Anda di halaman 1dari 43

Skrining Penyulit Berapa penyakit Non-Obstetri

di Bidang Ilmu Penyakit Dalam


(Asma, SLE, Vaksinasi)
Tujuan Pembelajaran
Tujuan
pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Umum
• Peserta mampu melakukan pelayanan
penyulit non obstetrik sesuai standar

Tujuan Pembelajaran Khusus


• Peserta mampu melakukan tata laksana
penyulit medis non obstetri pada asuhan
antenatal
Pendahuluan

ASMA • Asma adalah penyakit yang ditandai dengan inflamasi


kronik pada saluran pernapasan dengan manifestasi
keluhan terkait pernafasan (mengi, sesak napas,
dada terasa terikat dan batuk) dengan hambatan
aliran udara ekspirasi yang bervariasi dengan
intensitas gejala yang juga bervariasi.
• Peradangan saluran napas berperan dalam
menyebabkan hipereaktivitas jalan napas, hambatan
aliran udara, keluhan saluran pernapasan dan
kronisitas penyakit.
• Kejadian asma meningkat
• Ibu hamil asma tidak terkontrol berhubungan dengan
bayi lahir prematur, BBLR, hipoksia neonatus
Dampak kehamilan pada asma
Dampak asma pada
kehamilan
• Biasanya keadaan sebelum hamil,
mencerminkan keadaan asma saat hamil
• Biasanya terjadi perburukan pada minggu ke 29-32
• Membaik pada 4 minggu terakhir kehamilan
• Perburukan gejala asma selama kehamilan bisa
disebabkan ketidak patuhan memakai obat asma;
mispersepsi keamanan obat asma
Tujuan pengobatan asma

Target terapi jangka panjang asma adalah


• mencapai kendali gejala yang baik,
• meminimalkan risiko mortalitas akibat asma,
eksaserbasi, dan limitasi aliran udara saluran napas
dan efek samping terapi.
3 langkah penting

Dalam tatalaksana asma dibutuhkan tiga langkah


awal yang harus dilakukan terus-menerus (control-
based asthma management cycle), yaitu :
• assess (konfirmasi diagnosis, kontrol terhadap
gejala dan modifiable risk factors, komorbiditas,
teknik penggunaan inhaler dan komplains pasien),
• adjust (tatalaksana modifiable risk factors dan
komorbiditas, edukasi, dan penggunaan terapi
farmakologis,
• review response (eksaserbasi gejala, efek
samping,
tes fungsi paru, dan kepuasan pasien).
Status asma pada pasien yang telah mendapatkan terapi pengontrol
dapat dievaluasi sesuai dengan Global Initiative for Asthma (GlNA)
2020, sebagai berikut:

• Asma ringan: asma yang terkontrol baik dengan terapi Step 1 atau
Step 2, dengan penggunaan ICS-formoterol jika diperlukan saja,
atau penggunaan controller dengan intensitas rendah, seperti ICS
dosis rendah, leukotriene receptor antagonists atau chromones
• Asma moderat: asma yang terkontrol baik dengan penggunaan
terapi Step 3 seperti ICS-LABA dosis rendah.
• Asma berat: asma yang membutuhkan terapi Step 4 atau Step 5
untuk terkontrol baik, ICS-LABA dosis tinggi untuk mengontrol
gejala, atau asma yang tetap tidak terkontrol pasca pemberian
terapi ini.
Berdasarkan kontrol gejala pada GINA 2020 penilaian asma dibagi
berdasarkan pertanyaan-pertanyaan berikut :
• Adakah gejala asma pada pagi/siang hari lebih dari dua kali per
minggu?
• Adakah terbangun pada malam hari karena asma?
• Adakah penggunaan SABA sebagai pelega lebih dari dua kali
per
minggu?
• Adakah keterbatasan aktivitas akibat asma?

Pembagian menjadi :
• Asma terkontrol penuh : jika tidak ada jawaban ya pada pertanyaan di
atas
• Asma terkontrol sebagian : jika ada 1-2 jawaban ya pada pertanyaan
di
atas
• Asma tak terkontrol : jika ada 3-4 jawaban ya pada pertanyaan di atas
• Secara umum, terapi asma dapat dibedakan menjadi terapi non
medikamentosa dan medikamentosa.
• Terapi non medika mentosa terdiri dari:
• berhenti merokok,
• aktivitas fisik teratur,
• menghindari paparan dari pekerjaan,
• menghindari obat-obatan yang memicu asma (aspirin, NSAID, non
selective beta blockers),
• diet sehat,
• menghindari alergen,
• menurunkan berat badan pada pasien dengan obesitas,
• latihan pernapasan,
• mengatasi stres emosional,
• menghindari polutan dalam dan luar ruangan,
• menghindari makanan yang menyebabkan alergi,
• bronchial thermoplasty pada asma berat.
• Vaksinasi influenza dan pneumokokal sangat dianjurkan pada penyandang
asma untuk mencegah eksaserbasi.
• GINA tahun 2020 tidak merekomendasikan terapi asma
hanya dengan menggunakan SABA karena dapat
memicu terjadinya eksaserbasi dan meningkatkan
mortalitas karena asma.
• Saat ini penggunaan pelega yang disarankan adalah
ICS- formoterol.
• Stepping up terapi asma hanya diindikasikan pada
pasien yang tetap tidak terkontrol meskipun dalam
adherence yang baik, teknik penggunaan inhaler yang
benar, menghindari pajanan alergen, serta kendali
komorbiditas.
• Pertimbangan stepping down dilakukan ketika asma
sudah terkontrol paling tidak selama 3 bulan.
Terdapat tiga kategori medikamentosa dalam tatalaksana
asma, yaitu:
• Pengontrol : mereduksi inflamasi saluran napas,
mengontrol gejala, dan mereduksi risiko eksaserbasi &
penurunan fungsi paru.
• Pelega : sesuai kebutuhan pada untuk meredakan sesak
pada saat terjadi eksaserbasi. Terapi ini juga
direkomendasikan untuk prevensi jangka pendek
terhadap exercise induced bronchoconstriction.
• Add-on therapy: pada pasien dengan asma berat,
dengan gejala yang persisten dan/atau eksaserbasi
meskipun sudah dengan terapi optimal pengontrol
dosis tinggi (ICS-LABA).
Langkah-langkah terapi medika mentosa
Step Pengontrol Pelega

Step 1 Dosis rendah ICS-formoterol (jika dibutuhkan) atau ICS dosis rendah ICS-formoterol dosis rendah
yang diberikan setiap menggunakan SABA (jika dibutuhkan) atau
SABA
Step 2 Dosis rendah ICS (setiap hari) atau ICS-formoterol jika diperlukan Low dose ICS formoterol
(jika dibutuhkan) atau
SABA
Pilihan lain: leukotriene receptor antagonists (LTRA), atau low dose
ICS yang digunakan setiap kali SABA digunakan

Step 3 Low dose ICS-LABA Low dose ICS-formoterol


Pilihan lain: medium dose ICS atau low dose ICS+LTRA (jika dibutuhkan) atau
SABA
Step 4 Medium dose ICS-LABA Low dose ICS-formoterol
(jika dibutuhkan) atau
SABA
Pilihan lain: high dose ICS, dan add-on
tiotropium, atau add-on LTRA

Step 5 High dose ICS-LABA dengan add on tiotropium, atauanti IgE, Low dose ICS-formoterol (jika
atauanti- IL5-/5R atau anti-IL-4R dibutuhkan) atau SABA
Pilihan lain: dapat ditambahkan low dose kortikosteroid oral
GINA 2020, Box 3-5A
GINA 2020, Box 3-4A
STARTING TREATMENT
in adults and adolescents with a diagnosis of asthma
Track 1 is preferred if the patient is likely to be poorly adherent with daily controller
ICS-containing therapy is recommended even if symptoms are infrequent, as it
reduces the risk of severe exacerbations and need for OCS. Daily symptoms, Short course OCS
or waking with may also be needed
asthma once a for patients presenting
Symptoms most week or more, with severely
days, or waking and low lung uncontrolled asthma
Symptoms less with asthma once a function
FIRST START than 4–5 days a week or more
ASSESS: HERE IF: week STEP 5
STEP 4 Add-on LAMA
STEP 3 Medium dose Refer for phenotypic
maintenance assessment ± anti-IgE,
CONTROLLER and STEPS 1 – 2 Low dose
ICS-formoterol anti-IL5/5R, anti-IL4R
• Confirm diagnosis PREFERRED RELIEVER maintenance
As-needed low dose ICS-formoterol Consider high dose ICS-
(Track 1). Using ICS-formoterol ICS-formoterol
• Symptom control formoterol
as reliever reduces the risk of
and modifiable risk
factors, including exacerbations compared with
using a SABA reliever RELIEVER: As-needed low-dose ICS-formoterol
lung function
• Comorbidities
• Inhaler technique Short course OCS
Daily symptoms,
and adherence or waking with may also be needed
• Patient preferences asthma once a for patients presenting
and goals Symptoms most week or more, with severely
days, or waking and low lung uncontrolled asthma
START Symptoms twice a
month or more, with asthma once a function
HERE IF: Symptoms less but less than 4–5 week or more
than twice days a week STEP 5
a month
STEP 4 Add-on LAMA
CONTROLLER and STEP 3 Medium/high dose Refer for phenotypic
ALTERNATIVE RELIEVER maintenance ICS- assessment ± anti-IgE,
STEP 2 Low dose
(Track 2). Before considering maintenance LABA anti-IL5/5R, anti-IL4R
STEP 1 Low dose Consider high dose
a regimen with SABA reliever, ICS-LABA
Take ICS whenever maintenance ICS ICS-LABA
check if the patient is likely SABA taken
to be adherent with daily
controller therapy RELIEVER: As-needed short-acting β2-agonist

GINA 2021, Box 3-4Bi © Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org


STARTING TREATMENT
in adults and adolescents 12+ years with a diagnosis of
asthma

FIRST ASSESS: IF: START TRACK 1 OR TRACK


WITH: (preferred) 2
Medium dose Short course OCS may
Daily symptoms, waking at Medium/high also be needed for patients
night once a week or more YES ICS-formoterol STEP 4
Confirmation dose ICS-LABA presenting with severely
of diagnosis and low lung function? maintenance and
+ as-needed SABA uncontrolled asthma
reliever (MART)

NO
Symptom control
& modifiable risk
factors (including Low dose
Symptoms most days, Low dose
lung function) ICS-formoterol
or waking at night once YES ICS-LABA STEP 3
a week or more? maintenance and
+ as-needed
reliever (MART)
SABA

Comorbidities NO

Symptoms twice a As-needed low dose Low dose ICS


YES STEP 2 As-needed ICS-formoterol
month or more? ICS-formoterol + as-needed SABA
Inhaler technique is preferred if the patient is
& adherence likely to be poorly adherent
with daily ICS
ICS-containing therapy
is recommended even if
NO symptoms are infrequent,
as it reduces the risk of
Patient preferences Take low dose severe exacerbations
& goals As-needed low dose
ICS whenever STEP 1 and need for OCS.
ICS-formoterol
SABA is taken

GINA 2021, Box 3-4Bii © Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org


Penatalaksanaan selama persalinan

• Obat kontroler tetap dipakai


• Bila bergejala diobati dengan inhalasi agonis beta 2
• Bila tidak respon bisa diberikan metilprednisolon IV
• Pasien yang sering mendapatkan kortikosteroid
selama kehamilan, dianjurkan mendapatkan 100
mg hidrokortison IV sewaktu masuk ruangan,
dilanjutkan 100 mg IV stiap 8 jam sd 24 jam ke
depan atau sampai tidak ada komplikasi
LES pada Kehamilan

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Bagi Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi
Di 120 Kab/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI & AKB Melalui Metode Blended Learning
Ditkesga Kemenkes RI – November 2022
SLE Pendahuluan

• Lupus eritematosus sistemik (LES)


merupakan penyakit otoimun yang ditandai
oleh produksi antibodi terhadap komponen
komponen inti sel yang berhubungan
dengan manifestasi klinis yang luas.
• LES terutama terjadi pada usia reproduksi
antara 15-40 tahundengan rasio wanita dan
laki laki 5 : 1, dengan demikian terdapat
peningkatan kejadian kehamilan dengan LES
ini.
• 2003-2004, 1-2 orang dengan LES/2000
kehamilan, kini cenderung meningkat
SLE Pendahuluan

• Deteksi dini penting, keterlambatan


diagnosis dan penatalaksanaan dapat
memberikan dampak buruk bagi ibu dan
janin yang dikandungnya
• Penambahan dosis steroid hanya pada LES
yang flare, pencegahan flare tidak
dianjurkan dengan peningkatan dosis
steroid
• Azatioprin, adalah pilihan yang aman
untuk imunosupresan
SLE Kehamilan dan LES

• Pengaruh tergantung dari kondisi pasien,


penyakit penyerta, keterlibatan organ yang
terkena, keadaan remisi-nya
• Anti Ds DNA, bisa dipakai untuk
memprediksi aktivasi penyakit
SLE Pengaruh kehamilan terhadap les

• Masih belum dapat dipastikan apakah kehamilan dapat


mencetuskan LES,
• eksaserbasi LES pada kehamilan tergantung dari lamanya masa
remisi LES keterlibatan organ organ vital seperti ginjal.
• Penderita LES yang telah mengalami remisi lebih dari 6 bulan
sebelum hamil mempunyai risiko 25% eksaserbasi pada saat hamil
dan 90% luaran kehamilannya baik.
• Bila masa remisi LES sebelum hamil kurang dari 6 bulan maka risiko
eksaserbasi LES pada saat hamil menjadi 50% dengan luaran
kehamilan yang buruk.
• Apabila kehamilan terjadi pada saat LES sedang aktif maka risiko
kematian janin 50-75% dengan angka kematian ibu menjadi 10%.
Dengan meningkatnya umur kehamilan maka risiko eksaserbasi juga
meningkat, yaitu 13% pada trimeseter I, 14% pada trimester II, 53%
pada trimester III serta 23% pada masa nifas.
Pengaruh LES pada kehamilan
• Nasib kehamilan penderita LES sangat ditentukan dari aktifitas
penyakitnya, konsepsi yang terjadi pada saat remisi
mempunyai luaran kehamilan yang baik.
• Beberapa komplikasi kehamilan yang bisa terjadi pada
kehamilan yaitu,
• kematian janin meningkat 2-3 kali dibandingkan wanita
hamil
normal,
• bila didapatkan hipertensi dan kelainan ginjal maka mortalitas janin
menjadi 50%.
• Kelahiran prematur juga bisa terjadi sekitar 30-50% kehamilan
dengan LES yang sebagian besar akibat preeklamsia atau gawat
janin.
• Infark plasenta yang terjadi pada penderita LES dapat
menigkatkan
risiko terjadinya Pertumbuhan janin terhambat sekitar 25%
SLE
• Risiko preeklamsia/ eklamsia meningkat 25- 30% pada
penderita LES.
• Yang disertai lupus nefritis kejadian preklamsia
menjadi 2 kali lipat.
• Membedakan preeklamsia dengan lupus nepritis
sulit karena keduanya mengalami hipertensi,
protenuria, edema dan perburukan fungsi ginjal.
• Kriteria dibawah ini dapat dipakai untuk
membedakan kedua keadaan di atas:

Preeklamsia Renal failure


Kadar C3-C4 membaik menurun
Kadar Anti Ds DNA Tidak ada perubahan meningkat
Sedimen urin ringan aktif
Respon terhadap steroid memburuk membaik
SLE Penatalaksanaan umum
pada LES
• Persiapan lab (tergantung fasilitas dan
derajat lupusnya)
• DPL
• UL
• Ureum, kreatinin, gula darah
• Tes Coombs
• Anticardiolipin
• Anti DsDNA, anti Ro/SSA, anti LA/SSB,
antiU1RNP
• C3, C4
• Protein urine 24 jam bila nefritis
SLE Perhatikan faktor-faktor di bawah ini

• Kelelahan
• Merokok
• Cuaca
• Stres dan trauma fisik
• Diet
• Sinar UV
• Steroid sistemik
Dubois, LES dibagi 2 kelompok besar
kelompok ringan kelompok berat
• Demam • Efusi pleura/efusi
• Artritis perikard masif
• Penyakit ginjal
• Perikarditi • Anemia
s ringan hemolitik
• Efusi • Trombositopenia
pleura/efusi • Lupus serebral
perikard ringan • Vaskulitis akut
• Kelelahan • Miokarditis
• Sakit kepala • Pneumonitis
akut
• Perdarahan paru
SLE Panduan umum Kelompok berat

• Steroid sistemik pilihan utama, lamanya


pemberian disesuaikan dengan organ yang
terkena
• Perhatikan kondisi kehamilan, terutama bila
nefritis lupus
• Pemberian imunosupresan dan
antikoagulan harus mempertimbangkan
janin
SLE Panduan untuk LES Nefritis pada
Kehamilan
• Bila ingin hamil, remisi 6 bulan terlebih
dahulu
• Antisipasi flare saat post partum
• Perhatikan, risiko eklamsia lebih besar
• Hipertensi, bila ada harus dikendalikan
• Bila ditemukan hiperkoagulasi, baik disertai
ataupun tidak antibodi antifosfolipid, perlu
pemberian aspirin dosis rendah
• Perhatikan kemungkinan trombosis vena
renalis
• Hemodialis dapat dilakukan, sesuai
SLE Kontraindikasi hamil pada LES

• Hipertensi pulmonal berat (simtomatik atau


pulmonary arterial pressure / PAP > 50
mmHg
• Penyakit paru restriktif (FVC < 11)
• Gagal jantung
• Gagal ginjal kronik (kratinin > 2,8 mg/dl
• Riwayat PEB atau HELLP
• Stroke dalam 6 bulan terakhir
• Flare berat dalam 6 bulan terakhir
• Hipertensi berat
Rekomendasi obat pada kehamilan
No Obat Rekomendasi Indikasi Komplikasi pada ibu

1 Aspirin Mulai sebelum hamil APS Perdarahan


2 Azatioprin diteruskan imunosupresan Toksik pada sumsum
tulang dan hati
3 Hidroksikloroquin Menurunkan aktivitas LES LES, artritis Pigmentasi kulit
4 Heparin (LMWH) Sesuai indikasi APS pada Osteoporosis dan
kehamilan trombositopenia
5 MTX Stop 6 bulan sebelum
hamil
6 MMF Stop sebelum hamil
7 prednison Dosis minimal Nefritis lupus Hipertensi
osteopenia, DMG
8 ACE Stop sebelum hamil
9 takrolimus Atas indikasi imunosupresan DM, HT, reaktivasi
TB
10 warfarin Stop sebelum hamil
SLE
Sumber bacaan
• https://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article
/view/3828/2824
• Peran internis dalam tata laksana penyakit-
penyakit pada kehamilan
• Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi VI
Vaksinasi pada Kehamilan

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Bagi Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi
Di 120 Kab/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI & AKB Melalui Metode Blended Learning
Ditkesga Kemenkes RI – November 2022
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Tujuan Pembelajaran Umum
pembelajaran
• Peserta mampu melakukan pelayanan
pencegahan penyulit non obstetrik sesuai
standar

Tujuan Pembelajaran Khusus


• Peserta mampu melakukan tata
laksana vaksinasi pada asuhan antenatal
Vaksinasi Pada Kehamilan

Vaksinasi
pada ■ Hamil: Perubahan sistem
Kehamila
n imun
■ Rentan infeksi
■ Menyebabkan mortalitas dan
morbiditas ibu dan anak.
Vaksinasi
pada
Kehamila
n

Djauzi S, Ocviyanti D. Vaksinasi pada kehamilan. Pedoman


imunisasi pada orang dewasa 2017
Vaksinasi
pada
Kehamila
n

Djauzi S, Ocviyanti D. Vaksinasi pada kehamilan. Pedoman


imunisasi pada orang dewasa 2017
Influenza
Vaksinasi • Vaksinasi influenza musiman inaktif dianjurkan untuk
diberikan kepada ibu hamil
Influensa • Rekomendasi ini bukan hanya untuk melindungi ibu hamil dari
dan influenza, tetapi juga untuk melindungi bayi dari influenza
Tetanus pada bulan-bulan pertama kehidupan mereka

pada Tetanu
Kehamilan •s Semua WUS, baik pada masa kehamilan atau diluar
kehamilan harus diberikan vaksinasi TT untuk melindungi diri
maupun bayi yang dilahirkan dari tetanus.
• Tetanus neonatorum biasanya fatal, namun sepenuhnya dapat
dicegah melalui pemberian vaksinasi TT kepada ibu hamil.

https://in.vaccine-safety-training.org/immunization-and-pregnancy.html
VAKSINASI PADA IBU HAMIL DAN MENYUSUI,
JENIS APA YANG AMAN DAN KAPAN
SEBAIKNYA DILAKUKAN?
SYARAT BAGI IBU HAMIL PENERIMA
VAKSIN COVID- 19
• usia kandungan >13 minggu atau antara 13-33 minggu
• memiliki tekanan darah normal
• tidak punya gejala atau keluhan pre eklampsia, dan
tidak sedang menjalani pengobatan
• jika memiliki komorbid harus dalam kondisi terkontrol

Vaksin yang digunakan di Indonesia untuk ibu hamil: Pfizer, Moderna, Sinovac
KEAMANAN VAKSIN PADA IBU HAMIL
DAN MENYUSUI
• Tidak ada risiko yang diketahui terkait pemberian vaksin inaktif, rekombinan,
atau toksoid selama kehamil dan menyusui
• Vaksin inaktif maupun vaksin dengan vector adenovirus tidak bereplikasi 
tidak menyebabkan infeksi pada ibu maupun janin
• Penelitian vaksin COVID-19 pada hewan coba tidak menhasilkan kecurigaan
pada pertumbuhan dan reproduktivitas
• Pengalaman post marketing vaksin COVID-19 hingga saat ini baik

The Green Book


2021
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai