Konsep Asuhan Keperawatan Pada Sistem Neurosensori
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Sistem Neurosensori
KEPERAWATAN PADA
SISTEM NEUROSENSORI
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 3
AZAN FATAHULLAH
JONI ASWANDI
TUJUAN
Neuron
Badan sel atau perikarion
Dendrit
Akson
STRUKTUR NEURON
KLASIFIKASI NEURON
Strok
Tumor Otak
Ayan (Epilepsi)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM NEUROSENSORI
1. Pengkajian
• Jika mengkaji pasien dengan atau yang beresiko perubahan sensori maka
perawat mempertimbangkan semua factor yang mempengaruhi fungsi
sensori khususnya faktor usia. Perawat mengumpulkan riwayat yang juga
mengkaji status sensori klien saat ini dan tingkat dengan defisit sensori
mempengaruhi gaya hidup klien, penyesuaian psikososial, kemampuan
perawatan diri, dan keamanan. Pengkajian harus juga berfokus pada
kualitas dan kuantitas stimulus lingkungan.
Pemeriksaan fisik pada panca indera
Untuk mengidentifikasi defisit sensosri,
perawat mengkaji penglihatan,
pendengaran, olfaksi, rasa dan kemampuan
untuk membedakan cahaya, sentuhan,
temperatur, nyeri dan posisi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(BERDASARKAN STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA (SDKI)
KATEGORI FISIOLOGI SUBKATEGORI NEUROSENSORI)
Disrefleksia Otonom berhubungan dengan cedera pada medula spinalis, Pembedahan medula
spinalis pada T7 keatas dan proses keganasan pada medula spinalis dibuktikan dengan sakit
kepala, tekanan darah sistolik meningkat >20%, bercak merah pada kulit di atas lokasi cedera,
diaforesis di atas lokasi cedera dan pucat dibawah lokasi cedera.
Gangguan Memori berhubungan dengan ketidakadekuatan stimulasi intelektual, gangguan
sirkulasi ke otak, gangguan volume cairan dan/atau elektroit, proses penuaan, hipoksia,
gangguan neurologis (mis. EEG positif, cedera kepala, gangguan kejang), Efek agen
farmakologis, penyalahgunaan zat, faktor psikologis (mis. kecemasan, depresi, stres
berlebihan, berduka, gangguan tidur) dan distraksi lingkungan dibuktikan dengan melaporkan
pernah mengalami pengalaman lupa, Tidak mampu mempelajari keterampilan baru, tidak
mampu mengingat informasi factual, tidak mampu mengingat perilaku tertentu yang pernah
dilakukan, tidak mampu mengingat peristiwa dan tidak mampu melakukan kemampuan yang
dipelajari sebelumnya
Gangguan Menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular, gangguan
saraf kranialis, paralisis serebral, akalasia, abnormalitas laring, abnormalitas
orofaring, anomali jalan napas atas, defek anatomik kongenital, defek laring,
defek nasal, defek rongga nasofaring, defek trakea, refluk gastroesofagus,
obstruksi mekanis dan prematuritas dibuktikan dengan mengeluh sulit menelan,
batuk sebelum menelan, batuk setelah makan atau minum, tersedak dan makanan
tertinggal di rongga mulut.
Risiko Disfungsi Neurovaskuler Perifer dibuktikan dengan Hiperglikemia,
Obstruksi vaskuler, Fraktur, Imobilisasi, Penekanan mekanis (mis. tornket, gips,
balutan, restraint), Pembedahan ortopedi, Trauma dan Luka bakar.
3. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
a. Disrefleksia Otonom berhubungan dengan cedera pada medula spinalis, pembedahan medula
spinalis pada T7 keatas dan proses keganasan pada medula spinalis dibuktikan dengan sakit
kepala, tekanan darah sistolik meningkat >20%, bercak merah pada kulit di atas lokasi cedera,
diaforesis di atas lokasi cedera dan pucat dibawah lokasi cedera.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ….x 24 jam, maka status neurologis membaik,
dengan kriteria hasil:
Sakit kepala menurun
Tekanan darah sistolik membaik
Diaforesis menurun
Pucat menurun
Frekuensi nadi membaik
Intervensi
Observasi
Identifikasi rangsangan yang dapat memicu disrefleksia (mis: distensi kandung kemih,
kalkuli ginjal, infeksi, impaksi feses, pemeriksaan rektal, supositoria, kerusakan kulit)
Identifikasi penyebab pemicu disrefleksia (mis: distensi kandung kemih, impaksi feses, lesi
kulit, stoking suportif, dan pengikat perut)
Monitor tanda dan gejala disleksia otonom (mis: hipertensi paroksismal, bradikardia,
takikardia, diaphoresis diatas tingkat cidera, pucat dibawah tingkat cidera, sakit kepala,
mengigil tanpa demam, ereksi pilomotor, dan nyeri dada)
Monitor kepatenan kateter urin, jika terpasang
Monitor terjadinya hiperrefleksia
Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
Minimalkan rangsangan yang dapat memicu disrefleksia
Berikan posisi fowler, jika perlu
Pasang kateter urin, jika perlu
Edukasi
Jelaskan penyebab dan gejala disrefleksia
Jelaskan penanganan dan pencegahan disrefleksia
Anjurkan pasien dan/atau keluarga jika mengalami tanda dan gejala disrefleksia
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian agen antihipertensi intravena, sesuai indikasi
b. Risiko Disfungsi Neurovaskuler Perifer dibuktikan dengan Hiperglikemia, Obstruksi
vaskuler, Fraktur, Imobilisasi, Penekanan mekanis (mis. tornket, gips, balutan, restraint),
Pembedahan ortopedi, Trauma dan Luka bakar.Setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama …. x 24 jam, maka neurovaskuler perifer meningkat, dengan kriteria hasil:
Sirkulasi arteri meningkat
Sirkulasi vena meningkat
Nyeri menurun
Nadi membaik
Suhu tubuh membaik
Warna kulit membaik
Intervensi
Observasi
Identifikasi penyebab perubahan sensasi
Identifikasi penggunaan alat pengikat, prosthesis, sepatu, dan pakaian
Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
Monitor perubahan kulit
Monitor adanya tromboplebitis dan tromboemboli vena
Terapeutik
Hindai pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin)
Edukasi
Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu air
Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
TERIMA KASIH