Anda di halaman 1dari 12

KB 2

DAMPAK TUNA RUNGU


DAN GANGGUAN
KOMUNIKASI BAGI
PERKEMBANGAN ANAK
Dampak Tuna Rungu Terhadap Perkembangan Bicara
dan Bahasa
Perolehan kemampuan berbicara dan berbahasa
erat kaitannya dengan kemampuan mendengar
Kemampuan berbicara dan berbahasa diperoleh
melalui proses peniruan bunyi-bunyi bahasa.
Dengan demikian, anak tunarungu terutama sejak
lahir, tidak memperoleh stimulasi bunyi-bunyi bahasa
yang dapat ditiru sebagai awal perkembangan bicara
dan bahasa Kemampuan berbicara tersebut diperoleh
melalui tahapan-tahapan tertentu.
Tahapan normal perkembangan bicara yang dikemukakan oleh Robert M. Smith
dan John T. Neiswork (1975) sebagai berikut:
Fase reflexive vocalization (0-6 minggu). Pada fase ini bayi mengomunikasikan rasa lapar, sakit,
atau rasa tidak nyaman melalui tangisan
Fase babling/vocal play (6 minggu 6 bulan). Pada fase ini bayi mengeluarkan suara-suara seperti
berkumur, dan ia mulai bereaksi terhadap suaranya sendiri. la kemudian mengoceh secara
berulang-ulang dengan berbagai tipe suara sesuai dengan bertambahnya usia.
Fase Lalling (6-9 bulan). Pada fase ini makin sering terjadi self imitation (bayi mendengar
suaranya sendiri dan mengulanginya Vokalisasi biasanya mencakup pengulangan suku kata yang
terdiri dari konsonan dan vokal, seperti ma-ma-ma; pa papa.
Fase echolalic (9-12 bulan) Fase ini sering disebut fase membeo, karena bay meniru suara-suara
yang dibuat orang lain, dan suara-suara yang ditiru tersebut masih belum mempunyai arti
Fase True speech (12-18 bulan). Pada fase ini anak mengatakan kata pertamanya dan ia
menggunakan bahasa secara sengaja yang bertujuan sebagai alat untuk berkomunikasi Kata
pertamanya biasanya berupa suku kata tunggal seperti "ma", atau dua suku kata yang sama
seperti "mama"
Dampak Tuna Rungu Terhadap Kemampuan Akademis
Pada umumnya anak tunarungu yang tidak disertai kelainan lain, mempunyai intelegensi yang normal,
namun sering ditemui prestasi akademik mereka lebih rendah dibandingkan dengan anak mendengar
scusianya. Berkaitan dengan hal tersebut coba Anda perhatikan pendapat Lanny Bunawan (1982: 4) yang
menyatakan bahwa "ketunamunguan tidak mengakibatkan kekurangan dalam potensi kecerdasan
mereka akan tetapi siswa tunarungu sering menampakkan prestasi akademik yang lebih rendah
dibandingkan dengan anak mendengar seusianya" Untuk memahami hal tersebut Anda harus memahami
bahwa pengembangan potensi kecerdasan dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa, sedangkan dampak
yang nyata dari tunarungu adalah terhambatnya kemampuan berbahasa.
Perkembangan kecerdasan anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan mereka yang mendengar. Anak
yang mendengar belajar banyak dari apa yang didengarnya,
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa anak tunurungu cenderung memiliki prestasi akademik yang
rendah, tetapi tidak untuk semua mata pelajaran Anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang
rendah dibanding anak mendengar seusianya pada mata-mata pelajaran yang bersifat verbal seperti
Bahasa Indonesia, IPA IPS, PPKN. Matematika (dalam soal cerita), dan Seni Suara; tetapi pada mata
pelajaran yang bersifat nonverbal seperti pelajaran Olah Raga dan Keterampilan, pada umumnya relatif
sama dengan temannya yang mendengar
Dampak Tuna Rungu Terhadap
Aspek Sosial-Emosional
Ketunarunguan dapat menyebabkan perasaan terasing dari
pergaulan sehari-hari. Pada umumnya keluarga yang mempunyai anak
tunarungu mengalami banyak kesulitan untuk melibatkan anak
tersebut dalam keadaan dan kejadian sehari-hari agar ia tahu dan
mengerti apa yang terjadi di lingkungannya. Di samping itu,
kekurangan pemahaman terhadap bahasa lisan dan tulisan seringkali
menyebabkan anak tunarungu menafsirkan segala sesuatu itu negatif
atau salah. Keadaan seperti itu menyebabkan anak tunarungu
memiliki kecenderungan untuk bersikap yang mengarah pada
kematian dalam penyesuaian diri. Namun, apabila keluarga
memberikan perhatian dan dukungan yang penuh serta
melaksanakan intervensi dini, anak tunarungu dapat lebih
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Sikap-sikap yang dimaksud adalah sebagai berikut
a. Pergaulan yang terbatas pada sesama tunarungu
Sebagai akibat keterbatasan dalam berkomunikasi, anak tunarungu cenderung
untuk bergaul/bersosialisasi dengan sesama tunarungu atau menarik diri dari
lingkungan orang mendengar. Keadaan seperti ini, nampak sekali pada tunarungu
remaja, terutama yang sekolah di sekolah khusus seperti SLB-B. Sebagai contoh, anak
tunarungu setelah kegiatan sekolah selesai, sering kali tidak langsung pulang ke
rumah melainkan main- main dulu dengan teman sesama tunarungu Dengan adanya
sistem pendidikan integrasi maupun pendidikan inklusi, di mana anak tunarungu
belajar bersama anak mendengar di sekolah biasa, diharapkan pergaulan anak
tunarungu dapat lebih luas lagi, tidak terbatas pada sesama tunarungu. Oleh karena
itu, apabila di kelas Anda terdapat siswa tunarungu, hendaknya Anda memberikan
pengarahan kepada siswa lainnya untuk bersikap responsif dan meraih temannya
yang kurang beruntung tersebut agar ia merasa menjadi bagian dari kelompoknya.
b. Memiliki sifat egosentris yang melebihi anak normal.
Daerah pengamatan anak tunarungu lebih kecil dibandingkan dengan anak yang
normal. Salah satu unsur pengamatan yang terpenting adalah pendengaran,
sedangkan anak tunarungu tidak atau kurang memiliki unsur tersebut. Pengamatan
anak tunarungu lebih tertumpu pada unsur penglihatan.
Dengan demikian, anak tunarungu kurang memiliki kontak dengan dunia sekelilingnya
Bagi anak tunarungu kurang dengar, masih memiliki sebagian kecil dari pada pengamatan
melalui pendengarannya Akan tetapi, walaupun demikian, mereka hanya mampu
memasukkan sebagian kecil "dunia luar" ke dalam dirinya, sehingga mereka lebih
memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri (ego-sentris).
Sifat ego-sentris pada anak tunarungu ini ditunjukkan dengan sukarnya mereka
menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menyesuaikan
diri, serta tindakannya lebih terpusat pada "aku/ego", sehingga kalau ada keinginan,
harus selalu dipenuhi.
c. Memiliki perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar.
Pada umumnya, anak tunarungu menyadari bahwa mereka kurang dapur
menguasai lingkungan sekitarnya tanpa pendengaran Hal tersebut menjadikan
mereka bersikap ragu-ragu atau menimbulkan rasa takut atau khawatir, yang pada
akhimya tergantung pada orang lain atau kurang percaya diri.

d. Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan.


Perhatian mereka sukar dialihkan apabila sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan
tertentu. Keterbatasan bahasa menyebabkan kesempitan berpikir, sehingga alam pikiran
mereka terpaku pada hal-hal yang konkret, Jalan pikiran anak tunarungu tidak mudah
beralih ke hal lain yang tidak atau belum nyata.
e. Memiliki sifat polos.
Anak tunarungu pada umumnya memiliki sifat polos sehingga dapat
menyampaikan perasaannya atau apa yang dipikirkannya kepada orang lain
tanpa beban. Misalnya bila orang lain kurang bersikap baik terhadapnya, ia
akan langsung menunjukkan kelingking yang menyatakan bahwa orang
tersebut jelek. Demikian juga perasaan anak tunarungu umumnya dalam
keadaan ekstrem tanpa nuansa. Misalnya mereka hanya tahu perasaan
senang dan tidak senang, atau lapar dan tidak lapar. Mereka kurang
memahami tentang kurang senang atau senang sekali maupun kurang lapar
dan lapar sekali.
Dampak Tuna Rungu Terhadap
Aspek Fisik dan Kesehatan
Pada umumnya aspek fisik anak tunarungu tidak banyak mengalami
hambatan Namun, pada sebagian tunarungu ada yang mengalami gangguan
keseimbangan sehingga cara berjalannya kaku dan agak membungkuk.
Gangguan tersebut timbul jika terjadi kerusakan pada organ keseimbangan
(vestibule) yang ada di telinga bagian dalam.

Gerakan mata anak tunarungu lebih cepat. hal ini menunjukkan bahwa ia ingin menangkap
atau mengetahui keadaan lingkungan di sekitamya. Tentunya Anda masih ingat pada uraian di
atas, bahwa pengamatan anak tunarungu lebih tertumpu pada penglihatannya, sehingga ia
juga mendapat julukan "pemata" atau "anak visual" .
Gerakan tangannya sangat cepat/lincah, hal tersebut tampak ketika ia
mengadakankomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat dengan sesama tunarungu.
Dampak Tuna Rungu Terhadap
Aspek Fisik dan Kesehatan
Pernafasannya pendek; karena tidak terlatih melalui kegiatan berbicara. Anda perlu memahami
bahwa aktivitas pernafasan pada waktu berbicara berbeda dengan pada waktu istirahat (tidak
sedang berbicara). Perbedaan itu antara lain kalau pada waktu istirahat pernafasan terjadi secara
otomatis, tetapi kalau pada waktu bicara. pernafasan diatur sesuai dengan panjang kalimat yang
diucapkan, dan volume udara yang dimasukkan ke paru-paru pada waktu berbicara lebih banyak
dibandingkan dengan pada waktu istirahat. Oleh karena itu, kepada anak tunarungu perlu
diberikan latihan pernafasan, sebagai persiapan latihan berbicara.

Dalam aspek kesehatan, secara umum nampaknya sama dengan anak lain, karena pada umumnya
anak tunarungu mampu merawat diri sendiri. Artinya, kerentanan mereka terhadap penyakit,
bukan semata-mata karena faktor gangguan pendengarannya. Namun, bagi anak tunarungu
penting untuk memeriksakan kesehatan telinganya secara periodik agar terhindar
dari hal-hal yang dapat memperberat ketunarunguannya.
DAMPAK GANGGUAN
KOMUNIKASI BAGI ANAK
1. Hambatan dalam Berinteraksi Sosial
Sebagai makhluk sosial, seorang manusia perlu berinteraksi dengan Tingkungannya. Untuk
mengadakan interaksi sosial tersebut diperlukan adanya kemampuan berkomunikasi yang baik.
Oleh karena itu, seorang anak yang mengalami hahatan/gangguan dalam kemampuan
berkomunikasi, akan mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

2. Hambatan dalam Pengembangan Kemampuan Akademik


Dalam pengembangan kemampuan akademik, kemampuan berbahasa baik secara reseptif
maupun ekspresif memegang peranan penting. Mungkin Anda pernah dengar bahwa bahasa
merupakan gerbang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan disampaikan melalui bahasa, sehingga
untuk memahami pengetahuan tersebut, seseorang harus memahami bahasa terlebih dahulu.
Oleh karena itu, gangguan dalam kemampuan berbahasa dapat menghambat seseorang
dalam mengembangkan kemampuan akademiknya.

Anda mungkin juga menyukai