Refka Antie Nyeri Pada Pasien Tumor
Refka Antie Nyeri Pada Pasien Tumor
Ari Rahmatullah
N 111 13 047
- Umur : 43 tahun
- Alamat : Taipa
- Pekerjaan : Swasta
- Ruangan : Aster
- Riwayat penyakit sekarang: pasien masuk dengan keluhan nyeri menelan yang dirasakan
sejak ± 3 minggu yang lalu tidak disertai dengan keluhan membuka mulut. Awalnya pasien
terkena flu dan batuk berdahak, tetapi lama kelamaan hidung membesar serta terjadi
perubahan bentuk pada pipi sebelah kiri. Keluar cairan agak kental tapi tidak bercampur
darah dari hidung sejak ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pada telinga (-),
berdengung (-), gangguan pendengaran (+) sejak 2 minggu terakhir, keluar cairan dari
telinga (-).
- Riwayat penyakit keluarga: atopi tidak ada, tekanan darah tinggi tidak ada, diabetes melitus
tidak ada.
- Anamnesis terkait anestesi:
- Primary survey
• Airway : Paten
Kepala
• Bentuk : Normocephal
• Kulit : Pucat (-), sianosis (-), massa (-), turgor <2 detik.
Mata
• Eksoftalmus (-), palpebra edema (-), fungsi N. II baik, ptosis (-), kalazion (-), pembengkakan saccus
lacrimalis (-)
• Pupil : Bentuk isokor, bulat, diameter ± 2mm/2mm, refleks cahaya langsung +/+ refleks
cahaya tidak langsung +/+.
Telinga
• Keloid (-), kista epidermoid (-), serumen maksimal +/+, membrana timpani sulit dinilai.
Hidung
• Deviasi septum nasi (-/-), sekret (+/+) berwarna kekuningan, concha normal, edema (-), hiperemis (-)
• Mallampathy : kelas 1
Leher
• Palpasi : pembengkakan kelenjar limfe (-), pembesaran pada kelenjar tiroid (-), nyeri tekan (-), JVP
R5 + 2 cm H2O
Paru
• Inspeksi : normochest, retraksi (-), massa (-), cicatrix (-), spider nevi (-)
• Palpasi : nyeri tekan (-), ekspansi paru simetris kiri dan kanan, fremitus taktil kesan normal.
• Perkusi : sonor (+) di seluruh lapang paru, batas paru hepar SIC VI dextra.
• Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (s), thrill (-)
• Perkusi :
• Auskultasi: bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
• Inspeksi : bentuk cembung terhadap thorax dan symphisis pubis, massa (-), cicatrix (tidak dilakukan).
• Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal (± 20 kali/menit) diseluruh kuadran abdomen , Bruit (-), friction
rub (-)
• Palpasi : hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (+), ginjal tidak teraba.
Ekstremitas
• Atas : edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal, refleks fisiologis normal, refleks patologis (-), kekuatan
5/5, tonus normal.
• Bawah : edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal, refleks fisiologis normal, refleks patologis (-), kekuatan
5/5, tonus normal.
Parameter Hasil Satuan Range Normal
WBC 4,16 103/uL 4,8 – 10,8
RBC 4,09 106/uL 4,7 – 6,1
HGB 12,3 g/dL 14 – 18
HCT 28,6 % 42 – 52
MCV 88,0 fL 80 – 99
MCH 30,1 pg 27 – 31
MCHC 34,2 g/dL 33 – 37
PLT 61 103/uL 150 – 450
RDW-CV 19,5 % 11,5 – 14,5
RDW-SD 59,2 fL 37 – 54
NEUT % 79,1 % 40 – 74
LYM % 8,4 % 19 – 48
Ureum 52 mg/dl 8-53
Creatinin 0,8 mg/dl 0,6-1,2
Pemeriksaan kimia darah
• Ureum 52 mg/dl
• SGOT 84 U/L
• SGPT 93 U/L
Pemeriksaan CT-SCAN
• Massa soft tissue di sinus maxillaris sinistra, sinus ethmoidale sinistra dan di cavum
nasi
Resume
Pasien laki-laki berumur 43 tahun masuk dengan keluhan nyeri menelan yang dirasakan sejak ±
3 minggu yang lalu. Awalnya pasien terkena flu dan batuk berdahak, tetapi lama kelamaan hidung
membesar serta terjadi perubahan bentuk pada pipi sebelah kiri. Keluar cairan agak kental tapi tidak
bercampur darah dari hidung sejak ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. gangguan pendengaran
(+) sejak 2 minggu terakhir.
Pemeriksaan fisik
Primary survey
• Airway : Paten
Mallampathy : kelas 1
Diagnosis Kerja: Tumor sinonasal dan orofaring
Penatalaksanaan
• IVFD RL 20 tetes/menit
b. Intra-operatif 0 115 75 95 4
c. Post-operatif
5 115 70 94 4
Pasien dipindahkan dari Recovery Room ke Aster dalam keadaan sadar baik.
10 115 77 95 4
15 114 75 92 4
20 115 73 93 4
25 115 75 92 4
30 115 74 92 4
35 115 75 93 4
Pembahasan
Dalam kasus ini akan dibahas mengenai terapi anti
nyeri pada pasien dengan diagnosis tumor sinonasal
dan orofaring
Definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP,
1979) adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan.
Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai
3 minggu yang lalu. Awalnya pasien terkena flu dan batuk berdahak, tetapi lama kelamaan hidung
sebelah kiri membesar serta terjadi perubahan bentuk pada pipi sebelah kiri. Keluar cairan agak
kental tapi tidak bercampur darah dari hidung sejak ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
gangguan pendengaran (+) sejak 2 minggu terakhir. Hal ini terjadi karena adanya massa tumor
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa terdapat sekret di kavum nasi kiri dan uvula
diketahui ketorolak atau ketorolak trometamin merupakan obat golongan anti inflamasi non steroid, yang
masuk kedalam golongan derivate heterocyclic acetic acid dimana secara struktur kimia berhubungan
dengan indometasin.
Ketorolak dapat dipakai sebagai analgesia obat tunggal maupun kombinasi dengan opioid, dimana
ketorolak mempotensiasi aksi nosiseptif dari opioid. Mekanisme kerja utama dari ketorolak adalah
menghambat sistesa prostaglandin dengan berperan sebagai penghambat kompetitif dari enzim
siklooksigenase (COX) dan menghasilkan efek analgesia. Seperti AINS pada umumnya, ketorolak
dilakukan tindakan nasoendoskopi sementara sesuai teori untuk mengatasi nyeri pada
kanker, WHO menerapkan “ a three step ladder” yaitu 3 langkah bertahap sesuai dengan
nyeri yang dialami pasien. Selama pasien dirawat nyeri yang dialami pasien terkadang
berubah-ubah, hal ini dapat dinilai berdasarkan vas yang ada pada pasien. Kemungkinan
penanganan yang diberikan pada pasien tersebut belum sesuai dengan vas nyeri yang
dialami pasien.
Untuk mengatasi nyeri pada kanker, WHO menerapkan “ a three step ladder” yaitu 3 langkah bertahap sesuai
dengan nyeri yang dialami pasien. WHO juga menerapkan konsep dalam terapi medikamentosa untuk nyeri yaitu
lewat mulut (obat per oral),dan obat diberikan teratur setiap 3-6jam (untuk menjaga kadar obat tetap stabil).
Langkah pertama penanganan nyeri menurut WHO adalah penggunaan asetaminofen, aspirin atau OAINS
Jika nyeri masih ada atau bahkan meningkat (VAS 5-7), opioid seperti kodein atau hydrocodone harus ditambahkan
(bukan sebagai pengganti) ke OAINS. Pada langkah ini, opioid banyak diberikan dalam preparat kombinasi dengan
Jika nyeri persisten, ataupun muncul dalam taraf berat (VAS 8-10), maka harus ditangani dengan opioid yang
WHO menerapkan konsep dalam terapi medikamentosa untuk nyeri yaitu lewat mulut
(obat per oral),dan obat diberikan teratur setiap 3-6jam (untuk menjaga kadar obat tetap
stabil).
Penanggulangan nyeri yang sempurna merupakan suatu yang penting dalam pengobatan penderita
kanker. Nyeri kanker sering merupakan kombinasi nyeri akibat tumornya sendiri, segala sesuatu yang
Petunjuk Badan Kesehatan Dunia WHO membolehkan kombinasi analgetik opiat dan non-opiat
terhadap penderita kanker dengan tingkat nyeri menengah sampai berat. Opiate merupakan analgetik
fisik/psikis dan memiliki spectrum toksiitas yang berbeda. Efek samping OAINS yang
dapat terjadi adalah gagal ginjal, gangguan hati, perdarahan dan ulkus lambung. Jadi
penggunaan OAINS pada lansia harus diawasi agar tidak terjadi efek samping yang tidak
diinginkan.
bergantung pada reseptor spesifiknya. Opioid agonis berupa morfin, codein, hidrocodon,
panjang. Ketergantungan fisik terhadap opioid muncul jika opioid dihentikan secara tiba-tiba.
Manifestasi klinisnya adalah kecemasan, iritabel, menggigil, nyeri sendi, lakrimasi, rhinorea, mual,
muntah, diare dan kram perut. Untuk opioid dengan waktu paruh pendek (seperti kodein, morfin),
gejalanya dapat terjadi 6-12 jam dengan puncaknya 24-72 jam sesudah opioid dihentikan.
Untuk opioid waktu paruh jangka panjang (metadon, fentanyl), gejalanya dapat tertunda 24 jam atau
lebih pasca penghentian obat dan gejala yang ditimbulkan dapat lebih ringan. Pasien dengan kanker
biasanya membutuhkan penghentian opioid jika penyebab nyeri sudah dihilangkan dengan terapi
antineoplasma
Daftar Pustaka
1. Lelo A., Hidayat. S. D, Widyawati T. Keuntungan Sediaan “Preferential COX-2 Inhibitor” Dalam Penanggulangan Nyeri Kanker. Fakultas Kedokteran Bagian Farmakologi Dan
2. Nafrialdi; Setiabudy. R., 2009. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
3. Paice JA, Ferrel B. The Management of Cancer Pain. CA Cancer J Clin 2011; 61; 157-182
4. Jost L, Roila F. Management of cancer pain: ESMO Clinical Practice Guidelines. Annals of Oncology 21, 257-260, 2010.
5. Ladner E, Plattner R, Friesenecker B, Berger J, Javorsky F. Non-opioid analgesics--irreplaceable in cancer pain therapy? Anasthesiol Intensivmed Notfallmed Schmerzther.
35(11):677-84,2009.