Anda di halaman 1dari 69

Penggunaan Antiinflamasi dan

H2 Bloker pada Kasus Bedah


KELPMPOK
Tn. HL / L / 47 tahun / 000203216 / 18-03-2022

KU : Nyeri perut kanan bawah

AK :

Tujuh hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah. Keluhan nyeri perut pada awalnya dirasakan

pasien di ulu hati, kemudian nyeri perut berpindah dan menetap di perut kanan bawah. Keluhan nyeri perut kanan bawah dirasakan

semakin bertambah berat. Keluhan disertai dengan demam, mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Keluhan tidak disertai

dengan batuk lama >2 minggu, keringat malam, dan penurunan berat badan. Keluhan BAK berwarna kemerahan (-), frekuensi BAK

bertambah tidak ada, nyeri pada saat BAK tidak ada. Riwayat BAB kecil-kecil seperti kotoran kambing tidak ada, riwayat BAB cair tidak

ada, riwayat BAB berdarah tidak ada, dan riwayat BAB berlendir tidak ada. Riwayat pengobatan TB paru tidak ada. Riwayat operasi

sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit darah tinggi tidak ada, riwayat penyakit kencing manis tidak ada, riwayat penyakit jantung

tidak ada, riwayat penyakit stroke tidak ada, dan riwayat penyakit ginjal tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang BB : 65 kg
TB : 165 cm
Tanda vital : T : 120/70 N : 100x/mnt R : 20 x/mnt S : 36,7oC IMT : 23.9 (normoweight)
SGA : A (well nourished)
SpO2 98% udara bebas

STATUS LOKALIS
A.r Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
A.r Thorax : Bentuk dan gerak simetris, BJ 1 & 2 murni regular, VBS kanan = kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
A.r Abdomen : Datar, tegang, bising usus (+) normal, nyeri tekan ar RLQ (+), nyeri lepas ar RLQ (+), defans muskular ar RLQ (+)
RT : Tonus sphincter ani kuat, mukosa licin, ampula tidak kolaps, nyeri tekan (+) di arah jarum jam 9, massa (-)
ST : Feces (+), darah (-), lendir (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik
FOTO KLINIS
FOTO POLOS DADA
RSHS, 18-03-2022
LABORATORIUM

Laboratorium 18-03-2022 Laboratorium 18-03-2022


PT/APTT/INR 10.4/33.8/0.93 Laktat -
Hemoglobin 12.4 AGD
Hematokrit 36.9 pH 7.472
Leukosit 10.180 pCO2 33.9
Trombosit 313.000
pO2 65.4
GDS
HCO3 25.1
Na/K 136/3.7
tCO2 26.1
Ur/Cr 22/0.75
BE 2.4
SGOT/SGPT -
SaO2 93.2
Albumin 3.70
TCM PCR Covid - 19 Positif
DIAGNOSA KERJA :
Peritonitis lokal ec suspek appendisitis perforasi
TATALAKSANA :
• Puasa
• Pasang NGT dan kateter dekompresi
• IVFD loading RL 1000 cc,
dilanjutkan cairan rumatan RL 1500 cc/24 jam
• Ceftriaxone 1 x 2 gram IV
• Metronidazole 3 x 500 mg IV
• Omeprazole 2 x 40 mg IV
• Ketorolac 3 x 30 mg IV
• Rencana appendektomi per laparotomi
Pembahasan (Analgesik)
• - Pada kasus ini, analgesic yang digunakan merupakan ketorolac.
• - Ketorolac merupakan obat golongan NSAID.
• - Penggunaan NSAID efektif sebagai opioid sparing dan dapat mengurangi efek
samping dari opioid.
• - Efektivitas ketorolac sudah terdokumentasi dengan baik dimana dibandingkan
dengan NSAID lain, penggunaan ketorolac mampu mengurangi kebutuhan
digunakannya opioid post-pembedahan.
• - Ketorolac mampu mengurangi kebutuhan penggunaan meperidine sebanyak
30% (Pavy Tj, et al). Kombinasi ketorolac dengan fentanyl juga membutuhkan
dosis fentanyl yang lebih sedikit untuk mencapai level peredaan nyeri yang
sama dibanding dengan penggunaan fentanyl tunggal (Kim SY, et al).
De Oliviera G, et al. Perioperative Single Dose Ketorolac to Prevent Postoperative Pain: A Meta-Analysis of Randomized Trials . Anesthesia & Analgesia:
February 2012 - Volume 114 - Issue 2 - p 424-433
Pavy TJ, Paech MJ, Evans SF. The effect of intravenous ketorolac on opioid requirement and pain after cesarean delivery. Anesth Analg. 2001;92:1010-1014
Kim SY, Kim EM, Nam KH, et al. Postoperative intravenous patient-controlled analgesia in thyroid surgery: comparison of fentanyl and ondansetron regimens with
and without the nonsteroidal anti-inflammatory drug ketorolac. Thyroid. 2008;18:1285-1290.
Pembahasan (Analgesik)
• - Keamanan ketorolac: efek samping yang ditemukan pada 1% pasien
adalah headache, nausea, flatulens, konstipasi atau diare, dizziness,
anemia, dan stomatitis. Pada 5% pasien ditemukan perdarahan.
• - Pemberian ketorolac dapat mengontrol nyeri post-operatif. Penggunaan
ketorolac juga menimbulkan berkurangnya mual dan muntah post-
operatif.
• - Pada kasus ini, pasien memiliki berat badan 50 kg. Pemberian ketorolac
pada pasien ini adalah 2x19 mg IV. Dosis yang direkomendasikan pada
pasien usia < 65 tahun atau berat badan < 50 kg adalah dosis tunggal
sebanyak 30 mg atau dosis ganda 15 mg setiap 6 jam. Dosis yang
De Olivieradiberikan pada
G, et al. Perioperative Singlekasus pasien
Dose Ketorolac iniPostoperative
to Prevent telah cukup.
Pain: A Meta-Analysis of Randomized Trials . Anesthesia & Analgesia:
February 2012 - Volume 114 - Issue 2 - p 424-433
Conway SL, Matthews ML, Pesaturo KA. The Role of Parenteral NSAIDs in Postoperative Pain Control. US Pharm. 2010;35(5):HS16-HS20. 
Pembahasan (H2 Blocker-PPI)
• - Pada kasus ini, digunakan PPI yaitu
omeprazole dan bukan H2 bloker untuk
mengurangi risiko aspirasi cairan lambung
intraoperatif.
• - PPI bekerja dengan cara menghambat pompa
H+/K+
ATPase pada membran sel parietal lambung.
• - Berdasarkan metaanalalisis yang
membandingkan 41 penelitian, penggunaan
omeprazole dibandingkan dengan PPI lain tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Tidak ada
Perbedaan antar PPI kecuali pada biaya saja,
dimana omeprazole merupakan PPI dengan
biaya termurah.
Dachs R, Stewart AD, Graber M. Choosing One PPI Treatment Over Another. Am Fam Physician. 2007 Nov 1;76(9):1273-1274.
Pembahasan (H2 Blocker-PPI)
- PPI ditemukan sama efektifnya dengan pemberian H2 bloker. (Puig I,
et al)

• - Efek PPI dan H2 bloker sama ketika mereka diberikan dalam 2 dosis
(malam sebelum dan pagi sebelum pembedahan). Hanya ketika obat
tersebut diberkan sebagai dosis tunggal dan sesaat sebelum
pembedahan, H2 bloker memberikan efek yg lebih signifikan
dibandingkan PPI. (Puig I et.al)

Puig I, et al. Meta-analysis: comparative efficacy of H2-receptor antagonists and proton pump inhibitors for reducing aspiration risk during anaesthesia depending
on the administration route and schedule. Pharmacol Res. 2012 Apr; 65(4): 480-90
NON STEROID & STEROID
ANTI INFLAMMATORY DRUG
Data Penggunaan Antiinflamasi
Data Penggunaan Antiinflamasi
EFEK ANALGESIK pada ANTIINFLAMASI

• Dalam dosis tunggal, obat antiinflamasi non steroid (AINS) mempunyai aktivitas analgesik
yang setara dengan parasetamol.
• Dalam dosis penuh (full dosage) yang lazim, AINS sekaligus memperlihatkan efek
analgesik yang bertahan lama dan efek anti inflamasi yang membuatnya sangat berguna
pada pengobatan nyeri berlanjut atau nyeri berulang akibat radang.
• Efek analgesik akan muncul segera setelah menerima dosis pertama dan normalnya efek
analgesik keseluruhan akan diperoleh dalam seminggu, sementara efek anti-inflamasinya
tidak akan dicapai (atau tidak terdeteksi secara klinis) sebelum 3 minggu
• PG  sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulus mekanik dan kimiawi
• Analgesik pada SSP yg mengkatalisis PG
Pada nyeri intensitas ringan hingga sedang
Peran Analgesik pada Kasus Bedah
• - Berperan penting dalam kontrol nyeri pada pasien yang mengalami prosedur
pembedahan.
• - Lebih dari 80% pasien yang dilakukan pembedahan mengalami nyeri akut
post-operatif dan sekitar 75% di antaranya melaporkan nyeri sedang, berat,
atau ekstrim.
• - Dilaporkan bahwa hanya kurang dari setengahnya yang mendapatkan
analgesik yang cukup untuk meredakan nyerinya.
• Kontrol nyeri yang tidak adekuat dapat mempengaruhi kualitas hidup, fungsi,
pemulihan fungsi dan risiko komplikasi post-pembedahan serta risiko nyeri
persisten post-pembedahan.
• - Maka dari itu, analgesik dibutuhkan pada pasien yang dilakukan pembedahan.
Chou R, et al. Management of Postoperative Pain. The Journal of Pain, Vol 17, No 2 (February), 2016: pp 131-157
Peran Analgesik pada Kasus Bedah
• Faktor risiko terjadinya nyeri persisten post-pembedahan:
- Suseptibiliti gen
- Faktor psikososial
- Usia yang lebih muda
- Wanita
• Pencegahan agar nyeri persisten tidak terjadi post-pembedahan:
- Teknik operasi yang menghindari kerusakan saraf
- Analgesik multimodal agresif
Kehlet, H., Jensen, T. S., & Woolf, C. J. (2006). Persistent postsurgical pain: risk factors and prevention. The Lancet, 367(9522)
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Clinical Anesthesiology. 5th edition. 2013
Patofisiologi Nyeri & Intervensi Farmakologi

Dinakar P, Stillman AM. Pathogenesis of pain. Semin Pediatr Neurol 23:201-208 C 2016
MEDIATOR INFLAMASI
• Prostaglandin
- Meningkatkan sensitivitas sensori terhadap
stimulus nyeri
- Termoregulatory di hipotalamus  demam
- PGE2, PGI2  vasodilatasi arteri
- PGF2  venokonstriksi
- PG meningkatkan sekresi mukosa lambung
MEDIATOR INFLAMASI
• Prostaglandin
- PGF2  nekrosis iskemik pada endometrium
saat menstruasi
- PG  kontraksi uterus
- PGE2, PGI2  bronkodilatasi
- PGF2  bronkokonstriksi
MEDIATOR INFLAMASI

• Tromboksan
- regulasi agregasi platelet
• Leukotrien
- meningkatkan permeabilitas kapiler
EFEK ANTIPIRETIK

• Suhu badan diatur hipotalamus


• Antipiretik  dilatasi perifer  mobilisasi air 
pengenceran darah  pengeluaran keringat
Keadaan Patologik

Pirogen endogen interleukin melepas PG

Suhu meningkat
EFEK ANTI INFLAMASI

- NSAID  sebagian besar efek pada penghambatan prostaglandin


(PG)
- Mengurangi radang
- Tidak mencegah kerusakan jaringan
EFEK SAMPING UMUM NSAID

• NSAID  menghambat enzim COX  penghambatan pembentukan


prostaglandin
• Misoprostol  turunan PGE1  efektif menjaga toksisitas GI karena
NSAID.
• Penghambatan pembentukan prostaglandin  berpengaruh pada
sintesis mukosa lambung  kerusakan GI (dispepsia, nausea, dan
gastritis).
• Adverse effect serius  pendarahan dan perforasi GI
INHIBITOR COX

• COX terdapat pada jaringan sebagai COX-1  dapat


terstimulasi menjadi COX-2.
• Penghambatan COX-2  lebih berperan dalam aksi
antiinflamasi
• Penghambat COX-2  celexocib dan rofexocib 
mengurangi sampai 50% kejadian perforasi lambung
dan perdarahan.
EFEK SAMPING UMUM NSAID

Gangguan fungsi trombosit

Akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 


perpanjangan waktu perdarahan

Profilaksis tromboemboli
EFEK SAMPING UMUM NSAID
Nefrotoksisitas
• Prostaglandin PGE2 dan PGI2  vasodilator kuat di medula
ginjal dan glomerulus.
• Penghambatan pembentukan prostaglandin di ginjal 
retensi Na  menurunkan aliran darah  kegagalan fungsi
ginjal  terutama pasien dengan vasokontriktor
katekolamin dan pelepasan angiotensin II
• Adverse effect lain  bronkospasme terutama pada pasien
asma, skin rashes, dan alergi lainnya.
PARA AMINO FENOL

• Parasetamol/Asetaminofen
• Panadol, Tempra, Dumin, Sanmol
• Parasetamol  aksi antiinflamasi tidak signifikan
 hanya untuk meredakan nyeri ringan.
• Parasetamol diabsorbsi baik  tidak menyebabkan
iritasi lambung secara langsung  ESO
hepatotoksik.
• Pengurang rasa nyeri kepala, otot atau sendi, dan
antipiretik
• Cmax 0,5 – 1 jam setelah pemberian p.o
TURUNAN PIRAZOLON

• ANTIPIRIN/DIPIRON
• Nyeri kepala, spasme usus, ginjal, saluran empedu
dan urin, neuralgia, migrain, dismenorhea, nyeri
gigi, antipiretik
• Metampiron/Metamizol/Antalgin
• ESO agranulositosis
• Kombinasi  neuralgin RX, dolo scaneuron
TURUNAN PIRAZOLON

• Nyeri reumatik, pirai, nyeri sendi


• ESO agranulositosis dan iritasi lambung
• Fenilbutazon, Cmax 1-7 jam p.o
• T ½ 3 hari
• Pro drug  diubah menjadi oksifenbutazon untuk berefek
TURUNAN ASAM SALISILAT

• Efektif untuk nyeri kepala, sakit otot, sakit karena rematik


• Kurang efektif untuk sakit gigi, dismenorhea, kram, kolik, migrain
• ESO iritasi lambung karena gugus karboksilat yang bersifat asam
TURUNAN ASAM SALISILAT

• Aspirin  analgesik efektif  durasi aksi sekitar 4


jam.
• Aspirin  anti platelet  Aspilet, Cardioaspirin,
Thromboaspilet, Ascardia
• Aspirin  lebih banyak sebagai antiinflamasi karena
penyakit sendi
Lebih dari 50% pasien tidak dapat mentoleransi efek
sampingnya  (nausea, vomiting, nyeri epigastrik,
tinnitus).
• Cmax 15 menit setelah p.o
• T ½ 17 menit
TURUNAN ASAM FENAMAT

• Asam Mefenamat
• Aktivitas analgesik 2-3 x dari aspirin, 1/5 dari fenilbutazon
• Ponstan, mefinal, benostan, pondex
• Nyeri gigi
• ESO iritasi lambung
• Cmax 2 jam setelah p.o
TURUNAN OKSIKAM

• Bersifat asam
• Efek antiradang, antirematik
• Untuk pengobatan simptomatis rematik artritis, osteoartritis, antipirai
• Contoh : piroxicam, meloxicam, tenoxicam
• Cmax 3-5 jam setelah p.o
• T ½ 30-60 jam
TURUNAN FENILASETAT

• Aktivitas analgesik dan antiinflamasi tinggi


• ESO iritasi saluran cerna tinggi
• Diklofenak, Cmax 2 jam p.o, t ½ 3-6 jam
TURUNAN ASAM PROPIONAT

• Ibuprofen, Cmax 1-2 jam p.o


• Ketoprofen, Cmax 0,5 – 1 jam p.o
TURUNAN LAIN-LAIN

• benzidamin HCl (Tatum)  analgesik dan


antiinflamasi lokal

• Tinoridin (Nonflamin)  antiradang setelah


pembedahan, nyeri punggung, nyeri gigi
GOUT and TREATMENT OF GOUT

• Gout atau asam urat  deposisi kristal sodium urat


pada sendi yang menyebabkan nyeri arthritis.
• Akut gout  diterapi dengan indometasin, naproxen,
atau NSAID lainnya selain aspirin
• aspirin dosis rendah meningkatkan kadar asam urat
plasma krn menghambat sekresi asam urat melalui
tubulus renal.
GOUT and TREATMENT OF GOUT

• Colchicine  efektif untuk asam urat  mencegah


deposisi/penumpukan asam urat.
ESO colchicine  nausea, vomiting, diare, dan nyeri abdomen.
• Pencegahan asam urat  allopurinol  menurunkan kadar asam urat
plasma  dengan menghambat oksidasi xantin, yaitu enzim yang
mengubah xantin menjadi asam urat.
STEROID ANTI INFLAMMATORY DRUGS
Korteks adrenal melepaskan hormon steroid
ke sirkulasi darah.
Steroid dibedakan menjadi dua kelas :
o Mineralokortikoid (aldosteron)  retensi garam  disintesis di sel
glomerulus.
o Glukokortikoid  kortisol (hidrokortison), metabolism KH dan protein
SAID

• Pelepasan kortisol  dikontrol negative feedback


mechanism  melibatkan hipotalamus dan anterior
pituitary.
• Kadar kortisol rendah  pelepasan kortikotropin
(hormone adrenokortikotropik, ACTH)  stimulasi
sintesis kortisol.
• Pelepasan aldosteron  dipengaruhi oleh ACTH dan
system rennin-angiotensin, serta kadar K plasma.
KORTIKOSTEROID
• Dibagi 3 berdasarkan masa kerja :
- Masa kerja pendek
* hidrokortison
- Masa kerja sedang
* prednison, prednisolon,
metilprednisolon, triamsinolon,
fluosinolon
- Masa kerja panjang
* deksametason, betametason
Obat SAID
a. Hidrokortison
- intravena pada kasus syok dan asma
- topikal (ointment) pada eksim 0,25% -
2,5%

b. Prednison
- oral pada kasus inflamasi dan alergi
Obat SAID
c. Betametason (Betason, Celeston) dan deksametason (Oradexon,
Scandexon)
- sangat poten
- tidak mempunyai efek retensi garam/urin  dapat digunakan
dengan dosis tinggi walaupun pada kasus udem serebral dimana
retensi garam sangat berbahaya.
- Betamethason  ada yg bentuk topikal (dipropionat dan valerat)
Obat SAID
d. Budenoside
- tidak baik dalam melewati membran
- lebih aktif dalam bentuk topikal.
- dalam bentuk aerosol pada penderita asma
- topical untuk eksim dengan efek sistemik minimal.
e. Triamsinolon (Kenacort)
- digunakan pada asma yang berat
- untuk inflamasi sendi lokal.
SAID
f. Klobetasol (dermovate-topikal)
g. Desonid (Apolar)
h. Mometason (Elocon)
i. Desoksimetason (Esperson)
EFEK GLUKOKORTIKOID

Glukokortikoid mempengaruhi kebanyakan sel dlm


tubuh.
Efek metabolik
• Glukokortikoid  memfasilitasi perubahan dari protein
menjadi glikogen.
• Glukokortikoid  menghambat sintesis protein dan
menstimulasi katabolisme menjadi asam amino.
• Menstimulasi glukoneogenesis, penumpukan glikogen dan
pelepasan glukosa.
• Selama puasa  glukokortikoid mencegah hipoglikemia.
Efek anti inflamasi dan imunosupresan

• Kortikosteroid  menekan semua fase respon inflamasi.


• Kortikosteroid  menghambat efek antiinflamasi 
stimulasi pembentukan leukosit (lipocortin)  menghambat
enzim fosfolipase A2  hambatan pembentukan asam
arakhidonat (prekursor mediator inflamasi).
• Glukokortikoid  menekan monosit atau fungsi makrofag
dan menekan sirkulasi sel T
• Transport limfosit ke antigen dan produksi antibodi juga
dihambat.
ESO UMUM
Efek metabolik
• Dosis tinggi  moon face, distribusi lemak ke wajah dan
punggung, terganggunya metabolisme karbohidrat yang
menyebabkan hiperglikemia.
• Protein juga dapat hilang dari otot skeletal  kelemahan
otot,
• Peningkatan katabolisme tulang  osteoporosis  dicegah
dengan alendronate (juga untuk terapi osteoporosis post
menopouse).
Retensi cairan
• Dapat menimbulkan hipokalemia dan hipertensi.
ESO UMUM

Supresi adrenal
• Terapi dengan steroid  dihentikan bertahap  karena dapat mengakibatkan
insufisiensi adrenal, dimana biasanya fungsi adrenal baru akan kembali normal
setelah 6 – 12 bulan kemudian.
Infeksi
• Penurunan sistem imun  tubuh rentan terhadap infeksi.
Komplikasi lain
• peptic ulcer.
H2 Blocker
Data Penggunaan H2 Bloker

Van Bosse HJV, Schwend RM. The Use of Outpatient Analgesic Opioids After Surgery or Treatment in Pediatric Orthopaedics. Journal of The American Academy of
Pediatrics May 2018, 142
Peran H2 bloker pada Kasus Bedah
• -  Mekanisme proteksi jalan napas terhadap paparan dari cairan lambung
terganggu pada saat pasien diinduksi dengan anestesi general atau ketika
kesadaran menurun, sehingga dapat meningkatkan risiko lebih besar terjadinya
aspirasi pada pasien.

• - H2 bloker mengurangi risiko perioperatif terjadinya pneumonia aspirasi dengan


mengurangi volume asam lambung dan meningkatkan pH dari cairan lambung.

• - Pemberian preoperatif ranitidine menyebabkan kenaikan pH lambung >2,5 dan


berkurangnya volume cairan lambung secara signifikan dalam 60 menit sejak
pemberian 150 mg per oral..

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Clinical Anesthesiology. 5th edition. 2013
Mekanisme Kerja H2 Bloker
• Secara kompetitif menghambat pengikatan
• histamin ke reseptor H2 di sel parietal lambung

• Mengurangi volume dan asiditas asam lambung

• Mengurangi risiko pneumonia aspirasi perioperatif

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Clinical Anesthesiology. 5th edition. 2013
H2 bloker yang digunakan
• Dosis, lama pemberian dan cara pemberian

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Clinical Anesthesiology. 5th edition. 2013
Efek Samping H2 Bloker
• - Cimetidine: hepatotoksik (serum transaminases meningkat),
interstitial nephritis (serum creatinine meningkat), granulocytopenia,
dan thrombocytopenia.

• - Cimetidine juga berikatan dengan androgen receptors, pada


beberapa kasus dapat menyebabkan gynecomastia dan impotensi.

• - Cimetidine juga berhubungan dengan perubahan status mental dari


mulai letargi hingga halusinasi dan kejang, utamanya pada usia lanjut.

• - Ranitidine, nizatidine, dan famotidine tidak memengaruhi androgen


Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Clinical Anesthesiology. 5th edition. 2013
Penggunaan H2-Blocker
• Peptic ulcer disease (PUD)
• Gastroesophageal reflux disease (GERD/GORD)
• Dyspepsia
• Pencegahan tukak stres (indikasi spesifik ranitidin)
• Pencegahan pneumonitis aspirasi selama operasi

Rossi S (Ed.) (2005). Australian Medicines Handbook 2005. Adelaide: Australian Medicines Handbook. ISBN 0-9578521-9-3

Anda mungkin juga menyukai