dan Drowning
Oleh:
Regina Dwi Fridayanti
131511133130
Anatomi Fisiologi Pernapasan
Saluran Pernafasan Bagian Atas
a) Rongga Hidung
Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melebabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.
b) Faring
Faring merupakan struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga
mulut ke laring. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada
traktus respratoriun dan digestif
c) Laring
Struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi
laring adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi dan melindungi
jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk
Saluran Pernapasan Bagian Bawah
a) Trakea
Disokong oleh cincing tulang rawan yang bentuknya seperti sepatu kuda yang
panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri
dan kanan yang disebut karina. Karina dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk
yang kuat jika dirangsang
b) Bronkus
Bronkus terdiri dari bronkus kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebar.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit
c) Alveoli
Ada 3 jenis sel alveolar, sel alveolar I adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveolar. Sel alveolar II merupakan sel aktif secara metabolik, mensekresi surfactan,
suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakn sek fagositosis yang
besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
Fisiologi Sistem Pernapasan
Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya
mencangkup 3 proses yaitu:
a) Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari
atmosfir ke alveoli paru
b) Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari
alveoli ke dalam kapiler paru
c) Transpor yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-
paru ke seluruh jaringan tubuh
Sufokasi
Definisi
Sufokasi atau mati lemas adalah ketika nafas berhenti akibat
kurangnya oksigen. Kematian terjadi ketika orang tersebut tidak mulai
bernafas lagi. (Sorrentino, 2010).
Sufokasi adalah tipe dari asfiksia mekanik yang disebabkan baik karena
kekurangan oksigen di suatu lingkungan atau karena terjadi obstruksi
mekanik ke saluran pernafasan yang bukan disebabkan konstriksi atau
penyempitan pada leher tenggelam (drowning). (Bardale,2011).
Jadi Sufokasi merupakan asfiksia akibat kekurangan oksigen
karena terjadi obstruksi mekanik ke saluran pernapasan, seperti
tersedak, tenggelam
Klasifikasi
1. External (Mechanical Obstruction)
Semua proses pernafasan yang mengalami obstruksi atau restriksi pada saluran
pernafasan.
a) Smothering
Disebabkan oleh oklusi mekanis pada saluran pernafasan bagian luar (hidung
dan mulut). Adanya obstruksi pada saluran nafas, seperti mulut dan hidung
dibekap oleh tangan, baju, bantal, handuk., dll. (Bardale, 2011).
b) Chocking
Obstruksi saluran pernafasan yang berasal dari dalam. Dampak adanya benda
asing masuk ke saluran nafas, seperti tulang ikan, koin, kapas, dll. Benda asing
merangsang spasme laring sehingga menutup keluar masuknya udara
c) Asfiksia traumatik
Disebabkan karena adanya fiksasi mekanik pada thoraks
sehingga menghalangi perpindahan jalan nafas. (Bardale, 2011).
Penyebabnya:
1) Thoraks dan abdomen mengalami penekanan oleh benda yang
menyebabkan ekspansi pada thorak dan menghalangi
pergerakan diafragma. Seperti: tertimpa runtuhan bahan
bangunan, terkubur dalam tanah, dll
2) Thorak mengalami penekanan karena tertindih oleh orang lain.
Kematian jenis ini disebut Riot Crush atau Human Pile Death
d) Throttling
Kompresi pada leher dengan 1 atau 2 tangan atau ada penekanan
leher dengan menggunakan lengan atas dan bawah. (James et all,
2003)
e) Strangling/Strangulation
Adanya pencekikan pada leher dengan menggunakan tangan.
Penyebabnya karena adanya kombinasi iskemia dengan
kompresi arteri karotis dan obstruksi pernafasan dengan
kompresi dari trakea dan laring
f) Café Coronary
Lebih sering terjadi pada seseorang yang mabuk
2. Internal (Cellular level)
Adanya gangguan di tranportasi oksigen dan kerusakan pada
tingkat sel
a) Inhalation/Irrespirable Gas
Menghirup gas beracun seperti CO2, asap kebakaran,
hidrogen sulfat, dan metana pada pekerja selokan dapat
menyebabkan sufokasi. Sufokasi juga dapat terjadi pada
ruangan kecil dengan banyak orang didalamnya. (Sharma,
2008)
Etiologi
Menurut Bardale (2011) :
Kekurangan Plastic bag Obstruksi pada
oksigen suffocation saluran
diudara pernafasan
(environmental (buka
suffovcation), disebabkan
contoh: kompresi pada
keracunan gas leher dan
CO, CO2, SO2 drowning)
Manifestasi Klinis
Menurut James et all (2003) dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Temuan Eksternal
a) Hipoksia
Peningkatan denyut jantung, peningkatan frekuensi pernapasan, penurunan kesadaran
b) Cyanosis
Kekurangan oksigen dalam darah mngakibatkan hemoglobin menjadi gelap yang
memicu timbulnya kebiruan pada kulit. Sianosis timbul dikulit dan membran mukosa
seperti wajah dan kuku
c) Congestion dan edema
Wajah perlahan mengalami bengkak yang disebabkan karena kebocoran cairan dari
pembuluh darah dan mengakibatkan edema lokal. Keluarnya cairan dari vaskularisasi
dapat disebabkan oleh kompresi aliran vena dan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah akibat kekurangan suplai oksigen
d) Perekie Hemoragic
Akan terlihat pada kulit wajah dan membran mukosa. Selain
itu, dapat terlihat di konjungtiva, subsklera, kulit kelopak
mata, membran mukosa dalam bibir dan sekitar telinga.
e) Perdarahan dari mukosa nasal dan meatus auditorius
eksternal
Sufokasi yang disebabkan karena kekerasan akan
menimnulkan perdarahan
2. Temuan Internal
Perdarahan intra-kranial, edema cerebral Pulmonary edema,
perdarahan visceral, pembengkakan jantung kanan, kongesti
visceral, fluidity of blood
Tahap Sufokasi
Menurut James et all (2003):
1. Fase Dispneu
Terjadi dispneu saat proses ekspirasi dengan peningkatan RR, sianosis, dan
takikardi. Fase dispneu dengan peningkatan RR biasanya tidak terjadi pada
sufokasi hypoxic. Berlangsung selama 60-80 detik
2. Fase Konvulsif
Kehilangan kesadaran, distress pernafasan, kongesti facial, bradikardi,
hipertensi, dan konvulsi. Durasi selama 2 menit
3. Pre-terminal Respiratory Pause
Tidak ada aktivitas pernafasan, paralisis saluran nafas dan pusat sirkulasi,
takikardi, hipertensi sistemik. Durasi selama 60-120 detik
4. Mulai timbul nafas seperti terenga-engah karena reflek primitif
pernafasan
Akhirnya timbul kehilangan gerakan sistem pernafasan: hilangnya reflek
dan dilatasi pupil. Durasi selama 1-4 menit
Penutupan jalan napas: Pembekapan dan
penyumbatan, penjeratan, pencekikan
Patofisiologi
Obstruksi jalan napas eksternal
Penekanan eksternal pada leher dan dada
Sufokasi
Hiperinflamasi duktus
Iskemia miokardial transien, hingga gagal jantung
Gangguan perfusi dan dilusi ginjal
Iskemia saluran cerna dan enterokolitis nekrotin
Kerusakan hati
Drowning
Definisi
Drowning adalah sebuah gangguan pernafasan yang
diakibatkan terendam dalam cairan (World Congress On
Drowning, 2002).
Menurut Oman (2008): 3) Sindrom Tenggelam (immersion
syndrome)
1) Dry Drowning
Kematian mendadak akibat aritmia
Terjadi tanpa aspirasi cairan.
ventrikel atau asistol yang disebabkan oleh
Obstruksi saluran napas yang air dingin. Penyebab sindrom ini adalah
lama terjadi sekunder akibat mekanisme refleks (refleks menyelam)
spasme laring yang terjadi pada saat wajah tercelup ke
2) Wet Drowning dalam air dingin sehingga terjadi apnea,
Aspirasi cairan yang dipicu oleh bradikardia, dan vasokontriksi perifer yang
spasme laring dan menyebabkan intensif
kehilangan kesadaran yang diikuti 4) Secondary Drowning
dengan relaksasi glotis, sehingga Terjadi beberapa hari setelah korban
korban menghirup cairan dan tenggelam diangkut dari air. Korban
tidak dapat bernafas. meninggal karena komplikasi yang
diakibatkan tenggelam seperti aspirasi,
pneumonia, dan ketidakseimbangan
elektrolit
Klasifikasi
Berdasarkan temperatur air, klasifikasi tenggelam dibagi
menjadi tiga:
Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis
akut akibat hipoksemia berat, asidosis laktat, dan perubahan
aliran darah ke ginjal
Kurangnya kemampuan untuk berenang
Drowning
Edema Paru
Menurut Vincent et all (2011), dibedakan menjadi 3 :
1) In-Water Basic Life Support And Rescue
Jika pasien sadar, lakukan penyelamatan di darat tanpa perawatan medis
lebih lanjut
Jika pasien tidak sadar, dilakukan penentuan tindakan resusitasi. Sering
terjadi hipoksia karena paru-paru terendam yang mengakibatkan henti
nafas dan memicu cardiac arrest
2) On-Land Basic Drowning Life Support
Prosedur pertama harus memposisikan korban posisi horizontal sedapat
mungkin, supinasi, dan menjauhi dari air untuk mencegah datangnya air. Jika
korban bernafas, posisikan posisi recorvery (posisi dekunitus lateral)
3) Advanced Drowning Life Support On Site
Non Resuscitatable Conditition
Korban tenggelam lebih 1 jam, ada tanda kematian (rigor mortis, puterfaction)
tidak perlu resusitasi
Grade 6: Cardiopulmonary Arrest
Adekuat oksigenasi dan ventilasi. Tetap melakukan kompresi jantung sambil
memulai ventilasi artificial menggunakan bag dan face mask dengan oksigen 15
liter sampai orotracheal tube terpasang
Grade 5: Respiratory Arrest
Protokol oksigenasi dan ventilasi sama dengan grade 6
Grade 4: Edema Pulmonal akut dengan hipotensi
Terapi pertama dengan pemberian oksigen ventilator mekanik
Grade 3: Edema pulmonal akut tanpa hipotensi
Korban Sa02 >90% menggunakan oksigen 15L/Menit dengan facemask
Grade 2: Auskultasi abnormal dengan suara rale di beberapa bagian paru
Korban perlu mendapatkan oksigen nasal kanul
Grade 1: Batuk dengan auskultasi normal
Korban tidak perlu pertolongan oksigen
Penyelamatan: Tanpa batuk atau kesulitas bernafas, auskultasi paru
normal
Komplikasi
Gagal ginjal
Infeksi
Tenggelam sekunder
Nekrosis pankreas
Pneumonia aspirasi
Ensefalopati hipoksik
Disritmia ventrikuler
Pencegahan
Menurut Vincent et all (2011):
Jangan minum alkohol sebelum berenang
Jangan menyelam di air yang dangkal, injury spinal
servikal sering terjadi
Jangan pernah mencoba menyelamatkan seseorang yang
tenggelam bila tidak memungkinkan untuk dilakukan
penyelamatan/tidak bisa berenang
Gunakan life jacket
Awasi anak-anak, ajari anak berenang dari usia 2 tahun
Daftar Pustaka
Vincent, et all. 2011. Textbook Of Critical Care 6 th Edition.
Missouri: Elsevier Mosby
Schwartz, M. W. (2005). Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC
James et all. 2003. Forensic Medicine: Clinical And Pathological
Aspects. London:Greenwich Medical Media.
Oman, Kathleen S, K. M. (2008). Panduan Belajar: Keperawatan
Emergensi. Jakarta: EGC.
Baird, Mariane Saunorus. 2005. Manual Of Critical Care Nursing:
Nursing InterventionsAnd Collaborative Management 5 th
Edition. Missouri: Elsevier Mosby
Bardale, Rajesh. 2011. Principles Of Forensic Medicine And
Toxicology. London: J.PMedical Ltd