Anda di halaman 1dari 34

PROGRAM STUDI: S1 KEPERAWATAN

DEPARTEMENT: KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


STIKES NGUDIA HUSADA MADURA

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN KUSTA

OLEH:
MOH. LUTFI, S.Kep.,Ns.,M.Tr.Kep.
NIDN: 0707039101
Prevalensi Kusta
DEFINISI KUSTA...!!!

Morbus Hansen/ KUSTA adalah penyakit


infeksi yang kronis, disebabkan oleh
Mikrobakterium leprae yang menyerang
syaraf perifer, kulit, mukosa traktus
respiratorik bagian Atas kemudian
menyerang organ-organ kecuali susunan
syaraf pusat.

penyakit yang menahun dan disebabkan


oleh kuman kusta (mikobakterium leprae)
yang menyerang syaraf tepi, kulit dan
jaringan tubuh lainnya.
ETIOLOGI
 Penyebab penyakit (mikobakterium leprae)
yang menyerang syaraf tepi, kulit dan
jaringan tubuh lainnya.
 Morfologik: berbentuk pleomorf lurus, batang
panjang, sisi parallel, dengan kedua ujung
bulat
 Ukuran 0.3-0.5 x 1-8 micron
 Bentuk batang gram positip
 Tidak bergerak daan tidak berspora
 Dapat tersebar atau berkelompo dalam
berbagai ukuran, disebut Golbi
 Dinding terdiri dari 2 lapisan, peptidoglikan
dan lapisan transparan lipopolisakarida
 Kuman ini bersifat tahan asam
 Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang
tersebar satu-satu,
 Hidup dalam sel terutama jaringan yang
bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur
dalam media buatan. Kuman ini dapat
mengakibatkan infeksi sistemik
PATOFISIOLOGI KUSTA
1. Kuman leprae masuk ke dalam tubuh masuk melalui kulit lesi dan
mukosa bada bagian tubuh, Masa inkubasi 2 – 10 tahun.
2. Pengaruh, M leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas
seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada, suhu tubuh yang rendah,
waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulens.
3. M. leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terutama terdapat
pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau
sel Schwann di jaringan saraf.
4. Bila kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi
mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel
mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya.
5. Syaraf dan perifer/ mati rasa
Respon tulang dan pemendekan jari-jari
Kerusakan bentuk tubuh karena infiltrasi kulit.
Tanda dan Gejala Kusta
Gejala Awal:
Penderita tidak merasa terganggu, terdapat kelainan kulit berupa bercak
putih seperti panu atau bercak kemerahan
Kelainan kulit meliputi:
-Kurang/ hilangnya rasa
-Tidak gatal dan juga tidak sakit

Gejala Lanjutan:
Pada Gejala Lanjutan & Tidak mendapat pengobatan yang tepat kusta
cacat pada:
 Mata: Lagoptalmus/ buta
 Tangan: Mati rasa pada telapak tangan, jari-jari memendek dan putus-
putus (Mutilasi), Lunglai
 Kaki: mati rasa pada telapak kaki (jari kaku memendek & putus-putus
(Mutilasi)
GEJALA KLINIS

Tanda Dan Gejala Ada 3 tanda


khas pada penyakit kusta bila
salah satunya ada, tanda
tersebut sudah cukup untuk
menetapkan diagnosis penyakit
1. lesi kulit yang anestesi ( mati
rasa)
2. Penebalan saraf perifer
3. Ditemukan mycobacterium
leprae.
TIPE KUSTA
1. Tipe tuberkuloid-tuberkuloid
(TT)
 Lesi mengenai kulit/saraf, bisa
satu atau beberapa.
 Dapat berupa macula/plakat,
berbatas jelas, dibagian tengah
 Didapatkan lesi yang mengalami
regresi atau penyembuhan
 Permukaan lesi dapat bersisik
dengan tepi yang meninggi
 Gejalanya dapat disertai
penebalan saraf perifer yang
biasanya teraba
 Kelemahan otot dan sedikit rasa
gatal.
TIPE KUSTA
2. Tipe Borderline
tuberkuloid (BT).
 Lesi mengenai tepi TT,
 Berupa macula
anestesi/plak
 Sering disertai lesi
satelit dipinggirnya,
tetapi gambaran
hipopigmentasi
 Gangguan saraf tidak
seberat tipe tuberkuloid
dan biasanya asimetrik.
TIPE KUSTA
3. Tipe Borderline-Borderline
(BB).

Merupakan tipe II yang paling tidak


stabil, dan jarang dijumpai, lesi dapat
berbentuk:
 Macula infilit
 Permukaannya dapat mengkilat
 Batas kurang jelas
 Jumlah melebihi tipe BT dan
cenderung simetrik, bentuk, ukuran
dan distribusinya bervariasi.
 Bisa didapat lesi punchedout yaitu
hipopigmentasi yang oral pada bagian
tengah, merupakan cirri khas tipe ini
TIPE KUSTA
4. Tipe Borderline Lepromatous (BL).

Lesi dimulai dengan makula, awalnya


sedikit darem dengan cepat menyebar
keseluruhan badan macula lebih jelas dan
lebih bervariasi bentuknya. Walau masih
kecil papel dan nodus lebih tegas dengan
distribusi yang hampir simetrik.
Tanda-tanda:
1. Kerusakan saraf berupa hilangnya
sensasi, hipopigmentasi,
berkurangnya kerinngat,
2. Gugurnya rambut lebih cepat muncul
dibandingkan dengan tipe
lepromatous
3. Penebalan saraf yang dapat teraba
pada tempat predileksi dikulit.
TIPE KUSTA
5. Tipe Lepromatous-
Lepromatous (LL).

a. Jumlah lesi sangat banyak, simetrik,


permukaan halus, lebih eritem,
mengkilap, terbatas tidak tegas dan
tidak ditemukan gangguan anestesi
b. Pada stadium dini, distribusi lesi khas,
mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping
hidung.
c. Pada badan mengenai bagian
belakang yang dingin, lengan
punggung tangan dan permukaan
ekstentor tungkai bawah,
d. Pada stadium lanjut tampak
penebalan kulit yang progresif, cuping
telinga menebal, garis muka menjadi
kasar dan cekung,
PENATALAKSANAAN
obat-obatan umum yang biasa dipakai dalam
pengobatan Morbus Hansen :

a. PB ( Tipe kering )
Pengobatan bulanan :hari pertama : 2 Kapsul
Rifampisin I Tablet Dapsone (DDS)
Pengobatan harian : hari ke 2 – 28 : tablet
Dapsone (DDS) Lama pengobatan : 6 Blister
diminum selama 6 – 9 bulan

b. MB ( Tipe basah )
Pengobatan bulanan : hari pertama :2 Kapsul
Rifampisin 3 Tablet Lamrene 1 Tablet
Dapsone pengobatan harian : hari ke 2 – 28 :1
Tablet Lamrene 1 Tablet Dapsone (DDS) lama
pengobatan : 12 blister diminum selama 12 –
18
Tindakan Pencegahan:
Pencegahan Pencegahan Pencegahan Pencegahan
Primordial Primer Sekunder Tertier
• Upaya • Upaya untuk • Upaya • Upaya yang
pencegahan mempertahan pencegahan dilakukan
pada orang – kan seseorang penyakit dini untuk
orang yang yang telah yaitu memulihkan
belum memiliki memiliki faktor mencegah seseorang yang
risiko penyakit resiko agar orang yang saktit sehingga
kusta melalui tidak jatuh telah sakit agar menjadi
penyuluhan sakit sembuh, manusia yang
mengahambat lebih berdaya
• Pemberian progresifitas guna, produktif
imunisasi penyakit dan dan
menghindari memberikan
komplikasi kualitas hidup
yang baik
sesuai penyakit
dan tingkat
kemmpuan
PENCEGAHAN

 Penerangan dengan memberikan


sedikit penjelasan tentang seluk
beluk penyakit lepra pada pasien;
 Pengobatan profilaksis dengan
dosis yang lebih rendah dari pada
dosis therapeutic.
 Vaksinasi dengan BCG yang juga
mempunyai daya profilaksis
terhadap lepra
DIAGNOSTIK
Test Mitsuda

Berupa penyuntikan lepromin secara intrakutan


pada lengan (Digunakan untuk melihat daya
imunitas penderita terhadap penyakit kusta), yang
hasilnya dapat dibaca setelah 3 – 4 minggu
kemudian bila timbul infiltrat di tempat
penyuntikan berarti lepromim test positif.
Interpretasi hasil tes:
 Menggunakan Basil lepra mati
 Hasil Reaksi diperiksa setelah 3-4 minggu
 Interpretasi:
1. – tidak ada reasksi/ kelainan
2. (+/-) Papel + Eritema < 3 mm
3. (+1) Papel + Eritema 3-5 mm
4. (+2) Papel + Eritema > 5 mm
5. + 3 Ulserasi
FAKTOR RESIKO
Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta
adalah yang tinggal di daerah endemic
dengan kondisi yang buruk seperti:
1. Tempat tidur yang tidak memadai
2. Air yang tidak bersih
3. Asupan Gizi yang buruk
4. Adanya penyertaan penyakit lain seperti
HIV yang dapat menekan system imun
FAKTOR PENULARAN KUSTA
Faktor sumber penularan
a. Sumber penuralan kusta adalah penderita kusta tipe MB
b. Penderita MB ini tidak akan menularkan kusta, apabila
berobat teratur
Faktor kuman kusta
c. Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9
hari tergantung pada suhu atau cuaca lingkunngn sekitar
d. Diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang
dapat menimbulkan penularan
Faktor daya tahan tubuh
e. Sebagaian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta
(95%), manakala daya tahan tubuh dalam keadaan baik dan
imun meningkat
KOMPLIKASI
 Gangguan Sensitabilitas: rasa
suhu (panas & Dingin), rasa sakit
(tajam & Tumpul), rasa raba
(sentuhan kapas) dan rasa nyeri
dalam
 Terjadi deformitas (kerusakan
jaringan kulit)
 Cacat permanen.
 HDR rendah
 Gangguan integritas kulit
 Gangguan itoleransi aktifitas
 Sosialisasi berkurang
REHABILITASI PADA
PENDERITA KUSTA:
a. Latihan Fisioterapi pada otot yang mengalami
Kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur
b. Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami
kelumpuhan agar idak mendapat tekanan yang
berlebihan
c. Bedah palstik untuk mengurangi perluasan kecacatan
akibat infeksi
d. Terapi latihan kegiatan kehidupan sehari-hari,
dilakukan bila gerakan normal terbatas pada tangan
e. Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada
penderita cacat.
ASKEP pada Pasien KUSTA
 PENGKAJIAN
 Identitas Penderita  (Nama, Jenis
Kelamin, Umur, Suku, Agama, Pekerjaan,
Alamat)
 Keluhan Utama
 Riwayat Penyakit Sekarang 
 Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Penyakit Keluarga.
 Riwayat Pengobatan.
 Riwayat Alergi.

 PEMERIKSAAN FISIK:
Status Generalis
Status Lokalis
DIAGNOSA KEP. SDKI 2017
 Nyeri Kronis B.D Kerusakan Sistem syaraf D.D Px mengeluh nyeri, Depresi,
Meringis, gelisah, tdk mampu menuntaskan aktivitas (Kondisi klinis terkait;
Infeksi) (Kategori: Psikologis, Sub kategori: Nyeri dan kenyamanan, Kode: D0078,
Hal 174, SDKI 2017) (P-E-S)
 Gangguan Mobilitas Fisik B.D Gangguan Muskuluskeletal D.D Mengeluh sulit
menggerakan ekstremitas, kekuatan otot menurun, ROM Menurun, enggan
melakukan pergerakan. (Kategori: Fisiologis, Sub kategori: Aktivitas/ Istirahat,
Kode: D.0054, Hal. 124 SDKI 2017) (P-E-S)
 Defisit Perawatan Diri B.D Penurunan Motivasi atau minat D.D menolak
perawatan diri, minat perawatan diri kurang, kondisi klinis terkait Depresi
(Kategori: Perilaku, Subkategori: kebersihan diri, Kode: D.0109, Hal. 240, SDKI
2017) (P-E-S)
 Gangguan Citra Tubuh B.D Perubahan fungsi tubuh Misal Proses penyakit Kusta/
deformitas D.D mengungkapkan kecacatan, kehilangan Bagian tubuh, fx tubuh
berubah, (kondisi terkait: Amputasi, gangguan psikiatrik/ depresi) (Kategori:
Psikologis, Subkategori: Integritas Ego, Kode: D.0083, Hal. 186 SDKI 2017) (P-E-
S)
 Resiko gangguan Integritas Kulit/ Jaringan dibuktikan dengan Neoropati Perifer
(Konsis Klinis terkait: Imonodefisiensi; Kusta). (Kategori: Lingkungan,
Subkategori: Keamanan dan proteksi, Kode: D.0139, Hal. 300 SDKI 2017) (P-E)
Standrt Luaran Kep Indonesia.
SLKI 2019 LIHAT BAB V (Tautan SDKI dan SLKI) KE BAB 4 (Standart
Luaran Kep. Indonesia) (LIPAT)
 Nyeri Kronis B.D Kerusakan Sistem syaraf D.D Px mengeluh nyeri, Depresi,
Meringis, gelisah, tdk mampu menuntaskan aktivitas (Kondisi klinis terkait;
Infeksi) (Kategori: Psikologis, Sub kategori: Nyeri dan kenyamanan, Kode:
D0078, Hal 174, SDKI 2017) (P-E-S)
BAB v (Tautan SDKI dan SLKI)
Luaran Utama: Tingkat Nyeri (Hal. 172 SLKI 2019)
Luaran Tambahan:
 Kontrol Gejala,
 Kontrol Nyeri,
 Status Kenyamanan
BAB IV ((Standart Luaran Kep. Indonesia)
 Tingkat Nyeri (Kode: L.08066, Hal 145, SLKI 2019) Ekspektasi Menuru.
 Setelah dilakukan Intervensi selama 3 x 24 jam, maka Tingkat Nyeri (L.08066)
keluhan nyeri menurun dari Skala 3: Sedang ke Skala 5: Menurun, Meringis dari
skala 3: sedang ke sakala 5: menurun, kemampuan menuntaskan aktivitas dari
skala 3: sedang ke skala 5: Meningkat) (SLKI, Hal.145 2019)
Standrt Intervensi Kep Indonesia.
SIKI 2019 LIHAT BAB V (Tautan SDKI dan SIKI) KE BAB 4 (Standart
Intervensi Kep. Indonesia) (LIPAT)
 Nyeri Kronis B.D Kerusakan Sistem syaraf D.D Px mengeluh nyeri, Depresi, Meringis, gelisah, tdk
mampu menuntaskan aktivitas (Kondisi klinis terkait; Infeksi) (Kategori: Psikologis, Sub kategori:
Nyeri dan kenyamanan, Kode: D0078, Hal 174, SDKI 2017) (P-E-S)
BAB v (Tautan SDKI dan SIKI)
Intervensi Utama: Management Nyeri (Hal. 486 SIKI 2018)
BAB IV ((Standart Intervensi Kep. Indonesia)
 Managemnet Nyeri (Kode: I.08238, Hal 201, SIKI 2018) Tindakan;
Observasi:
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frek, kuslitsd, intensitas nyeri
 Identifikasi skalanyeri
 Identifikasi Respon nyeri
 Identifikasi factor yg memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik:
 Berikan teknik non farmakologis utk mengurangi nyeri
 Kontrol lingkungan yg meperberat nyeri
Edukasi:
 Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategis meredakan nyeri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Anjurkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika diperlukan
Standrt Luaran Kep Indonesia.
SLKI 2019 LIHAT BAB V (Tautan SDKI dan SLKI) KE BAB 4 (Standart
Luaran Kep. Indonesia) (LIPAT)
 Defisit Perawatan Diri B.D Penurunan Motivasi atau minat D.D menolak perawatan
diri, minat perawatan diri kurang, kondisi klinis terkait Depresi (Kategori:
Perilaku, Subkategori: kebersihan diri, Kode: D.0109, Hal. 240, SDKI 2017) (P-E-S)
BAB v (Tautan SDKI dan SLKI)
Luaran Utama: Perawatan Diri (Hal. 154 SLKI 2019)
Luaran Tambahan:
 Fungsi sensorik,
 Koordinasi pergerakan,
 Mobilitas fisik
BAB IV ((Standart Luaran Kep. Indonesia)
 Perawatan Diri (Kode: L.11103, Hal 81, SLKI 2019) Ekspektasi Meningkat.
 Setelah dilakukan Intervensi selama 3 x 24 jam, maka Perawatan Diri (Kode: L.11103)
Kemampuan mandi meningkat dari Skala 3: Sedang ke Skala 5: Meningkat,
Kemapuan mengenakan pakaian dari skala 3: sedang ke sakala 5: meningkat, monat
melakukan peraeatan dari skala 3: sedang ke skala 5: Meningkat, Mepertahan kan
kebersihan dari skala 3: sedang ke skala 5: meningkat (SLKI, Hal. 81 2019)
Standrt Intervensi Kep Indonesia.
SIKI 2019 LIHAT BAB V (Tautan SDKI dan SIKI) KE BAB 4 (Standart
Intervensi Kep. Indonesia) (LIPAT)
 Defisit Perawatan Diri B.D Penurunan Motivasi atau minat D.D menolak perawatan diri, minat perawatan diri
kurang, kondisi klinis terkait Depresi (Kategori: Perilaku, Subkategori: kebersihan diri, Kode: D.0109, Hal. 240, SDKI
2017) (P-E-S)
BAB v (Tautan SDKI dan SIKI)
Intervensi Utama: Dukungan Perawatan Diri (Hal. 456 SIKI 2018)

BAB IV ((Standart Intervensi Kep. Indonesia)


 Dukungan Perawatan Diri (Kode: I.111348, Hal 36, SIKI 2018) Tindakan;
Observasi:
 Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
 Monitor tingkat kemandirian
 Identifikasi alat bantu kebersihan diri, berpakaian , berhias, dan makan

Terapeutik:
 Sediakan lingkungan yg terapeutik (missal. Suasana hangat, rileks, privasi)
 Siapkan keprluan pribadi (missal, parfum, sikat gigi dan sabun mandi)
 Dampingi dalam melakukan perawatan diri smapai mandiri
 Fasilitasi untuk menerima ketergantungan
 Fasilitasi kemadirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri.
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri

Edukasi:
 Anjurkan untuk melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
Standrt Luaran Kep Indonesia.
SLKI 2019 LIHAT BAB V (Tautan SDKI dan SLKI) KE BAB 4 (Standart
Luaran Kep. Indonesia) (LIPAT)
 Gangguan Citra Tubuh B.D Perubahan fungsi tubuh Misal Proses penyakit Kusta/
deformitas D.D mengungkapkan kecacatan, kehilangan Bagian tubuh, fx tubuh
berubah, (kondisi terkait: Amputasi, gangguan psikiatrik/ depresi) (Kategori:
Psikologis, Subkategori: Integritas Ego, Kode: D.0083, Hal. 186 SDKI 2017) (P-E-S)
BAB v (Tautan SDKI dan SLKI)
Luaran Utama: Citar tubuh (Hal. 156 SLKI 2019)
Luaran Tambahan:
 Harga diri,
 Identitas diri
 Status koping
BAB IV ((Standart Luaran Kep. Indonesia)
 Citra Tubuh(Kode: L.09067, Hal 19, SLKI 2019) Ekspektasi Meningkat.
 Setelah dilakukan Intervensi selama 3 x 24 jam, maka Citra tubuh(Kode: L.09067)
Verbilasi perasaan negative tentang perubahan tubuh meningkat dari Skala 3: Sedang
ke Skala 1: Meningkat, Verbilasi kekhawatiran pada penolakan org lain dari skala 3:
sedang ke sakala 1: meningkat, Fokus pada kekuartan masa lalu dari skala 3: sedang ke
skala 1: Meningkat (SLKI, Hal. 19, 2019)
Standrt Intervensi Kep Indonesia.
SIKI 2019 LIHAT BAB V (Tautan SDKI dan SIKI) KE BAB 4 (Standart
Intervensi Kep. Indonesia) (LIPAT)
 Gangguan Citra Tubuh B.D Perubahan fungsi tubuh Misal Proses penyakit Kusta/
deformitas D.D mengungkapkan kecacatan, kehilangan Bagian tubuh, fx tubuh
berubah, (kondisi terkait: Amputasi, gangguan psikiatrik/ depresi) (Kategori:
Psikologis, Subkategori: Integritas Ego, Kode: D.0083, Hal. 186 SDKI 2017) (P-E-S)

BAB v (Tautan SDKI dan SIKI)


Intervensi Utama: Promosi Citra Tubuh (Hal. 459 SIKI 2018)
BAB IV ((Standart Intervensi Kep. Indonesia)
 Promosi Citra Tubuh (Kode: I.09305, Hal 359, SIKI 2018) Tindakan;
Observasi:
 Identifikasi harapan citra tubuhberdasarkan tahap perkembangan
 Identifikasi adanya budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh
 Identifikasi perubahan citra tubuh yg mengakibatkan isolasi social
 Monitor apakah pasien bisa melihat Bagian tubuh yang berubah
Terapeutik:
 Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
 Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
 Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh
 Diskusikan cara membangkitkan harapan citra tubuh
 Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
Edukasi:
 Jelaskan pada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
 Anjurkan menggunakan alat bantu (missal; kaki palsu bagi pasien kusta yg mengalami deformitas/ kecacatan)
 Latihan fungsi tubuh yg dimiliki
 Latih peningkatan penampilan diri (missal berdandan)

Anda mungkin juga menyukai