Anda di halaman 1dari 34

MUHAMMADIYAH

LATAR BELAKANG DAN


TUJUANNYA

KELOMPOK 2
Anggota Kelompok 2
1. Nabilah Beryl Nathaniela (J310210085)

01
2. Ardina Dwi Puspita

3. Hasna Fitri Maulanisa


(J310210086)

(J310210087)

4. Chairunnisa Andriani Dewi (J310210088)

5. Aisyah Nur Hayati (J310210089)

6. Mariska Latifa Dewitasari (J310210091)

7. Novita Giwan Pratiwi (J310210093)

8. Kurniawati Fadilla (J310210094)


A
Intelektual dan
Religiusitas K.H.
Ahmad Dahlan
Islam harus dipahami dari sumber utamanya, yaitu al-Qur'an dan
al-Sunnah. Dalam memahami sumber ajaran Islam, Ahmad Dahlan
mengajukan metodologi pemahaman yang rasional-fungsional. Untuk
keperluan ini, digunakanlah akal pikiran yang bebas dan akal nurani
yang jernih serta membiarkan al-Qur'an berbicara sendiri dalam
memecahkan problem. Dalam perspektif pemahaman ini, pemahaman
terhadap ayat al-Qur'an tidak sekedar pada tataran kognifnif, tetapi
menuntut aktualisasi nyata sehingga masyarakat dapat merasakan
perubahan yang lebih baik. Dengan cara demikian, risalah Islam
sebagai hudan dan rahmat lial-'alamm terjadi di dalam masyarakat.
Hasil kongkrit dari studinya di Mekah setelah menunaikan ibadah haji
pertama ini, dapat dilihat dalam aktivitas keagamaan Ahmad Dahlan,
diantaranya:
- Pembenahan arah kiblat (1897)
- Masalah pemberian garis shaf untuk shalat (1897)
- Renovasi pembangunan mushalla Ahmad Dahlan, namun kemudiann
dibakar masyarakat (1898)
- Perluasan pembangunan dan pengembangan pesantren milik ayahnya
B

Realitas Sosio-Agama
Di Indonesia
1. Keberadaan Umat Islam
 Menurut pandangan Ahmad Dahlan, Islam saat ini sebagai agama maupun
tradisi pemikiran mengalami kemacetan total, sehingga tidak mampu
membawa masyarakat yang dinamis, maju dan modern
 Hal ini sangat berbanding terbalik ketika Islam berada di tangan Rasulullah
dan para Salafiyyun
 Pemahaman dan ajaran agama islam saat ini banyak dipengaruhi oleh
ajaran-ajaran nenek moyang, sehingga muncullah praktik agama yang
bid’ah, khufarat dan takhayul
 Realitas sosio-agama islam saat inilah yang memengaruhi latar belakang
terbentuknya muhamamdiyah oleh pemikiran KH Ahmad Dahlan
 Sebelum kehadiran islam, penduduk Nusantara mempunyai tiga
kepercayaan yaitu, dinamisme (air, matahari, pohon) , animisme
(arwah nenek moyang) dan totemisme (Jelmaan arwah dalam bentuk
binatang)
 Pengaruh agama Hindu dan Budhha terhadap masyarakat Indonesia
masih kental ketika muhammadiyah didirikan, namun perlahan islam
masuk ke Jawad an menggeser agama kepercayaan pra-islam tersebut
 Para wait dalam mengislamkan jawa dengan dua pola : Penggunaan
simbol dan lambang-lambang.
 Para wali melakukan pengislaman dengan corak islam kejawen :
pengamalan dengan cara melakukan sinkretasi antara islam tarekat
dan kepercayaan Hindu. Dengan istilah lain, islam kejawen hanya
mengaku islam tapi tidak melakukan ritual keagamaan dengan benar
sesuai kaidah Al Quran dan As Sunnah
 Dalam bidang ibadah dan kepercayaan, muatannya menjadi khufarat
(kepercayaan mengikuti nenek moyang tanpa pedoman Al Quran dan
Sunnah) dan Bid’ah (kurangnya ilmu beragama namun ingin memperbanyak
ritual, sehingga ritual yang dilakukan tidak bersumber pada ajaran islam)
 Contoh Khufarat : Penghormatan kuburan orang-orang yang dianggap suci,
meminta doa retu dan pertolongan ke ruh yang sudah meninggal adalah
bentuk sinkretisme dalam masyarakat jawa, Jimat
 Contoh Bid’ah : Selamatan, peringatan kematian
 Rifa’I menyimpulkan bahwa pengamalan islam yang dilakukan masyarakat
Jawa banyak yang menyimpang dari ajaran aqidah, akibatnya ajaran islam
tidak lagi murni dan tidak memberikan manfaat kepada pemeluknya
 Hal ini mendorong KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dengan
tujuan untuk membentuk masyarakat islam yang sebenar-benarnya
2. Keberadaan Umat Non Islam
Perkembangan kegiatan misi Kristen di Jawa merupakan faktor yang
menyebabkan lahirnya Muhammadiyah. Penetrasi Kristen ini berawal
ketika para penguasa Keraton Yogyakarta, atas desakan pemerintah
kolonial Belanda, menyetujui pencabutan larangan penginjilan terhadap
masyarakat Jawa. Sejak saat itu, wilayah jawa konsentrasi kebanyakan
kaum Muslim ini terbuka bagi kegiatan misionaris Kristen. Menyusul
perkembangannya sampai masa-masa awal "Polttik Etis" di tahun-tahun
pertama abad ke-20, sekolahsekolah misi Kristen mulai ikut serta dalam
program pendidikan pemerintah. Walaupun mayoritas masyarakat Jawa
bukanlah Muslim yang dari varian santri, toh mereka tetap merasa terkait
erat dengan Islam.
Sikap Belanda terhadap Islam di Indonesia bersifat ambigu,
Pemerintah kolonial Belanda menyatakan secara terbuka bahwa
"pemerintah Hindia Timur adalah representasi sebuah negara Kristen.
Ada tantangan dari misi Kristen yang sangat dirasakan oleh kaum
Muslim Indonesia, sebuah tantangan yang harus mereka hadapi dan
lawan dengan segala cara jika mereka ingin menjaga keutuhan agama
mereka. Kaum Muslim di Yogyakarta sangat merasakan gentingnya
situasi di atas dan terpanggil untuk mendirikan sebuah organisasi yang
akan membantu mengatasi situasi krisis tersebut. Berdirinya
Muhammadiyah adalah perkembangan logis untuk menghadapi kegiatan
misi Kristen yang diberi dukungan dan kekuatan luar biasa oleh para
penguasa kolonial Belanda.
C

Realitas Pendidikan Bangsa


Indonesia
1. Sistem Pendidikan Barat
Pendidikan Barat ini dikelola pemerintah kolonial di Jawa. Lembaga
pendidikan yang dikelola pemerintah ini disebut pendidikan umum dan
mengajarkan materi yang diajarkan di Eropa. Lembaga pendidikan ini
didirikan lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk mencetak kader pribumi
untuk menjadi pegawai pemerintah kolonial. Siswa-siswa di sekolah itu
berasal dari latar belakang abangan.
Pemerintah kolonial Belanda mendirikan pendidikan sekolah umum pertama
kali di Batavia pada tahun 1617, namun dikhususkan bagi anak-anak
Belanda. Pada tahun 1849 didirikan sekolah bagi anak-anak orang Jawa.
Syarat penerimaannya sangat ketat yaitu mempertimbangkan latar belakang
keluarga calon murid, status sosial orang tua murid dalam masyarakat,
keadaan lingkungan keluarga calon murid, uang sekolah dan penguasaan
bahasa Belanda sehingga siswanya sedikit.
Pada tahun 1848, muncul gagasan untnk meningkatkan kualitas dan
kuantitas pendidikan bagi pribumi. Para Gubernur diinstruksikan untuk
mendorong berdirinya sekolah-sekolah pribumi. Namun, dalam
prakteknya, sekolah-sekolah yang dibangun mayoritas dipenuhi oleh
orang Eropa, dan siswa-siswa berasal dari keluarga dengan latar
belakang Kristen.
Pada tahun 1864, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan
baru tentang kebolehan putra-putri bupati untuk memasuki dunia
pendidikan yang dikelola pemerintah. Kemudian diangkat penilik
sekolah yang dimaksudkan untuk mengawasi siswa-siswanya. Agar
pengawasan ini bisa efektif, maka pada tahun 1867 dibentuk departemen
khusus Pendidikan
Pada tahun 1871, kebijakan 1. Membaca dan menulis
pemerintah kolonial Belanda 2. Berhitung,
tentang pendidikan, ditetapkan 3. Ilmu bumi,
bahwa jumlah sekolah guru perlu 4. Sejarah,
ditambah; sekolah tingkat dasar 5. Ilmu alam,
terutama ditujukan untuk
6. Ilmu hayat,
mendidik putra-putri bangsawan;
7. Pertanian,
jumlah sekolah dasar perlu
8. Menggambar,
ditambah; pengajarannya dengan
menggunakan bahasa daerah 9. Menyanyi,
setempat (Melayu). Pelajaran- 10.Bahasa Belanda;
pelajaran dasar yang diajarkan :

Biaya sekolah dikurangi karena ada subsidi pemerintah; dan


pendidikan ini bersifat sekuler, karena agama tidak diajarkan
sebagai mata pelajaran pada sekolah pemerintah.
Sejak tahun 1889, pemerintah kolonial Belanda mengubah kebijakan tentang pendidikan,
khususnya setelah terjadinya pergantian penasihat urusan Islam dan pribumi di Indonesia
dan K.F. Holle ke C. Snouck Hurgronje. Kebijakan Snouck dalam persoalan pendidikan
dapat dipilah menjadi dua, yaitu politik asosiasi dan politik etis.Politik asosiasi adalah
bagian dari politik de-Islamisasi Belanda yang diciptakan oleh Snouck, yang dilakukan
dengan cara mendirikan banyak sekolah yang bertujuan menjauhkan siswa-siswa Muslim
dari keyakinan agama Islam. Politik etis adalah kebijakan pemerintah kolonial Belanda
untukbalas budi kepada yang dijajah.
Politik etis baru berjalan secara efektif, setelah Menteri Urusan Tanah Jajahan dijabat
oleh D. Fock menggantikan A.W K. Idenburg pada tahun 1905. D. Fock tampaknya
banyak dipengaruhi oleh Hurgronje. Baginya, untuk mengikis peran pesantren, diperlukan
pendidikan model Barat bagi pribumi kalangan atas, sehingga pengaruh budaya Barat
akan dapat menetralisasi peran pesantren melalui westernisasi dan sekularisasi.
Pada tahun 1914 didirikan Hollandsch Inlandsche School
(HIS), yang sebetulnya merupakan perubahan dari sekolah
kelas tiga, empat dan lima. Pada tahun yang sama didirikan
sekolah lanjutan tingkat pertama, yaitu Meer Uitgebreid
Lager Onderwijs (MULO) dan sekolah guru yang disebut
Normaal School, yang menerima murid dari lulusan
sekolah kelas sebelumnya yang lebih rendah tingkatnya.
Berdiri pula sekolah lanjutan tingkat atas yang disebut
dengan Algemeene Middlebare School (AMS). Kemudian
berdiri sekolah tinggi kedokteran, teknik dan hukum.
2. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Pendidikan pesantren merupakan pendidikan yang paling tua di Indonesia
dan sampai saat ini pendidikan pesantren masih terus suvive diantara
pendidikan luar pesaantren yang semakin modern, pada pendidikan pesantren
ini sendiri dapat diketahui jika keberlangsungan dari suatu pesantren sangat
berpengaruh pada daya tarik dari tokoh sentralnya seperti kyai.
Model pendidikan di pesantren sendiri dapat di maknai dengan model
pendidikan yang mengedepankan pendidikan karakter dan pemahaman
terhadap ke agamaan, moral-etika, etos kerja hal tersebut lah yang menjadi
basis keunggulan pesantren. Penanaman karakter terhadap para santri di
pesantren memang menjadi suatu prioritas guna menjadi fondasi dan pilar bagi
para santri ketika sudah lulus nanti.
Pada era globalisasi ini, pesantren sendiri mengalami
suatu perkembangan yang sangatlah pesat dan di tengah
sosio-kultural masyarkat yang saat ini beragam dari
berbagaimacam aspek dan pondok pesantren memiliki
peran yang kuat dalam membentuk kebudayaan di
Indonesia dalam artian dimana pesantren ini sendiri
memiliki fungsi dan tujuan jelas dala model pendidikan-
nya yaitu dengan mencetak generasi muslim yang
intelektual dan berakhlaqul karimah.
D

REALITAS POLITIK
ISLAM HINDIA
BELANDA
Dalam tataran teoritis, politik Islam Hindia Belanda sebetulnya ingin
menerapkan kebijakan netralitas terhadap agama, tidak memihak kepada
agama tertentu dan tidak memandang agama tertentu pula sebagai sesuatu
yang berbahaya. Namun, dalam tataran realitas, netralitas yang didengungkan
itu hanya omong kosong. Kebijakan netralitas itu hanya strategi semata untuk
mengelabuhi umat Islam agar umat Islam bisa menerima kehadirannya sebagai
penjajah.

Ada 2 periode dalam melihat poitik islam hindia belanda:


1. Pertama, periode sebelum kedatangan Snouck Hurgronje
Belanda hanya berprinsip agar penduduk Indonesia yang beragama
Islam tidak membrontak. Untuk memenuhi prinsip ini, Belanda
menerapkan dua strategi, di yaitu pihak, Belanda membuat kebijakan-
kebijakan yang sifatnya membendung dan mengeliminir sedemikian rupa
kegiatan-kegiatan keislaman (kristenisasi, pembatasan ibadah haji, dll).
2. Kedua, periode setelah Snouck Hurgronje manjadi penasehat Belanda
untuk urusan Pribumi di Indonesia. Secara umum, terdapat tiga prinsip
utama kebijakan Islam yang disarankan Hurgronje.
- Pertama, dalam semua masalah ritual keagamaan, misalnya ibadah,
rakyat Indonesia harus dibiarkan bebas menjalankannya.
- Kedua, bahwa sehubungan dengan lembaga-lembaga sosial Islam, atau
aspek mu'amalah dalam Islam, seperti perkawinan, waris, wakaf dan
hubungan-hubungan sosial lainnya, pemerintah harus berupaya
mempertahankan dan menghormati keberadaannya.
- Prinsip ketiga, dan paling penting, bahwa dalam masalah politik,
pemerintah dinasehatkan untuk tidak menoleransi kegiatan apa pun
yang dilakukan oleh kaum Muslimin yang dapat menyebarkan seruan-
seruan Pan-lslamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau
bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda
S. Hurgronje sangat menekankan pendidikan Barat terutama untuk para
bangsawan dan kaum aristokrat Indonesia. Para bangsawan dan aristokrat
Indonesia adalah kelompok sosial yang paling cocok untuk pertama-tama
ditarik masuk ke dalam orbit kebudayaan Barat dan dijadikan sebagai
rekanan. Hal ini didasarkan atas hasil observasi Hurgronje bahwa sebagian
besar rakyat lebih dipengaruhi oleh tradisi-tradisi lokal dibandingkan dengan
pengaruh Islam, dan bahwa kelompok bangsawan tampaknya memiliki
wewenang dan pengaruh lebih besar. dibandingkan para pemimpin santri.
Meskipun cukup sukses, kebijakan Islam yang dirancang Hurgronje juga
menemukan banyak kegagalan. Salah satu kesalahan Hurgronje adalah pandangan yang
menyepelekan kemampuan Islam sebagai sebuah kekuatan yang dinamis dalam
melakukan reformasi dan modernisasi diri. Satu aspeknya adalah ritual, yakni pelaksanaan
ibadah haji ke Mekah, yang dinasehatkan Hurgronje agar dibiarkan bebas dari campur
tangan pemerintah. Padahal, ibadah Haji merupakan tempat kaum Muslim dari seluruh
dunia saling berinteraksi dan bertukar gagasan dan pengalaman yang merupakan sumber
gagasan Islam yang modern dan revolusioner di Indonesia. Tidak kalah penting adalah
tumbuhnya banyak gerakan modernis yang dipelopori oleh para sarjana Muslim sebagai
respon atas kebijakan kolonial Belanda dalam bidang pendidikan.
Dekade pertama abad ke-20 ini ditandai oleh ketidak-puasan di kalangan kaum
Muslim terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda mengenai Islam. Kebijakan ini,
yang diklaim sebagai tengah menyuarakan "netralitas dalam masalah agama", terbukti
omong kosong belaka. Dengan latar belakang inilah berbagai gerakan reformis di wilayah
ini mulai tumbuh. Akhirnya, gerakan-gerakan reformis ini, baik yang bercorak nasionalis
maupun religius, terbukti merupakan ancaman serius bagi rezim kolonial.
Pemerintah mengembangkan sikap ganda terhadap gerakan
rasionalis ini, pada mulanya toleransi dan represi. Pada awalnya
diyakini bahwa tumbuhnya kesadaran politik merupakan konsekuensi
logis kebijakan pendidikan mereka. Meskipun demikian, karena
gerakan-gerakan itu mulai menunjukkan giginya, pemerintah
mengambil sikap lebih keras terhadap mereka. Manifestasi nyata
gerakan nasionalis ini adalah berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908.
Organisasi ini segera disusul oleh sebuah organisasi politik yang lebih
merakyat dan berkecenderungan Islam yang kuat, yaitu Sarekat Islam.
Hampir bersamaan dengan itu, berdiri pula Muhammadiyah.
Sementara Budi Utomo membatasi kegiatannya pada bidang
kebudayaan. Sarekat Islam lebih memfokuskan kegiatan ekonomi dan
politik. Sementara itu, Muhammadiyah menfokuskan upayanya untuk
mempertahankan Islam pada masa umumnya.
E
PROSES
MUHAMMADIYAH
BERDIRI
Proses ini diawali dengan interaksi yang terjadi antara KH Ahmad Dahlan dengan
teman-teman dari Budi Utomo, yaitu R Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Budi
Utomo adalah organisasi pergerakan nasional yang berdiri pada tahun 1908, disana
Ahmad Dahlan bergabung dalam organisasi tersebut dan dijadikan penasehat. Di
Budi Utomo. Pada organisasi terebut Ahmad Dahlan belajar tentang dua hal,
pertama, belajar ilmu organisasi; dan kedua, sebagai sarana aktualisasi ajaran
Islam. Ahmad Dahlan berkeyakinan bahwa untuk mendirikan Muhammadiyah
diperlukan manajemen organisasi yang baik.
Lalu Pada tahun 1911, Ahmad Dahlan mendirikan sekolah rakyat, yang diberi nama
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang menggabungkan dua sistem pendidikan,
yaitu sistem pesantren dan sistem pendidikan Barat. Kemudian ada saran dari salah satu
siswa Ahmad Dahlan untuk mendirikan organisasi, Selain bertujuan untuk
mengaktualisasikan pikiran-pikiran KH Ahmad Dahlan, mendirikan Muhammadiyah juga
bertujuan untuk mewadahi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah.

- Langkah pertama, Ahmad Dahlan menemui dan berdiskuai dengan Budihardjo dan R.
Dwijosewojo, guru Kweekschool di Guperment Jetis. Ini dilakukan setelah ia
mengadakan pertemuan dengan para santrinya, yang menyetujui berdirinya
persyarikatan dengan melibatkan juga sumber daya manusia dari kalangan
cendekiawan.
- Langkah kedua, Ahmad Dahlan mengadakan pertemuan dengan orang-orang dekat,
dan memikirkan bakal berdirinya organisasi tersebut.
- Langkah ketiga, Ahmad Dahlan dan keenam anggota baru Budi Utomo itu mengajukan
permohonan kepada Hoofdbestuur Budi Utomo supaya mengusulkan berdirinya
Muhammadiyah kepada pemerintah Hindia-Belanda. Pada 18 November 1912 bertepatan
dengan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah permohonan dikabulkan

- Langkah keempat, Ahmad Dahlan mengadakan rapat pengurus pertama kali guna
mempersiapkan proklamasi berdirinya Muhammadiyah. Dalam rapat ini, diputuskan bahwa
proklamasi berdirinya Muhammadiyah bersifat terbuka untuk masyarakat umum

- Langkah kelima, memproklamirkan berdirinya Muhammadiyah yang dihadiri masyarakat


umum, Sri Sultan STUDI KEMUHAMMADIYAHAN 63 Hamengkubuwono VII serta
pejabat lainnya yang diundang. Acara seremonial ini berjalan seperti pada umumnya, yaitu
diawali sambutan pembukaan oleh Ahmad Dahlan dengan membaca beberapa ayat Al-
Qur'an dan surat al-Fatihah, pembacaan surat izin sebagai legalitas berdirinya
Muhammadiyah, dan ditutup dengan doa, sebagai kata akhir dibacakan oleh Ahmad Dahlan
surat al-Fatihah
F
Tujuan
Muhammadiyah
Rumusan maksud dan tujuan muhammadiyah telah mengalami
perubahan 7 kali semenjak pertama kali didirikan, diantaranya yaitu:
1. Rumusan pertama:
a. Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk bumi putra, di dalam residen Yogyakarta.
b. Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.

2. Rumusan kedua :
c. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama
islam di hindia belanda
d. Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan
agama islam kepada sekutu-sekutunya.
3. Rumusan ketiga (1942-1945):
"Sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama
seluruh Asia Timur Raya di bawah pimpinan Dai Nippon, dan memang
diperintahkan oleh Tuhan Allah maka perkumpulan ini :
1. Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang
selaras dengan tuntunannya,
2. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum,
3. Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti
yang baik kepada anggota-anggotanya.
 
4. Rumusan keempat (1950):
Menegakkan dan menjunjzing tinggi agama islam sehingga dapat
mewujzi-dkan masyarakat islam yang sebenar-benamya.
5. Rumusan kelima (1959):
Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
 
6. Rumusan keenam (1085):
Menegakkan dan menjunjung tinggi agama, Islam sehi'ngga tenvzijzid
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.
 
7. Rumusan ketujuh (2000):
Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
SEKIAN
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai