Anda di halaman 1dari 25

Pencegahan Bunuh Diri

Perspektif Etikolegal
Psikiatri

Agung Frijanto
Jakarta, 23 September 2022
Bioetika Kedokteran

Bioetika mencakup berbagai disiplin untuk memberi


pedoman dalam menjawab berbagai masalah yang
ditimbulkan dalam bidang biologi dan ilmu kedokteran.

Sesuai dengan prinsip etika, tujuan bioetika dalam layanan


kesehatan adalah untuk memaksimalkan manfaat medis
dan meminimalkan risiko klinis dari penyakit.
KODEKI
Pasal 8

Seorang dokter wajib, dalam  setiap praktik


medisnya, memberikan pelayanan  secara  
kompeten  dengan  kebebasanteknis  dan moral
sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat
manusia.

Pasal 17

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan


darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
lain bersedia dan mampu memberikannya.
KODE ETIK SpKJ/ PSIKIATER
TIGA KONSEP INTI ETIKA MEDIS
= CONTOH PENERAPAN ASAS ETIKO-LEGAL

K
RANAH (BIO)ETIKA RANAH ETIKO-LEGAL RANAH LEGAL

BENEFICENCE DAN 1. MANFAAT TERBAIK KEWAJIBAN


NONMALEFICENCE BAGI PASIEN. HUKUM DOKTER

KAIDAH DASAR 2. OTONOMI PASIEN. KEWAJIBAN


BIOETIKA HUKUM DOKTER

HAK-HAK MORAL 3. HAK-HAK PASIEN HAK-HAK HUKUM


WHO
• Hampir 800.000 orang
meninggal karena bunuh diri
setiap tahun (satu orang
setiap 40 detik).

• Data WHO 2018 Kematian


Akibat Bunuh Diri di Indonesia
mencapai 8.978 atau 0,53%
dari total kematian.
• Peringkat Indonesia no. 161
di dunia.
Fenomenologi Keswa Perkotaan

Ganguan Jiwa
Suicide
Anak jalanan Drug Abuse
Kriminalitas Gelandangan psikotik
Berbagai gangguan penyesuaian / fenomena sosial
KDRT
Sosio-ekonomi/politik Merosotnya nilai kehidupan
Merendahnya toleransi dan meningkatnya agresi Perceraian
Perkembangan penyimpangan perilaku - psikopatologi
Pengaruh pada perkembangan anak-mental-emosional - kepribadian
Perubahan/kekacauan sistim / standar nilai dan pola kehidupan
Konflik/perubahan latar belakang kehidupan Agama/spiritual
Berbagai tingkat akulturasi – konflik norms & values
Indigenous ethnic & pendatang
Kebijakan Kependudukan
Sejarah Kota
03/10/2011 Sasanto Wibisono
9
Sasanto Wibisono
1. Upaya atau khayalan bunuh diri sebelumnya
2. Kecemasan, depresi, kelelahan Gejala :
3. Tersedia alat-alat untuk bunuh diri 1. Putus asa
4. Kepedulian efek bunuh diri dari anggota 2. Tidak berdaya
keluarga
3. Anhedonia
5. Gagasan bunuh diri yang diungkapkan
4. Rasa bersalah
6. Membuat surat wasiat, ditandatangani
kembali setelah depresi teragitasi 5. Kemarahan
7. Krisis hidup, seperti duka cita, pesimisme atau 6. Impulsivitas
keputusan yang pervasif.
8. Riwayat bunuh diri dalam keluarga
PFA Action Principles
Safety Rapport/reflective listening (say
Basic Need who you are, demonstrate calm
Sign of and meet any basic physical
Distress needs)
Sensitive
Active Assessment (screen for evidence
Validate of adverse reactions)
Explore
Prioritization (determine the
Encourage urgency for psychological
Support intervention)
Calm
Service Intervention (briefly summarize
what you’ve heard, normalize
reactions, provide reassurance,
help form a plan)

Disposition (end the contact and


plan a follow-up)
SAFETY Planning

This honors the Autonomy of the patient, Respect for Persons, as


well as Nonmaleficence, in protecting a patient from harm.
Sikap Profesional & Ber-etika
1) Konsultasi dengan sejawat untuk kasus sulit & kompleks.
2) Rekam Medis yg akurat ( hasil assesmen, rencana terapi)
3) Kesinambungan Tatalaksana sesuai standar.
4) Peningkatan keilmuan & kompetensi terkait suicide.
• Beyond these strategies, mental health professionals
carry an implicit ethical obligation to work to dispel myths
about suicide, raise awareness about suicide prevention,
and remove language that may be inaccurate,
misleading, and potentially harmful to patients .

• Removal of harmful language related to suicidal


behaviors, and dissemination that promotes suicide
prevention, values the principles of Autonomy, Respect
for Persons, Beneficence, & Nonmaleficence.

(Rebecca A. Bernert et.al, 2012)


“ Etika & Legal”
• Etika Medis KDB Vs Etika Paternalisme pada kondisi pasien gangguan mental.

• Nuremberg Code (1947) (Nuremberg Military Tribunal 1996) and underlined by the
Belmont Report (1978) (Department of Health, Education and Welfare; National
Commission for the Protection of Human Subjects of Biomedical and Behavioral
Research, 2014), the importance of patient rights and, specifically, informed consent
and the underlying principle of respect for autonomy has become firmly embedded in
biomedical ethics and health law.

• Against this background, and with recognition that this principle requires balancing
against other, potentially conflicting, principles, Beauchamp and Childress’s landmark
work, Principles of Biomedical Ethics (Beauchamp and Childress 2019), has
established itself as a respected and widely used framework for considering ethical
issues in healthcare.
• Kajian model otonomi apakah dapat
diterapkan pada pasien yang
mengalami gangguan mental telah
dipertimbangkan oleh Radden (2002)
dalam karyanya tentang Etika
Psikiatri.

• Radden menguraikan masalah


dengan melihat pasien sebagai agen
otonom berdasarkan kondisi
gangguan mentalnya mereka
mungkin kehilangan
kemampuan/kapasitas nya
sementara atau sebagian, yang
diperlukan untuk pelaksanaan
otonomi.
• Studi menunjukkan melakukan kontak
dengan penyedia layanan kesehatan utama
mereka sesaat sebelum melakukan suicide.

• Bukti peluang untuk mendeteksi yang


berisiko; misalnya, tinjauan sistematis oleh
Stene-Larsen dan Reneflot (2019) dari 44
studi menemukan bahwa rata-rata 44 %
melakukan kontak dengan perawatan primer
pada bulan sebelum mereka meninggal, dan
80 % pada tahun sebelumnya. .

• Dasar dari kebijakan ini adalah bahwa


dengan mengidentifikasi melalui assesmen
risiko secara luas dan mengobati gangguan
mental yang mendasarinya, akan berhasil
melakukan upaya pencegahan bunuh diri.
• Studi selanjutnya telah mengamati tingkat yang mendekati enam puluh persen (Hirokawa et al.
2012; de Leo et al. 2013; Goldney 2003) dan menemukan bahwa beberapa faktor risiko muncul
ketika bunuh diri terjadi, dengan diagnosis psikiatri bukan merupakan prediktor bunuh diri yang
signifikan ( Phillips dkk. 2002).

• Beberapa penulis mencatat bahwa tingkat bunuh diri tampaknya tidak berhubungan dengan
prevalensi gangguan mental (Pouliot & de Leo 2006).

• Disiplin lain juga meragukan hubungan sebab akibat yang begitu kuat antara ggn mental dan
bunuh diri. Sosiolog abad kesembilan belas Emile Durkheim (2002), dalam sebuah studi
ekstensif, menyimpulkan bahwa bunuh diri berkorelasi terbalik dengan integrasi sosial.

• Dia mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang masih diakui penting saat ini: kehilangan pekerjaan,
kerugian finansial, masalah keluarga, bunuh diri pelaku kriminal, penderita fisik kronis, pecandu
alkohol, dan gangguan mental.

• Studi kontemporer telah berjalan jauh untuk memvalidasi temuan Durkheim. Blakely, Collings,
dan Atkinson (2003) mengamati bahwa pengangguran mengakibatkan tiga kali lipat risiko bunuh
diri, yang hanya setengahnya dapat dijelaskan oleh ggn mental. Studi epidemiologis telah
mengkonfirmasi isolasi sosial sebagai faktor yang signifikan, (Agerbo, Stack, dan Petersen 2011;
Qin, Agerbo, dan Mortensen 2003).
• Tingkat yang lebih tinggi di antara tahanan telah
diidentifikasi dalam beberapa penelitian, bahwa
bunuh diri di penjara < 60% dgn Mental Disorder,
dengan depresi tercatat sangat sedikit ( Shaw dkk.
2004).

• Savage (1892) dan Durkheim (2002)  bunuh diri


yang "altruistik," daripada akibat penyakit atau
keputusasaan.

• Jepang  kakugo no jisatsu (suicide of resolve) dan


dianggap ”rational act” (Kitanaka 2008).

• Dalam banyak kasus suicide, kondisi mental


disorder merupakan faktor yang berkontribusi.
Temuan seperti yang diuraikan di sini menimbulkan
tantangan besar terhadap anggapan bahwa bunuh
diri sebagian besar merupakan akibat dari
gangguan mental.
Kesimpulan
- Standar Etika & Profesi (Kaidah Dasar
Bioetik) untuk pencegahan bunuh diri.

- Peran serta masyarakat & negara.

- Kompetensi SDM di layanan Primer &


sistem rujukan

- Advokasi & Edukasi berkala.

- Kolaborasi antara profesional &


masyarakat berbasis komunitas.
Terimakasih

Wassalam

Anda mungkin juga menyukai