1
• Diagram P-H atau diagram Mollier menggambarkan perubahan fase
refrigeran ketika melewati siklus refrigerasi, dalam bentuk hubungan
antara enthalpy (pada sumbu x) dan tekanan (pada sumbu y).
• Diagram P-H adalah bentuk yang telah disederhanakan, dimana terdapat
garis-garis sebagai fungsi dari tekanan dan enthalpy, yaitu (a) saturated
liquid, (b) saturated vapor, (c) constant temperature line, dan (d)
constant entropy line
2
3
(psia) Pax10
o
C
o
F
Satu
rate
d li qu
id li
ne
Sat
urat
ed vap
or l
in e
6
Garis miring di sebelah kiri menunjukkan garis dimana refrigeran berada pada fase cair
jenuh (saturated liquid line), sedangkan vertikal garis miring di sebelah kanan menunjukkan
garis dimana refrigeran berada pada fase uap jenuh (saturated vapor line)
Refrigeran yang berada pada kedua garis tersebut akan berada pada fase campuran cair-
uap.
Pergerakan refrigeran dari titik e ke a menunjukkan perubahan ke fase uap jenuh,
sedangkan pergerakan refrigeran dari titik b ke d menunjukkan perubahan ke fase cairan
jenuh.
7
Pada saat refrigeran berubah fase dari cair menjadi uap, maka refrigeran
akan menyerap panas (enthalpy), dimana panas ini diperoleh dari bahan
dan menyebabkan suhu bahan menurun.
Sedangkan pada saat refrigeran berubah fase dari uap menjadi cair,
refrigeran akan melepas kalor ke lingkungan.
8
a. Pada saat dialirkan dari posisi a (dimana refrigeran berada dalam fase uap jenuh) ke posisi
b melewati kompresor, maka refrigeran akan mengalami penekanan (kompresi) dari P1 ke
P2.
Sebagai akibat peningkatan tekanan ini, suhu refrigeran akan meningkat melebihi suhu di
sekelilingnya. Sebagai akibatnya, refrigeran mencapai kondisi lewat panas (superheated
vapor) di posisi b.
Panas yang diperlukan untuk berubah dari jenuh menjadi lewat jenuh membutuhkan kalor
sebesar H3-H2.
9
b. Dari posisi b, refrigeran akan bergerak menuju kondensor. Ketika melewati kondensor,
refrigeran secara berangsur-angsur akan mengalami perubahan fase (kondensasi) dari
superheated vapor, uap jenuh (saturated vapor), dan akhirnya cairan jenuh (saturated liquid) di
posisi d.
Perubahan fase ini terjadi pada tekanan konstan (P2)
Pada saat perubahan fase dari uap superheated ke cair jenuh ini refrigeran melepaskan panas
ke lingkungannya (udara atau air)
Besarnya panas yang dibebaskan dari superheatd vapor ke saturated liquid adalah H3-H1.
Refrigeran yang telah mengalami kondensasi ini akan diyampung pada tangki refrigeran (di
posisi d).
10
c. Refrigeran cair jenuh (saturated liquid) di posisi d akan dipompa lagi untuk
memasuki katup ekspansi menuju posisi e. Akibat adanya penurunan tekanan dari
P2 ke P1, sebagian dari refrigeran berubah fase menjadi gas.
Dengan demikian, refrigeran yang keluar dari katup ekspansi adalah campuran
antara fraksi cair dan gas yang dikenal dengan istilah “flash gas”.
Refrigeran yang mengalami perubahan fase memiliki enthalpy H1.
11
d. Dengan kondisi tekanan dan suhu lebih rendah dibanding lingkungannya, refrigeran akan
dengan mudah menyerap panas dari lingkungan (termasuk bahan pangan) di bagian
evaporator.
Penyerapan panas ini terjadi ketika refrigeran dari posisi e melewati evaporator untuk
berangsur-angsur menguap sehingga mencapai uap jenuh (saturated vapor) di posisi a.
Panas yang diperlukan untuk evaporasi dari campuran cair-uap di posisi e ke saturated vapor di
posisi a adalah H2-H1.
Selanjutnya, refrigeran berubah fase kembali menjadi superheated vapor dengan adanya
perubahan tekanan ketika melewati kompresor.
12
Perhitungan Dalam Sistem
Refrigerasi
13
• Dalam disain sistem refrigerasi perlu terdapat bbrp parameter
yang sering digunakan untuk mengetahui kemampuan
refrigerator.
• Parameter-parameter yang dimaksud adalah :
a) Jumlah panas yang dipindahkan dari produk ke refrigeran
b) Beban pendingin
c) Laju alir refrigeran
d) Kerja pada kompresor
e) Panas yang dilepaskan kondensor
f) Panas yang diserap regrigeran di evaporator
g) Koefisien kinerja dari sistem refrigerasi (coefficient of
performance)
14
Jumlah panas yang dipindahkan dari produk
Q = m Cp ∆T(1)
dimana :
Q = Jumlah panas yang dihilangkan (joule atau BTU)
m = massa bahan pangan (kg)
Cp = panas spesifik bahan pangan (Joule/kgoC)
∆T = perbedaan suhu bahan (T0 – T1), dimana T0 adalah suhu awal
bahan dan T1 adalah suhu bahan yang diinginkan setelah
pendinginan (oC)
15
Beban Pendinginan (Cooling load)
(3)
Kecepatan alir refrigeran = v =
17
Panas yang dilepaskan kondensor
18
Panas yang diserap refrigeran di evaporator
19
Kerja pada Kompresor
Qw =
dimana :
v = laju alir refrigeran (J/detik)
H2= entalpi refrigeran sebelum kompresi (J/kg)
H3= entalpi refrigeran setelah kompresi (J/kg)
= Cp / Cv
20
Koefisien kinerja (Coefficent of performance atau COP)
COP =
21
Koefisien kerja yang diperlukan untuk mendinginkan
P=
22
Dengan mensubsitusikan persamaan 2 ke persamaan 8, maka diperoleh
kerja untuk proses pendinginan (dalam satuan BTU) sebagai berikut :
P=
P dinyatakan dakan satuan BTU/Jam (tonr)
Bila dinyatakan sebagai kerja yang diperlukan dalam unit horse power (HP) maka
diperoleh nilai :
23
Berat refrigeran yang bersirkulasi
Berat refrigerasi yang bersirkulasi dalam sistem refrigerasi dapat dihitung dari rasio
antara kapasitas pendinginan per ton regrigerasi (12.000 BTU/jam) dengan
kapasitas pendinginan per satuan berat refrigeran (H2 –H1) (BTU/lb atau Joule/kg)
Berat refrigeran =
24
Suatu sistem refrigerasi dioperasikan pada suhu coil evaporator (sisi
tekanan rendah) – 30 oF (-34,4oC) dan suhu kondensor (sisi tekanan
tinggi ) 100 oF (37,8oC). Refrigeran yang digunakan adalah R12
dengan nilai cp/cv = 1.14
25