•Status Neurologis
•Sikap Tubuh: tidak dapat dinilai
•Gerakan Abnormal: tidak ada
•Cara berjalan: tidak dapat dinilai
Pemeriksaan Saraf Kranial
•I : Daya penghidu : N/N
•II : Daya penglihatan( N/N), Pengenalan Warna (N/N), Lapang Pandang (N/N)
•III : Gerakan mata ke atas (N/N), Gerakan mata ke bawah (N/N), Gerakan mata ke
medial (N/N) , Isokor (3mm/3mm), reflex pupil (+/+), bentuk pupil : Bulat
•IV : Gerakan mata ke lateral-bawah : -/- ; Strabismus konvergen dan divergen :-/-
•V : Menggigit (-/-), membuka mulut (-/-) , sensasibilitas pada wajah (N/N) , Reflek
kornea (N/N)
•VI : Abdusen : Gerakan mata ke lateral (N/N) , strabismus konvergen (-/-)
•VII : Kedipan mata (N/N), kerut dahi simestris, meringis (N/N), menggebungkan pipi
(N/N), Menutup mata (N/N), Sudut mulut (simetris ) , lipatan nasolabial
(simetris/simestris),
•VIII : Mendengar suara bisik (+/+), Mendengar bunyi arloji (+/+),
Rinne, scwabach, weber Tidak dilakukan.
•IX :Daya kecap lidah 1/3 posterior Normal, Reflek muntah Normal,
Sengau dan tersedak (-), Arkus laring Simetris/Simetris
•X : Bersuara Normal , menelan normal
•XI : Mengangkat bahu -/-, memalingkan kepala sulit dinilai, trofi
otot bahu eutrofia/eutrofia, tremor tidak ada,
•XII : Sikap lidah Normal, Artikulasi Normal, Tremor lidah -,
menjulurkan lidah , Fasikulasi lidah negati
Kesan : Pada pemeriksaan saraf kranial ditemukan gangguan motorik pada nervus
IV,V,IX
Pemeriksaan Refleks Patella dan Refleks Achilles
Pemeriksaan ASIA Score
Pemeriksaan Fungsi luhur
•Ditemukan bahwa fungsi motorik ekstremitas atas
(C5-T1) kanan dan kiri pasien baik dengan skor 5, dan vegetative
sediangkan fungsi motoric ekstremitas bawah (L2-
S1) mengalami paralisis total. Fungsi sensorik •Fungsi luhur : baik
pasien baik dengan skor 2 hingga dermatome T5-
T6, selebihnya pasien tidak dapat merasakan apa-
apa baik dengan sentuhan maupun dengan
•Fungsi vegetative
rangsang nyeri (pin prick).
•Miksi: retensi urin,
Pemeriksaan Kognitif
terpasang DC, warna urin
•Secara umum tidak terdapat gangguan fungsi kuning keruh
kognitif pada pasien. Pasien dapat dengan mudah
menyebutkan tanggal dan hari. •Defekasi: tidak dapat BAB
INTERPRETASI PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM PADA PASIEN
● Darah Rutin
Kesan:
•Listesis VTh 5 disertai
penyempitan diskus
intervertebralis VTh 5-6
•Spondilosis thoracalis
•Tak tampak kompresi
Tabel DD
DEFINISI KLASIFIKASI
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) didefinisikan sebagai 1. Diskus servikal, yang sering terjadi herniasi adalah
suatu keadaan patologis dimana terjadi protusi dari vertebra servikalis kelima, keenam, dan ketujuh (C5, C6,
anulus fibrosus beserta nukleus pulposus ke dalam 2. C7).
Diskus torakal, biasanya terjadi pada spina torakalis
lumen kanalis vertebralis. bawah dan cenderung menghasilkan defisit neurologis.
3. Diskus lumbal, biasanya terjadi pada diskus L4 dan L5.
Herniasi diskus lumbal terjadi di bagian punggung
bawah, paling sering pada vertebra L4, L5 dan S1 serta
biasanya unilateral.
Penyebab Hernia Nukleus Pulposus (HNP) terjadi karena 1. Nyeri punggung bawah .
perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur 2. Kekakuan akibat refleks spasme dari otot-otot
dan tipisnya nucleus pulposus. Hal-hal yang menyebabkan paravertebral sehingga mencegah pasien berdiri tegak
penyakit HNP antara lain : dengan sempurna.
1. Aktivitas mengangkat benda berat dengan posisi awalan 3. Parestesia, kelemahan otot-otot sekitar punggung dan
yang salah seperti posisi membungkuk. kaki, atau kelemahan refleks tendo Achilles.
2. Kebiasaan sikap duduk yang salah dalam rentang waktu 4. Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum.
sangat lama. 5. Kelemahan anggota badan bawah/tungkai bawah yang
3. Melakukan gerakan yang salah baik disengaja maupun disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai bawah
tida, sangat berpengaruh dan menyebabkan tulang dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan archilles
punggung mengalami penyempitan sehingga terjadi trauma (APR), bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat
4. Obesitas terjadi gangguan defekasi, miksi, dan fungsi seksual.
3. Spinal Cord Injury
1. Definisi
Spinal Cord Injury (SCI) atau cedera medula spinalis adalah suatu kondisi gangguan pada medula spinalis
atau sumsum tulang belakang dengan gejala fungsi neurologis mulai dari fungsi motorik, sensorik, dan
otonomik, yang dapat berujung menjadi kecacatan. Gejala dapat bervariasi tergantung tingkat lokasi dan
keparahan lesi cedera yang dapat berupa gejala neurologis seperti nyeri pada bagian tengah dari punggung,
parasthesia, hingga penurunan kesadaran pada pasien.
2. Anatomi
3. Etiologi
•Kasus traumatik memiliki
tingkat kejadian yang lebih
banyak (90%) ketimbang
nontraumatik (10%)
•Cedera medulla spinalis
karena trauma mengenai laki
– laki lebih banyak daripada
wanita, dan resiko mayoritas
tejati pada usia dewasa
dengan rentang usia 15 – 30
tahun karena adanya hobi
yang beresiko.
4. Epidemiologi
•Menurut WHO, SCI diperkirakan terjadi sebanyak 40-80 kasus per 1 juta
penduduk dalam setahun. Ini artinya terjadi sekitar 300.000 – 600.000 kasus SCI
yang ada di seluruh dunia setiap tahunnya. Hal ini tentunya tidak terlepas dari
risiko terjadinya kejadian SCI yang sebagian besar disebabkan oleh karena kasus
traumatik (90%), meliputi kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%), olahraga
atau kecelakaan akibat pekerjaan (10%)
5. Klasifikasi
Menurut American Spinal Injury Association (ASIA) berdasarkan hubungan
antara kelengkapan dan level cedera dengan defisit neurologis yang timbul:
a. Grade A (Komplit): Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sensorik di
bawah tingkat lesi
b. Grade B (Inkomplit): Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sebagian
fungsi sensorik dibawah tingkat lesi
c. Grade C (Inkomplit): Fungsi motorik intak tetapi dengan kekuatan di
bawah 3
d. Grade D ( Inkomplit) : Fungsi motorik intak dengan kekuatan motorik di
atas atau sama dengan 3
e. Grade E (Normal): Fungsi motorik dan sensorik normal
•Penilaian terhadap gangguan motoric dan sensorik dipergunakan Frankel
Score
a. Frenkle A : Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sensorik hingga level
terbawah.
b. Frenkle B : Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sebagian fungsi sensorik di
bawah tingkat lesi.
c. Frenkle C : jika lebih dari separuh kekuatan otot yang di tes dengan MMT
memilkinilai kurang dari 3.
d. Frenkle D : jika lebih dari separuh kekuatan otot yang di tes dengan MMT
memiliki nilai lebih atau sama dengan 3.
e. Frenkle E : Fungsi motorik dan sensorik normal (tidak ada defisit neurologis).
Lesi pada medulla spinalis menurut ASIA resived 2000,
terbagi atas :
a) Paraplegia : suatu gangguan atau hilangnya fungsi
motorik dan atau sensorik karena kerusakan
pada segmen torako-lumbo-sakral.
b) Quadriplegia : suatu gangguan atau hilangnya fungsi
motorik dan atau sensorik karena kerusakan pada segmen
servikal
•Spesifik level
6. Tanda dan Gejala
a.) Gejala dapat bervariasi tergantung tingkat lokasi dan keparahan lesi cedera yang dapat berupa
gejala neurologis seperti nyeri pada bagian tengah dari punggung, parasthesia, hingga penurunan
kesadaran pada pasien. Shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang
karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6
minggu, kadang lebih lama, tandanya adalah kelumpuhan flassi, hilangnya persfirasi, gangguan fungsi
rectum dan kandung kemih, bradikardia dan hipotensi. Setelah shock spinal pulih kembali, akan
terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena
tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan
defekasi (Price &Wilson (1995).
b.) Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah tempat
kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi
tidak terganggu (Price &Wilson (1995).
c.) Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia perianal,
gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa
(Aston. J.N, 1998).
7. Diagnosis
Diagnosis ditegakan melalui pemeriksaan menyeluruh :
•Anamnesis
•Pemeriksaan fisik
•Pemeriksaan penunjang
•Anamnesis
1)Mekanisme cedera : kecepatan berkendara, jenis kendaraan dan kelengkapan
berkendara
2)Keluhan neurologi : nyeri tulang belakang, kelemahan di ekstremitas atas dan atau
bawah, perubahan/hilangnya sensasi pada tungkai bawah dan atas, arefleksi,
priapismus, gangguan fungsi rektum dan kandung kemih (inkontinensia/retensi urin),
bradikardi dan hipotensi serta bingung dan tidak kooperatif.
3)Riwayat trauma : riwayat sebelumnya dan penggunaan alcohol
4)Riwayat penyakit dahulu : masalah tulang belakang, pasca operasi tulang
belakang/kondisi yg menjadi predisposisi instabilitas tulang belakang lainnya seperti
osteoporosis.
•Pemeriksaan fisik
1)Primary survey :
A (airway)
B (breathing)
C (circulation)
D (disability : GCS dan lateralisasi)
2)Pikirkan kemungkinan adanya cedera dan beri perhatian khusus agar menghindari cedera
lanjutan
3)GCS yang rendah perlu penanganan awal secara menyeluruh
4)Identifikasi tulang belakang meliputi nyeri, edema, jejas serta posisi
5)Pemeriksaan neurologi berdasarkan American Spinal Injury Association (ASIA)
American Spinal Injury Association (ASIA) impairment
scale yaitu pemx motorik dan sensorik.
•Sensorik : melakukan sentuhan ringan (light touch) dan
pinprick test pada dermatome (mulai dari C2 sampai S4-
5)
•Motorik : meliputi kekuatan otot pada 10 myotom
berpasangan (C5-T1 dan L2-S1)
•Pemeriksaan penunjang
Melakukan pemeriksaan laboratorium, radiologi dan lumbal pungsi.
1)Laboratorium
- AGD - Hb dan hematokrit
- kadar laktat - urinalisis
2)radiologi à kecurigaan px cedera torakal/lumbosacral yang berhubungandengan abnormalitas gejala neurologi
pemeriksaan dilakukan dengan 3 posisi standar (AP, lateral, odontoid)
Pada kasus yg tdk menunjukan kelainan radiologis à CT scan dan MRI
à mendeteksi lesi di medulla spinalis akibat cedera/trauma.
3)Pungsi lumbal à berguna pd fase akut SCI
Pemeriksaan harus hati-hati karena posisi fleksi vertebrae dapat
memperberat dislokasi yang sudah ada. Dan hindari antefleksi pd servical.
8. Patomekanisme
1.Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralis dan hematom. Yang paling berat
adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi
tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi.
2.Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan, hal ini biasanya terjadi
pada hiperfleksi. Toleransi medulla spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia.
3.Edema medulla spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan gangguan aliran darah kapiler
dan vena.
4.Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau arteri spinalis anterior dan posterior.
Efek trauma terhadap tulang belakang bisa bisa berupa frakturdislokasi, fraktur, dan dislokasi. Frekuensi
relatif ketiga jenis tersebut adalah 3:1:1.
•Fraktur tidak mempunyai tempat predileksi, tetapi dislokasi cenderung terjadi pada tempat-tempat antara
bagian yang sangat mobil dan bagian yang terfiksasi, seperti vertebra C1-2, C5-6 dan T11-12.
•Dislokasi bisa ringan dan bersifat sementara atau berat dan menetap. Tanpa kerusakan yang nyata pada
tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan lesi yang nyata di medulla spinalis.
•Efek trauma yang tidak dapat langsung bersangkutan dengan fraktur dan dislokasi, tetapi dapat
menimbulkan lesi pada medulla spinalis dikenal sebagai trauma tak langsung. Tergolong dalam trauma tak
langsung ini ialah whiplash (lecutan), jatuh terduduk atau dengan badan berdiri, atau terlempar oleh gaya
eksplosi bom.
9. Tatalaksana
● FARMAKOLOGIS ● Non Farmakologis
❏ Infus Asering 20 tpm ● Tirah baring
❏ Inj metilprednisolon 4x125 ● Rehabilitasi Medik
mg
❏ Inj mecobalamin 1x1
❏ Inj Ketorolac 2x1
10. Prognosis
•Pasien dengan cedera tulang belakang lengkap (SCI) memiliki peluang pemulihan kurang dari 5%.
Jika kelumpuhan total berlanjut pada 72 jam setelah cedera, pemulihan pada dasarnya tidak akan
ada perubahan. Pada awal 1900-an, angka kematian 1 tahun setelah cedera pada pasien dengan lesi
lengkap mendekati 100%. Sebagian besar perbaikan sejak saat itu dapat dikaitkan dengan
pengenalan antibiotik untuk mengobati pneumonia dan infeksi saluran kemih (ISK).
•Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord syndromes
•Jika beberapa fungsi sensorik dipertahankan, kemungkinan pasien akhirnya dapat berjalan lebih
besar dari 50%.
1.Ad Vitam (hidup) : dubia ad bonam
2.Ad functionam (fungsi) : dubia ad malam
3.Ad sanationam (sembuh) : dubia ad malam
Kesimpulan
Tn. An (44 tahun) datang ke rumah sakit dengan keluhan kedua kaki susah digerakkan serta terasa kebas
setelah jatuh. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, diagnosis
pada pasien terkena spinal cord injury complete berdasarkan ASIA score dengan grade A. selanjutnya
dirujuk ke dokter spesialis bedah saraf.
Sumber
1. Alpert, MJ. 2001. Central Vord Syndrom. eMedicine Journal.
2. Basuki A, Dian S. 2009. Kegawatdaruratan Neurologi. Bagian Neurologi Universitas Padjajaran.
3. Ganesha Medicina Journal Vol 1 No 2, 2021
4. Dinata, I Gede Surya dkk. Overview of Spinal Cord Injury. Ganesha Medicina Journal, Vol 1 No 2.
September 2021
5. Susilo, Devina Putri. 2020, Laporan Kasus Spinal Cord Injury. Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD
Ambarawa.
6. Pertiwi & Berawi, 2017
7. Devina Putri Susilo. Laporan Kasus Spinal Cord Injury. Pendidikan Profesi Kedokteran Kepaniteraan
Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf
8. RSUD Ambarawa. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. 2020
9. Latif Wahyudi. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Post Fraktur Kompresi Vertebra Servikal V Frenkel A
DI RSO PROF.DR.R. SOEHARSO SURAKARTA. Universitas Muhammadiyah Surakarta.2012
1. Universitas hassanudin, bahan ajar complete spinal transection.
2. I Gede Surya Dinata, dkk. The Overview of Spinal Cord Injury. Ganesha Medicina Journal, Vol 1 No 2
September 2021. Universitas Pendidikan Ganesha .
3. Sjamsuhidajat, R. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de jong : sistem organ dan tindakan bedahnya (2). Ed.
4 – Jakarta; EGC, 2017.
4. Advance Trauma Life Support for Doctor, ATLS Student Course Manual, Eight Edition. Trauma Medulla
Spinalis
5. Lawrence S Chin, MD, FACS, FAANS; Brian H Kopell, MD. Spinal Cord Injuries. Medscape. 2018