Anda di halaman 1dari 23

KONSEP ASUHAN

KEPERAWATAN PADA
SISTEM NEUROSENSORI

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 3
AZAN FATAHULLAH
JONI ASWANDI
TUJUAN

1. Mengetahui pengertian sistem saraf (Neurosensori).


2. Mengetahui pembagian sistem saraf (Neurosensori).
3. Mengetahui penyusun sistem saraf (Neurosensori).
4. Mengetahui mekanisme jalannya impuls pada system saraf
(Neurosensori)
5. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada sistem saraf
(Neurosensori) ?
PENGERTIAN SISTEM SARAF

Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks,


sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang
lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan
mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan
lainnya.
Jaringan saraf terdiri Neuroglia dan Sel schwan (sel-sel
penyokong) serta Neuron (sel-sel saraf).
FUNGSI SISTEM SARAF

Sebagai Alat Komunikasi


Sebagai Alat Pengendali
Sebagai Pusat Pengendali Tanggapan
BAGIAN – BAGIAN SEL SARAF

Neuron
Badan sel atau perikarion
Dendrit
Akson
STRUKTUR NEURON
KLASIFIKASI NEURON

Fungsi dan Arah transmisi Berdasarkan bentuknya


Impulsnya
 Neuron sensorik (aferen) Neuron unipolar
 Neuron motorik Neuron bipolar
 Neuron konektor Neuron multipolar
PEMBAGIAN SISTEM SARAF
KELAINAN PADA SISTEM SARAF

Strok
Tumor Otak
Ayan (Epilepsi)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM NEUROSENSORI

1. Pengkajian
• Jika mengkaji pasien dengan atau yang beresiko perubahan sensori maka
perawat mempertimbangkan semua factor yang mempengaruhi  fungsi
sensori khususnya faktor usia. Perawat mengumpulkan riwayat  yang juga
mengkaji status sensori klien saat ini dan tingkat dengan defisit sensori
mempengaruhi gaya hidup klien, penyesuaian psikososial, kemampuan
perawatan diri, dan keamanan. Pengkajian harus juga berfokus pada
kualitas dan kuantitas stimulus lingkungan.
Pemeriksaan fisik pada panca indera
Untuk mengidentifikasi defisit sensosri,
perawat mengkaji penglihatan,
pendengaran, olfaksi, rasa dan kemampuan
untuk membedakan cahaya, sentuhan,
temperatur, nyeri dan posisi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(BERDASARKAN STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA (SDKI)
KATEGORI FISIOLOGI SUBKATEGORI NEUROSENSORI)

 Disrefleksia Otonom berhubungan dengan cedera pada medula spinalis, Pembedahan medula
spinalis pada T7 keatas dan proses keganasan pada medula spinalis dibuktikan dengan sakit
kepala, tekanan darah sistolik meningkat >20%, bercak merah pada kulit di atas lokasi cedera,
diaforesis di atas lokasi cedera dan pucat dibawah lokasi cedera.
 Gangguan Memori berhubungan dengan ketidakadekuatan stimulasi intelektual, gangguan
sirkulasi ke otak, gangguan volume cairan dan/atau elektroit, proses penuaan, hipoksia,
gangguan neurologis (mis. EEG positif, cedera kepala, gangguan kejang), Efek agen
farmakologis, penyalahgunaan zat, faktor psikologis (mis. kecemasan, depresi, stres
berlebihan, berduka, gangguan tidur) dan distraksi lingkungan dibuktikan dengan melaporkan
pernah mengalami pengalaman lupa, Tidak mampu mempelajari keterampilan baru, tidak
mampu mengingat informasi factual, tidak mampu mengingat perilaku tertentu yang pernah
dilakukan, tidak mampu mengingat peristiwa dan tidak mampu melakukan kemampuan yang
dipelajari sebelumnya
 Gangguan Menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular, gangguan
saraf kranialis, paralisis serebral, akalasia, abnormalitas laring, abnormalitas
orofaring, anomali jalan napas atas, defek anatomik kongenital, defek laring,
defek nasal, defek rongga nasofaring, defek trakea, refluk gastroesofagus,
obstruksi mekanis dan prematuritas dibuktikan dengan mengeluh sulit menelan,
batuk sebelum menelan, batuk setelah makan atau minum, tersedak dan makanan
tertinggal di rongga mulut.
 Risiko Disfungsi Neurovaskuler Perifer dibuktikan dengan Hiperglikemia,
Obstruksi vaskuler, Fraktur, Imobilisasi, Penekanan mekanis (mis. tornket, gips,
balutan, restraint), Pembedahan ortopedi, Trauma dan Luka bakar.
3. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

a. Disrefleksia Otonom berhubungan dengan cedera pada medula spinalis, pembedahan medula
spinalis pada T7 keatas dan proses keganasan pada medula spinalis dibuktikan dengan sakit
kepala, tekanan darah sistolik meningkat >20%, bercak merah pada kulit di atas lokasi cedera,
diaforesis di atas lokasi cedera dan pucat dibawah lokasi cedera.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ….x 24 jam, maka status neurologis membaik,
dengan kriteria hasil:
 Sakit kepala menurun
 Tekanan darah sistolik membaik
 Diaforesis menurun
 Pucat menurun
 Frekuensi nadi membaik
Intervensi
 Observasi
 Identifikasi rangsangan yang dapat memicu disrefleksia (mis: distensi kandung kemih,
kalkuli ginjal, infeksi, impaksi feses, pemeriksaan rektal, supositoria, kerusakan kulit)
 Identifikasi penyebab pemicu disrefleksia (mis: distensi kandung kemih, impaksi feses, lesi
kulit, stoking suportif, dan pengikat perut)
 Monitor tanda dan gejala disleksia otonom (mis: hipertensi paroksismal, bradikardia,
takikardia, diaphoresis diatas tingkat cidera, pucat dibawah tingkat cidera, sakit kepala,
mengigil tanpa demam, ereksi pilomotor, dan nyeri dada)
 Monitor kepatenan kateter urin, jika terpasang
 Monitor terjadinya hiperrefleksia
 Monitor tanda-tanda vital
 Terapeutik
 Minimalkan rangsangan yang dapat memicu disrefleksia
 Berikan posisi fowler, jika perlu
 Pasang kateter urin, jika perlu
 Edukasi
 Jelaskan penyebab dan gejala disrefleksia
 Jelaskan penanganan dan pencegahan disrefleksia
 Anjurkan pasien dan/atau keluarga jika mengalami tanda dan gejala disrefleksia
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian agen antihipertensi intravena, sesuai indikasi
b. Risiko Disfungsi Neurovaskuler Perifer dibuktikan dengan Hiperglikemia, Obstruksi
vaskuler, Fraktur, Imobilisasi, Penekanan mekanis (mis. tornket, gips, balutan, restraint),
Pembedahan ortopedi, Trauma dan Luka bakar.Setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama …. x 24 jam, maka neurovaskuler perifer meningkat, dengan kriteria hasil:
 Sirkulasi arteri meningkat
 Sirkulasi vena meningkat
 Nyeri menurun
 Nadi membaik
 Suhu tubuh membaik
 Warna kulit membaik
Intervensi
 Observasi
 Identifikasi penyebab perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan alat pengikat, prosthesis, sepatu, dan pakaian
 Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
 Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
 Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
 Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya tromboplebitis dan tromboemboli vena
 Terapeutik
 Hindai pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin)
 Edukasi
 Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
 Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai