Anda di halaman 1dari 38

Bab 4.5.2.

Laju Pengembalian Ganda


Laju Pengembalian Ganda
 Dalam analisis laju pengembalian akan
ditemui suatu keadaan dimana analisis
tidak memberikan satu nilai laju
pengembalian yang unik.
 Sering terjadi, persamaan yang
dipergunakan untuk menghitung laju
pengembalian menghasilkan lebih dari
satu laju pengembalian.
Contoh
 Sebagai contoh, bila ada suatu aliran dana
sebesar -Rp. 10 juta, +Rp. 47 juta, -Rp.
72 juta, dan Rp. 36 juta pada tahun ke 0,
1, 2, dan 3 secara berurutan (Park, 1990).
 Untuk menghitung laju pengembaliannya,
maka dibuat persamaan untuk menghitung
NPV sebagai berikut:
Jawaban
 NPV = 0 = -10 + 47(P/F, i*%, 1) - 72(P/ F,
i*%, 2) + 36(P/F, i*%, 3)

 1   1   1 
 10  47    72  2
 36  3
0 [4-16]
 (1  i*)   (1  i*)   (1  i*) 
Laju Pengembalian Ganda
 Dari Persamaan 4-16 akan dihasilkan 3
buah nilai laju pengembalian i*, yaitu 20%,
50%, dan 100%.
 Hal ini terjadi karena Persamaan 4-16
merupakan persamaan polinomial derajat
3.
 Fungsi hubungan antara NPV dengan laju
pengembalian i*% ditunjukkan dalam
Gambar 4. 11.
Gambar 4.11.
Indikator
 Dalam kasus selanjutnya, perubahan tanda aljabar dari
aliran uang bersih merupakan petunjuk untuk
mengetahui berapa banyak nilai IRR yang akan
diperoleh.
 Bila perubahan tanda aljabar hanya terjadi satu kali,
biasanya dari minus pada tahun ke-0 dan berubah
menjadi positif pada tahun selanjutnya, maka hal ini
disebut aliran uang konvensional atau sederhana
(conventional or simple cash flouw sequence).
 Jika ada lebih dari satu tanda yang berubah, maka seri
aliran uang tersebut disebut aliran uang tidak
konvensional atau tidak sederhana (nonconventional or
nonsimple) (Blank, 1998).
Contoh
Tanda Dalam Aliran Uang Jumlah Perubahan
Jenis Aliran Uang
0 1 2 3 4 5 6 Tanda
Sederhana - + + + + + + 1
Sederhana - - - + + + + 1
Sederhana + + + + + - - 1
Tidak Sederhana - + + + - - - 2
Tidak Sederhana + + - - - + + 2
Tidak Sederhana - + - - + + + 3
Descartes’ rule (Blank, 1998)
 Jumlah total nilai nyata (bukan imajiner) i*
adalah selalu lebih kecil atau sama
dengan jumlah perubahan tanda dalam
aliran uang.
 Aturan ini diturunkan dari persamaan PW
ataupun AW dalam mencari laju
pengembalian i* dalam persamaan
polinomial derajat n.
Contoh 4-17 (Blank, 1998)
 Suatu perusahaan yang berpusatkan di Eropa menjual minyak pelumas
sintetis selama 3 tahun. Data penjualan selama 3 tahun disajikan dalam
Tabe1 4. 7.

Tabel 4. 7 Aliran Uang Penjualan Pelumas, Contoh 4-17

Tahun 0 l 2 3
Aliran uang, miliard Rp. +14 -3,5 -56,7 +47,6

 Gambarkan nilai PW terhadap bunga 5, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60%!
 Tentukan apakah aliran tersebut konvensional atau tidak dan perkiraan
besarnya laju pengembalian dari gambar tersebut!
Jawaban
 a. Persamaan PW untuk aliran uang tersebut adalah
PW = +14 - 3,5(P/F, i*%, 1) - 56,7(P/F, i*%, 2) + 47,6(P/
F, i*%, 3)
Dengan menggunakan persamaan tersebut, maka dapat
digambarkan hasil perhitungan untuk setiap tingkat
bunga.

I*% 5% 10% 20% 30% 40% 50% 60%


NPV, milliard Rp. 0,3568 -0,2787 -0,7454 -0,5767 -0,0816 0,5703 1,2852
Gambar
Gambar 4. 12 memperlihatkan bahwa
fungsi PW dan laju pengembalian
merupakan fungsi parabola, sehingga
memberikan dua nilai.
 b. Persamaan yang dihasilkan oleh aliran
uang tersebut merupakan bentuk
nonkonvensional. Ada dua nilai yang
diberikan, yaitu 8% dan 41 %.
Norstroms' criterion (Park, 1990)
 Jika suatu seri Sn mulai dari negatif dan hanya terjadi
satu kali perubahan tanda, maka hanya ada satu akar
positif yang unik.
 Nilai kumulatif dari seri aliran uang dinyatakan dalam
bentuk berikut ini (Park, 1990):

 n=0,1,2,3...,t
Contoh 4-18

N 0 1 2
S n , juta Rp. -100 +140 -10

 Tentukan jumlah nilai laju pengembalian


yang dihasilkan oleh aliran uang tersebut!
Jawaban ,
 Aturan Descartes menyatakan bahwa
aliran uang tersebut merupakan bentuk
nonkonvensional, sehingga jumlah bunga
yang akan dihasilkan adalah sama atau
kurang dari jumlah perubahan tanda.
 Pada aliran uang tersebut terjadi dua kali
perubahan tanda, yaitu -, +, dan -,
sehingga akan menghasilkan maksimum
dua buah nilai laju pengembalian.
Jawaban ,
 Untuk menggunakan kriteria Norstrom, maka
harus dihitung nilai kumulatif dari aliran uang
tersebut, yaitu
 S0 = -Rp. 100.000.000,00
 S1 = S0 + S1 = -100.000.000,00 + 140.000.000
= Rp. 40.000.000,00
 S2 = S0 + S1 + S2 = 40.000.0000 -10.000.000 =
Rp. 30.000.000,00
 Kriteria Norstrom mengindikasikan bahwa ada
satu nilai unik laju pengembalian, sebab hanya
ada satu perubahan tanda dari seri St yaitu -, +,
dan +.
Jawaban
 Persamaan PW dari aliran uang tersebut
adalah
 PW = 0 = -100 juta + 140 juta (P/F, i*%, 1)
+ 10 juta (P/F, i*%, 2)
 Persaman ini menghasilkan i* = 32,45%.
4.6 Metoda Perbandingan Biaya -
Manfaat
 Salah satu cara lain untuk menyatakan nilai ekonomi
suatu proyek atau investasi adalah metoda
perbandingan biaya manfaat.
 Metoda ini membandingkan antara uang masuk
(keuntungan) dengan uang keluar (biaya).
 Metoda analisis yang memperhitungkan biaya dan
manfaat banyak dipergunakan untuk analisis proyek-
proyek prasarana umum.
 Proyek-proyek prasarana umum tidak selalu
menghasilkan keuntungan (profit) namun sering kali
keuntungannya dinyatakan dalam manfaat (benefit).
 Dalam bab ini akan dibahas cara melakukan perhitungan
dengan menggunakan analisis biaya manfaat
Perbandingan biaya dan manfaat
 1. Rasio Biaya-Manfaat Konvensional (Conventional B/C ratio)
 2. Rasio Biaya-Manfaat Dimodifikasi (Modified B/C ratio)
 3. Rasio Biaya-Manfaat Terpisah (Aggregate Benefit-Cost Ratio,
Ekstein B/C)
 4. Rasio Biaya-Manfaat Bersih (Netted Benefit Cost-Ratio, Simple
B/C)
 5. Rasio Lorie-Savage (L-S)
 6. Rasio Biaya-Manfaat dengan Kerugian (B/C ratio With
disbenefits)
 Biaya dan manfaat yang akan dibandingkan dalam analisis ini
dapat dinyatakan dalam bentuk nilai sekarang, nilai seri seragam,
ataupun nilai mendatangnya.
4.6.1 Rasio Biaya-Manfaat
Konvensional
 Rasio biaya-manfaat konvensional
merupakan metoda yang paling umum
dipergunakan. Rasio tersebut dapat
dinyatakan dalam bermacam-­macam
bentuk. Berbagai bentuk dari rasio
tersebut adalah sebagai berikut
(DeGarmo, 1997):
Rumus
1. Rasio Biaya-Manfaat Konvensional dengan PW
PW ( B)
B/C  [4-20]
I  PW (O & M )
2. Rasio Biaya-Manfaat Konvensional dengan AW
AW ( B)
B/C  [4-21]
CR  AW (O & M )
3. Rasio Biaya-Manfaat Konvensional dengan PW dan Nilai Sisa
PW ( B)
B/C  [4-22]
I  PW ( S )  PW (O & M )
dengan PW (B) = nilai sekarang dari manfaat
PW (O&M) = nilai sekarang dari biaya operasi dan perawatan
I = biaya investasi awal
AW (B) = nilai seri seragam dari manfaat
AW (O&M) = nilai seri seragam dari biaya operasi dan perawatan
CR = nilai pengembalian modal (nilai seri seragam, dari biaya investasi awal)
(capital recovery)
PW(S) = nilai sekarang dari nilai sisa
4.6.2 Rasio Biaya-Manfaat
Dimodifikasi
 Rasio biaya-manfaat konvensional dapat
pula diubah penempatan komponen
penyebut dan pembilangnya. Modifikasi
dari Persamaan 4-20, 4-21, dan 4-22
ditunjukkan oleh Persamaan 4-23, 4-24,
dan 4-25 secara berturut-turut.
Persamaan-persamaan tersebut adalah
sebagai berikut (DeGarmo, 1997):
Rumus

1. Modifikasi rasio B/C dengan PW


PW ( B)  PW (O & M )
B/C  [4-23]
I
2. Modifikasi rasio B/C dengan AW
AW ( B)  AW (O & M )
B/C  [4-24]
CR
3. Modifikasi rasio B/C dengan PW dan Nilai Sisa
PW ( B)  PW (O & M )
B/C  [4-25]
I  PW ( S )
Contoh 4-21
 Pemerintah daerah sedang mempertimbangkan suatu proposal untuk melakukan
pembangunan sebuah runway tambahan pada bandar udara yang ada di kota
tersebut. Tujuan pembangunan ini adalah untuk mendukung pengoperasian pesawat
jet. Lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan runway telah tersedia dan saat ini
dalam bentuk ladang. Ladang tersebut dapat dibeli dengan harga Rp. 3.500 juta.
Perkiraan biaya pembangunan runway tambahan adalah Rp. 6.000 juta dan biaya
perawatan tahunan untuk runway tersebut adalah Rp. 225 juta.­Pembangunan runway
tersebut akan meningkatkan kebutuhan akan terminal, sehingga perlu dibangun
sebuah terminal yang lebih kecil sebagai tambahan. Biaya pembanguan terminal
kecil tersebut adalah Rp. 2.500 juta. Biaya operasi dan perawatan terminal tersebut
adalah Rp. 750 juta. Penambahan runway tersebut diperkirakan akan meningkatkan
jumlah pesawat yang beroperasi. Hal ini mengakibatkan diperlukannya tambahan alat
pengontrol lalu lintas udara (air traffic controller) sebanyak 2 unit dengan biaya
tahunan sebesar Rp. 1.000 juta. Perkiraan manfaat tahunan yang akan diperoleh dari
pembangunan tersebut adalah sebagai berikut:
 1. Penerimaan dari penyewaan lahan oleh perusahaan angkutan udara sebesar Rp.
3.250 juta
 2. Pajak bandar udara yang dikenakan pada penumpang sebesar Rp. 650 juta
 3. Manfaat yang dirasakan oleh penduduk kota akibat pembangunan sebesar Rp.
500 juta
 4. Manfaat tambahan akibat peningkatan arus wisatawan ke kota tersebut sebesar
Rp. 500 juta
 Tentukanlah apakah pembangunan runway di bandar udara kota tersebut adalah
menarik secara ekonomi! Pergunakanlah metoda rasio biaya manfaat konvensional
dan bandingkan hasilnya dengan rasio biaya manfaat dimodifikasi. Umur perioda
studi untuk proyek tersebut adalah 20 tahun dan tingkat bunga yang berlaku adalah
10%.
Jawaban

1. Rasio Biaya-Manfaat Konvensional dengan PW


PW ( B)
B/C 
I  PW (O & M )
[(3.250  650  500  500)( P / A,10%, 20)]
B/C 
[(3.500  6.000  2.500)  (225  750  1.000)( P / A,10%,20)]
4.900(8,5136) 41.716,64
B/C    1,448
[12.000  1.975(8,5136)] 28.814,36
2. Rasio Biaya-Manfaat Konvensional dengan AW
AW ( B)
B/C 
CR  AW (O & M )
(3.250  650  500  500)
B/C 
[(3500  6.000  2.500)( A / P,10%,20)  (225  750  1.000)]
4.900 4.900
B/C    1,448
12.000(0,11746 )  1.975 3.384,52
Jawaban

3. Modifikasi rasio B/C dengan PW


PW ( B)  PW (O & M )
B/C 
1
[( 4.900  1.975)( P / A,10%,20)] 2.925(8,5136)
B/C    2,075
12.000 12.000
4. Modifikasi rasio B/C dengan A/W
AW ( B)  AW (O & M )
B/C 
CR
(4.900  1.975) 2.925
B/C    2,075
12.000( A / P,10%,20) 12.000(0,11746 )
 Dari perhitungan di atas terlihat bahwa
hasil dari rasio B/C konvensional dengan
nilai sekarang adalah sama dengan rasio
B/C konvensional dengan nilai seri
seragam. Hal yang sama terjadi untuk
rasio B/C yang dimodifikasi.
4.6.3 Rasio Biaya-Manfaat Bersih
 Rasio biaya manfaat bersih (Netted Benefit Cost Ratio,
Simple B/C) merupakan alternatif lain dalam
menyakinkan rasio biaya manfaat. Beberapa analis
hanya mempertimbangkan pengeluaran modal pada
awal proyek sebagai aliran uang keluar, dan nilai
ekuivalensi manfaat sebagai biaya bersih (pendapatan
dikurangi pengeluaran tahunan) (Park, 1990). Alternatif
ini dinyatakan sebagai RN dan ditunjukkan dalam
Persamaan 4-27.
 Keuntungan dari cara menyatakan rasio biaya
manfaat dengan cara ini adalah dapat
menyatakan suatu indeks yang mengindikasikan
keuntungan bersih yang diharapkan dari tiap
rupiah investasi. Keadaan ini sering disebut
indeks keuntungan (profitability index) (Park,
1990).
 Rasio ini hanya sebagai perbandingan antara
nilai bersih sekarang dari pendapatan dengan
nilai sekarang dari investasi. Jika RN > 1, proyek
dikatakan sebagai menarik (Park, 1990).
4.6.4 Rasio Biaya-Manfaat
dengan Kerugian
 Rasio biaya-manfaat dengan kerugian merupakan rasio biaya manfaat yang memperhitungkan
kerugian (disbenefits) dari proyek tersebut. Rasio ini dihitung dengan menggunakan Persamaan
4-29 (Blank, 1997),

 dengan B = manfaat (benefit)


C = biaya (cost)
D = kerugian (disbenefit)
 Jika perbandingan B/C ini mcnghasilkan nilai lebih besar
sama dengan 1, maka proyek yang dievaluasi dapat
dinyatakan sebagai layak secara ekonomis (Blank,
1998).
Hasil modifikasi dari Persamaan 4 -20 ditunjukkan oleh persamaan 4-30.
B DO&M
Modifikasi B / C  [4-30]
I
dengan B = manfaat (benefit)
C = biaya (cost)
D = kerugian (disebenefit)
I = biaya investasi awal (initial investment)
O&M = biaya operasi dan perawatan (operation and maintenance cost)
Contoh 4-23
 Diketahui suatu proyek pemerintah daerah untuk
mengoperasikan sebuah mesin pembakar sampah
dengan data sebagai berikut:
 Keuntungan per tahun Rp. 500 juta
 Kerugian akibat polusi per tahun Rp. 200 juta
 Biaya operasi dan perawatan per tahun Rp. 50 juta
 Biaya investasi awal Rp. 1.500 juta
 Hitunglah rasio biaya manfaat dengan memperhitungkan
kerugian (disbenefits) tahunan yang terjadi! Tingkat
bunga yang berlaku adalah 6% dan umur studi adalah
10 tahun.
Rasio biaya manfaat dengan memperhitu ngkan kerugian dapat dihitung dengan persamaan-persamaan
berikut ini:
BD
1. B / C 
C
500  200 300
B/C    1,18
1.500( A / P,6%,10)  50 1.500(0,13587)  50
B  D O&M
2. Modifikasi B / C 
I
500  200  50
Modifikasi B / C   1,23
1.500(0,13587)
Hasil perhitungan rasio biaya manfaat menunjukkan bahwa proyek tersebut menarik secara ekonomi.
4.7 Metoda Perioda
Pengembalian
 Perioda pengembalian (payback period) adalah perioda
waktu yang dibutuhkan bagi keuntungan (profit) suatu
investasi untuk menjadi seimbang dengan biaya (cost)
investasi (Newnan, 1990).
 Perioda pengembalian tidak pernah dipergunakan
sebagai satu-satunya ukuran nilai dalam memilih
alternatif.
 Metoda ini dipergunakan sebagai informasi tambahan
tentang alternatif tersebut. Analisis ini sebaiknya
dilakukan pada suatu tingkat bunga i%, namun dalam
prakteknya dipergunakan tingkat bunga 0% atau tanpa
tingkat bunga pengembalian (Blank, 1998).
 Persamaan 4-30 menunjukkan persamaan yang
dipergunakan untuk menghitung perioda pengembalian
tersebut.
t n p
0  P   NCFt ( P / F , i %, t ) [4-30]
t 1

dengan NCF t = perkiraan aliran uang bersih di tiap akhir tahun


P = investasi awal
np = perioda pengembalian (tahun atau bulan)

Jika perhitungan dilakukan dengan menggunakan aliran uang seragam atau aliran uang yang terjadi
selama masa investasi tersebut adalah seragam, maka persamaan yang dipergunakan adalah Persamaan
4-31.

0  P  NCF ( P / A, i %, n p ) [4-31]
Contoh 4-24
 Suatu rencana investasi telah disetujui dan
memiliki modal awal Rp. 18 miliar. Perkiraan
pendapatan bersih tahunan adalah Rp. 3 miliar.
Nilai sisa Rp. 3 miIiar. Tingkat bunga yang
diinginkan adalah 15%.
 Hitung perioda pengembaliannya
 Hitung perioda pengembalian tanpa
memperhitungkan tingkat bunga pengembalian
Jawaban :
 Persamaan untuk menghitung perioda
pengembalian adalah sebagai berikut :
0 = -18 + 3(P/A. 15%,n) + 3 (P/F, 15%, n)
n = 15,3 tahun
 Jika i = 0 %, maka perioda pengembalian
tanpa tingkat bunga pengembalian adalah :
0 = -18 + 3 x n + 3
n = 5 tahun
Hasil perhitungan a dan b menunjukkan
perbedaan hasil akibat penggunaan tingkat
bunga pengembalian.

Anda mungkin juga menyukai