Anda di halaman 1dari 10

KONFLIK RUSIA UKRAINA

DALAM PERSPEKTIF
PERADILAN HUKUM
INTERNASIONAL

Yulia Agustin Endang Komarudin


Dwi Astuti Utami Hermansyah
LATAR BELAKANG
● Konflik Rusia dan Ukraina di wilayah Semenanjung Crimea menjadi isu
penting dalam ranah internasional, karena berdampak besar bagi negara lain,
baik itu dari segi politik maupun ekonomi. Dalam konflik tersebut sudah
banyak korban yang tewas dari serangan-serangan militer kedua negara,
baik dari warga sipil maupun militer. Adapun referendum yang dilakukan
oleh Rusia beserta parlemen Crimea membuat kedaulatan Ukraina terancam.
Referendum yang dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2014 yang
menghasilkan 96,8 % penduduk Semenanjung Crimea memilih bergabung
dengan Federasi Rusia. Hal ini lah yang membuat perdebatan di kancah
internasional, terkait legal hukum referendum tersebut.
Identifikasi Masalah

1. Bagaimana legalitas intervensi Rusia terhadap Ukraina dalam perspektif


internasional?
2. Bagaimana konflik Rusia Ukraina dalam perspektif peradilan hukum
internasional ?
Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana legalitas intervensi Rusia terhadap Ukraina dalam


perspektif internasional ?
2. Untuk mengetahui bagaimana konflik Rusia Ukraina dalam perspektif peradilan hukum
internasional ?
PEMBAHASAN
● Intervensi adalah bentuk keikutsertaan dengan situasi di negara lain di bawah kediktatoran. Asas
non-interferensi adalah salah satu asas dasar hukum internasional yang kaitannya erat sekali
dengan kedaulatan nasional. Prinsip ini merupakan kebalikan dari sikap suatu negara yang ingin
bertindak dan menguasai suatu negara berdasarkan berbagai aspek dari negara yang ada. Menurut
Ija Suntana dan Mahmud bahwasannya “The expansionism has a particular view that every
country, anywhere in anytime is tend to subjugate other countries. The tendency for the world
unification under one ideology and one system part of the process of subjugating other
countries.” Ekspansionisme setiap negara, sepanjang waktu, cenderung menundukkan negara
lain. Kecenderungan untuk menyatukan dunia menurut satu ideologi dan satu sistem merupakan
bagian dari proses penaklukan bangsa lain. Model idealisme mengidealkan dunia sebagai damai
dan bekerja sama untuk saling melengkapi. Oleh karena itu, tujuan hubungan internasional adalah
untuk mencapai tatanan dunia yang damai dan kooperatif. Pandangan idealis ini dipandang tidak
realistis dan kontras dengan kasus-kasus aktual yang terjadi dalam hubungan antar negara, yang
keduanya kontradiktif dan harmonis.
● Prinsip non-interferensi adalah suatu bagian hukum kebiasaan internasional dan didasarkan pada
konsep penghormatan terhadap kedaulatan teritorial nasional. Prinsip ini secara khusus diatur
dalam Pasal 2 (7) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ketentuan Piagam dengan jelas
menyatakan bahwa campur tangan antar negara tidak diperbolehkan. Negara berdaulat tidak
hanya independen, mereka memiliki ukuran yang sama. Kesepakatan ini semakin diperkuat
dengan Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/25/2625 (XXV) tanggal 24 Oktober 1970, yang
kemudian diadopsi sebagai Deklarasi Majelis Umum tentang Prinsip-Prinsip Hukum
Internasional, dan hubungan persahabatan antar negara yang terkena dampak. kerjasama dengan.
Dalam Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa. Negara berdaulat tetap tunduk pada hukum
internasional dan tidak boleh melanggar kedaulatan negara lain.

● Dalam hal ini, Rusia jelas melanggar prinsip non-intervensi dengan melakukan intervensi di
Ukraina. Hasil dari intervensi ini ternyata sangat berbeda. Presiden AS Barack Obama telah
menyatakan keprihatinan mendalam bahwa Rusia telah jelas melanggar kedaulatan dan integritas
teritorial Ukraina. Uni Eropa senang memberlakukan berbagai sanksi ekonomi dan politik
terhadap Rusia, termasuk beberapa pemimpinnya.
Penyelesaian yudisial (judicial settlement) atau peradilan

● Penyelesaian yudisial berarti suatu penyelesaian dihasilkan melalui suatu


pengadilan yudisial internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya
dengan memperlakukan kaidah-kaidah hukum. Pengadilan dapat dibagi ke
dalam dua golongan yaitu pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau
pengadilan khusus. Peradilan internasional berbeda dengan arbitrasi
internasional yaitu peradilan internasional memutuskan masalah yang
diajukan hanya dengan berdasarkan ketentuan hukum. Sedangkan, arbitasi
internasional memutuskan masalah yang diajukan dapat berdasarkan
ketentuan hukum ataupun berdasarkan kepantasan dan kebaikan dan di
samping itu acara dalam peradilan internasional pada dasarnya dengan
keterbukaan. Sedangkan, arbitrasi internasional dengan ketertutupan.
● Pada penyelesaian konflik Rusia Ukraina pada pasal 33 PBB, prioritasnya adalah
penghentian gencatan senjata melalui perundingan diplomatik (jalur politik maupun hukum)
sedangkan Ukraina sudah submit ke ICC dalam jalur hukum. Menurutnya menghentikan
melalui jalur politik akan menjadi kurang efektif karena Rusia mempunyai hak veto
sehingga bisa memveto Rusia dalam kasus ini, yang artinya perlu ada reformasi dalam hal
memvoting, namun pada jalur hukum terjadi disagregasi kasus dimana hal tersebut
membuat banyak sekali kasus hukum yang mungkin kurang dipahami dua wilayah Ukraina
dan pelanggaran diskriminasi rasial. Rusia tidak menyanggah yurisdiksi ICJ namun Rusia
menyanggah di Yurisdiksi materinya, tetapi meskipun begitu perundingan mengenai
disagresi kasus-kasus yang ada antara Rusia dan Ukraina masih belum lanjut karena masih
ada pelanggaran hukum internasional pada Rusia dan Ukraina semenjak invasi.
● Rencana untuk menyeret Presiden Rusia Vladimir Putin beserta para
komandan militernya ke pengadilan internasional dipelopori oleh Wakil Kepala
Kantor Kepresidenan Ukraina Andriy Smirnov. Pihaknya mendesak
penyelidikan dugaan 'kejahatan agresi'.
● Definisi kejahatan agresi diadopsi dalam Statuta Roma untuk Mahkamah
Pidana Internasional pada 2010. Gagasan serupa tentang "kejahatan terhadap
perdamaian" juga digunakan dalam persidangan di Nuremberg dan Tokyo
setelah Perang Dunia Kedua.
● Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang telah mengadili kejahatan
paling parah selama 20 tahun terakhir, sudah menyelidiki kejahatan perang,
kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida di Ukraina. Namun, pihaknya
tidak dapat mempertimbangkan tuduhan agresi. Sebab, Ukraina maupun
Rusia tidak meratifikasi Statuta Roma.
● Pengadilan ini adalah "satu-satunya cara untuk memastikan bahwa para
penjahat yang memulai perang Ukraina dimintai pertanggungjawaban dengan
cepat," kata Smirnov kepada AFP.
● "Dunia memiliki ingatan yang pendek. Itu sebabnya saya ingin pengadilan ini
mulai bekerja tahun depan."
● Ukraina tahu bahwa terdakwa tidak akan hadir, tetapi pengadilan ini "akan
berfungsi untuk memastikan orang-orang ini dicap sebagai penjahat, dan
KESIMPULAN
● Konflik semakin memanas karena hilangnya Presiden Ukraina Viktor Yanukovych dari Kyiv dan
perilaku arogan para pengunjuk rasa di beberapa gedung pemerintah Ukraina. Viktor Yanukovych
resmi mengundurkan diri dan untuk sementara digantikan oleh Presiden Olexander Turchnyov
dan pada tahun 2015 digantikan lagi oleh Presiden Petro Poroshenco, yang kemudian membentuk
pemerintahan baru di Ukraina yang pro-Uni Eropa. Perubahan tren politik di Ukraina membuat
Rusia semakin agresif ketika upayanya untuk mendominasi Ukraina gagal. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi munculnya intervensi Rusia di Ukraina, yaitu faktor geopolitik, demografi,
dan sosial politik. Dalam proses perdamaian ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang
dinilai mampu menengahi dan membantu penyelesaian konflik Ukraina-Rusia karena Indonesia
memiliki pengalaman dalam penyelesaian konflik, termasuk konflik antara Ukraina dan Rusia.
Jakarta pada tahun 1988 dan 1989. Indonesia juga merupakan negara netral, baik menghadapi
Rusia maupun Ukraina. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan Indonesia sebagai mediator dalam
menyelesaikan konflik ini.

Anda mungkin juga menyukai