Anda di halaman 1dari 78

Skrining Penyulit Berapa penyakit Non-Obstetri

di Bidang Ilmu Penyakit Dalam


(Asma, TBC, HIV, SLE, Vaksinasi, Covid-19)
SUKAMTO KOESNOE
Skrining
Penyulit Non-Obstetri di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam

Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD, K-AI.


PB PAPDI

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Bagi Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi
Di 120 Kab/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI & AKB Melalui Metode Blended Learning
Ditkesga Kemenkes RI – Februari 2022
Skrining
Penyulit Non-Obstetri di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam
(Asma, TBC)
Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD, K-AI.
PB PAPDI

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Bagi Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi
Di 120 Kab/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI & AKB Melalui Metode Blended Learning
Ditkesga Kemenkes RI – Februari 2022
Tujuan Pembelajaran
Tujuan
pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Umum
• Peserta mampu melakukan pelayanan
penyulit non obstetrik sesuai standar

Tujuan Pembelajaran Khusus


• Peserta mampu melakukan tata laksana
penyulit medis non obstetri pada asuhan
antenatal
Pendahuluan

ASMA • Asma adalah penyakit yang ditandai dengan inflamasi


kronik pada saluran pernapasan dengan manifestasi
keluhan terkait pernafasan (mengi, sesak napas, dada
terasa terikat dan batuk) dengan hambatan aliran
udara ekspirasi yang bervariasi dengan intensitas
gejala yang juga bervariasi.
• Peradangan saluran napas berperan dalam
menyebabkan hipereaktivitas jalan napas, hambatan
aliran udara, keluhan saluran pernapasan dan
kronisitas penyakit.
• Kejadian asma meningkat
• Ibu hamil asma tidak terkontrol berhubungan dengan
bayi lahir prematur, BBLR, hipoksia neonatus
Dampak kehamilan pada asma
Dampak asma pada kehamilan
• Biasanya keadaan sebelum hamil, mencerminkan
keadaan asma saat hamil
• Biasanya terjadi perburukan pada minggu ke 29-32
• Membaik pada 4 minggu terakhir kehamilan
• Perburukan gejala asma selama kehamilan bisa
disebabkan ketidak patuhan memakai obat asma;
mispersepsi keamanan obat asma
Tujuan pengobatan asma

Target terapi jangka panjang asma adalah


• mencapai kendali gejala yang baik,
• meminimalkan risiko mortalitas akibat asma,
eksaserbasi, dan limitasi aliran udara saluran napas
dan efek samping terapi.
3 langkah penting

Dalam tatalaksana asma dibutuhkan tiga langkah


awal yang harus dilakukan terus-menerus (control-
based asthma management cycle), yaitu :
• assess (konfirmasi diagnosis, kontrol terhadap
gejala dan modifiable risk factors, komorbiditas,
teknik penggunaan inhaler dan komplains pasien),
• adjust (tatalaksana modifiable risk factors dan
komorbiditas, edukasi, dan penggunaan terapi
farmakologis,
• review response (eksaserbasi gejala, efek samping,
tes fungsi paru, dan kepuasan pasien).
Status asma pada pasien yang telah mendapatkan terapi pengontrol
dapat dievaluasi sesuai dengan Global Initiative for Asthma (GlNA)
2020, sebagai berikut
:

• Asma ringan: asma yang terkontrol baik dengan terapi Step 1 atau
Step 2, dengan penggunaan ICS-formoterol jika diperlukan saja,
atau penggunaan controller dengan intensitas rendah, seperti ICS
dosis rendah, leukotriene receptor antagonists atau chromones
• Asma moderat: asma yang terkontrol baik dengan penggunaan
terapi Step 3 seperti ICS-LABA dosis rendah.
• Asma berat: asma yang membutuhkan terapi Step 4 atau Step 5
untuk terkontrol baik, ICS-LABA dosis tinggi untuk mengontrol
gejala, atau asma yang tetap tidak terkontrol pasca pemberian
terapi ini.
Berdasarkan kontrol gejala pada GINA 2020 penilaian asma dibagi
berdasarkan pertanyaan-pertanyaan berikut :
• Adakah gejala asma pada pagi/siang hari lebih dari dua kali per
minggu?
• Adakah terbangun pada malam hari karena asma?
• Adakah penggunaan SABA sebagai pelega lebih dari dua kali per
minggu?
• Adakah keterbatasan aktivitas akibat asma?

Pembagian menjadi :
• Asma terkontrol penuh : jika tidak ada jawaban ya pada pertanyaan di
atas
• Asma terkontrol sebagian : jika ada 1-2 jawaban ya pada pertanyaan di
atas
• Asma tak terkontrol : jika ada 3-4 jawaban ya pada pertanyaan di atas
• Secara umum, terapi asma dapat dibedakan menjadi terapi non
medikamentosa dan medikamentosa.
• Terapi non medika mentosa terdiri dari:
• berhenti merokok,
• aktivitas fisik teratur,
• menghindari paparan dari pekerjaan,
• menghindari obat-obatan yang memicu asma (aspirin, NSAID, non
selective beta blockers),
• diet sehat,
• menghindari alergen,
• menurunkan berat badan pada pasien dengan obesitas,
• latihan pernapasan,
• mengatasi stres emosional,
• menghindari polutan dalam dan luar ruangan,
• menghindari makanan yang menyebabkan alergi,
• bronchial thermoplasty pada asma berat.
• Vaksinasi influenza dan pneumokokal sangat dianjurkan pada penyandang
asma untuk mencegah eksaserbasi.
• GINA tahun 2020 tidak merekomendasikan terapi asma
hanya dengan menggunakan SABA karena dapat
memicu terjadinya eksaserbasi dan meningkatkan
mortalitas karena asma.
• Saat ini penggunaan pelega yang disarankan adalah
ICS- formoterol.
• Stepping up terapi asma hanya diindikasikan pada
pasien yang tetap tidak terkontrol meskipun dalam
adherence yang baik, teknik penggunaan inhaler yang
benar, menghindari pajanan alergen, serta kendali
komorbiditas.
• Pertimbangan stepping down dilakukan ketika asma
sudah terkontrol paling tidak selama 3 bulan.
Terdapat tiga kategori medikamentosa dalam tatalaksana
asma, yaitu:3
• Pengontrol : mereduksi inflamasi saluran napas,
mengontrol gejala, dan mereduksi risiko eksaserbasi &
penurunan fungsi paru.
• Pelega : sesuai kebutuhan pada untuk meredakan sesak
pada saat terjadi eksaserbasi. Terapi ini juga
direkomendasikan untuk prevensi jangka pendek
terhadap exercise induced bronchoconstriction.
• Add-on therapy: pada pasien dengan asma berat,
dengan gejala yang persisten dan/atau eksaserbasi
meskipun sudah dengan terapi optimal pengontrol
dosis tinggi (ICS-LABA).
Langkah-langkah terapi medika mentosa
Step Pengontrol Pelega

Step 1 Dosis rendah ICS-formoterol (jika dibutuhkan) atau ICS dosis rendah ICS-formoterol dosis rendah (jika
yang diberikan setiap menggunakan SABA dibutuhkan) atau SABA

Step 2 Dosis rendah ICS (setiap hari) atau ICS-formoterol jika diperlukan Low dose ICS formoterol (jika
dibutuhkan) atau SABA
Pilihan lain: leukotriene receptor antagonists(LTRA), atau lowdose
ICS yang digunakan setiap kali SABA digunakan

Step 3 Low dose ICS-LABA Low dose ICS-formoterol (jika


Pilihan lain: medium dose ICS atau low dose ICS+LTRA dibutuhkan) atau SABA

Step 4 Medium dose ICS-LABA Low dose ICS-formoterol (jika


dibutuhkan) atau SABA

Pilihan lain: high dose ICS, dan add-on


tiotropium, atau add-on LTRA

Step 5 High dose ICS-LABA dengan add on tiotropium,atauantiIgE, Low dose ICS-formoterol (jika
atauanti-IL5-/5R atau anti-IL-4R dibutuhkan) atau SABA
Pilihan lain: dapat ditambahkan low dose kortikosteroid oral
GINA 2020, Box 3-5A
GINA 2020, Box 3-4A
STARTING TREATMENT
in adults and adolescents with a diagnosis of asthma
Track 1 is preferred if the patient is likely to be poorly adherent with daily controller
ICS-containing therapy is recommended even if symptoms are infrequent, as it
reduces the risk of severe exacerbations and need for OCS. Short course OCS
Daily symptoms,
or waking with may also be needed
asthma once a for patients presenting
Symptoms most with severely
week or more,
days, or waking uncontrolled asthma
and low lung
Symptoms less with asthma once
FIRST START than 4–5 days a week or more
function

ASSESS: HERE IF: a week STEP 5


STEP 4 Add-on LAMA
STEP 3 Medium dose Refer for phenotypic
assessment ± anti-IgE,
CONTROLLER and STEPS 1 – 2 Low dose maintenance
anti-IL5/5R, anti-IL4R
• Confirm diagnosis PREFERRED RELIEVER maintenance ICS-formoterol
As-needed low dose ICS-formoterol Consider high dose
(Track 1). Using ICS-formoterol ICS-formoterol
• Symptom control ICS-formoterol
as reliever reduces the risk of
and modifiable risk
exacerbations compared with
factors, including RELIEVER: As-needed low-dose ICS-formoterol
lung function using a SABA reliever

• Comorbidities
• Inhaler technique Short course OCS
Daily symptoms,
and adherence or waking with may also be needed
for patients presenting
• Patient preferences asthma once a
Symptoms most week or more, with severely
and goals
days, or waking uncontrolled asthma
START Symptoms twice
with asthma once
and low lung
a month or more, function
HERE IF: Symptoms less but less than 4–5 a week or more
than twice days a week STEP 5
a month
STEP 4 Add-on LAMA
CONTROLLER and STEP 3 Medium/high Refer for phenotypic
ALTERNATIVE RELIEVER dose maintenance assessment ± anti-IgE,
STEP 2 Low dose
ICS-LABA anti-IL5/5R, anti-IL4R
(Track 2). Before considering
STEP 1 Low dose maintenance
Consider high dose
a regimen with SABA reliever, ICS-LABA
Take ICS whenever maintenance ICS ICS-LABA
check if the patient is likely SABA taken
to be adherent with daily
controller therapy RELIEVER: As-needed short-acting β2-agonist

GINA 2021, Box 3-4Bi © Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org


STARTING TREATMENT
in adults and adolescents 12+ years with a diagnosis of asthma

FIRST ASSESS: IF: START WITH: TRACK 1 OR TRACK 2


(preferred)
Medium dose Short course OCS may
Daily symptoms, waking at Medium/high also be needed for patients
night once a week or more YES ICS-formoterol STEP 4
Confirmation dose ICS-LABA presenting with severely
of diagnosis and low lung function? maintenance and uncontrolled asthma
+ as-needed SABA
reliever (MART)

NO
Symptom control
& modifiable risk
factors (including Low dose
Symptoms most days, Low dose
lung function) ICS-formoterol
or waking at night once YES ICS-LABA STEP 3
a week or more? maintenance and
+ as-needed SABA
reliever (MART)

Comorbidities NO

Symptoms twice a As-needed low dose Low dose ICS


YES STEP 2 As-needed ICS-formoterol
month or more? ICS-formoterol + as-needed SABA
Inhaler technique is preferred if the patient is
& adherence likely to be poorly adherent
with daily ICS
ICS-containing therapy
is recommended even if
NO symptoms are infrequent,
as it reduces the risk of
Patient preferences Take low dose severe exacerbations and
As-needed low dose
& goals ICS whenever STEP 1 need for OCS.
ICS-formoterol
SABA is taken

GINA 2021, Box 3-4Bii © Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org


Penatalaksanaan selama persalinan

• Obat kontroler tetap dipakai


• Bila bergejala diobati dengan inhalasi agonis beta
2Bila tidak respon bisa diberikan metilprednisolon
IV
• Pasien yang sering mendapatkan kortikosteroid
selama kehamilan, dianjurkan mendapatkan 100
mg hidrokortison IV sewaktu masuk ruangan,
dilanjutkan 100 mg IV stiap 8 jam sd 24 jam ke
depan atau sampai tidak ada komplikasi
Pendahuluan

TBC • Saat hamil, lebih berisiko terinfeksi TBC


• Prevalensi meningkat; 0,07-11% perempuan hamil
non HIV, 0,7-11% perempuan dengan HIV
• Perubahan respon imun selular dan humoral,
terendah trimester ke-2 dan 3
• Pasca persalinan lebih rentan, akan tampak seperti
eksaserbasi gejala TBC, karena pulihnya Th1 yang
selama kehamilan tersupresi karena faktor
hormonal. Tampak seperti sindrom rekonstitusi
Diagnosis

TBC • Biasanya sering terlambat terdiagnosis karena


memeriksakan kehamilan ke pusat kesehatan
terlambat
• Diagnosis cenderung sulit karena kehamilan dapat
mengaburkan gejala TBC, lelah, lesu, nafsu makan
turun, sesak, berkeringat
• Pada penderita HIV: batuk, demam, berat badan
menurun, keringat malam, mempunyai nilai
prediktif negatif yang tinggi (99,3%) dan
spesifisitas 90,9%
Faktor predisposisi dan gejala klinis

TBC
Faktor predisposisi Gejala
•Kontak dengan •Batuk berdahak selama 2-3
penderita tuberkulosis minggu atau lebih
•Nutrisi kurang •Dahak bercampur darah atau
•Faktor sosioekonomi batuk darah
•Sesak nafas
•Badan lemas
•Nafsu makan menurun
•Berat badan menurun
•Malaise
•Berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik
•Demam meriang lebih dari satu
bulan.
TBC Diagnosis
• Pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung
• Pemeriksaan dahak dengan pewarnaan BTA dilakukan
dengan metode SPS (sewaktu-pagi-sewaktu) sebanyak tiga
kali pengambilan
• Geneexpert MTB/RIF dahak (pada kehamilan, sensitifitas
rendah)
• Foto radiologi dianggap positif bila ditemukan gambaran
infiltrat atau kavitas.
• Uji tuberkulin dan IGRA ?
• Ingat, ada TBC ekstra paru (perikarditis, spondilitas,
peritonitis, abses psoas, meningitis)
TBC

Tata Laksana pada Ibu Hamil


• Pengobatan TB tidak berbeda dengan pengobatan TB pada
umumnya.
• Streptomisin TIDAK BOLEH diberikan karena dapat
menyebabkan cacat bawaan pada janin
Skrining
Penyulit Non-Obstetri di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam
(HIV)
Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD, K-AI. PB PAPDI

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Bagi Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi
Di 120 Kab/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI & AKB Melalui Metode Blended Learning
Ditkesga Kemenkes RI – Februari 2022
Pendahuluan

Pendahuluan • Perempuan berHIV terus meningkat


• 2014: 14.000 perempuan hamil, hanya
10% yang menjalankan program
pencegahan penularan dari ibu ke bayi
• 40% dari seluruh HIV indonesia,
perempuan, sebagian besar WUS
4 jalur upaya pencegahan penularan
HIV pada ibu kepada anaknya
Upaya
pencegahan
• Upaya pencegahan agar perempuan tidak
terinfeksi HIV
• Upaya agar perempuan terinfeksi HIV
tidak hamil secara tidak terencana
• Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil
ke bayinya
• Upaya dukungan dan terapi untuk ibu
yang telah melahirkan dan bayinya
Ada apa dengan ibu HIV yang hamil?

Pendahuluan
• Pengaruh HIV terhadap kehamilannya
• Abortus
• Kematian janin
• Pertumbuhan janin terhambat
• BB bayi lhir rendah
• Bayi prematur
• korioamneitis
• Pengaruh kehamilan pada perjalanan
penyakitnya
Apakah transmisi vertikal itu?

Transmisi • Transmisi vertikal berperan sebagai metode


vertikal penularan utama (92%) infeksi HIV pada anak
berusia <13 tahun
• Transmisi vertikal merupakan metode penularan
infeksi HIV dari seorang ibu kepada bayinya melalui
salah satu tahapan yaitu pada saat
• intrauterin: melalui penyebaran hematogen
melewati plasenta atau ascending infection ke
cairan dan membran amnion
• Intrapartum: transmisi saat persalinan terjadi
melalui kontak mukokutan antara bayi dengan
darah ibu, cairan amnion, dan sekret
servikovaginal saat melewati jalan lahir. Juga
dapat terjadi melalui ascending infection dari
serviks serta transfusi fetal maternal saat uterus
berkontraksi pada saat persalinan.
• pasca-natal (saat menyusui).
Fakta data...
Transmisi
vertikal
• Sebelum ditemukannya metode
intervensi preventif yang efektif, angka
transmisi vertikal HIV pada bayi 5-45%
• Intervensi pencegahan penularan infeksi
HIV dari ibu ke anak yang efektif dapat
menurunkan angka transmisi vertikal
hingga kurang dari 2%.
Apa saja upaya pencegahannya?
Upaya • Merupakan standar yang harus dilakukan pada
pencegahan kunjungan ke fasyankes; pemeriksaan rutin pada
layanan antenatal terpadu: tes HIV, hepatitis B, dan
sifilis
• Bila ibu terinfeksi HIV, upaya pencegahan selanjutnya
bertujuan: bayi yang dilahirkan terbebas dari HIV,
serta ibu dan bayi tetap hidup dan sehat.
• Upaya ini terdiri dari
• pemberian terapi ARV pada ibu hamil,
• persalinan yang aman,
• pemberian terapi ARV profilaksis pada bayi
• pemberian nutrisi yang aman pada bayi.
Bagaimana pemberian terapi ARV
bagi ODHA hamil?
• menurunkan jumlah virus HIV dalam darah
ARV ibu Hamil
ibu: Metode paling efektif untuk mencegah
transmisi vertikal HIV
• penggunaan ARV maternal untuk mencegah
transmisi vertikal dibuktikan dalam telaah
sistematik yang dilakukan oleh Siegfried,
dkk: Efektivitas
• Terapi ARV kombinasi terbukti merupakan
terapi yang paling efektif untuk mencegah
transmisi infeksi HIV dari ibu ke anak
• Seluruh ibu hamil dengan infeksi HIV harus
diberi terapi ARV, tanpa melihat jumlah CD4.
Bagaimana pemberian terapi ARV
bagi ODHA hamil?
ARV ibu Hamil
• Kehamilan sendiri merupakan indikasi
pemberian ARV yang dilanjutkan seumur
hidup.
• Pemeriksaan CD4 dapat dilakukan untuk
memantau hasil pengobatan, namun bukan
sebagai acuan untuk memulai terapi.
• Semua jenis paduan ARV yang ada di
Indonesia dapat digunakan pada ibu hamil.
• Pilihan paduan terapi ARV pada ibu hamil
sama dengan pilihan paduan terapi ARV
pada orang dewasa lainnya.
Fakta data...
• Efavirenz (EFV) yang dulu tidak boleh diberikan
Fakta pada trimester pertama, belakangan tidak
terbukti menunjukkan efek teratogenik.
• Pada satu telaah sistematik, pilihan B+ (ODHA
hamil mendapat terapi ARV dan melanjutkan
hingga seumur hidup) memiliki keuntungan
dibandingkan perempuan yang menghentikan
terapi ARV setelah persalinan, baik secara klinis
maupun imunologis.
• Kejadian lost to follow up didapatkan lebih tinggi
pada perempuan yang tidak mendapat terapi
ARV setelah melahirkan.
Rekomendasi
(sangat
direkomendasikan,
kualitas bukti • Semua ibu hamil dengan HIV harus
sedang). diberi terapi ARV, tanpa harus menunggu
pemeriksaan jumlah CD4, karena
kehamilan itu sendiri merupakan
indikasi pemberian terapi ARV yang
dilanjutkan seumur hidup
Rekomendasi
(sangat
direkomendasikan, • Bedah sesar elektif pada usia gestasi 38
kualitas bukti
sedang).
minggu untuk mengurangi risiko
transmisi vertikal infeksi HIV dilakukan
pada ODHA hamil dengan viral load
≥1000 kopi/mL atau yang viral load tidak
diketahui pada trimester ketiga
kehamilan
• Bedah sesar elektif untuk mengurangi
risiko transmisi vertikal tidak dilakukan
(sangat
direkomendasikan,
secara rutin pada ODHA hamil dengan
kualitas bukti viral load <1000 kopi/mL, kecuali atas
sedang). indikasi obstetri
(sangat
direkomendasikan, • Bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV yang
kualitas bukti
tinggi) mendapatkan pengganti ASI (PASI) diberikan
profilaksis zidovudin dengan dosis sesuai usia
gestasi selama 6 minggu
• Apabila bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV
mendapatkan ASI, maka profilaksis yang
diberikan adalah zidovudin dan nevirapin
dengan dosis sesuai usia gestasi selama 6
(rekomendasi
sesuai kondisi, minggu dengan syarat ibu harus dalam terapi
kualitas bukti ARV kombinasi
tinggi).
Sumber Bacaan
• Peran Internis dalam tatalaksana
penyakit-penyakit pada kehamilan
• https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upl
oad/PNPK_HIV_Kop_Garuda__1_.pdf
• Buku ajar ilmu penyakit dalam PAPDI
edisi VI
LES pada Kehamilan

Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD, K-AI


PB PAPDI

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Bagi Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi
Di 120 Kab/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI & AKB Melalui Metode Blended Learning
Ditkesga Kemenkes RI – Februari 2022
SLE Pendahuluan

• Lupus eritematosus sistemik (LES)


merupakan penyakit otoimun yang ditandai
oleh produksi antibodi terhadap komponen
komponen inti sel yang berhubungan
dengan manifestasi klinis yang luas.
• LES terutama terjadi pada usia reproduksi
antara 15-40 tahundengan rasio wanita dan
laki laki 5 : 1, dengan demikian terdapat
peningkatan kejadian kehamilan dengan LES
ini.
• 2003-2004, 1-2 orang dengan LES/2000
kehamilan, kini cenderung meningkat
SLE Pendahuluan

• Deteksi dini penting, keterlambatan


diagnosis dan penatalaksanaan dapat
memberikan dampak buruk bagi ibu dan
janin yang dikandungnya
• Penambahan dosis steroid hanya pada LES
yang flare, pencegahan flare tidak
dianjurkan dengan peningkatan dosis
steroid
• Azatioprin, adalah pilihan yang aman
untuk imunosupresan
SLE Kehamilan dan LES

• Pengaruh tergantung dari kondisi pasien,


penyakit penyerta, keterlibatan organ yang
terkena, keadaan remisi-nya
• Anti Ds DNA, bisa dipakai untuk
memprediksi aktivasi penyakit
SLE Pengaruh kehamilan terhadap les

• Masih belum dapat dipastikan apakah kehamilan dapat


mencetuskan LES,
• eksaserbasi LES pada kehamilan tergantung dari lamanya masa
remisi LES keterlibatan organ organ vital seperti ginjal.
• Penderita LES yang telah mengalami remisi lebih dari 6 bulan
sebelum hamil mempunyai risiko 25% eksaserbasi pada saat hamil
dan 90% luaran kehamilannya baik.
• Bila masa remisi LES sebelum hamil kurang dari 6 bulan maka risiko
eksaserbasi LES pada saat hamil menjadi 50% dengan luaran
kehamilan yang buruk.
• Apabila kehamilan terjadi pada saat LES sedang aktif maka risiko
kematian janin 50-75% dengan angka kematian ibu menjadi 10%.
Dengan meningkatnya umur kehamilan maka risiko eksaserbasi juga
meningkat, yaitu 13% pada trimeseter I, 14% pada trimester II, 53%
pada trimester III serta 23% pada masa nifas.
Pengaruh LES pada kehamilan
• Nasib kehamilan penderita LES sangat ditentukan dari aktifitas
penyakitnya, konsepsi yang terjadi pada saat remisi
mempunyai luaran kehamilan yang baik.
• Beberapa komplikasi kehamilan yang bisa terjadi pada
kehamilan yaitu,
• kematian janin meningkat 2-3 kali dibandingkan wanita hamil
normal,
• bila didapatkan hipertensi dan kelainan ginjal maka mortalitas janin
menjadi 50%.
• Kelahiran prematur juga bisa terjadi sekitar 30-50% kehamilan
dengan LES yang sebagian besar akibat preeklamsia atau gawat
janin.
• Infark plasenta yang terjadi pada penderita LES dapat menigkatkan
risiko terjadinya Pertumbuhan janin terhambat sekitar 25%
SLE
Risiko terjadinya preeklamsia/ eklamsia meningkat sekitar 25-
30% pada penderita LES.
Yang disertai lupus nepritis kejadian preklamsia menjadi 2 kali
lipat.
Membedakan preeklamsia dengan lupus nepritis sulit karena
keduanya mengalami hipertensi, protenuria, edema dan
perburukan fungsi ginjal.
Kriteria dibawah ini dapat dipakai untuk membedakan kedua
keadaan diatas:

Preeklamsia Renal failure


Kadar C3-C4 membaik menurun
Kadar Anti Ds DNA Tidak ada perubahan meningkat
Sedimen urin ringan aktif
Respon terhadap steroid memburuk membaik
SLE Penatalaksanaan umum
pada LES
• Persiapan lab (tergantung fasilitas dan
derajat lupusnya)
• DPL
• UL
• Ureum, kreatinin, gula darah
• Tes Coombs
• Anticardiolipin
• Anti DsDNA, anti Ro/SSA, anti LA/SSB,
antiU1RNP
• C3, C4
• Protein urine 24 jam bila nefritis
SLE Perhatikan faktor-faktor di bawah ini

• Kelelahan
• Merokok
• Cuaca
• Stres dan trauma fisik
• Diet
• Sinar UV
• Steroid sistemik
Dubois, LES dibagi 2 kelompok besar
kelompok ringan kelompok berat
• Demam • Efusi pleura/efusi
perikard masif
• Artritis
• Penyakit ginjal
• Perikarditis
• Anemia hemolitik
ringan
• Trombositopenia
• Efusi • Lupus serebral
pleura/efusi • Vaskulitis akut
perikard ringan • Miokarditis
• Kelelahan • Pneumonitis akut
• Sakit kepala • Perdarahan paru
SLE Panduan umum Kelompok berat

• Steroid sistemik pilihan utama, lamanya


pemberian disesuaikan dengan organ yang
terkena
• Perhatikan kondisi kehamilan, terutama bila
nefritis lupus
• Pemberian imunosupresan dan
antikoagulan harus mempertimbangkan
janin
SLE Panduan untuk LES Nefritis pada
Kehamilan
• Bila ingin hamil, remisi 6 bulan terlebih
dahulu
• Antisipasi flare saat post partum
• Perhatikan, risiko eklamsia lebih besar
• Hipertensi, bila ada harus dikendalikan
• Bila ditemukan hiperkoagulasi, baik disertai
ataupun tidak antibodi antifosfolipid, perlu
pemberian aspirin dosis rendah
• Perhatikan kemungkinan trombosis vena
renalis
• Hemodialis dapat dilakukan, sesuai indikasi
SLE Kontraindikasi hamil pada LES

• Hipertensi pulmonal berat (simtomatik atau


pulmonary arterial pressure / PAP > 50
mmHg
• Penyakit paru restriktif (FVC < 11)
• Gagal jantung
• Gagal ginjal kronik (kratinin > 2,8 mg/dl
• Riwayat PEB atau HELLP
• Stroke dalam 6 bulan terakhir
• Flare berat dalam 6 bulan terakhir
• Hipertensi berat
Rekomendasi obat pada kehamilan
No Obat Rekomendasi Indikasi Komplikasi pada ibu

1 Aspirin Mulai sebelum hamil APS Perdarahan


2 Azatioprin diteruskan imunosupresan Toksik pada sumsum
tulang dan hati
3 Hidroksikloroquin Menurunkan aktivitas LES LES, artritis Pigmentasi kulit
4 Heparin (LMWH) Sesuai indikasi APS pada Osteoporosis dan
kehamilan trombositopenia
5 MTX Stop 6 bulan sebelum
hamil
6 MMF Stop sebelum hamil
7 prednison Dosis minimal Nefritis lupus Hipertensi
osteopenia, DMG
8 ACE Stop sebelum hamil
9 takrolimus Atas indikasi imunosupresan DM, HT, reaktivasi
TB
10 warfarin Stop sebelum hamil
SLE
Sumber bacaan
• https://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article
/view/3828/2824
• Peran internis dalam tata laksana penyakit-
penyakit pada kehamilan
• Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi VI
Skrining
Penyulit Non-Obstetri di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam
(Vaksinasi pada Kehamilan)
Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD, K-AI.
PB PAPDI

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Bagi Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi
Di 120 Kab/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI & AKB Melalui Metode Blended Learning
Ditkesga Kemenkes RI – Februari 2022
Tujuan Pembelajaran

Tujuan Tujuan Pembelajaran Umum


pembelajaran
• Peserta mampu melakukan pelayanan
pencegahan penyulit non obstetrik sesuai
Preeklampsia dan standar
Eklampsia

Perdarahan Tujuan Pembelajaran Khusus


Antepartum dan
Plasenta Previa • Peserta mampu melakukan tata laksana
vaksinasi pada asuhan antenatal
Kesimpulan /Take
Home Message

Referensi
Vaksinasi Pada Kehamilan

Vaksinasi
pada
Kehamilan
■ Hamil: Perubahan sistem
imun
■ Rentan infeksi
■ Menyebabkan mortalitas dan
morbiditas ibu dan anak.
Vaksinasi
pada
Kehamilan

Djauzi S, Ocviyanti D. Vaksinasi pada kehamilan. Pedoman


imunisasi pada orang dewasa 2017
Vaksinasi
pada
Kehamilan

Djauzi S, Ocviyanti D. Vaksinasi pada kehamilan. Pedoman


imunisasi pada orang dewasa 2017
Influenza
Vaksinasi • Vaksinasi influenza musiman inaktif dianjurkan untuk
diberikan kepada ibu hamil
Influensa • Rekomendasi ini bukan hanya untuk melindungi ibu hamil
dan Tetanus dari influenza, tetapi juga untuk melindungi bayi dari
pada influenza pada bulan-bulan pertama kehidupan mereka

Kehamilan Tetanus
• Semua WUS, baik pada masa kehamilan atau diluar
kehamilan harus diberikan vaksinasi TT untuk melindungi
diri maupun bayi yang dilahirkan dari tetanus.
• Tetanus neonatorum biasanya fatal, namun sepenuhnya
dapat dicegah melalui pemberian vaksinasi TT kepada ibu
hamil.

https://in.vaccine-safety-training.org/immunization-and-pregnancy.html
VAKSINASI PADA IBU HAMIL DAN MENYUSUI,
JENIS APA YANG AMAN DAN KAPAN SEBAIKNYA
DILAKUKAN?
SYARAT BAGI IBU HAMIL PENERIMA VAKSIN COVID-
19
• usia kandungan >13 minggu atau antara 13-33 minggu
• memiliki tekanan darah normal
• tidak punya gejala atau keluhan pre eklampsia, dan tidak
sedang menjalani pengobatan
• jika memiliki komorbid harus dalam kondisi terkontrol

Vaksin yang digunakan di Indonesia untuk ibu hamil: Pfizer, Moderna, Sinovac
KEAMANAN VAKSIN PADA IBU HAMIL DAN
MENYUSUI
• Tidak ada risiko yang diketahui terkait pemberian vaksin inaktif, rekombinan, atau
toksoid selama kehamil dan menyusui
• Vaksin inaktif maupun vaksin dengan vector adenovirus tidak bereplikasi à tidak
menyebabkan infeksi pada ibu maupun janin
• Penelitian vaksin COVID-19 pada hewan coba tidak menhasilkan kecurigaan pada
pertumbuhan dan reproduktivitas
• Pengalaman post marketing vaksin COVID-19 hingga saat ini baik

The Green Book 2021


Skrining
Penyulit Non-Obstetri di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam
(Covid-19)
Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD, K-AI. PB PAPDI

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Bagi Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Bayi
Di 120 Kab/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI & AKB Melalui Metode Blended Learning
Ditkesga Kemenkes RI – Februari 2022
Tujuan Pembelajaran
Tujuan
pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Umum
• Peserta mampu melakukan pelayanan
penyulit non obstetrik sesuai standar

Tujuan Pembelajaran Khusus


• Peserta mampu melakukan tata laksana
penyulit medis non obstetri pada asuhan
antenatal
Penyulit Medis Non Obstetri di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam
Topik

Isi

Covid-19 pada kehamilan


Apakah ibu hamil lebih berisiko
Pendahuluan terjangkit COVID-19?
• Saat ini masih dilakukan penelitian untuk
memahami dampak infeksi COVID-19
Isi pada ibu hamil.
• Data terbatas, belum ada bukti yang
menyatakan bahwa ibu hamil lebih
berisiko terkena penyakit parah
dibandingkan populasi umum
Apakah ibu hamil lebih berisiko
terjangkit COVID-19?
• Adanya perubahan pada tubuh dan
sistem imunitas ibu hamil, mereka dapat
mengalami dampak yang cukup parah
Isi
karena beberapa penyakit infeksi saluran
Pendahuluan pernapasan.
• Pada ibu hamil perlu dilakukan langkah
pencegahan demi melindungi diri mereka
Bahasan
dari COVID-19, Petugas: harus bertanya
secara aktif dan berusaha mendapatkan
Kesimpulan /Take
gejala yang mungkin timbul (termasuk
Home Message demam, batuk, atau kesulitan bernapas)
ke pasien.
Referensi
Bagaimana Kalau Ibu Hamil Sakit?

• Segera beri pertolongan medis jika


Isi
demam, batuk, atau kesulitan bernapas.
Tatalaksana Siapkan hot line service via telepon
sebelum ibu pergi ke fasilitas pelayanan
kesehatan, dan ikuti arahan dinas
Bahasan kesehatan setempat.
• Ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan
Kesimpulan /Take
– termasuk mereka yang terjangkit
Home Message COVID-19 – harus menjalani perawatan
kesehatan rutin seperti biasanya.
Referensi
Haruskah ibu hamil menjalani
pemeriksaan COVID-19?

• Protokol dan kelayakan pemeriksaan


Isi
dapat berbeda, tergantung dari daerah
Tatalaksana
tempat tinggal Anda.
• WHO merekomendasikan ibu hamil
dengan gejala COVID-19 harus
Bahasan diprioritaskan untuk menjalani
pemeriksaan.
Kesimpulan /Take
➢Jika mereka terjangkit COVID-19, mungkin
Home Message membutuhkan perawatan khusus.

Referensi
Apakah COVID-19 dapat ditularkan dari ibu ke
bayi yang belum lahir atau bayi yang baru
lahir?

• Belum diketahui apakah seorang ibu hamil yang


terjangkit COVID-19 dapat menularkan virus tersebut
ke janin atau bayi selama kehamilan atau persalinan.
• Sampai saat ini, virus ini belum ditemukan di dalam
sampel cairan amniotik/ketuban atau ASI.
Perawatan apa saja yang harus tersedia
selama kehamilan dan persalinan?

• Semua ibu hamil, termasuk mereka yang terkonfirmasi


terjangkitatau dicurigai terjangkit COVID-19, mempunyai
hak akan perawatan yang berkualitas tinggi sebelum,
selama, dan setelah persalinan. Ini termasuk perawatan
kesehatan antenatal, bayi baru lahir, pasca kelahiran (nifas),
dan kesehatan mental.
• Jika terkonfirmasi atau dicurigai terjangkit COVID-19, tenaga
kesehatan harus melakukan tindakan pencegahan yang
tepat, termasuk penggunaan pakaian pelindung yang tepat,
untuk mengurangi risiko infeksi bagi mereka dan orang lain.
Apakah ibu hamil yang terkonfirmasi terjangkit
atau dicurigai terjangkit COVID-19, perlu
melahirkan lewat operasi caesar?

• Tidak. WHO menyarankan untuk hanya melakukan


operasi caesar ketika dibenarkan secara medis.
• Cara persalinan seharusnya tetap dilakukan
berdasarkan atas indikasi medis
Apakah ibu yang terjangkit COVID-19
dapat menyusui?

Ibu yang terjangkit COVID-19 dapat menyusui jika


mereka ingin melakukannya. Mereka harus:
➢Menerapkan kebersihan pernapasan selama menyusui,
mengenakan masker bila ada;
➢Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh bayi;
➢Rutin mencuci dan membersihkan permukaan-
permukaan yang disentuh.
Apakah ibu penyandang Covid dapat menyentuh
dan memegang bayinya jika terjangkit COVID-19?

Ya. Kontak erat dan pemberian ASI eksklusif sejak


dini membantu bayi untuk berkembang. Ibu harus
didukung untuk:
• Menyusui dengan aman, dengan menerapkan
kebersihan pernapasan;
• Memegang bayi baru lahir secara kontak kulit (skin to
skin)
• Berada dalam satu kamar dengan bayi.
• mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh bayi,
dan memastikan semua permukaan bersih.
Kondisi ibu tidak memungkinkan untuk menyusui
secara langsung. Apa yang dapat kita bantu?

Jika ibu berada dalam kondisi yang sangat tidak sehat


untuk menyusui bayinya, karena terjangkit COVID-19
atau adanya komplikasi lain, maka ibu harus
didukung untuk memberikan ASI kepada bayinya
dengan aman melalui suatu cara mungkin, yang
tersedia, dan yang dapat diterima oleh ibu sendiri.
Hal ini termasuk:
• Memerah ASI;
• Relaktasi/Menyusui kembali;
• Donor ASI.
Referensi
WHO:
https://www.who.int/indonesia/news/novel-
coronavirus/qa-during-pregnancy
Isi

Referensi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai