Anda di halaman 1dari 23

Thabaqat Ar-Ruwat

H. Atus Ludin Mubarok.M.Sy


Definisi thabaqat Ar-ruwat

Tabaqat menurut bahasa adalah suatu kaum yang memiliki kesamaan dalam suatu
sifat. Secara istilah, adalah suatu kaum yang hidup dalam satu masa dan memiliki
keserupaan dalam umur dan sanad, yakni pengambilan hadis dari para guru.
Mahmud Thahan mengemukakan, bahwa Tabaqat adalah kaum yang berdekatan
atau sebaya dalam usia dan dalam isnad atau dalam isnad saja. Dalam pengertian
ini, tabaqat identik dengan generasi dari sisi kebersamaan dalam berguru.
Kadangkala para muhaditsin (ahli hadis) menganggap bahwa kebersamaan dalam
menimba ilmu hadis adalah cukup bisa dikatakan satu tabaqah, sebab pada
umumnya mereka memiliki kebersamaan dalam umur.
Sedangkan kata ar-Ruwat jamak dari kata rawi, yaitu yang menerima, memelihara
dan menyampaikan kepada orang lain dengan menyebutkan sumber
pemberitaannya.
Dengan demikian, Tabaqat ar-Ruwat, adalah pengelompokan orang yang
menerima, memelihara dan menyampaikan hadis yang hidup dalam satu generasi
atau satu masa dan dalam periwayatan atau isnad yang sama atau sama dalam
periwayatan saja. Maksud berdekatan dalam isnad adalah satu perguruan atau satu
guru atau diartikan berdekatan dalam berguru. Jadi, para gurunya sebagian
periwayat juga menjadi guru bagi sebagian perawi lain. Para rawi pada masa
tertentu akan berbeda dengan rawi masa berikutnya.
Thabaqah secara bahasa berarti hal-hal, martabat-martabat, atau derajat-derajat.
Seperti halnya tarikh, thabaqathjuga adalah bagian dari disiplin ilmu hadits yang
berkenaan dengan keadaan perawi hadits.

Namun keadaan yang dimaksud dalam ilmu thabaqah  adalah keadaan yang


berupa persamaan para perawi dalam sebuah urusan. Adapun urusan yang
dimaksud, antara lain :

1.  Bersamaan hidup dalam satu masa.


2.  Bersamaan tentang umur.
3. Bersamaan tentang menerima hadits dari syaikh-syaikhnya.
4. Bersamaan tentang bertemu dengan syaikh-syaikhnya. (A. Qadir Hasan, Ilmu
Mushthalah Hadits, (Bandung: Diponegoro, 1987), h. 391.)

Dalam bahasa Thabaqat diartikan‫لاــمتشـابـهـون‬ ‫اــوـم‬


‫لقـ‬ : “ kaum yang serupa atau sebaya”.

Sedangkan menurut istilah Thabaqat adalah :

ّ ِ ‫قاربُ ْوا فى‬


‫الس ِّنواإلسنَاد أو فى اإلسنَاد فقط‬ َ َ‫َق ْو ٌم ت‬
“ Kaum yang berdekatan atau sebaya dalam usia dan dalam isnad atau dalam isnad
saja”.
Para ulama membuat ta’rif ilmu thabaqah, ialah:

ِ ‫اعةٍ تَ ْشتَ ِر ُك ِف ْي أ َ ْم ٍر َو‬


‫اح ٍد‬ َ ‫ث ِفيْ ِه‬
َ ‫ع ْن ك ّ ُِل َج َم‬ ُ ‫ح‬ ِ
َ ْ‫عل ْمٌ يُب‬.
“Suatu ilmu pengetahuan yang dalam pokok pembahasannya diarahkan kepada
kelompok orang-orang yang berserikat dalam satu alat pengikat yang sama.”

Misalnya ditinjau dari alat pengikatnya, yaitu penjumpaannya dengan Nabi


(shuhbah), para sahabat termasuk dalam thabaqat pertama, para tabi’in
termasuk dalam thabaqat ketiga dan seterusnya. Dasar penggolongan yang
demikian ini, ialah sabda Rasulullah Saw:

‫ رواه البخارىومسلم‬.‫َخيْ ُر ال ْ ُق ُر ْو ِن َق ْر ِنى ث ُ ِّم ال َّ ِذيْ َن يَل ُون َ ُه ْم‬


“Sebaik-baik generasi ialah generasiku, kemudian generasi orang-orang yang
mengikutinya dan lalu generasi orang-orang yang mengikutinya dan lalu
generasi orang-orang yang mengikutinya lagi.” (Fatchur Rahman, Ikhtisar
Mushthalahul Hadits, (Bandung: PT.Al Ma’arif, 1974), h. 263.
Objek

Ilmu thabaqat itu adalah termaasuk bagian dari ilmu rijalu al hadis, karena obyek yang
dijadikan pembahasannya ialah rawi-rawi yang menjadi sanad suatu hadis. Hanya saja
masalahnya berbeda. Kalau di dalam ilmu rijal ulumul hadis para rawi dibicarakan
secara umum tentang hal ihwal, biografi, cara-cara menerima dan memberikan al
hadis dsb, maka dalam ilmu thabaqat menggolongkan para rawi tersebut dalam satu
atau beberapa golongan, sesuai dengan alat pengikatnya. Misalnya rawi-rawi yang
sebaya umurnya, di golongkan dalam satu thobaqat dan para rawi yang seperguruan,
mengikatkan diri dalam satu thabaqat pula.

Urgensi

Faedah mengetahui thabaqat sahabat dan tabi’in ialah untuk mengetahui ke-muttasil-
an atau ke-mursal-an suatu hadis. Sebab suatu hadis tidak dapat di tentukan sebgai
hadis muttasil atau mursal, kalau tidak diketahui apakah tabi’iy yang meriwayatkan
hadis dari sahaby itu hidup segeneraasi atau tidak. kalau seorang tabi’iy tidak pernah
hidup segenesrasi dengan sahaby, sudah barang tentu hadis yang diriwayatkannya itu
tidak muttasil, atau apa yang di dakwahkan sebagai sabda atau perbuatan nabi itu
adalah mursal.
Faedah Mempelajari Ilmu Thabaqah Ar-Ruwah

Faedah mengetahui thabaqah sahabat dan tabi’in


adalah untuk mengetahui ke-muttashil-an atau ke-
mursal-an suatu hadits. Sebab suatu hadits tidak dapat
ditentukan sebagai hadits muttashil atau mursal, kalau
tidak diketahui apakah tabi’iy yang meriwayatkan hadits
dari shahaby itu hidup segenerasi atau tidak. Kalau
seorang tabi’iy itu tidak pernah segenerasi dengan
shahaby, sudah barang tentu hadits yang
diriwayatkannya tidak muttashil, atau apa yang
didakwakan sebagai sabda atau perbuatan Nabi itu
adalah mursal. (Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits,
(Jakarta: Amzah, 2010), h. 109-110.)

Untuk menghindarkan kesamaran antar dua nama


atau beberapa nama yang sama atau hampir sama.
Tingkatan-Tingkatan Thabaqah

Thobaqot yang pertama : para shahabat ‫لاــصحابة‬


Thobaqot yang kedua : thobaqot kibar tabi’in‫ كــبار لاــتابـعين‬seperti
sa’id bin al-musayyib, dan begitu pula para mukhodhrom.
Mukhodhrom ‫ لاــمخضـرـم‬: orang yang hidup pada zaman jahiliyyah
dan islam, akan tetapi ia tidak pernah melihat rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman. Misalnya :
seseorang masuk islam pada zaman rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, akan tetapi ia tidak pernah bertemu rasulullah karena
jauhnya jarak atau udzur yang lain. Atau seseorang yang hidup
sezaman dengan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan
tetapi ia belum masuk islam melainkan setelah wafatnya
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Thobaqot ketiga : thobaqot pertengahan dari tabi’in ‫من‬ ( ‫لاــطبقـة الـوسـط‬
‫ ) لاــنابـعين‬, seperti alhasan (al-bashri, pent) dan ibnu sirin, dan mereka adalah
(berada pada) thobaqot yang meriwayatkan dari sejumlah shahabat nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.

4. Thobaqot keempat : tabi’in kecil ‫عين‬


( ‫صـــار لاــتابـ‬
‫ ) غـ‬, mereka merupakan
thobaqot yang sesudah thobaqot yang sebelumnya (thobaqot ke-3, pent).
Kebanyakan riwayat mereka adalah dari kibar tabi’in (thobaqot ke-1, pent).
Rowi yang dalam thobaqot ini contohnya adalah az-zuhri dan qotadah.

5. Thobaqot kelima : thobaqot yang paling kecil dari tabi’in(‫) لاــصـغـري مـن لاــتابـعين‬
mereka adalah yang lebih kecil dari yang thobaqot-thobaqot tabi’in yang
sebelumnya. Dan mereka adalah termasuk tabi’in, mereka melihat seorang
atau beberapa orang shahabat. Contoh thobaqot ini adalah musa bin ‘uqbah
dan al-a’masy.

6. Thobaqot keenam : thobaqot yang sezaman dengan thobaqot ke-5


(‫ ) عاصرـ وـلاــخامـسـة‬akan tetapi tidak tetap khobar bahwa mereka pernah
bertemu seorang shahabat seperti ibnu juraij.
7. Thobaqot ketujuh : thobaqot kibar tabi’ut tabi’in ‫لاــتابـعين‬ ‫ كــبارأـتـباـع‬, seperti
malik dan atstsauri.

8. Thobaqot kedelapan : thobaqot al-wustha min tabi’u tabi’in


pertengahan‫ لاــتابـعين الـوسطىمن من أـتـباـع‬seperti ibnu ‘uyainah dan ibnu ‘ulaiyyah.

9. Thobaqot kesembilan : thobaqot yang paling kecil dari tabi’ut tabi’in


‫ أتباع مـن الصـغرى التابعيـن‬seperti yazid bin harun, asy-syafi’i, abu dawud ath-
thoyalisi, dan abdurrozzaq.

10. Thobaqot kesepuluh : thobaqot tertinggi yang mengambil hadits dari tabi’ut
taabi’in ‫عـ اـالتـباـع‬
‫كــباراـالخذيـن عـن بتــــ‬ yang mereka tidak bertemu dengan tabi’in,
seperti ahmad bin hanbal.

11. Thobaqot kesebelas : thobaqot pertengahan dari rowi yang mengambil


hadits dari tabi’ut tabi’in ‫ االـوسطى مـن اـالخديـنعن اـتـبـعـ اـالتـباـع‬, seperti adz-dzuhli dan al-
bukhori.

12. Thobaqot keduabelas : thobaqot yang rendah dari rowi yang mengambil
hadits dari tabi’ut tabi’in (,(‫ صــغـار االـخـيـن عـن اـتـبعـ اـالتـباـع‬seperti at-tirmidzi dan para
imam yang enam lainnya yang tertinggal sedikit dari wafatnya para tabi’ut
tabi’in, seperti sebagian para syaikh-nya an-nasa’i.
Tingkatan-Tingkatan Sahabat
Thabaqat pertama, ialah: sahabat yang masuk Islam pada permulaan Islam,
seperti Khalifah empat dan Bilal bin Abi Rabah.
Thabaqat kedua, sahabat yang masuk Islam sebelum orang-orang Quraisy
bermusyawarah di Darun Nadwah, untuk mencelakakan Nabi. Pada masa itu,
telah ada segolongan sahabat yang mengangkat bai’ah, yaitu: setelah Umar ibn
Khatab memeluk agama Islam. Beliau membawa Rasul kepada menerima bai’ah
dari Sa’ied ibn Zaid dan Sa’ad ibn Abi Waqqash.
Thabaqat ketiga, Para sahabat yang berhijrah ke Habsyah, seperti Hathib
ibn Umar, Suhail ibn Baidla, Abu Hudzaifah ibn Utbah.
Thabaqat keempat, sahabat-sahabat yang mengadakan bai’at pada Aqabah
pertama, seperti : Rafi’ ibn Malik, Ubadah ibn Shamit, dan Sa’ad ibn Zurarah.
Thabaqat kelima, sahabat-sahabat yang mengadakan bai’at pada Aqabah
yang kedua, seperti: Barra ibn Ma’mar, Jabir ibn Abdullah, Abdullah ibn Zubair,
Sa’ad ibn Khaitsamah.
Thabaqat keenam, sahabat-sahabat yang berhijrah yang digelar dengan
muhajirin, sebelum Nabi memasuki kota Madinah, yaitu sahabat-sahabat yang
menyusuli Nabi di waktu Nabi masih di Quba’, seperti: Ibnu Salamah, Ibnu Abdul
Asad, dan Amer ibn Rabi’ah.
Thabaqat ketujuh, sahabat-sahabat yang bertempur dalam perang Badr,
yaitu sejumlah lebih dari 110 orang, seperti Hathib ibn Balta’ah dan Sa’ad ibn
Mu’adz dan Al-Aswad.
Thabaqat kedelapan, sahabat-sahabat yang berhijrah ke Madinah setelah
perang Badr, dan sebelum Hudaibiyah, seperti: Al-Mughirah ibn Syu’bah.
Thabaqat kesembilan , sahabat-sahabat yang turun mengadakan Bai’atur
Ridlwan, seperti: Salamah ibn Al-Akwa’, Sinan ibn Abi Sinan dan Abdullah ibn
Umar.
Thabaqat kesepuluh, sahabat-sahabat yang berhijrah, setelah perdamaian
Hudaibiyah sebelum pengalahan Mekkah, seperti: Khalid ibn Walid dan Amer
bin Ash.
Thabaqat kesebelas, sahabat-sahabat yang masuk Islam di masa
pengalahan Makkah, seperti: Abu Sufyan, Hakim ibn Hazan dan Athab ibn
‘Asid.
Thabaqat ke dua belas, anak-anak yamh dapat melihat Nabi setelah
pengalahan Mekkah dan Hajji wada’, sepetri: Sa’id ibn Yazid dan Abdullah ibn
Tsa’labah. Inilah dua belas Thabaqat.
Pembagian thabaqat ke dalam 5 Besar thabaqat,
a.    Badri, sahabat yang turut dalam peperangan Badr.
b.    Sahabat yang lebih dahulu masuk Islam,
kebanyakannya ikut hijrah ke Habsyah dan menyaksikan
peperangan Uhud dan sesudahnya.
c.    Sahabat yang dapat menyaksikan peperangan
Khandaq.
d.   Sahabat yang memeluk Islam pada penaklukan Mekkah
dan sesudahnya.
e.    Anak-anak dan budak-budak. (Hasbi Ash Shiddieqy,
Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, tt), h 271-273.)
Tingkatan-Tingkatan Tabi’in

Jumlah tabi'in tidak terhitung karena setiap orang muslim yang bertemu dengan
seorang shahabat disebut tabi'in padahal shahabat yang ditinggalkan oleh rasulullah
lebih dari seratus ribu orang. Para ulama juga berbeda dalam membagi thabaqat tabi'in
tergantung dari segi tinjauan yang mereka pakai. Imam muslim misalnya membaginya
kedalam tiga thabaqat, Ibn Sa'd membaginya 4 thabaqat, dan al-Hakim lebih banyak
lagi yakni membaginya kedalam 15 thabaqat yang pertama  adalah orang yang
bertemu dengan 10 orang yang digembirakan dengan  surga. Para ulama sepakat
bahwa akhir masa tabi’in pada tahun 150 H dan akhir masa tabi’ tabi’in adalah 220 H.
Tabi’in terakhir yang bertemu Abu Ath-Thufail Amir bin Watsilah di Mekah adalah Khalaf
bin Khalifah (w. 181 H) (Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
113.)

Satu-satunya tabi'in yang berjumpa dengan 10 shahabat ahli surga itu ialah Qais
bin Abi Hazim. Ibnu's-Shalah berkata bahwa Qais mendengar hadits dari 10 shahabat
ahli surga tersebut dan meriwayatkannya. Tidak ada seorangpun tabi'ain yang
meriwayatkan hadits dari 10 shahabat ahli surga, selain ia sendiri.

Sahabaqat terakhir, ialah mereka yang bertemu dengan Anas bin Malik, untuk
yang berdiam di Bashrah, bertemu dengan Saib bin Yazid bagi mereka yang bertempat
tinggal di Madinah, berjumpa dengan Abu Umamah bin 'Ajlan al-Bahily bagi mereka
yang berdiam di Syam, bertemu dengan Abdullah bin Abi Aufa bagi mereka yang
berdiam di Hijaz, dan berjumpa dengan Abu Thufail bagi mereka yang berdiam di
Makkah
Dari segi masa hidupnya tabiin dapat dibagi menjadi tiga kategori
(tingkatan), yaitu :

a. Kibar at-tabi’ỉn (tabiin besar), yaitu tabiin yang hidup s ebelum


akhir abad pertama, seperti Ibrahim bin Yazid an - Nakha’i (w.
95 H) dan Sa’id bin Musayyab (15-94 H).

b. Ausat at tabi’in (tabi’in pertengahan), yaitu tabiin yang hidup


antara awal dan pertengahan abad kedua, seperti Nafi Maula bin
Amr (w.117H).

c. Sigar at tabiin (tabiin kecil) yaitu tabiin yang hidup sampai akhir
abad kedua seperti Imam Asy Syafi’i
Tingkatan Tabi’in Secara Rinci
Kibar al-Tabi’in
Kibar al-Tabi’in‫) كــبار لاــتابـعين‬, ) seperti sa’id bin al-musayyib, adalah tabi’in senior yang
banyak meriwayatkan hadits dari shabat Rasul SAW secara langsung, karena mereka
sempat bertemu sampai dewasa. Mereka antara lain (1). al-Aswad ibn Yazid an-
Nakha’i (w. 74 H). (2). Sa’id ibn al-Musayyib (w. 94 H). (3) Abu Wail al-Kufi (w. 82 H).
(4) ’Abdurrahman ibn Abi Laila (w. 83 H). (5) ‘Atha ibn Yasar (w. 94 H). (6) ‘Alqamah (w.
61 H). (7) Masruq (w. 63 H).

Sedangkan dalam riwayat lain dikemukakan bahwa yang termasuk tabi’in senior atau
‫ كــبار لاــتابـعين‬penduduk Madinah antara lain

‫ وأبو سلمة بن عبد‬،‫ وخارجة بن زيد‬،‫ وعروة بن الزبير‬،‫ والقاسم بن محمد‬:‫سعيد بن المسيب‬
‫ وسليمان بن يسار‬،‫ وعبيد الله بيع عبد الله بن عتبة‬،‫الرحمن‬.

Sedangkan di Kufah ada Uwes al-Qarni, Alqamah, al-Aswad, dan di Mekah ada senior
tabi’in antara lain Atha’ bin Abi Robah. Menurut Imam Ahmad, yang termasuk Tabi’in
senior juga adalah Alqamah dan al-Aswad. Adapun tokoh wanita yang termasuk
Tabi’in senior antara lain Hafshah binti Sirin, Amrah binti Abd al-Rahman, dan Um al-
Darda al-Shughra.
al-Wustha min al-Tabi’in
Tabi’in pertengahan ‫) لاــطبقــة الـوسـطى مــن لاــتابـعين‬, ) seperti ibnu sirin, berada pada thobaqot yang
meriwayatkan hadits mengutip dari sejumlah shahabat nabi yang panjang usia, mereka tidak sempat
bertemu dengan shahabat yang wafat sebeum pertengahan abad petama hijri. Di antaranya adalah: (1)
Hasan al-Bashri (w. 110 H). (2) Dzakwan al-Madani (w. 101 H). (3) Zaid ibn Aslam (w. 136 H). (4) Salim
ibn ‘Abdillah ibn ‘Umar (w. 106 H). (5) Sa’id ibn Jubair (w. 95 H).(6) Sa’id ibn Abi Sa’id Kaisan (w. 120 H).
(7) Syu’aib ibn Muhammad . (8) Thawus ibn Kaisan (w. 106 H). (9) asy-Sya’bi (w. 109 H). (10) ‘Abdullah
ibn Buraidah (w. 115). (11) Abu Qilabah al-Bashri (w. 104 H). (12) ‘Abdullah ibn ‘Ubaidillah ibn Abi
Mulaikah (w. 117 H). (13) ‘Abdurrahman ibn Hurmuz al-A’raj (w. 117 H). (14) ‘Ubaidullah ibn ‘Abdillah
ibn ‘Utbah (w. 94 H). (15) ‘Urwah ibn Zubair (w. 94 H) (16) ‘Atha ibn Abi Rabah (w. 114 H). (17) ‘Ikrimah
(w. 104 H). (18) ‘Amr ibn ‘Abdillah ibn ‘Ubaid (w. 129 H). (19) al-Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakr (w.
106 H). (20) Mujahid ibn Jabr (w. Setelah 100 H). (21) Muhammad ibn Sirin (w. 110 H). (22)
Muhammad ibn al-Munkadir (w. 130 H). (23) Nafi’ (w. 117 H). (24) Abu Burdah ibn Abi Musa al-Asy’ari
(w. 104 H). (25) Abu Salamah ibn ‘Abdirrahman ibn ‘Auf (w. 94 H). (26) ‘Amrah bintu ‘Abdirrahman ibn
Sa’d (w. Sebelum 100 H).

Shighar al-Tabi’in
Tabi’in kecil (‫) صـغـار لاــتابـعين‬tingkatan ini adalah tabi’in yunior di banding thabt sebelumnya, karena lebih
banyak meriwayatkn hdits dari Tabi’in senior di banding dari shahabat. Mereka hanya sempat bertemu
dengan shahabat dalam jumlah sedikit saja conothnya al-Zuhri dan Qatadah. Thabaqat yang banyak
meriwayatkan hadits dari kibarut tabi’in. Di antaranya adalah: (1) Ismail ibn Abi Khalid (w. 146 H). (2)
Tsabit ibn Aslam (w. 127 H). (3) Sulaiman ibn Tharkhan at-Taimi (w. 143 H). 4. Simak ibn Harb (w. 123
H). (5) Shalih ibn Kaisan al-Madani (w. Setelah 130 H). 6. ‘Ashim ibn Sulaiman al-Ahwal (w. Setelah 140
H). (7) ‘Abdullah ibn Dinar (w. 127 H). 8. ‘Amr ibn Dinar (w. 126 H). 9. Qatadah (w. 117 H). 10.
Muhammad ibn Muslim ibn Tadrus (w. 126 H). 11. Ibn Syihab az-Zuhri (w. 125 H). 12. Hammam ibn
Munabbih (w. 132 H).
al-Shughra min al-Tabi’in

Tingkatan ( ‫اــابـعين‬
َ‫صـغـرى مـن ل ّت‬
ْ ‫ُّ لاــ‬ )merupakan kelompok lebih yunior di banding tingkatan
sebelumnya. Tingkatan ini merupakan generasi terakhir dari kalangan tabi’in, seperti Musa
bin Uqbah dan al-A’masy. Kebanyakan mereka hanya bertemu dengan shahabat yang
usianya panjang hingga akhir abad pertama. Shahabat yang wafat pada pertengahan abad
pertama tidak bertemu dengan generasi ini. Hadits yang diriwayatkan oleh generasi ini
lebih banyak dikutip dari kalangan tabi’in, sedikit sekali yang dikutip langsung dari
shahabat. Thabaqat ini adalah generasi tabi’in junior, yaitu yang melihat 1 atau 2 orang
shahabat, tapi tidak pernah mendengar riwayat hadits dari mereka. Di antaranya adalah:
(1) Ibrahim an-Nakha’i (w. 96 H). (2) Ayyub ibn Abi Taimiyyah (w. 131 H). (3) al-Hakam ibn
‘Utaibah (w. 113 H). (4) Humaid ibn Abi Humaid (w. 142 H). (5) Khalid ibn Mihran (w. 141
H). (6) Salamah ibn Dinar (w. 140 H). (7) al-A’Masy (w. 147 H). (8) Abu az-Zinad (w. 130 H).
(9) ‘Ubaidullah ibn ‘Umar al-’Umari (w. 147 H). (10) ‘Amr ibn Syu’aib (w. 118 H). (11) ‘Amr
ibn Murrah (w. 116 H). (12) Muhammad ibn Ishaq (w. 150 H). (13) Muhammad ibn ‘Ajlan
(w. 148 H). (14) Manshur ibn al-Mu’tamir (w. 132 H). (15) Musa ibn ‘Uqbah (w. 141 H). (16)
Hisyam ibn ‘Urwah ibn Zubair (w. 145 H). (17) Yahya ibn Sa’id (w. 144 H). (18) Yahya ibn Abi
Katsir (w. 132 H). (19) Yazid ibn Abi Habib (w. 128 H).

Ada juga Thabaqat yang hidup sezaman dengan rawi thabaqat tabi’in junior, namun tidak
pernah bertemu dengan shahabat. Di antaranya adalah: (1) Jarir ibn Hazim (w. 170 H). (2)
Sa’id ibn Abi ‘Arubah (w. 156 H). (3) Suhail ibn Abi Shalih (w. 138 H). (4) ‘Abdullah ibn ‘Aun
ibn Arthaban (w. 150 H). (5) Ibn Juraij (w. 150 H). (6) ‘Uqail ibn Khalid (w. 144 H). (7)
Muhammad ibn ‘Amr ibn ‘Alqamah (w. 145 H). (8) Hisyam ibn Hissan al-Azdi (w. 147 H)
Tingkatan Atba al-Tabi’in

Atba al-Tabi’in (‫اــَاب ِـعين‬


‫ ) أ ْتـباـع ل ّت‬sebagai generasi ketiga yang meriwayatkan hadits. Mereka menerima
hadits dari kalangan al-Tabi’in, karena tidak semapat bertemu dengan shahabat. Thabat ini juga terdiri
dari:
Kibar Atba al-Tabi’in,‫ كبـراـ أتاـعـ لاـتابـعين‬sebagai senior yang berguru pada Tabi’in, Di antaranya adalah: (1)
Israil ibn Yunus (w. 160 H). (2) Zaidah ibn Qudamah (w. 161 H). (3) Zuhair ibn Mu’awiyah ibn Hudaij (w.
172 H). (4) Sufyan ats-Tsauri (w. 161 H). (5) Salam ibn Sulaim (w. 179 H). (6) Syu’bah ibn al-Hajjaj (w. 160
H). (7) Syu’aib ibn Abi Hamzah (w. 162 H). (8) Syaiban ibn ‘Abdirrahman (w. 164 H). (9) ‘Abdullah ibn
Lahi’ah (w. 174 H). (10) al-Auza’i (w. 157 H). (11) ‘Amr ibn al-Harits (w. Sebelum 150 H). (12) al-Laits ibn
Sa’d (w. 175 H). (13) Malik ibn Anas (w. 179 H). (14) Muhammad ibn ‘Abdirrahman (w. 158 H). (15) Mis’ar
ibn Kidam (w. 153 H). (16) Ma’mar ibn Rasyid (w. 154 H). (17) Hisyam ibn Abi ‘Abdillah Sanbar (w. 154 H).
(18) Husyaim ibn Basyir (w. 183 H). (19) Hammam ibn Yahya (w. 164 H). (20) Abu ‘Awanah (w. 175 H).
(21) Wuhaib ibn Khalid (w. 165 H). (22) Yunus ibn Yazid (w. 159 H)

al-wustha min Atba al-Tabi’in, ‫لاـوسـطى مـن أبتـاـعـ لاـتابـعين‬ pengikut pertengahan, karena berguru atau
meriuwayatkan hadits dari Tabi’in pertengahan pula. Thabaqat ini bisa disebut generasi pertengahan
dari pengikut atau murid Tabi’in. Generasi pertengahan dari para pengikut tabi’in. Di antaranya
adalah(1) Ibrahim ibn Sa’d (w. 185 H). (2) Ibn ‘Ulayyah (w. 193 H). (3) Isma’il ibn Ja’far (w. 180 H). (4) Jarir
ibn ‘Abdil Hamid (w. 188 H). (5) Hafsh ibn Ghiyats (w. 194 H). (6) Hammad ibn Zaid (w. 179 H).(7)
Hammad ibn Salamah (w. 167 H). (8) Khalid ibn al-Harits (w. 186 H). (9) Khalid ibn ‘Abdillah (w. 182 H).
(10) Sufyan ibn ‘Uyainah (w. 198 H). (11) Sulaiman ibn Bilal (w. 172 H). (12) Syarik ibn ‘Abdillah (w. 177
H). (13) ‘Abdullah ibn Idris (w. 192 H). (14) ‘Abdullah ibn al-Mubarak (w. 181 H). (15) ‘Abdul ‘Aziz ibn
Muhammad (w. 186 H). (16) ‘Abdul Warits ibn Sa’id (w. 180 H). (17) ‘Abdul Wahhab ibn ‘Abdil Majid (w.
194 H). (18) ‘Abdah ibn Sulaiman (w. 187 H). (19) ‘Ali ibn Mushir (w. 189 H). (20) ‘Isa ibn Yunus (w. 187
H). (21) al-Walid ibn Muslim (w. 194 H). (22) Yazid ibn Zurai’ (w. 182 H).
al-Shughra min Atba al-Tabi’in (‫لاـصـغـرى مـن أبتـاـعـ لاـتابـعين‬ ) generasi yunior dari
kalangan pengikut atau murid tabi’in. Di antaranya adalah: (1) Adam ibn Abi
Iyas (w. 220 H). (2) Bahz ibn Asad (w. Setelah 200 H). (3) Hajjaj ibn
Muhammad (w. 206 H). (4) Hammad ibn Usamah (w. 201 H). (5) Rauh ibn
‘Ubadah (w. 205 H). (6) Sulaiman ibn Harb (w. 224 H). (7) Abu Dawud ath-
Thayalisi (w. 204 H). (8) adh-Dhahhak ibn Mukhallad (w. 212 H). (9) ‘Abdullah
ibn Maslamah (w. 221 H). (10) ‘Abdullah ibn Numair (w. 199 H). (11)
‘Abdullah ibn Wahb (w. 197 H). (12) ‘Abdurrahman ibn Mahdi (w. 198 H).
(13) ‘Abdurrazzaq ibn Hammam (w. 211 H). (14) ‘Abdush Shamad ibn ‘Abdil
Warits (w. 207 H). (15) ‘Ubaidullah ibn Musa (w. 213 H). (16) ‘Ali ibn Hujr (w.
244 H). (17) Abu Nu’aim al-Mulai (w. 218 H). (18) Muhammad ibn Idris asy-
Syafi’i (w. 204 H). (19) Muhammad ibn Ja’far al-Hudzali (w. 193 H). (20)
Muhammad ibn Khazim (w. 195 H). (21) Muhammad ibn Fudhail (w. 195 H).
(22) Muhammad ibn Yusuf (w. 212 H). (23) Muslim ibn Ibrahim (w. 222 H).
(24) Mu’adz ibn Mu’adz (w. 196 H). (25) Mu’tamir ibn Sulaiman (w. 187 H).
(26) Muhammad ibn Isma’il al-Minqari (w. 223 H). (27) Hisyam ibn ‘Abdil
Malik (w. 227 H). (28) Waki’ ibn al-Jarrah (w. 196 H). (29) Yahya ibn Adam (w.
203 H). (30) Yahya ibn Sa’id (w. 198 H). (31) Yazid ibn Harun (w. 206 H) 32.
Ya’qub ibn Ibrahim (w. 208 H).
Para murid atba al-Tabi’in sering disebut ( ‫تــ اـأل َبتـاـعـ‬ ‫ ) َ َبـعـ‬terkadang disebut ‫اــَابـعين‬
‫تــــ ْأتـباـع ل ّت‬
‫بَـعـ‬
ada juga yang mengistilahkan ‫عـ ا ْـألتـباـع‬ ِ ‫( أـ‬ulama yang mengambil hadits dari murid
‫ألخذوـن مـن َ بَتــــ‬
atba al-Tabi’in). Mereka tentu saja hanya bertemu dengan atba al-Tabi’in, tidal sempat
bertemu dengan Tabi’in. mereka mengambil atau meriwayatkan hadits dari murid tabi’in.
Generasi ini ini termasuk ulama yang secara ersmi menulis hadits dalam bentuk buku sumber
yang sering disebut ‫ألصليَة‬
ّ ‫اــم َصـادر اـ‬
َ ‫( ل‬kitab sumber hadits primer). Dikatakan demikian karena
buku kitab semacam ini berisi hadits yang diukumpulkan langsung olehnya yang bersumber
dari gurunya dan matarantainya sambung menyambung hingga Rasul SAW. Seperti halnya
generasi sebelumnya, thabaqat ini juga terdiri dari:
Taba al-Atba yang senior ( ‫اـألبتـاـعـ‬ ‫بعـ‬
‫ ) كبـراـ تــ‬Di antaranya adalah (1) Ahmad ibn Hanbal (w.
241 H). (2) Ahmad ibn Mani’ (w. 244 H). (3) Ibn Rahuyah al-Marwazi (w. 237 H). (4) Ibn Abi
Uwais al-Madani (w. 226 H). (5) Abul Yaman al-Himshi (w. 222 H). (6) Zuhair ibn Harb (w. 234
H). (7) Abu Bakr ibn Abi Syaibah (w. 235 H). (8)‘Abdullah ibn Yusuf at-Tinnisi (w. 218 H). (9)
Abul Hasan ibn Abi Syaibah (w. 239 H). (10) ‘Affan ibn Muslim (w. 220 H). (11) Ibn al-Madini
(w. 234 H). (12) ‘Amr ibn ‘Ali ash-Shairafi (w. 249 H). (13) Qutaibah ibn Sa’id (w. 240 H). (14)
Muhammad ibn Basysyar (w. 252 H). (15) Muhammad ibn Rumh (w. 242 H). (16) Muhammad
ibn ‘Abdillah al-Kharifi (w. 234 H). (17) Abu Kuraib (w. 248 H). (18) Muhammad ibn Katsir (w.
223 H). (19) Muhammad ibn al-Mutsanna (w. 252 H).(20) Muhammad ibn Yahya al-’Adani (w.
243 H). (21) Mahmud ibn Ghailan (w. 239 H). (22) Musaddad ibn Musarhad (w. 228 H). (23)
Nashr ibn ‘Ali (w. 250 H). (24) Hannad ibn as-Sari (w. 243 H). (25) Yahya ibn ‘Abdillah ibn
Bukair (w. 231 H). (26) Yahya ibn Ma’in (w. 233 H). (27) Yahya ibn Yahya ibn Bukair (w. 226 H).
(28) Ya’qub ibn Ibrahim (w. 252 H).
Generasi pertengahan dari Taba al-Atba. yang disebut ‫بعـ‬ ‫الـوسـطى مـن تــ‬
‫ اـألبتـأـعـ‬, juga merupakan generasi para peneliti dan sekaligus yang
mempublikasikan hasil penelitiannya dalam berbagai kitab, Di antaranya:
(1) Ishaq ibn Manshur (w. 251 H). (2) Abu Dawud as-Sijistani (w. 275 H).(3)
Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari (w. 256 H). (4) Muhammad ibn Rafi’ al-
Qusyairi (w. 245 H). (5) Muhammad ibn Yahya an-Naisaburi (w. 258 H). (6)
Muslim ibn al-Hajjaj an-Naisaburi (w. 261 H).

Yunior dari kalangan Tab al-Atba’ yang disebut (‫اـألبتـاـعـ‬ ‫بعـ‬


‫لأـصـغـرى مـن تــ‬ )
adalah yang hidup sekitar awal abad ke 4 hijri. Di antara tokoh yang berada
di thabaqat ini adalah: (1) Ahmad ibn Syu’aib an-Nasai (w.303 H).
(2)Muhammad ibn ‘Isa at-Tirmidzi (w.279 H). (3)Ibn Majah al-Qazwaini
(w.273 H).
Kitab-Kitab  thabaqat 

• Kitab Ath-Thabaqat, karya Muhammad bin ‘Umar Al-Waqidi (wafat tahun 207 H).
Ibnu Nadim telahmenyebutkannya dalam kitab Al-fahrasaat. Dan Muhammad bin
Sa’ad, juru tulis Al-Waqidi, dalam bukunya Ath-Thabaqat Al-Kubrabanyak menukil
dari kitab tersebut.
• Kitab Ath-Thabaqat Al-Kubraa, karya Muhammad bin Sa’ad (wafat tahun 230 H),
dicetak dalam 14 jilid.
• Kitab Thabaqat Ar-Ruwat, karya Khalifah bin Khayyath (wafat tahun 240 H).Ibnu
Hajar mengambil darinya, dan terdapat manuskripnya hingga kini.
• Kitab Ath-Thabaqaat, karya Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi (wafat tahun 261 H)
dan tedapat manuskripnya hingga kini.
• Kitab Ath-Thabaqat, karya Abu Bakar Ahmad bin Andillah Al-Barqi (wafat tahun 270
H), mengambil darinya Ibnu Hajar dalam Tahdzib Al-tahdzib.
• Kitab Thabaqat Al-Muhadditsiin, karya Abul-Qasim Maslamah bin Qasim Al-
Andalusi (wafat tahun 353 H).
• Kitab Thabaqat Al-Muhadditsiin bi Ashbahan wal Wariidina ‘Alaiha, karya Abu
Syaikh bin Hayyan Al-Anshary (wafat tahun 369 H) dan terdapat manuskripnya hingga
kini.
• Kitab Thabaqaat Al-Muhadditsiin, karya Abul-Qasim Abdurrahman bin Mandah
(wafat tahun 470 H).
Dan di antara para penyusun ada yang menulis berdasarkan negeri-
negeri, seperti :

•Tarikh Naisabur, karya Imam Muhammad bin Abdillah Al-Hakim


An-Naisabury (wafat tahun 405 H), dia termasuk kitab yang hilang.
•Tarikh Baghdad, karya Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Baghdadi yang
dikenal dengan Al-Khathib Al-Baghdadi (wafat tahun 463 H),
dicetak, dan dia termasuk kitab yang paling menonjol dan paling
banyak manfaatnya.
•Tarikh Dimasyq, karya seorang ahli sejarah Ali bin Al-Husain yang
dikenal dengan Ibnu ‘Asakir Ad-Dimasyqi (wafat tahun 571 H). 

Anda mungkin juga menyukai