Perspektif Etikolegal
Psikiatri
Agung Frijanto
Jakarta, 23 September 2022
Bioetika Kedokteran
Pasal 17
K
RANAH (BIO)ETIKA RANAH ETIKO-LEGAL RANAH LEGAL
Ganguan Jiwa
Suicide
Anak jalanan Drug Abuse
Kriminalitas Gelandangan psikotik
Berbagai gangguan penyesuaian / fenomena sosial
KDRT
Sosio-ekonomi/politik Merosotnya nilai kehidupan
Merendahnya toleransi dan meningkatnya agresi Perceraian
Perkembangan penyimpangan perilaku - psikopatologi
Pengaruh pada perkembangan anak-mental-emosional - kepribadian
Perubahan/kekacauan sistim / standar nilai dan pola kehidupan
Konflik/perubahan latar belakang kehidupan Agama/spiritual
Berbagai tingkat akulturasi – konflik norms & values
Indigenous ethnic & pendatang
Kebijakan Kependudukan
Sejarah Kota
03/10/2011 Sasanto Wibisono
9
Sasanto Wibisono
1. Upaya atau khayalan bunuh diri sebelumnya
2. Kecemasan, depresi, kelelahan Gejala :
3. Tersedia alat-alat untuk bunuh diri 1. Putus asa
4. Kepedulian efek bunuh diri dari anggota 2. Tidak berdaya
keluarga
3. Anhedonia
5. Gagasan bunuh diri yang diungkapkan
4. Rasa bersalah
6. Membuat surat wasiat, ditandatangani
kembali setelah depresi teragitasi 5. Kemarahan
7. Krisis hidup, seperti duka cita, pesimisme atau 6. Impulsivitas
keputusan yang pervasif.
8. Riwayat bunuh diri dalam keluarga
PFA Action Principles
Safety Rapport/reflective listening (say
Basic Need who you are, demonstrate calm
Sign of and meet any basic physical
Distress needs)
Sensitive
Active Assessment (screen for evidence
Validate of adverse reactions)
Explore
Prioritization (determine the
Encourage urgency for psychological
Support intervention)
Calm
Service Intervention (briefly summarize
what you’ve heard, normalize
reactions, provide reassurance,
help form a plan)
• Nuremberg Code (1947) (Nuremberg Military Tribunal 1996) and underlined by the
Belmont Report (1978) (Department of Health, Education and Welfare; National
Commission for the Protection of Human Subjects of Biomedical and Behavioral
Research, 2014), the importance of patient rights and, specifically, informed consent
and the underlying principle of respect for autonomy has become firmly embedded in
biomedical ethics and health law.
• Against this background, and with recognition that this principle requires balancing
against other, potentially conflicting, principles, Beauchamp and Childress’s landmark
work, Principles of Biomedical Ethics (Beauchamp and Childress 2019), has
established itself as a respected and widely used framework for considering ethical
issues in healthcare.
• Kajian model otonomi apakah dapat
diterapkan pada pasien yang
mengalami gangguan mental telah
dipertimbangkan oleh Radden (2002)
dalam karyanya tentang Etika
Psikiatri.
• Beberapa penulis mencatat bahwa tingkat bunuh diri tampaknya tidak berhubungan dengan
prevalensi gangguan mental (Pouliot & de Leo 2006).
• Disiplin lain juga meragukan hubungan sebab akibat yang begitu kuat antara ggn mental dan
bunuh diri. Sosiolog abad kesembilan belas Emile Durkheim (2002), dalam sebuah studi
ekstensif, menyimpulkan bahwa bunuh diri berkorelasi terbalik dengan integrasi sosial.
• Dia mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang masih diakui penting saat ini: kehilangan pekerjaan,
kerugian finansial, masalah keluarga, bunuh diri pelaku kriminal, penderita fisik kronis, pecandu
alkohol, dan gangguan mental.
• Studi kontemporer telah berjalan jauh untuk memvalidasi temuan Durkheim. Blakely, Collings,
dan Atkinson (2003) mengamati bahwa pengangguran mengakibatkan tiga kali lipat risiko bunuh
diri, yang hanya setengahnya dapat dijelaskan oleh ggn mental. Studi epidemiologis telah
mengkonfirmasi isolasi sosial sebagai faktor yang signifikan, (Agerbo, Stack, dan Petersen 2011;
Qin, Agerbo, dan Mortensen 2003).
• Tingkat yang lebih tinggi di antara tahanan telah
diidentifikasi dalam beberapa penelitian, bahwa
bunuh diri di penjara < 60% dgn Mental Disorder,
dengan depresi tercatat sangat sedikit ( Shaw dkk.
2004).
Wassalam