgetik-antipiretik yang
banyak diproduksi dan digunakan oleh masyarakat karena keamannya.
2. Dibuat dalam bentuk sediaan kapsul bertujuan untuk memudahkan pasien dalam mengkonsumsi obat karena
memiliki keunggulan yang baik. Seperti mudah dikonsumsi, mudah dibawa, obat tidak banyak meninggalkan
residu dibanding sediaan tablet.
3. Metode pembuatan kapsul yang digunakan adalah dengan granulasi basah, hal ini disebabkan karena parasetamol
merupakan bahan dengan karaketristik kompaktibilitas kurang baik dan sifat alirnya yang buruk. Untuk
memperbaiki sifat alir dan kompaktibilitas maka dalam pembuatan tablet digunakan metode granulasi basah.
4. Selain zat aktif, kapsul terdiri dari bahan tambahan dengan fungsi yang berbeda diantaranya bahan pengisi,
penghancur, pengikat, pelincir dan pelicin.
5. Laktosa digunakan sebagai pengisi, karena dapat meningkatkan kecepatan disolusi zat aktif dari sediaan kapsul.
6. Sediaan kapsul ini mengandung mucilago amylum sebagai pengikat. Mucilago amylum merupakan bahan
pengikat yang baik, dapat menghasilkan granul dan tablet yang mudah hancur dalam tubuh dan bersifat netral
serta non reaktif sehingga dapat digunakan dengan kebanyakan zat aktif.
7. Sediaan kapsul ini mengandung amylum yang digunakan sebagai glidan (pelincir). Glidan ditambahkan dalam
formulasi kapsul untuk membantu granul atau masa yang akan dimasukan kedalam kapsul tidak terjadi gesekan
dan dapat mengalir dengan baik.
Kemasan
Etiket
Brosur
Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2020. Farmakope Indonesia
Edisi VI. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
h.1359 dan 1361.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2014. Farmakope Indonesia
Edisi V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
h.1641.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farmakope Indonesia
Edisi IV. Jakarta:Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
h.488-489.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979. Farmakope Indonesia
Edisi III. Jakarta:Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
h.6.
5. Brayfield, A., 2014. Martindale The Complete Drug Reference 38th
Edition. Pharmaceutical Press, London, p.115.
6. Rowe RC, Sheskey PJ, dan Quinn ME. Handbook of Pharmaceutical
Exipients. 6th ed. London: the Pharmaceutical Press, 2009, p.359-360,
362,685-686, 688-689.
Terimakasi
h