Anda di halaman 1dari 70

INFEKSI SALURAN CERNA

FILDZAH BADZLINA, S.Gz., M.K.M – fildzah.badzlina@uhamka.ac.id


DEVIEKA RHAMA DHANNY, S.Gz., M.K.M – devieka_rd@uhamka.ac.id
OUTLINE

01 SALURAN CERNA
02 DIARE
03 DEMAM TIFOID
04 DISENTRI
SALURAN CERNA
Anatomi Saluran Cerna
Fungsi Sistem Pencernaan
Makanan : molekul
kompleks berukuran besar
(nasi, sayur, ikan, telur,
daging)
Organ
Kelenjar
Enzim

Molekul kecil yang terurai lebih


sederhana (glukosa, gliserol,
asam lemak, asam amino,
vitamin dan mineral)
Pencernaan Kimiawi
Infeksi Saluran Cerna

• E. coli  Diare
• H. pylori  Gastritis
• V. cholera  Diare
• S. typhi dan S. paratyphi  Deman Tifoid
• Rotavirus  Diare pada anak
DIARE
DEFINISI DIARE
Buang air besar dengan konsistensi tinja yang
lembek (dengan atau tanpa darah dan atau
lender) biasanya disertai dengan pen-
ingkatan frekuensi defekasi lebih dari bi-
asanya (>3x perhari) dan apabila diukur berat
feses >200 gram per hari.
DIARE

• Diare Akut  berlangsung <14 hari


• Diare Persisten  berlangsung 14-28 hari
• Diare Kronik  >4 minggu
• Dalam kasus yang parah, volume feses bisa melebihi 14 L per hari dan, tanpa
resusitasi cairan, dapat menyebabkan kematian.
ETIOLOGI

Bakteri Virus Parasit


01 02 03
• Vibrio cholerae01 • Rotavirus • Protozoa (Giardia,
• V. cholera 0139 • Adenovirus Cryptosporidium homi-
• V. parahemolyticus • Cytomegalovirus nis, Entamoeba hystolit-
• E. coli ica, Isospora belii, Cy-
• Aeromonas clospora, Blastocystis
• Bacteroides fragilis hominis)
• Campylobacter jejuni • Cacing (Strogyiloides
• Salmonellae stercoralis, Schistoso-
• Clostridium difficile mal)
• Shigella
DIARE AKUT

• Melibatkan faktor penyebab infeksi atau kausal (agent) dan faktor pertahanan
tubuh penjamu (host)
• Faktor kausal  kemampuan agen penyebab diare untuk menembus pertahanan
tubuh penjamu, yaitu jumlah kuman yang berinokulasi, kemampuan untuk men-
empel pada mukosa saluran cerna, kemampuan berkompetisi dengan flora normal,
kemampuan membentuk koloni di mukosa, serta kemampuan mem-
produksi toksin (enterotoksin, sitotoksin dan neurotoksin)
• Faktor pertahanan tubuh penjamu  flora normal saluran cerna, keasaman
lambung, motilitas usus, dan status imun penjamu
DIARE AKUT

Enterotoksin
• Paling banyak dijumpai pada penyakit kolera
• Toksin yang dikeluarkan akan berikatan dengan reseptor di permukaan en-
terosit yang akan meningkatkan siklik AMP di mukosa saluran cerna. Aki-
batnya pelepasan Cl- meningkat dan absorbsi Na+ menurun. Hal ini kemu-
dian akan menyebabkan terjadinya diare
• Mekanisme diare akibat Eschericia coli hampir sama namun melalui aktivitas
siklik GMP
DIARE AKUT
Sitotoksin
• Disebabkan oleh Shigella dysentriae, Vibrio parahaemolyticus, Clostridium dif-
ficile
• Mampu merusak mukosa saluran cerna dan menyebabkan diare berdarah
bahkan sindrom hemolitik uremikum

Neurotoksin
• Disebabkan oleh Bacillus cereus atau stafilokokkus
• Biasanya menyebabkan muntah karena toksin yang bekerja di sistem saraf
pusat
KLASIFIKASI
Secretory Diarrhea Malabsorptive Diarrhea
Feses isotonik dan menetap selama
puasa Terjadi setelah kegagalan ab-
sorbsi zat gizi, berhubungan
dengan steatorrhea, dan dapat
berkurang dengan puasa

Osmotic Diarrhea
Exudative Diarrhea
Disebabkan oleh gaya osmotik
yang berlebihan akibar zat ter- Terjadi karena penyakit infla-
larut luminal yang tidak dis- masi yang ditandai dengan
erap. Cairan diare lebih dari 50 tinja bernanah dan berdarah
mOsm, lebih pekat diband- dan terus berlanjut walaupun
ingkan plasma dan dapat dipuasakan
mereda dengan puasa
PATOFISIOLOGI
Diare Eksudatif
 Dikaitkan dengan kerusakan mukosa  menyebabkan keluarnya lendir, cairan,
darah, dan protein plasma, dengan akumulasi bersih elektrolit dan air di dalam usus.
Pelepasan prostaglandin dan sitokin mungkin terlibat. Diare eksudatif biasa terjadi pada
penyakit Crohn, kolitis ulserativa (UC), dan enteritis radiasi.
PATOFISIOLOGI
Diare Osmotik
 terjadi ketika zat terlarut yang aktif secara osmotik ada di saluran usus dan sulit
diserap. Contoh: diare yang menyertai dumping syndrome pada seseorang yang men-
gonsumsi minuman yang mengandung gula sederhana setelah menjalani prosedur
Billroth II (gastrojejunostomy).
PATOFISIOLOGI
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk
mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan ekstrasel.

Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal
tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas.

Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah, maka pada segmen usus jejunum
yang bersifat permeable, air akan mengalir kearah jejunum sehingga akan banyak terkumpul air
dalam lumen usus.
PATOFISIOLOGI
Natrium (Na) akan mengikuti masuk ke dalam lumen. Akibatnya terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na normal.

Sebagian kecil cairan tersebut akan dibawa kembali. Tetapi cairan lainya akan tetap tinggal di lumen karena ada bahan
yang tidak dapat diserap (Mg, glukosa, sukrosa, laktosa, dan maltose) di segmen ileum dan melebihi kemampuan ab-
sorbsi kolon. Akibatnya terjadi diare.

Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam
jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.
PATOFISIOLOGI
Diare Sekretorik
• Disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang terjadi ak-
ibat gangguan absorbsi natrium oleh vilus saluran cerna sedangkan sekresi klorida
tetap berlangsung atau meningkat  air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai
tinja cair
• Disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus halus oleh
toksin E.coli atau V. cholera.01.
• Tidak seperti diare osmotik, puasa tidak meredakan diare sekresi.
PATOFISIOLOGI
• Bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen: enterotoksin bakteri dan bahan
kimia yang dapat menstimulasi (laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta
asam lemak rantai panjang).
• Toksin penyebab diare ini bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi in-
trasel cAMP, cGMP, atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinase.
• Pengaktifan protein kinase menyebabkan fosforilase membran protein
sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion  Cl- di kripta keluar
• Disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam
lumen usus bersama Cl-.
OSMOLARITAS TINJA
Diare Osmotik Diare Sekretorik

Volume Tinja <200 ml/hari >200 ml/hari

Puasa Diare berhenti Diare berlanjut

Na+ Tinja <70 mEq/L >70 mEq/L

Reduksi + -

pH Tinja <5 >6


PATOFISIOLOGI
Diare Malabsorbsi
Terjadi ketika proses penyakit mengganggu pencernaan atau penyerapan
hingga zat gizi, seperti lemak, muncul dalam tinja dalam jumlah yang meningkat.
Lemak berlebih di tinja disebut steatorrhea.
Diare terjadi karena aksi osmotik zat gizi ini dan aksi bakteri pada zat gizi yang
masuk ke usus besar.
Diare malabsorpsi terjadi ketika area absorpsi sehat tidak cukup atau produksi
tidak memadai atau aliran enzim empedu dan pankreas terganggu, atau transit
cepat, seperti pada penyakit radang usus (IBD) atau setelah reseksi usus ekstensif.
PATOFISIOLOGI
Diare Akibat Gangguan Motilitas
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penu-
runan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan tran-
sit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas usus
yang berat menyebabkan statis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam
empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak
jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus
kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare
pada Thyrotoksikosis dan malabsorbsi asam empedu.
FAKTOR RISIKO
Keadaan gizi Sosial budaya
Kuman penyebab di- Malnutrisi  korelasi positif dengan
Pemberian makanan tamba-
lama dan beratnya diare, penurunan
are aktivitas enzim usus dan hilangnya in- han yang terlalu dini dan
tegritas usus tidak tepat  diare

Higiene dan sanitasi Kepadatan penduduk Sosial ekonomi


GEJALA DAN TANDA
Diare noninflamasi Diare Inflamasi

• Bersifat sekretorik (watery)  bisa • Bersifat sekretori atau disentri


01 mencapai 1 liter per hari 02 • Biasanya disebabkan pathogen
• Biasanya tidak disertai dengan nyeri yang bersifat invasive
abdomen yang hebat serta darah atau • Gejala yang muncul : mual,
lendir pada feses
muntah disertai demam, nyeri pe-
• Terkadang terdapat mual dan muntah
• Perlu diperhatikan kecukupan cairan rut hebat dan tenesmus, serta feses
 jika tidak terpantau bisa menye- berdarah dan berlendir
babkan syok hipovolemik
GEJALA DAN TANDA
Patogen
Klinis Shigella Salmo- Campylo Vibrio Cyclo- Crypto- Giardia E. C. E. Coli
nella -bacter spora sporidium hystolytica difficile (Shiga-
toksin)

Nyeri +/- +/- +/- + +


Perut
Demam +/- +/- +/- + + Jarang

Mual + + +/- + + + +/- +


Muntah
Heme (+) +/- +/- +/- +/- +
pada
feses
Feses + + + +/- +/- +
berdarah
SUMBER YANG BERPOTENSI TERCEMAR
TATALAKSANA

1.Rehidrasi cairan
2.Pengaturan asupan makanan
3.Obat-obatan, sering tidak diperlukan an-
tibiotik.
Lebih disarankan pemberian zat probiotik
dan zink
AKIBAT DIARE AKUT

1.Gangguan keseimbangan asam


basa
2.Dehidrasi
3.Hipoglikemi
GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM
BASA

Gangguan keseimbangan asam basa


DEHIDRASI

Diare

Banyak kehilangan air

Keluar bersama tinja

Input cairan <

Dehidrasi
DEHIDRASI
DEHIDRASI
HIPOGLIKEMI

KEP

Diare

Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu, adanya
gangguan absorbs glukosa

Hipoglikemi
DISENTRI
DEFINISI

Diare dengan lendir dan darah disertai dengan


demam, tenesmus dan abdominal cramp.
Disebabkan oleh Shigella sp. dari genus
Shigella.
• Merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang ramping, tidak berkapsul,
tidak bergerak, tidak membentuk spora, tidak berflagel
• Pada biakan muda berbentuk cocobasil
• Menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas
• Paling baik tubuh secara aerobic
• Tidak mampu meragikan laktosa, tapi mampu meragikan karbohidrat
Shigella lainnya
• Dapat invasi dan bermultiplikasi di segala sel epitel
• S. dysentriae type 1 (shiga bacillus) merupakan spesies pertama yang dike-
tahui memproduksi toksin Shiga yang poten
• Saluran usus manusia merupakan reservoir utama Shigella
• Karena penyebaran paling besar terjadi pada fase akut,
Shigella secara efektif ditransmisikan melalui fekal-oral
TRANSMISI • Dapat ditransmisikan melalui kontak orang ke orang
serta makanan dan minuman yang tercemar
PATOGENESIS

Shigella tahan terhadap lingkungan yang sangat asam di lambung, se-


hingga menjelaskan dosis infektif yang sangat rendah (sebesar 100 Cfu).

Begitu berada di usus halus, terjadi patogenik fundamental yaitu invasi ke


mukosa colon  memicu respon inflamasi akut yang intensif dengan
ulserasi mukosa dan pembentukan abses.

Shigella dapat menginvasi sel epitel intestinal dengan menginduksi up-


take setelah melewati barrier epitel melalui sel M atau sel microfold.
PATOGENESIS
Shigella melewati membrane mukosa dengan
memasuki folikel pada sel M (sel epitel
translokasi khusus di folikel epitel yang
menutupi nodul limfoid mukosa) di usus
halus, yang sangat sedikit memiliki brush
border absorptive yang terorganisir 
Shigella melekat secara selektif pada sel M
dan dapat transitosis melalui sel M ke dalam
kumpulan sel fagosit. Bakteri di dalam sel M
dan makrofag fagosit  menyebabkan
kematian dengan apoptosis. Bakteri
dilepaskan dari sel M pada sisi basolateral
enterosit dan mengawali proses invasi yang
multiple dan bertahap dengan diperantarai
oleh antigen invasi (IpaA, IpaB, dan IpaC).
PATOGENESIS

Bakteri dikelilingi oleh vakuola fagositik  dapat lepas dalam waktu 15 menit dan memasuki kompartemen
sitoplasma sel inang  secara cepat membentuk paralel dengan filament aktin sitoskeleton dari sel dan mulai
melakukan proses control polimerisasi monomer yang membuat fibril-fibrill aktin (bentuk komet).

Gambaran pada apparatus sitoskeletal ini memberikan Shigella yang non motil tidak hanya bereplikasi di
dalam sel, namun dapat bergerak secara efesien di dalamnya  Bakteri akan masuk ke dalam membrane sel
inang yang terletak berdekatan dengan enterosit lain. Pada titik ini, beberapa Shigella akan melakukan re-
bound, tetapi yang lain akan mendorong membrane sejauh 20 µm ke dalam sel yang berdekatan.

Invasi ke enterosit sebelahnya  membentuk proyeksi seperti jari  akan pinch off, mengganti bakteri ke
dalam sel baru tetapi dikelilingi oleh membrane ganda  Shigella baru akan melisiskan kedua membrane
dan dilepaskan ke dalam sitoplasma untuk memulai siklus baru.
PATOGENESIS

Proses perluasan sel ke sel secala radial  membentuk ulkus fokal


pada mukosa, terutama pada kolon  Ulkus menambah komponen
pendarahan  menyebabkan Shigella untuk mencapai lamina propria
 membangkitkan respon inflamasi akut yang intensif. Perluasan in-
feksi di luar lamina sangat jarang terjadi pada individu sehat. Diare aki-
bat proses ini merupakan proses inflamasi terdiri dari volume tinja yang
mengandung leukosit, eritrosit dan bakteri
MANIFESTASI KLINIS

• Inkubasi: 2-3 hari


• Gejala
• Sakit perut
• Diare (cair)  berlanjut dengan diare diser-
tai darah & lender serta tenesmus
• Durasi 4 hari, bisa 10 hari atau lebih
• Berat àS. dysenteriae; paling ringan S. son-
nei
TATALAKSANA

1. Pemberian antibiotic
2. Rehidrasi  air hilang melalui feses
3. Pemberian makanan untuk mengganti zat gizi yang hi-
lang akibat diare berat
PENCEGAHAN

1. Rajin mencuci tangan


2. Perbaikan sistem sanitasi
3. Peningkatan penyedia air bersih
DEMAM TIFOID
DEFINISI

Penyakit infeksi akut pada usus halus


(terutama di daerah illeosekal) dengan
gejala demam selama 7 hari atau lebih,
gangguan saluran pencernaan, dan
gangguan kesadaran
ETIOLOGI

 Salmonella typhi (penyebab terbanyak)


 Salmonella paratyphi A
 Salmonella paratyphi B
 Salmonella paratyphi C
Salmonella typhi

• Basil gram negatif


• Bergerak dengan flagel
• Tidak berspora
• Mempunyai 3 macam antigen:
 antigen O (somatik, tdd zat kompleks
lipopolisakarida)
 antigen H (flagela)
 antigen Vi
• Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin)
terhadap antigen tersebut
Salmonella typhi

• Tumbuh dengan baik pada suhu optimal 37ºC (15ºC -


41ºC)
• Fakultatif anaerob
• Hidup subur pada media yang mengandung empedu
• Mati pada: 54,4°C selama 1 jam atau 60ºC selama 15
menit
• Dapat bertahan hidup beberapa minggu dalam air, es,
debu, sampah kering dan pakaian
Salmonella typhi
Salmonella paratyphi A,
Salmonella paratyphi B,
dan Salmonella
paratyphi C

• Gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh


Salmonella typhi
• Biakan kuman → u/ memastikan diagnosis
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
1. Kuman merangsang makrofag melepaskan mediator inflamasi:
• IL1meningkatkan set point hipothalamus (demam);
• TNFnekrosis jaringan dan melepaskan NO (hipotensi
dan syok septik);
• IL 1+TNFreaksi sistem akut, depresi sumsum tulang
(pansitopenia relatif)
2. Menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas
plak Peyeri
3. Tukak dapat mengakibatkan perdarahan & perforasi usus
4. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin
5. Gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus
PATOFISIOLOGI

Patologi plaque peyeri menurut Huckstep (bila tidak segera diberikan


antibiotik):
Fase 1 : hiperplasia folikel limfoid
Fase 2 : nekrosis folikel limfoid selama seminggu kedua melibatkan
mukosa dan submukosa
Fase 3 : ulserasi pada aksis panjang bowel dengan kemungkinan
perforasi dan pendarahan
Fase 4 : penyembuhan tjd pd minggu ke-4 dan tidak menyebabkan
terbentuknya struktur
GEJALA KLINIS

• Gejala klinis pada anak biasanya lebih ringan dibandingkan


dewasa
• Masa inkubasi: ± 10 – 14 hari
• Selama masa inkubasi :
Gejala prodromal: anoreksia, letargia, malaise, dullness,
nyeri kepala, batuk non produktif,
• Setelah masa inkubasi:
Demam, Gangguan pencernaan, gangguan kesadaran
Demam

• Step ladder temperature chart → timbul indisius, kemudian


naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik
tertinggi pd minggu I, setelah itu demam akan bertahan
tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara
lisis
• Bersifat febris remiten & suhu tidak seberapa tinggi
• Suhu tinggi pada sore/malam hari, turun pada pagi hari
RELAPS/KAM-
BUH

• Keadaan berulangnya gejala peny tifus tetapi lebih ringan &


lebih singkat
• Pada minggu II (setelah suhu badan normal) → terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ2 yg tidak dapat
dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti
• Mungkin pula pada minggu IV (waktu penyembuhan tukak) →
invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan2
fibroblas
KOMPLIKASI
Usus halus
a. Perdarahan usus
• sedikit→Benzidin test
c. peritonitis
• banyak→melena
• Dengan/tanpa perforasi usus
• berat→nyeri perut + tanda
• Gejala akut abdomen:
renjatan
♣ nyeri perut hebat
b. Perforasi usus
♣ defans musculaire
• biasanya minggu ketiga
♣ nyeri tekan
• pada ileum distal
• pekak hati menghilang
• udara diantara hati & diafragma
KOMPLIKASI

Komplikasi di luar usus


• Karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia):
meningitis, kolesistitis, ensefalopati, dll
• Karena infeksi sekunder: bronkopneumoni
• Dehidrasi & asidosis akibat asupan makanan kurang &
perspirasi akibat suhu tubuh tinggi
• DIC, sindrom uremia hemolitik, dan hemolysis
• Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis
PEMERIKSAAN
LAB.
1. Untuk menyokong diagnosis
Pemeriksaan darah tepi
• Leukopeni
• Limfositosis relatif
• Aneosinofilia
• Anemia
• Trombositopenia ringan
Pemeriksaan sumsum tulang
• Hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag
• Eritropoesis, granulopoesis, trombopoesis kurang
2. Untuk membuat diagnosis
• Biakan empedu
• Uji Widal
Biakan
Empedu

• Basil S. typhosa dapat ditemukan dalam darah pada minggu I


sakit
• Positif dalam urin & feses dalam waktu yg lama
• Negatif 2x berturut2 dalam urin & feses menentukan be-
nar-benar sembuh & tidak menjadi karier
Uji Widal
• Dasar: reaksi aglutinasi bila serum penderita dicampur
dengan suspensi antigen S. typhosa
• Positif : terjadi reaksi aglutinasi
• Dengan mengencerkan serum, kadar zat anti dapat
ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih
menimbulkan reaksi aglutinasi
 Titer antigen O ≥ 1/200 atau menunjukkan kenaikan
progresif
 Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk
diagnosis  karena dapat tetap tinggi setelah mendapat
imunisasi/penderita telah lama sembuh
 Uji Widal tidak selalu + walau penderita sungguh2
menderita tifus abdominalis
Uji Widal

Titer dapat + karena:


 Titer O & H tinggi  aglutinin normal akibat infeksi basil
Coli patogen dlm usus
 Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya
melalui tali pusat
 Terdapat infeksi silang dengan Rickettsia (Weil Felix)
 Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basil
peroral/infeksi subklinis
PEMERIKSAAN
LAB.

3. Pemeriksaan penunjang lain


Pemeriksaan Antibodi
 Dot EIA (Dot Enzyme Immunoabsorbent Assay)
 Polymerase Chain Reaction (PCR)
 IgM Dipstick Test
PENGOB-
1.
ATAN
Isolasi penderita & desinfeksi pakaian & ekskreta
2. perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi mengingat
sakit yang lama, lemah, anoreksia, dll
3. Istirahat selama demam s/d 2 minggu normal kembali, yaitu
istirahat mutlak, berbaring terus di tempat tidur. Seminggu
kemudian boleh duduk & selanjutnya boleh berdiri & berjalan
4. Diet.
1. Makanan hrs mengandung cukup cairan, kalori & tinggi protein.
2. Bahan makanan tdk blh mengandung banyak serat, tdk
merangsang & tdk menimbulkan banyak gas.
3. Susu 2 kali 1 gelas sehari perlu diberikan.
4. Utk penderita dg kesadaran ↓ makanan cair dpt diberikan
melalui pipa lambung.
5. Bila sadar & nafsu makan baik dpt diberikan makanan lunak
PENCEGA-
1. Higiene perorangan & lingkungan
• mencuci tangan sebelum makan
HAN
• penyediaan air bersih
• pengamanan pembuangan limbah feses
2. Imunisasi
Imunisasi aktif terutama :
• kontak dg pasien demam tifoid
• KLB
• turis yg bepergian ke daerah endemik
3. Imunisasi
• vaksin polisakarida (capsular Vi polysaccharide)
→ pd usia 2 tahun / lebih
→ IM
→ diulang setiap 3 th
• vaksin tifoid oral (Ty21-a)
→ pd usia > 6 th dg interval selang sehari (hari 1, 3 & 5)
→ ulangan setiap 3 – 5 th
Thank you

Anda mungkin juga menyukai