Anda di halaman 1dari 16

PARADIGMA ILMU

DALAM BK
FILSAFAT ILMU

Ahmad Chandra Jaya (22113251065)


Putri Luthfiyah Zahra (22113251062)
A. Paradigma Ilmu Bimbingan Konseling
- Pada tatanan global (Tucker, 2001 dalam Willard, 2016) mengidentifikasi
adanya sepuluh tantangan di abad 21 yaitu: (1) (speed), (2) (convinience), (3)
(age wave), (4) (choice), (5) (life style), (6) (discounting), (7) (value added),
(8) (costumer service), (9) (techno age), (10) (quality control).
- accelerated learning, learning revolution, megabrain, quantum learning,
value clarification, learning than teaching, transformation of knowledge,
quantum quotation (IQ, EQ, SQ, dll.)

Paradigma bimbingan dan konseling berarti seperangkat asumsi,


konsep, nilai, dan praktek pelaksanaan yang merupakan cara
pandang dari bimbingan dan konseling untuk melayani
masyarakat. Untuk itu, di dalam disiplin bimbingan dan konseling
sudah semestinya ada asumsi, konsep, nilai, dan seperangkat
pelaksanaan yang merupakan perspektif dalam melayani
masyarakat.
Melihat tabel diatas maka dapat diperbandingkan paradigma bimbingan dan konseling di sekolah. Secara garis besar
dapat dipahami pada masa lalu paradigma bimbingan dan konseling hanya memberikan layanan, kemudian pada
saat sekarang bimbingan dan konseling yang ditransformasikan dengan visi baru yang bersifat proaktif, dan pada
masa yang akan datang maksud dan tujuan program bimbingan dan konseling harus disesuaikan dan
diintegrasikan dengan lembaga pendidikan. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa pada masa lalu, abad ke -20,
layanan bimbingan dan konseling diarahkan kepada tiga bentuk layanan yaitu: konseling, konsultasi, dan
koordinasi.
Paradigma yang dikembangkan Blocher berimplikasi pada
model praktik profesional. Pada layanan profesional modern
(masa perkembangan psikoanalisa) pendekatan konseling sering
disebut sebagai model kesehatan mental masyarakat
(community mental health model).
Bimbingan dan konseling komprehensif, merupakan paradigma
layanan bimbingan dan konseling yang diadopsi dari model
nasional ASCA. Pendekatan komprehensif (comprehensive in
scope) merupakan konsep layanan yang merefleksikan
pendekatan pada landasan program, sistem layanan, manajemen
dan akuntabilitas (fondation, delivery, management and
accountability).

Thomas Khun – 1922-1996 Donald H. Blocher – 1928-2013


Karya Thomas Kuhn yang fenomenal adalah The Structure of Scientific Revolution (1962) dan The Essential Tension: Selected Studies in
Scientific Tradition and Change (1977). Dalam pemikiran paradigmanya Thomas Kuhn menjelaskan bahwa paradigma merupakan suatu cara
pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar atau memecahkan sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat pada suatu tertentu.
Sedangkan secara umum, paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menentukan seseorang dalam
bertindak pada praktik. Dengan demikian, maka paradigma adalah ibarat sebuah jendela tempat orang mengamati dunia luar, tempat orang
bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya (worldview).
Orientasi layanan ditujukan untuk semua siswa dengan penekanan pada
kesuksesan akademik. Fondation merupakan landasan, misi, bidang
layanan dan kompetensi sedangkan delivery system berkaitan dengan
konsep guidance curriculum yang sering diterjemahkan secara bebas
dengan makna layanan dasar. Delivery system juga bersinggungan
dengan perencanaan individual (individual planning), layanan
responsive (responsive service) dan dukungan system (system support).
Management system meliputi deskripsi tugas setiap konselor; dewan
penasehat (bertugas mereview dan membuat rekomendasi); penggunaan
data; rencana tindakan; jadwal.
B. Fenomenologi
Husserl adalah seorang filsuf Jerman, yang dikenal sebagai bapak fenomenologi. Karyanya
meninggalkan orientasi yang murni positivis dalam sains dan filsafat pada masanya, dan
mengutamakan pengalaman subyektif sebagai sumber dari semua pengetahuan kita tentang
fenomena obyektif.
Fenomen berasal dari kata Inggris (phenomenon) dan Yunani, phainomenon, yaitu apa yang
tampak. Fenomen mempunyai pengertian suatu obyek atau gejala yang tampak pada kesadaran
kita secara indrawi. Dalam arti sempit, fenomenologi adalah ilmu tentang gejala yang
menampakkan diri pada kesadaran kita. Dalam arti luas, fenomenologi adalah ilmu tentang
fenomen-fenomen atau apa saja yangtampak.
Menurut feomenologi, realitas dapat ditangkap oleh pengertian manusia. Pengertian adalah
tempat bertemu dan bersatunya manusia dengan realitas. Dalam pertemuan itu realitas
menampakkan diri, menggejala, akan tetapi ia juga menyembunyikan diri. Pengertian manusia
tentang susuatu hal bisa bertambah, menjadi lebih sempurna. Bertambah dan sempurnanya
Edmund Gustav Albrecht Husserl pengertian itu karena manusia selalu menyelidiki, bertanya, dan terus bertanya.
(1859-1938) Fenomenologi sebagai metode filsafat yang digunakan Husserl bertujuan menerangkan bahwa
pengetahuan manusia betul-betul mempunyai, artinya kita mengerti dan dalam pengertian itu
kita dapat mengatakan bahwa pengertian itu mempunyai obyek.
Sub dalam Fenomologi
01 02 03
Rasional Empirik Logik, Etik, Emik, Dan Phenomenologi Era
Interpretif Noetik Grounded
Fenomenologi

04 05 06
Era Content Of Era Social Action Content Analysis
Culture Phenomenologik
1. Rasional Empirik Interpretif Fenomenologi
Rasional empirik merupakan karakteristik semua ilmu mu'takhir, yaitu mengakui
kebenaran bila terdukung oleh rasionalitas dan bukti empirik. Terbukti adanya
sinkronisasi antara rasio dengan empiri. Sampai saat ini dikenal setidaknya tiga
filsafat ilmu, yaitu: pertama, rasional empirik obyektif, baik kualitatif maupun
kuantitatif; kedua, rasional empirik interpretif bahasa; dan ketiga, rasional empirik
interpretif phenomenologik.

a. Filsafat Phenomenologik

b. Interpretif Phenomenologik

c. Intensional, Intersubyektif, Intuitif, Dan Transendendental Logik


2. Logik, Etik, Emik, Dan Noetik
Filsafat rasional empirik obyektif mengenal kebenaran logik
dan kebenaran etik. Dengan dikenalnya filsafat
phenomenologi maka kebenaran yang dikenal sebagai
kebenaran menjadi bertambah, yaitu kebenaran emik dan
kebenaran noetik.

 Kebenaran Logik

 Kebenaran Etik

 Kebenaran Emik

 Kebenaran Noetik
3. Phenomenologi Era Grounded
Para sosiolog-antropolog, seperti Geertz misalnya, masuk ke Nganjuk (1973)
dengan konsep sosiologi fungsional menemukan kesulitan dalam menerapkan
teorinya, akhirnya Geertz membiarkan masyarakat mengungkapnya sendiri, yang
menghasilkan tiga kelom- pok masyarakat, yaitu: abangan, santri, dan priyayi.
Para peneliti lain mulai juga meneliti dengan membiarkan masyarakat itu sendiri
memaknai empiri mereka. Muncul lah sosok-sosok seperti Glasser & Strauss
(grounded research), Bogdan (ethno- methodologi), Guba (paradigma
naturalistik), dan Blumer & Kuhn (interaksi simbolik). "Membiarkan masyarakat
memaknai sendiri" membutuhkan filsafat yang berbeda, bukan positivisme yang
mendasarkan interpretasi peneliti.
4. Era Content Of Culture
Para antropolog Inggris meneliti di Afrika, pada tahun 1970an, dengan cara yang
sama, yaitu berangkat dari empiri, antara lain Mary Douglas. Pada tahun 1980an
mereka diundang ke AS. Berkembanglah yang penulis sebut era content of
culture, dan diramaikan dengan tokoh- tokoh seperti Berger Swiss (1981), karya
Faucoult Perancis (1969), Habermas Jerman (1976), dan lainnya.
Konsep emik berkembang menjadi konsep noetik. Moral emik yang dikritik
sebagai representasi personal, diubah menjadi moral noetik yang langsung
diangkat dari grass root.
5. Era Social Action
Pada era grounded, peneliti berupaya mengungkap
intensional masyarakat itu sendiri. Bagi masyarakat yang
konsep right or wrongnya tertinggal, maka akan terus
tertinggal.
Pada era content of culture, peneliti berupaya mencermati
intensional masyarakat apakah salah/tidak (dalam makna
dalam kriteria right or wrong), dicermati salahnya diberi
pemahaman untuk menggunakan yang benar.
Pada era social action, peneliti memfasilitasi dan kalau perlu
mel dalam diskusi agar konsep intensionalnya dapat maju
menjadi setar (emansipatif) dengan masyarakat lainnya.
6. Content Analysis Phenomenologik
Content analysis dalam phenomenologik pada waktu ini berken bang dalam tiga
model, yaitu: model discourses, focused group discussion & cooperative inquiry.

A. Model Discourses

B. Model Focused Group Discussion

C. Model Cooperative Inquiry


C.Hermeneutik
Dalam arti terminologisnya, hermeneutik adalah suatu proses
mengubah sesuatu situasi ketidaktauhan menjadi mengerti. Dilihat dan
segi etimologis, hermeneutik berasal dan bahasa Yunani Hemieneuein,
yang artinya menafsirkan. Kata benda hermeneia, berarti penafsiran
atau interprestasi. Dangan melihat segi asal kata ini, maka kata
hermeneutik sangat sederhana. Dalam arti setiap orang dapat
memberikan penafsiran terhadap suatu objek yang dihadapinya, tetapi
dalam arti filosofis manafsir tidak hanya menafsir, banyak syarat-
syarat yang harus dipenuhi supaya penafsiran tidak melenceng dari
makna yang terkandung dalam objek tersebut.
Ruang Lingkup Hermeneutik
Menurut Dilthey, seni interpretasi lahir berserta aturan-aturan sendiri, lahir
karena ada pertentangan atau konflik antara aturan-aturan tersebut dan karena
munculnya antagonisme antara gaya atau corak yang berbeda-beda dalam
karya-karya interpretasi. Hermeneutik adalah seni menginterpretasi naskah
yang bersifat monumental atau karya-karya besar. Sebagai filsuf, filsafat
sajarah, Dilthey menyatakan peristiwa sejarah dapat dipahami melalui (1)
memahami arti sudut pandang atau gagasan para pelaku asli (2) memahami arti
atau makna kegiatan-kegiatan mereka pada hal-hal yang secara langsung
berhubungan dengan peristiwa sejarah (3) menilai peristiwa-peristiwa tersebut
berdasarkan gagasan yang berlaku pada saat sejarawan hidup.
Richard E. Palmer menyimpulkan bahwa dalam perkembangannya,
hermeneutika terbagi dalam beberapa pembahasan yaitu :

 Hermeneutika sebagai Teori Penafsiran Kitab Suci

 Hermeneutika sebagai Metode Filologi

 Hermeneutika sebagai Ilmu Pemahaman Linguistik

 Hermeneutika sebagai Sistem Interpretasi

 Hermeneutika sebagai Sistem Penafsiran

Anda mungkin juga menyukai