INTERPRESTASI UU NOMOR
28 TAHUN 1999 TENTANG
PENYELENGGARA NEGARA
YANG BERSIH DAN BEBAS
DARI KORUPSI, KOLUSI,
NEPOTISME
OLEH KELOMPOK 6 :
KESIMPULAN 06
2
Interprestasi UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme
PENDAHULUAN
Cita-cita didirikannya Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Salah satu komponen untuk
mewujudkan cita-cita tersebut adalah PENYELENGGARAAN NEGARA yang efisien, efektif, dan bersih
dari praktek-praktek yang merugikan kepentingan Negara dan bangsa.
Penyelenggara Negara seperti diatas dapat terlaksana apabila aparatur Negara termasuk aparatur
pemerintah di dalamnya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, professional,
transparan, akuntabel, taat pada aturan hukum, responsive dan proaktif, serta mengutamakan
kepentingan bangsa dan Negara, dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi,dan bukan
mengutamakan kepentingan pribadi,kelompok atau partai yang berkuasa dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya. Kondisi yang dijumpai selama ini, ternyata berbeda dengan harapan di atas, selama orde
baru, telah terjadi pemusatan kekusaan, wewenang dan tanggung jawab pada presiden / mandataris
Majelis Pemusyawaratan Rakyat ( MPR ) dalam penyelenggaraan negara. Akibatnya, lembaga tertinggi
dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya tidak dapat berfungsi dengan baik, dan partisipasi
masyarakat dalam memberikan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara tidak dapat berkembang. Akibat lainnya,kegiatan penyelenggaraan cenderung mengarah
pada praktek-praktek yang lebih menguntungkan kelompok tertentu yang pada akhirnya menyuburkan
praktek korupsi, kolusi,dan nepotisme yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha
sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional.
Interprestasi UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme
KOLUSI
NEPOTISME
KORUPSI adalah permufakatan atau kerja sama
adalah setiap perbuatan Penyelenggara
adalah tindak pidana sebagaimana secara melawan hukum antar
Negara secara melawan hukum yang
dimaksud dalam ketentuan peraturan Penyelenggara Negara atau antara
menguntungkan kepentingan keluarganya
perundang-undangan yang mengatur Penyelenggara Negara dan pihak lain yang
dan atau kroninya di atas kepentingan
tentang tindak pidana korupsi merugikan orang lain, masyarakat, dan
masyarakat, bangsa, dan negara
atau negara
Adanya sanksi sebagai jaminan atas ditaatinya ketentuan tentang asas-asas umum
penyelenggaraan negara, hak dan kewajiban penyelenggara negara dan ketentuan lainnya,
sehingga dapat diharapkan memperkuat norma kelembagaan, moralitas individu dan sosial.
Menurut UU No. 28 Tahun 1999 jenis sanksi yang berlaku ada tiga jenis yaitu; Sanksi
administrative, Sanksi pidana, Sanksi perdata
Interprestasi UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme
PELAKU KKN
Praktik KKN tidak hanya mungkin dilakukan antar-penyelenggara negara
tetapi juga antara penyelenggaraan negara dan pihak lain seperti
keluarga, para pengusaha dan lainnya
adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya
dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan
PARA PENYELENGGARA NEGARA MELIPUTI:
terhadap praktik KKN, antara lain:
• Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara • Direksi, komisaris dan pejabat struktural lain
• Pejabat negara pada lembaga tinggi negara pada BUMN dan BUMD
• Menteri • Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan
• Gubernur Penyehatan Perbankan Nasional
• Hakim di semua tingkatan peradilan • Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri
• Pejabat negara yang lain sesuai ketentuan • Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang
peraturan perundang-undangan yang berlaku disamakan di lingkungan sipil, militer dan
• Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis Kepolisian Negara RI
terkait penyelenggaraan negara • Jaksa
• Penyidik
• Panitera pengadilan
• Pemimpin dan bendaharawan proyek
Interprestasi UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme
adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
ASAS KEPASTIAN HUKUM
undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
ASAS TERTIB adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam
PENYELENGGARAAN NEGARA pengendalian penyelenggaraan negara.
adalah yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan
ASAS KEPENTINGAN UMUM selektif.
adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
ASAS KETERBUKAAN benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.
adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara
ASAS PROPORSIONALITAS
negara.
adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
ASAS PROFESIONALITAS perundang-undangan yang berlaku.
adalah asas yang menentukan setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggara negara
ASAS AKUNTABILITAS harus dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Interprestasi UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme
Kendala waktu
• Terungkapnya perkara korupsi tidaklah bersifat seketika, melainkan beberapa waktu
atau beberapa tahun kemudian. Hal ini sering menyulitkan pengumpulan alat bukti
dan pelacakan tersangka atau saksi, karena sudah pindah, pension dan sebagainya.
Bahkan, kesulitan juga ditemui dalam menghitung jumlah kerugian yang diderita
KESIMPULAN
Penjelasan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme menurut hukum adalah suatu keharusan, sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai transparansi, keadilan dan
kejujuran. Sehingga di tegaskan mengenai bagaimana
menjaga amanat. menjelaskan tentang hukuman bagi
penerima suap dan member suap.
REKOMENDASI
Para Penyelenggara negara seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam
memimpin sebuah negara, khususnya negara Indonesia. Karena Indonesia
merupakan negara terkorup didunia. Oleh sebab itu Penyelenggara negara
harus memiliki sifat-sifat yang luhur dan dapat dipercaya dalam mengemban
suatu amanah agar tidak menyimpang.
Kasus KKN tidak saja terjadi pada pola pemerintahan akan tetapi terjadi pula
pada beberapa lapis masyarakat, karena budaya KKN telah menjamur di mana
saja, hingga sulit untuk di basmi. Oleh karena itu pemerintah seharusnya peka
terhadap kasus KKN.
TERIMA KASIH