Anda di halaman 1dari 8

UPAYA PEMBAHARUAN HUKUM AGRARIA DALAM

MEMINIMALISIR PRAKTIF MAFIA PERTANAHAN

1. Mohammad Yusuf-2019022017 4.
2. 5.
3.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM
JAKARTA
2021
Latar Belakang Masalah
UPAYA PEMBAHARUAN
Hukum Agraria
HUKUM AGRARIA Nasional
DALAM MEMINIMALISIR
PRAKTIF MAFIA
PERTANAHAN

UU 5/1960

UU
omnibuslaw

Maraknya
praktik mafia
tanah

upaya
pembaharuan
hukum agraria Badan hukum swasta
maupun oknum
pegawai/pejabat
pemerintah
Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang
di atas, maka rumusan masalah
yang akan dibahas pada penelitian
1 ini adalah “Bagaimanakah upaya
pembaharuan hukum agraria dan
efeknya dalam memberantas mafia
tanah?”
PEMBAHASAN 1
Hukum Agraria dan Lingkungan Hidup

Dasar ●


Pasal 18 dan Pasal 33 UUD 1945
UU 5/1960
Hukum ●
UU 32/2009

Pemaknaan Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar


Teori
Negara republik Indonesia yang merupakan landasan
hukum agraria memiliki tiga pokok pemikiran utama,
yaitu : Struktur Hukum Pertanahan, Fungsi dari hukum
pertanahan, dan Dasar dari hukum pertanahan.
PEMBAHASAN 2
Penegakan Hukum

Dasar ●
Hukum Pidana Formil dan
Materiil
Hukum ●
UU 32/2009

Penegakan hukum yang baik itu tidak sekedar ditentukan oleh


substansi perundang-undangannya, melainkan lebih banyak

Teori ditentukan oleh “kultur hukum” yakni mencakup opini-opini,


kebiasaan-kebiasaan, cara bertindak, dan cara berpikir dari
seseorang yang bertalian dengan segala hal yang berbau hukum),
warga masyarakat maupun para penegak hukum dan penguasanya.
PEMBAHASAN 3
Upaya Pembaharuan Hukum Agraria Di Indonesia

UU Hukum Agraria
dan Lingkungan
Hidup sebelum

UU 5/1960
Omnibuslaw/UU
Cipta kerja

UU 32/2009
Upaya
pembaharuan

UU 11 tahun 2020 (UU
hukum agraria dan
lingkungan hidup
ciptaker/omnibuslaw).
PEMBAHASAN 1
Hukum Agraria dan Lingkungan Hidup

Problem ●
Kekhawatiran masyarakat dan kaum intelektual
atas keberadaan UU omnibuslaw/Ciptaker, karena
Omnibuslaw/U adanya anggapan UU omnibuslaw/Ciptaker justru
berdampak lebih buruk kepada masyarakat
U Cipta kerja dibandingkan UU sebelumnya

Problem

belum adanya sanksi tegas yang diperlukan dalam memilnimalisir praktik mafia tanah

contoh sanksi yang tegas yang diperlukan dalam memilnimalisir praktik mafia pertanahan :

hukum pidana terhadap oknum pada badan hukum/usaha swasta dengan ancaman yang

Omnibuslaw/U
berat terhadap oknum (dengan ancaman minimal 12 tahun penjara),

pembubaran paksa terhadap Badan hukum swasta yang terlibat praktik mafia hukum,

sanksi pidana yang tegas terhadap oknum pejabat/pegawai pemerintah (dengan ancaman
minimal 12 tahun penjara)

U Cipta kerja ●
Penyitaan terhadap aset kekayaan pelaku yang diduga didapat dari praktik mafia tanah
(baik individu maupun badan hukum).
PENUTUP

 Dari uraian tersebut, dapat dibuat kesimpulan bahwa upaya pembaharuan hukum agrarian melalui Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja belum cukup dalam memberantas praktik mafia tanah yang ada di Indonesia, karena
peraturan yang ada saat ini belum mencakup adanya pengaturan terkait sanksi bagi pihak swasta, maupun oknum aparatur
pemerintah yang melakukan penguasaan kawasan hutan serta melakukan penebangan pohon di hutan, serta menerbitkan
sertifikat hak atas tanah yang dibuat secara melawan hukum. Kalaupun ada sanksi masih bersifat pidana penjara dan
sanksi denda, bukan dengan adanya pengaturan sanksi yang tegas terkait pembubaran badan hukum milik swasta, baik
yang terbukti memiliki hubungan langsung dengan mafia tanah dan praktik mafia pertanahan, maupun badan hukum milik
swasta yang terbukti memiliki hubungan tidak langsung dengan mafia tanah dan praktik mafia pertanahan, dimana
ketegasan dalam memperbaharui dan membuat aturan dalam memasukkan materi sanksi pidana dan sanksi administrasi
yang tegas terhadap badan hukum milik swasta sangat penting, terutama dalam memberantas mafia tanah yang seperti
diketahui seringkali berlindung dibalik badan hukum/badan usaha milik swasta, maupun mafia tanah yang terdapat dalam
ruang lingkup instansi pemerintah tertentu.
 Disisi lain instrumen personel dan peralatan serta teknologi yang ada dalam mengelola dan mengawasi sektor kepemilikan
tanah juga belum cukup memadai, dimana dalam hal ini, pihak Badan Pertanahan Nasional dan Kementerian Lingkungan
Hidup masih belum didukung dengan jumlah petugas dan peralatan yang memadai untuk memaksimalkan upaya reforma
agraria, pendataan kepemilikan atas tanah, dan penetapan hak atas tanah bagi masyarakat.
 Sehingga tentunya diperlukan instrumen khusus berupa aturan dan suatu badan yang melakukan pengawasan, perijinan,
dan penetapan hak atas tanah, yang membantu badan pertanahan nasional, disertai adanya regulasi hukum yang secara
tegas memberikan bermacam bentuk sanksi, dari sanksi pidana, perdata, dan administrasi bagi pihak-pihak terkait yang
berhubungan dengan penetapan hak atas tanah dikawasan perhutanan, baik bagi pihak badan pemerintah maupun bagi
pihak swasta.

Anda mungkin juga menyukai