Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS PENYAKIT DALAM


HEMOPTOE EC TB PARU AKTIF

OLEH:
dr. Nana Angelia Seran

PENDAMPING:
dr. Theodorus L. Mau Bere

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD Mgr. GABRIEL MANEK
DESEMBER-FEBRUARI 2022
ATAMBUA – BELU
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

TB Paru: M. Tuberculosis dapat Penyebaran M. TB


Penyakit infeksi kronik menginfeksi parenkim melalui droplet di
menular disebabkan paru dan organ ekstra udara ketika
oleh bakteri basil tahan paru seperti pleura, seseorang positif TB
asam (BTA) kelenjar limfe, tulang, dan batuk, bersin atau
Mycobacterium organ berbicara
Tuberculosis ekstra paru lainnya.

Profil Kes. RI 2020:


 Tahun 2020 insiden TB di Indonesia sebanyak 351.936
WHO Global TB
Report 2020: kasus
• Jumlah kasus tertinggi dilaporkan dari provinsi Jawa
10 juta org di dunia
menderita TB dan 1,4 Barat (622.361 kasus), Jawa Timur (466.297 kasus), dan
juta org meninggal tiap Jawa Tengah (403.747).
• Jumlah kasus laki-laki lebih tinggi dibandingkan
tahun. Indonesia
peringkat kedua dunia, perempuan
• Insiden TB paru di provinsi NTT sebanyak 66.620
setelah India.
kasus.
e h
o m
s ,
e a
i )
s d ,
i t
t e
e o n
b y
r
n h
, a e
t r a
i i d
p a
o p
l k d
e a
i M
m d
r .
b a
e , T
s a
l B
i s T
s i
e B
t s
e s a
e P
n k o
, t
e s
n
l t
m a
a p
Diagnosis:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan sputum Sewaktu-
Pagi
Pemeriksaan tes cepat
molekuler

Pengobatan:
Obat Anti Tuberkulosis
(OAT)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS
Penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis

MENYERANG JARINGAN MENYERANG ORGAN TUBUH


LAIN ( PLEURA, SELAPUT OTAK,
PARU
PERIKARDIUM, KELENJAR
(TIDAK TERMASUK LIMFE, TULANG PERSENDIAN,
PLEURA) KULIT, USUS, SALURAN
KENCING DAN LAIN LAIN

TUBERKULOSIS
PARU TUBERKULOSIS
EKSTRA PARU
n
k
u
r
ak
IMUNOPATOGENESIS
ol TUBERKULOSIS
fve
eia
og
lm
ie
an
l
g
av
dn
e
id
o
fu
lan
ag
or
sb
,
iak
ts
ai
rm
l
aa
kt
EPIDEMIOLOGI

WHO Global TB
Report 2020:
10 juta org di dunia
h menderita TB dan 1,4
juta org meninggal tiap
tahun. Indonesia
peringkat kedua dunia,
setelah India.

Profil Kes. RI 2020:


 Tahun 2020 insiden TB di Indonesia sebanyak 351.936 kasus
• Jumlah kasus tertinggi dilaporkan dari provinsi Jawa Barat (622.361
kasus), Jawa Timur (466.297 kasus), dan Jawa Tengah (403.747).
• Jumlah kasus laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan
• Insiden TB paru di provinsi NTT sebanyak 66.620 kasus.
ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis

Basil tuberkel yang merupakan


batang ramping dan kurus,
berukuran 3 x 0,5 mikronmeter,
non motil
tidak berspora
tidak bersimpai

Dinding kompleks  lapisan lemak


(60%)  as. Mikolat yang Di dalam jaringan hidup sebagai
parasit intraseluler yakni dalam
dihubungkan dengan
sitoplasma makrofag
aribionogalaktan oleh ikatan
glikolipid dan peptidoglikan  OBLIGAT AEROB --> bagian apikal
bakteri tahan asam merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis
CARA PENULARAN
DROPLE
T
INFECT.

PASIEN TUBERKULOSIS BTA Menyebar dari paru ke organ


(+)  daya penularan tergantung lainnya melalui sistem perdarahn,
banyaknya kuman yang limfe atau penyebaran langsung ke
dikeluarkan organ
PATOGENESIS
 TB Primer
Penularan karena droplet kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar dalam udara. Droplet ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung
ada tidaknya sinar UV dan kelembaban udara yg baik.

Droplet terisap oleh orang sehat dan menempel pada


jalan nafas atau paru-paru.
Kuman menetap di jaringan paru maka akan membentuk
sarang TB pneumonia kecil dan disebut sarang primer. Sarang
primer ini dapat terjadi dibagian mana saja jaringan paru.

Sarang primer  peradangan saluran getah bening menuju hilus


(limfangitis local) juga diikuti pembesaran getah bening hilus
(limfadenitis regional).

Sarang primer + limfangitis local + limfadenitis regional =


kompleks primer.
 kompleks primer akan menjadi :
 Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
 Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-
garis fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang)
Ghon.
•Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum = menyebar kesekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang sama maupun paru
sebelah. Dapat juga tertelan bersama sputum dan
ludah sehingga menyebar ke usus.
c. Secara limfogen = ke organ tubuh lainnya
d. Secara hematogen = ke organ tubuh lainnya.
 TB Post Primer
Kuman dormant pada TB primer muncul bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi TB dewasa (TB post primer), berinvasi ke daerah
parenkim paru.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas penderita, sarang dini ini
dapat menjadi :

1.Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa cacat

2.Sarang meluas, tapi segera menyembuh dengan jaringan fibrosis. Ada yang
menimbulkan perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.

3.Sarang dini meluas dan granuloma berkembang menghancurkan jaringan


sekitarnya lalu bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek
membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan akan terjadi kavitas
pada paru.
TIPE PENDERITA TB
Kasus baru
 Pasien belum mendapat pengobatan OAT atau sudah pernah
menelan OAT <1 bulan (28 hari).
Kasus kambuh (relaps)
 Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat OAT dan
dinyatakan sembuh atau pengobatan sudah lengkap kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan BTA + atau
biakan +.
Kasus pengobatan setelah gagal
 Pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan
dinyatakan gagal pada akhir pengobatan.
•Kasus setelah loss to follow up
 Pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak
meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut dan
dinyatakan loss to follow up sebagai hasil pengobatan.
• Kasus lain-lain
 Pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil akhir
pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan.
• Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui
 Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
sehingga tidak dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di
atas.
KLASIFIKASI BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN UJI
KEPEKAAN OBAT

 Monoresisten: resistensi terhadap salah satu jenis OAT lini pertama.


 Poliresisten: resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
 Multidrug resistant (TB MDR) : minimal resistan terhadap isoniazid
(H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
 Extensive drug resistant (TB XDR) : TB-MDR yang juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu dari
OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan amikasin).
 Rifampicin resistant (TB RR) : terbukti resistan terhadap Rifampisin
baik menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional), dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang
terdeteksi. Termasuk dalam kelompok TB RR adalah semua bentuk TB
MR, TB PR, TB MDR dan TB XDR yang terbukti resistan terhadap
rifampisin.
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
- Radiologis
- Bakteriologis
DIAGNOSIS KLINIS
• Batuk terus menerus dan berdahak ≥ 2 minggu
• Gejala lain yang sering dijumpai :

 Dahak bercampur darah

 Batuk darah

 Sesak Napas, nyeri dada

 Badan lemas, nafsu makan menurun, penurunan berat


badan, malaise
 Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan

 Demam/meriang lebih dari sebulan


PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
kulit yang pucat karena anemia, suhu demam(subfebris),
badan kurus atau berat badan menurun
Pemeriksaan Fisik
Pada TB paru umumnya terletak pada lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior serta daerah
apeks lobus inferior, ditemukan :
Suara napas bronkial, amforik, ronki basah. Bila
terjadi sumbatan sebagian bronkus akibat penekanan
KGB yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah ditemukan :
Limfositosis/monositosis, laju endap darah (LED) mulai
meningkat, anemia ringan dengan gambaran normokrom
normositer.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Px. standart adalah foto thorax PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, oblique, CT- Scan.
•Gambaran radiologis TB inaktif:
–Fibrotik
–Kalsifikasi (Schwarte)
•Gambaran radiologis lesi TB aktif :
–Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
–Kavitas, dikelilingi oleh bayangan berawan atau nodular
–Bayangan bercak milier
–Efusi pleura
PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI
Pemeriksaan Bakteriologi
Bahan untuk px. bakteriologi dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, Liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, Bronchoalveolar Lavage,
urin, feses, jaringan biopsi.
•Cara pengambilan dahak
Pengambilan dahak lakukan 2 kali yaitu SP
•Cara pemeriksaan
Dapat dilakukan dengan mikroskopik biasa atau
biakan. Pemeriksaan mikroskopik dapat dengan
pewarnaan BTA, Ziehl Neelsen atau Kinyoun Gabbett
TES TUBERKULIN
Anak  masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis TB

Dewasa  tes tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah


seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi
Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium patogen
lainnya

Menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D(Purified Protein


Derivative) secara intrakutan

Dasar tes tuberkulin  reaksi alergi tipe lambat


Setelah 48-72 jam tuberkulin
disuntikkan  reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terdiri
dari infiltrat limfosit yakni reaksi
persenyawaan antara antibodi
seluler dan antigen tuberkulin

a). Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Di sini peran
antibodi humoral paling menonjol.
b). Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di sini peran antibodi
humoral masih menonjol.
c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan low grade sensitivity. Di sini peran kedua
antibodi seimbang.
d). Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di sini peran antibodi
seluler paling menonjol.
PENGOBATAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu
fase intensif dan fase lanjutan.

Terdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB


- BAKTERISID  membunuh bakteri yang sedang
tumbuh (metabolismenya masih aktif)
- STERILISASI (BAKTERIOSTATIK)  membunuh
bakteri yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya
kurang aktif)
JENIS DAN DOSIS OAT
 Kategori 1: 2 (RHZE)/4(RH)3. diberikan untuk pasien
TB paru kasus baru yang terkonfirmasi secara
bakteriologis, klinis maupun ekstra paru.
 Kategori 2: diberikan untuk pasien BTA positif yang
pernah diobati sebelumnya, lalu: kambuh; gagal dengan
OAT kategori 1; atau diobati kembali setelah putus obat
(lost to follow up)
OAT KATEGORI 1 KOMBINASI DOSIS
TETAP
OAT KATEGORI 2 KOMBINASI DOSIS
TETAP
EFEK SAMPING PENGOBATAN
EVALUASI PENGOBATAN
Terdapat beberapa metode yang bisa digunakan untuk evaluasi
pengobatan TB paru (Bayupurnama, 2007)
KLINIS BAKTERIOLOGIS RADIOLOGIS

Pasien dikontrol dalam 1 -biasanya setelah 2-3 minggu -foto kontrol dapat dibuat pada
minggu pertama, selanjutnya 2 pengobatan sputum BTA mulai akhir pengobatan sebagai
minggu selama tahap intensif menjadi negatif dokumentasi untuk
dan seterusnya sekali sebulan -Px dilakukan sebulan sekali  perbandingan bila nanti timbul
sampai akhir pengobatan. anjuran WHO  kontrol kasus kambuh
Secara klinis hendaknya sputum pada akhir bulan ke-2, - Jika keluhan pasien tidak
terdapat perbaikan keluhan- 4 atau 5 dan 6 berkurang (misalnya
keluhan pasien seperti batuk -Pemeriksaan resistensi tetap batuk-batuk), dengan
berkurang, batuk darah hilang, dilakukan pada pasien baru pemeriksaan radiologis dapat
nafsu makan bertambah, berat yang BTA-nya masih positif dilihat keadaan TB parunya
badan meningkat dll setelah tahap intensif dan pada atau adakah penyakit lain yang
awal terapi bagi pasien yang menyertainya
mendapatkan pengobatan ulang - Evaluasi foto dada dilakukan
(retreatment) setiap 3 bulan sekali (karena
perubahan tidak secepat
perubahan bakteriologis)
HASIL PENGOBATAN PASIEN TB
Hasil Pengobatan Definisi

Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal pengobatan, yang
hasil pemeriksaan bakteriologis pada akahir pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu
pemeriksaan sebelumnya.

Pengobatan lengkap Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap di mana pada salah satu
pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif, namun tanpa ada bukti hasil
pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.

Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan saja apabila selama pengobatan diperoleh
hasil laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT.

Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang dalam
pengobatan.
Putus berobat (loss to Pasien TB yang tidak memulai pengobatan atau yang pengobatannya terputus selama 2 bulan
follow up) berturut-turut atau lebih.
Tidak dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termaksud dalam kriteria ini
adalah pasien pindah (transfer out) ke kabupaten/kota lain di mana hasil akhir pengobatannya
tidak diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.
DEFINISI HEMOPTISIS

Ekspektoransi darah atau dahak bercampur darah yang berasal


dari saluran napas bawah dan parenkim paru

Sumber pendarahan pada hemoptisis berasal dari saluran napas


bawah yaitu percabangan trakeobronkial yang terletak di bawah
plika vokalis

Hemoptisis yang disebabkan sumber pendarahan di saluran


napas atas/bukan saluran napas bawah dan parenkim paru
disebut pseudohemoptisis
KLASIFIKASI HEMOPTISIS
Klasifikasi hemoptisis dibedakan  tingkat
keparahan atau kuantitas
Hemoptisis masif darah

Hemoptisis nonmasif

Definisi hemoptisis masif berdasarkan kriteria Busroh yaitu :


1. Hemoptisis dengan volume sedikitnya 600 mL dalam 24 jam.
2. Hemoptisis dengan volume antara 250-600 mL dalam 24 jam pada pasien yang
memiliki kadar hemoglobin (Hb) < 10 gram/desiliter (gr/dL) dan dalam
pengamatan masih terus berlangsung.
3. Hemoptisis dengan volume antara 250-600 mL dalam 24 jam pada pasien yang
memiliki kadar Hb > 10 gr/dL sedangkan dalam waktu 48 jam masih belum
berhenti.
KLASIFIKASI HEMOPTISIS

Morbiditas dan mortalitas pada px haemoptisis ditentukan oleh 3 hal yaitu:


1. Tingkat kecepatan kehilangan darah akibat hemoptisis yang terjadi
2. Kemampuan batuk atau bersihan darah dari saluran napas
3. Tingkat keparahan penyakit paru yang mendasari

Kriteria life threatening hemoptysis atau hemoptisis yang mengancam jiwa


yaitu:
1. Hemoptisis dengan volume lebih dari 100 mL dalam 24 jam.
2. Hemoptisis menyebabkan abnormalitas pertukaran gas dan/atau
obstruksi saluran napas.
3. Hemoptisis menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik.
ETIOLOGI HEMOPTISIS MASIF
Tabel 1. Berbagai etiologi hemoptisis masif
Kelompok kelainan Penyakit yang menyebabkan hemoptisis masif
Keganasan Karsinoma paru
Bronchial adenoma
Metastasis keganasan diparu
Infeksi Tuberkulosis#
Infeksi jamur paru (khususnya Aspergilloma)#
Necrotising pneumonia
Abses paru
Kista hidatidosa
Paragonomiasis
Kelaianan struktur paru Brokiektasis#
Cystic fibrosis
Kelainan kardiovaskuler Tromboemboli paru
Arterio-venous malformation (Osler–Weber–Rendu syndrome)
Stenosis mitral
Aneurisma aorta torakalis
Ruptur arteri pulmonalis pada pemasangan balloon-tip catheter

Theron J, Diacon AH, Bolliger CT. Management of massive hemoptysis. In: Nava S, Welte T, editors. Respiratory
Emergencies. UK: The European Respiratory Monograph; 2006. p. 95-105.
ETIOLOGI HEMOPTISIS MASIF
Tabel 1. Berbagai etiologi hemoptisis masif
Kelompok kelainan Penyakit yang menyebabkan hemoptisis masif
Kelainan sistemik Behcet’s disease
Wegener’s granulomatosis
Goodpasture’s syndrome
Systemic lupus erythematosus (SLE)
Gangguan koagulasi Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Trombositopenia
Hemofilia
Von Willebrand’s disease
Terapi antikoagulan
Penyebab lain-lain Lymphangioleiomyomatosis
Katamenial (endometriosis)
Bronkolith

Theron J, Diacon AH, Bolliger CT. Management of massive hemoptysis. In: Nava S, Welte T, editors.
Respiratory Emergencies. UK: The European Respiratory Monograph; 2006. p. 95-105
DIAGNOSIS
Tabel 2. Perbedaan antara hemoptisis dan hematemesis
Perbedaan Hemoptisis Hematemesis
Anamnesis Tanpa keluhan mual atau Disertai keluhan mual atau
muntah muntah
Pasien memiliki riwayat Pasien biasanya tidak
penyakit paru memiliki riwayat penyakit
paru
Mungkin mengalami asfiksia Jarang disertai asfiksia
Pemeriksaan sputum Frothy Jarang frothy
Kemerahan cair atau tampak Warna kehitaman/Coffe
ada bekuan darah bercampur ground appearance
dahak Kecoklatan atau kehitaman
Merah segar atau pink

Laboratorium pH alkali pH asam


Bercampur dengan makrofag Bercampur dengan sisa
dan neutrofil makanan
Bidwell JL, Pachner RW. Hemoptysis: diagnosis and management. Am Fam Physician. 2005;72:1253-60
PATOFISIOLOGI
• Hemoptisis  ruptur pembuluh darah di sekitar percabangan
trakeobronkial
• Darah keluar  robekan kapiler dan memasuki saluran napas
• Darah di saluran napas keluar melalui proses batuk
• Intensitas batuk dan jumlah darah yang keluar dipengaruhi :
• Derajat berat/dampak dari penyakit dasar
• Jenis sirkulasi darah yang terlibat

• Hemoptisis masif pecahnya arteri bronkialis


• Sirkulasi bronkial  patofisiologi hemoptisis masif:  Sirkulasi bronkial
memperdarahi sebagian besar saluran napas dan parenkim paru
• Sumber hemoptisis  arteri bronkialis > sirkulasi pulmonar
PATOFISIOLOGI

• Kerusakan pembuluh darah bronkial  penyakit yang menyebabkan


inflamasi lokal dan erosi di sekitar pembuluh darah bronkial

• Pecahnya pembuluh darah bronkial  perdarahan masif dan mendadak

• Hemoptisis nonmasif  pecahnya arteri pulmonalis  meskipun sumber


perdarahan pada hemoptisis mungkin berasal dari pecahnya kedua sistem
sirkulasi

• Keterlibatan pembuluh darah kolateral  dipertimbangkan penyebab


hemoptisis
PATOGENESIS HEMOPTISIS PADA TB PARU
• Patogenesis hemoptisis  TB paru aktif  adanya kavitas disertai peradangan 
ulserasi bronkus atau alveolus disekitarnya.
• Kavitas + peradangan  nekrosis atau erosi pembuluh darah dinding bronkus dan
alveolus di sekitarnya.
• Erosi  pecahnya pembuluh darah  hemoptisis

• Patogenesis hemoptisis pada bekas TB paru  kerusakan struktural parenkim paru


dan pembuluh darah akibat luasnya lesi TB yang telah diderita sebelumnya.

• Penderita bekas TB dengan hemoptisis  memiliki lesi ektasis bronkus sisa lesi
lama berupa:
• bronkiektasis, hipervaskularisasi, pelebaran pembuluh darah bronkial, kavitas,
serta pembentukan pembuluh darah kolateral anastomosis.
PATOGENESIS HEMOPTISIS PADA TB PARU
R
u
p
t
u
r

a
n
e
u
r
i
s
m
a

R
a
s
s
m
u
s
s
e
n

s

k
e
t
e
r
l
i
b
a
t
a
n

t
u
n
i
k
a

a
d
v
e
n
t
i
s
i
a

p
e
m
b
u
l
u
h

d
a
r
a
h

y
a
n
g

m
e
n
g
a
l
a
m
i

d
e
s
t
r
u
k
s
i

a
k
i
b
a
t

i
n
f
l
a
m
a
s
i

l
o
k
a
l

(
i
n
f
e
k
s
i

T
B

y
a
n
g

a
k
t
i
f

k
e
m
b
a
l
i
)
PATOGENESIS HEMOPTISIS PADA TB PARU
• Erosi lesi kalsifikasi merupakan sebab lain hemoptisis  bekas TB.
• Lesi kalsifikasi membentuk bronkolith di dekat pembuluh darah dinding saluran
napas.
• Gerakan saluran napas saat batuk menyebabkan erosi dinding pembuluh darah oleh
kalsifikasi  hemoptisis masif

• Hemoptisis pada TB  pelepasan faktor pertumbuhan angiogenik yang memicu


neovaskularisasi dan remodelling pembuluh darah pulmonal.
• Vaskularisasi baru yang terhubung dengan sistem kolateral ini rapuh dan
cenderung ruptur ke dalam saluran napas.
• Peningkatan pembentukan pembuluh baru  penyakit paru kronis (bronkiektasis,
bronkitis kronis, tuberkulosis, mikosis paru, abses paru yang kronis, dan penyakit
neoplastik)
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
TB paru
Anamnensis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang
laboratorium darah

Pemeriksaan sputum

Foto toraks

Pemeriksaan radiologis lanjutan (ct-scan, HRCT, angio MDCT)

Bronkoskopi diagnostik
PERBEDAAN ANTARA HEMOPTISIS DAN HEMATEMESIS

Perbedaan Hemoptisis Hematemesis


Anamnesis Tanpa keluhan mual atau Disertai keluhan mual atau
muntah muntah
Pasien memiliki riwayat Pasien biasanya tidak
penyakit paru memiliki riwayat penyakit
paru
Mungkin mengalami asfiksia Jarang disertai asfiksia
Pemeriksaan Frothy Jarang frothy
sputum Kemerahan cair atau tampak ada Warna kehitaman/Coffe
bekuan darah bercampur dahak ground appearance
Merah segar atau pink Kecoklatan atau kehitaman
Laboratorium pH alkali pH asam
Bercampur dengan makrofag Bercampur dengan sisa
dan neutrofil makanan

Bidwell JL, Pachner RW. Hemoptysis: diagnosis and management. Am Fam Physician.
2005;72:1253-60
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan hemoptisis masif /non masif
Menghentikan pendarahan

Mencegah terjadinya aspirasi

Mengobati penyakit paru yang menjadi penyebab


dasar

Langkah penting penatalaksanaan hemoptisis masifMencegah


terjadinya aspirasi
Menjaga jalan napas dan resusitasi penderita

Investigasi sumber/penyebab pendarahan

Segera memberikan terapi yang tepat dan spesifik


untuk menghentikan pendarahan
PENATALAKSANAAN
Penanganan awal penderita yang mengalami pendarahan aktif

Tenangkan dan beritahu penderita agar jangan takut untuk membatukkan


darahnya

Penderita berbaring pada posisi lateral dekubitus ke sisi paru yang sakit

pemantauan kesadaran, tanda vital yaitu tekanan darah, frekuensi nadi, laju
pernapasan, dan saturasi oksigen, serta pantau jumlah darah yang
dibatukkan

Jaga agar jalan napas tetap terbuka

Pemberian oksigen dengan kanul atau masker bila jalan napas bebas
hambatan/sumbatan
PENATALAKSANAAN
Penanganan awal penderita yang mengalami pendarahan aktif

Pemasangan infus dilakukan untuk penggantian cairan maupun jalur pemberian


obat parenteral dan tranfusi bila diperlukan

Pemberian obat hemostatik pada penderita hemoptisis yang tidak disertai


kelainan faal hemostatic

Obat dengan efek sedasi ringan dapat diberikan jika penderita gelisah

Obat supresi refleks batuk seperti kodein dan morfin sebaiknya dihindari

Transfusi darah diberikan jika hematokrit < 25-30% atau Hb < 10 gr/dL
sedangkan perdarahan masih berlangsung.
PENATALAKSANAAN
Algoritma penatalaksanaan awal hemoptisis di ruang gawat darurat

Baptiste EJ. Management of hemoptysis in the emergency department. Hospital Physician. 2005;28:53-9
PENATALAKSANAAN
Algoritma penatalaksanaan hemoptisis masif

Theron J, Diacon AH, Bolliger CT. Management of massive hemoptysis. In: Nava S, Welte T, editors. Respiratory
Emergencies. UK: The European Respiratory Monograph; 2006. p. 95-105
PROGNOSIS

• Penderita hemoptisis sebagian besar  prognosis yang baik.


• Penderita hemoptisis akibat  keganasan dan gangguan pembekuan
darah  prognosis lebih buruk.
• Tingkat risiko kematian lebih tinggi pada keganasan dengan stadium yang
lebih lanjut.
• Tingkat prognosis hemoptisis dipengaruhi oleh lamanya perdarahan masif
yang telah berlangsung
• Mortalitas hemoptisis dipengaruhi oleh beratnya perdarahan dan
gambaran patologi paru
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. MB
Umur :26 tahun
Jenis kelamin :Perempuan
Alamat : Lasiolak
Agama : Katholik
Status Marital : Belum Menikah
Pendidikan : SMA
RM : 009823
MRS IGD tanggal : 10-01-2022 (19.30 WITA)
ANAMNESIS (S)
KELUHAN UTAMA
Batuk Darah

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang dengan keluhan batuk berdarah sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya, pasien
mengalami batuk-batuk sejak 3 bulan. Batuk berdahak, dahak berwarna kuning kadang
kehijauan, dahak berbau busuk disangkal. Namun sejak 3 hari yang lalu dahak
bercampur darah, warna darah merah segar, darah berbentuk gumpalan. Pada saat batuk
darah yang di keluarkan kira-kira sebanyak 1/2 sendok makan. Setiap kali batuk, dahak
bercampur darah. Muntah berdarah (-), keluar darah berwarna hitam gelap dari mulut
(-), mual (-), nyeri ulu hati (-). Selain itu pasien juga mengeluhkan merasa sesak napas
hilang timbul sejak 3 bulan. Keluhan sesak napas memberat 3 hari terakhir. Nafsu
makan menurun (+), lemas (+), pernurunan berat badan (+), lebih sering berkeringat di
malam hari (+) dan demam naik turun (+). Pasien merasa berat badannya turun selama
3 bulan ini, namun os tidak pernah menimbang berat badan, hanya terlihat semakin
kurus dan merasa pakaian menjadi longgar. BAK lancar. BAB lancar. BAB hitam
disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riw. TB Paru : disangkal
Riw. penyakit DM : disangkal
Riw. tekanan darah tinggi : disangkal
Riw. penyakit jantung : disangkal
Riw. penyakit asma : disangkal
Riw. penyakit ginjal : disangkal
Riw. keganasan : disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ayah pasien menderita TB Paru tahun 2018 tetapi tuntas
pengobatan 6 bulan.
Riwayat Hipertensi (-), DM(-), asma (-),keganasan (-).
RIWAYAT PENGOBATAN
Paracetamol dan amoksisilin
Riwayat alergi obat ()

RIWAYAT SOSIAL
Pasien belum menikah, tinggal bersama dengan kedua orangtua
dan 4 orang saudara kandung. Rumah memiliki ventilasi udara
yang cukup di setiap kamar/ruangan, namun jarang membuka
jendela dan pintu rumah.
PEMERIKSAAN FISIK 10/01/2022
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran/GCS : compos mentis/E4V5M6
Tekanan Darah : 107/76 mmHg
Nadi : 104 x/m (reguler, kuat angkat)
Pernafasan : 28 x/m
Suhu : 37,6oC (Axilla)
SpO2 : 95%
Berat Badan : 42 kg
Tinggi Badan : 154 cm
STATUS GENERALIS
 Kepala : Normocephal, rambut distribusi merata,
tidak mudah rontok
 Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik
(+/+), pupil , isokor (+/+), reflex
cahaya (+/+)
 Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-), Epistaksis (-/-)
 Mulut : Mukosa bibir kering, lidah kotor (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), peningkatan JVP (-)
Abdomen
Inspeksi : perut datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), Nyeri tekan
abdomen (-), hepar dan lien tidak teraba,
massa (-), turgor kulit normal
Perkusi : Timpani ke 4 kuadran abdomen,
Paru
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris , retraksi inter costa (+/+)
 Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri simetris
 Perkusi : sonor-sonor-sonor/pekak-sonor-sonor
 Auskultasi : suara dasar paru vesikuler (+/+), rhonki +--/+++),
wheezing (-/-)

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea
midclavicularis sinistra
 Perkusi : Batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Ekstremitas :
 Atas : Udem (-/-), turgor kulit baik, akral hangat,
sianosis (-), CRT < 2 detik
 Bawah : Udem (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis
(-), CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RSUD MGR. GABRIEL MANEK
(10/01/2022)

Hb 11,8 g/dl 11,5-16,6

Hematokrit 39,1 % 37.0-45.0

MCV 69,2 fL 82.0-92.0

MCH 21,2 Pg 27.0-31.0

Leukosit 7,29 10³/ul 4.0-11.0

Trombosit 456 10³/ul 150-450

SARS-CoV-2 antigen Negatif Negatif


FOTO THORAX (TGL 10-01-2022)
KESIMPULAN HASIL FOTO THORAX
Foto Thoraks
 Perselubungan inhomogen di lapang atas-tengah paru
kiri disertai bercak-bercak dan cavitas berdinding tipis.
 Cor: bentuk, letak dan ukuran normal

 Kedua sinus lancip, diafragma bentuk dan letak baik

 Tulang-tulang cavum thorax intak

Kesimpulan: TB Paru Aktif Lesi Moderate


PROBLEM LIST
• Batuk darah sejak 3 hari SMRS
• Sesak Napas memberat 3 hari terakhir
• Batuk lama berdahak kurang lebih 3 bulan yang lalu
• Penurunan berat badan, demam naik turun, keringat malam,
napsu makan menurun, lemas
• Dulu pernah sakit seperti ini dgn pengobatan tb 2 bulan
• RR = 28 x/menit, SpO2: 95%
• Retraksi inter costa (+)
• Terdengar suara Rhonki (+/+) pada lapang paru
ASESSMENT
Hemoptoe ec TB Paru Aktif (TB Paru Kasus Baru)
PLANNING (TGL 10-01-2022)
 Infus RL 20 tpm
 02 nasal kanul 2-3 lpm

 Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram (IV)

 Codein 3 x 10 mg (PO)

 Asam traneksamat 3 x 500 mg (IV)

 Paracetamol 3 x 500 mg (PO)

 Pemeriksaan TCM TB

 Lanjut OAT kategori 1 di Puskesmas

 MRS Flamboyan
F.U Flamboyan/ 11/01/2022
S Pasien mengatakan masih batuk bercampur darah sedikit (+), lemas berkurang,
demam (-)

O • KU : • Tampak sakit sedang


• Kesadaran : • Compos Mentis
• TTV • TD : 107/67 mmHg
• S : 36.5 C
• N : 92 x/menit
• RR : 24 x/menit
• SpO2 : 99% dengan nasal kanul 2-3 lpm

• Pemfis:
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (+/+), wh(-/-), retraksi intercosta (+/+) berkurang
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: cembung BU (+), nyeri tekan abdomen (+)
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 dtk, edema inferior -/-
A Hemoptoe ec TB Paru Aktif (TB Paru Kasus Baru)

P Planning DPJP:
Infus RL 20 tpm
02 nasal kanul 2-3 lpm
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram (IV)
Codein 3 x 10 mg (PO)
Asam traneksamat 3 x 500 mg (IV)
Paracetamol 3 x 500 mg (PO)
Pemeriksaan TCM TB
F.U Flamboyan/ 12/01/2022
S Pasien mengatakan masih batuk bercampur darah sedikit (+), lemas berkurang,
demam (-)

O • KU : • Tampak sakit sedang


• Kesadaran : • Compos Mentis
• TTV • TD : 112/80 mmHg
• S : 36.5 C
• N : 91 x/menit
• RR : 24 x/menit
• SpO2 : 98% tanpa O2 nasal kanul

• Pemfis:
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (+/+), wh(-/-), retraksi intercosta (+/+) berkurang
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: cembung BU (+), nyeri tekan abdomen (+)
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 dtk, edema inferior -/-
A Hemoptoe ec TB Paru Aktif (TB Paru Kasus Baru)

P Planning DPJP:
Infus RL 20 tpm
02 nasal kanul 2-3 lpm
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram (IV)
Codein 3 x 10 mg (PO)
Asam traneksamat 3 x 500 mg (IV)
Paracetamol 3 x 500 mg (PO)
HASIL PEMERIKSAAN TCM
 Mycobacterium Tuberculosis terdeteksi
F.U Flamboyan/ 12/01/2022
S Pasien mengatakan masih batuk berkurang, darah (bercak-bercak), lemas (-), demam (-)

O • KU : • Tampak sakit sedang


• Kesadaran : • Compos Mentis
• TTV • TD : 117/82 mmHg
• S : 36.5 C
• N : 87 x/menit
• RR : 24 x/menit
• SpO2 : 98% tanpa O2 nasal kanul

• Pemfis:
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
• Paru: Ves (+/+), rh (---/++-) berkurang, wh(-/-), retraksi intercosta (-/-)
• Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen: cembung BU (+), nyeri tekan abdomen (+)
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 dtk, edema inferior -/-
A Hemoptoe ec TB Paru Aktif (TB Paru Kasus Baru)

P Planning DPJP:
Codein 3 x 10 mg (PO)
Asam traneksamat 3 x 500 mg (PO)
Paracetamol 3 x 500 mg (PO)
OAT Kategori 1 dari Puskesmas
Pasien boleh pulang
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus Teori
Keluhan batuk berdarah sejak 3 hari SMRS. Riwayat Keluhan Pasien mengarah ke gejala TB paru.
batuk-batuk sejak 3 bulan. Batuk berdahak,berwarna Di mana berdasarkan teori gejala yang
kuning kadang kehijauan, dahak berbau busuk (-).
Sejak 3 hari yll dahak bercampur darah, warna darah ditimbulkan dari TB paru adalah
merah segar, darah berbentuk gumpalan. Pada saat Batuk terus menerus dan berdahak ≥ 2
batuk darah yang di keluarkan kira-kira sebanyak 1/2 minggu, dahak bercampur darah, batuk darah,
sendok makan. Setiap kali batuk, dahak bercampur sesak napas, nyeri dada, badan lemas, nafsu
darah. Muntah berdarah (-), keluar darah berwarna makan menurun, penurunan berat badan,
hitam gelap dari mulut (-), mual (-), nyeri ulu hati (-).
Selain itu pasien juga mengeluhkan merasa sesak napas malaise, berkeringat malam walaupun tanpa
hilang timbul sejak 3 bulan. Keluhan sesak napas kegiatan , demam/meriang.
memberat 3 hari terakhir. Nafsu makan menurun (+),
lemas (+), pernurunan berat badan (+), lebih sering
berkeringat di malam hari (+) dan demam naik turun
(+). Pasien merasa berat badannya turun selama 3 bulan
ini, BAK lancar. BAB lancar. BAB hitam disangkal.
Pasien tida memiliki riwayat keluhan yang sama
sebelumya.
Kasus Teori
Ayah pasien pernah terdiagnosis TB paru pada Faktor risiko:
tahun 2018 dan tidak tuntas pengobatan 6 bulan. 1. Orang dengan HIV positif dan penyakit
Rumah pasien memiliki ventilasi udara yang imunokompromais lain.
cukup di setiap kamar/ruangan, namun jarang 2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan
membuka jendela dan pintu rumah. dalam jangka waktu
panjang.
3. Perokok
4. Konsumsi alkohol tinggi
5. Anak usia <5 tahun dan lansia
6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan
penyakit TB aktif yang
infeksius.
7. Berada di tempat dengan risiko tinggi
terinfeksi tuberkulosis
(contoh: lembaga permasyarakatan, fasilitas
perawatan jangka
panjang)
8. Petugas kesehatan
9. Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang
baik dan tanpa cahaya matahari akan
meningkatkan risiko penularan.
Kasus Teori

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien Berdasarkan teori pada kasus TB paru kelainan yang didapat
compos mentis, tekanan darah 107/76 tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
mmHg, nadi 104 x/m (reguler, kuat angkat) , perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
pernafasan 28 x/m, suhu: 37,6oC (Axilla), menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak
SpO2 95%. Pada pemeriksaan lapang paru di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen
didapatkan adanya retraksi intercosta, posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6).
perkusi pekak pada 1/3 lapang paru kiri Pada pemeriksaan dapat ditemukan antara lain suara napas
(apeks paru) dan ada suara napas tambahan bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-
rhonki pada lapang paru. tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pada
pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi
ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada
limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan
metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.
Kasus Teori

Berdasarkan hasil pemeriksaan Di mana pemeriksaan darah akan bermakna jika kasus telah
laboratorium tidak ditemukan berlangsung lama (kronik), berdasarkan teori anemia pada kasus
kelainan pada pemeriksaan darah TB paru bisa disebabkan yang pertama karena supresis eritropoesis
lengkap. oleh mediator inflamasi. Kondisi ini terjadi karena adanya
disregulasi sistem imun terkait dengan respon sistemik terhadap
kondisi penyakit yang diderita. Pada kasus TB terjadi peningkatan
sitokin pro inflamasi seperti TNF-α, IL-6, IL1β serta interferon-γ
berpengaruh terhapat penurunan eritroid progenitor. Penurunan
eritroid progenitor ini menghambat diferensiasi dan proliferasi
eritrosit secara langsung. Selain itu, anemia pada kasus TN juga
dapat disebabkan oleh terganggunya homeostasis zat besi dengan
adanya peningkatan ambilan dan retensi zat besi dalam sel RES.
Zat besi merupakan faktor pertumbuhan penting untuk
Mycobacterium Tuberculosis. Retensi besi pada sistem RES
merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh. Terganggunya
hemostasis zat besi menyebabkan terjadinya pengalihan zat besi
dari sirkulasi ke tempat penyimpanan RES dan diikuti terbatasnya
persediaan zat besi untuk sel eritroid progenitor. Hal ini
menyebabkan terbatasnya proses pembentukan eritrosit.
Kasus Teori

Hasil pemeriksaan TCM Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan dahak
ditemukan kuman Mycobacterium mikroskopis langsung dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang
Tuberculosis terdeteksi dan pada dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP) lalu diwarnai dengan
pemeriksaan rontgen X-Ray pewarnaan Ziehl Neelsen, emeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB,
Thorax didapatkan adanya Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-
Perselubungan inhomogen di Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube). Selain itu,
lapang atas-tengah paru kiri penegakkan diagnosis TB paru juga menggunakan hasil foto thorax X-ray
disertai bercak-bercak dan cavitas maupun CT Scan. Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB
berdinding tipis yang merupakan aktif antara lain:
gambaran TB Paru aktif. • Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
• Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular. Bayangan bercak milier.
•Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
Fibrotik, Kalsifikasi, Schwarte atau penebalan pleura
Luluh Paru (destroyed Lung): Gambaran radiologi yang menunjukkan
kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh
paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan
aktivitas proses penyakit.
PATOGENESIS HEMOPTISIS PADA TB PARU
• Patogenesis hemoptisis  TB paru aktif  adanya kavitas disertai peradangan 
ulserasi bronkus atau alveolus disekitarnya.
• Kavitas + peradangan  nekrosis atau erosi pembuluh darah dinding bronkus dan
alveolus di sekitarnya.
• Erosi  pecahnya pembuluh darah  hemoptisis

• Patogenesis hemoptisis pada bekas TB paru  kerusakan struktural parenkim paru


dan pembuluh darah akibat luasnya lesi TB yang telah diderita sebelumnya.

• Penderita bekas TB dengan hemoptisis  memiliki lesi ektasis bronkus sisa lesi
lama berupa:
• bronkiektasis, hipervaskularisasi, pelebaran pembuluh darah bronkial, kavitas,
serta pembentukan pembuluh darah kolateral anastomosis.
PATOGENESIS HEMOPTISIS PADA TB PARU
R
u
p
t
u
r

a
n
e
u
r
i
s
m
a

R
a
s
s
m
u
s
s
e
n

s

k
e
t
e
r
l
i
b
a
t
a
n

t
u
n
i
k
a

a
d
v
e
n
t
i
s
i
a

p
e
m
b
u
l
u
h

d
a
r
a
h

y
a
n
g

m
e
n
g
a
l
a
m
i

d
e
s
t
r
u
k
s
i

a
k
i
b
a
t

i
n
f
l
a
m
a
s
i

l
o
k
a
l

(
i
n
f
e
k
s
i

T
B

y
a
n
g

a
k
t
i
f

k
e
m
b
a
l
i
)
PATOGENESIS HEMOPTISIS PADA TB PARU
• Erosi lesi kalsifikasi merupakan sebab lain hemoptisis  bekas TB.
• Lesi kalsifikasi membentuk bronkolith di dekat pembuluh darah dinding saluran
napas.
• Gerakan saluran napas saat batuk menyebabkan erosi dinding pembuluh darah oleh
kalsifikasi  hemoptisis masif

• Hemoptisis pada TB  pelepasan faktor pertumbuhan angiogenik yang memicu


neovaskularisasi dan remodelling pembuluh darah pulmonal.
• Vaskularisasi baru yang terhubung dengan sistem kolateral ini rapuh dan
cenderung ruptur ke dalam saluran napas.
• Peningkatan pembentukan pembuluh baru  penyakit paru kronis (bronkiektasis,
bronkitis kronis, tuberkulosis, mikosis paru, abses paru yang kronis, dan penyakit
neoplastik)
Kasus Teori
Pada pasien diberikan terapi IVFD RL Berdasarkan teori pasien di diagnosis dengan
20 tpm, 02 nasal kanul 2-3 lpm, injeksi TB Paru aktif kasus baru, sehingga terapi utama
Ceftriaxone 2 x 1 gram (IV), Codein 3 pada pasien adalah pemberian OAT kategori 1
x 10 mg (PO), Asam traneksamat 3 x sesuai berat badan pasien 42 kg yaitu 3
500 mg (IV), Paracetamol 3 x 500 mg FDC/KDT. Pada pasien diberikan terapi
(PO) dan lanjut OAT kategori 1 di simptomatik sesuai dengan gejala pasien di
Puskesmas. mana diberikan suplementasi oksigen,
paracetamol sebagai antipiretik jika pasien
mengalami demam, codein sebagai pereda
batuk dan asam traneksamat sebagai obat
hemostatik untuk membantu mengurangi
hemoptoe.
OAT KATEGORI 1 KOMBINASI DOSIS
TETAP
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien wanita berusia 26 tahun dengan


diagnosis Hemoptoe ec TB Paru aktif. Anamnesis dan
tatalaksana pasien ini telah dibahas sesuai dengan teori dan
tinjauan pustaka yang ada. Demikian laporan kasus ini
dibuat sebagai syarat bagi penulis untuk menyelesaikan
Program Internsip Dokter Indonesia dan kiranya dapat
bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
 Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). 2013. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
 Kementirian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. 2020.

 Tanto, Christ [et. al.]. (2016). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.
 Kementirian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. 2014.
 WHO The Global Plan to Stop TB 2011-2015 : Transforming the fight toward Elimination of TB. 2011.

 Bulletin CRID-TROPHID. Universitas Indonesia. Celebrating World Tuberculosis Day. 2011.Vol 2

 Mahon, R. C. Textbook of Diagnostic Microbiology 4th ed. WB Sanders Co, 2011

 Pfyffer GE. Mycobacterium : General characteristics Laboratory Detection and Staining Procedure in
manual of Clinical Microbiology. Editor Patrick R Murray. 9th ed. ASM Press. Washington DC. 2007.
 Vincet V, Gutierrez MC. Mycobacterium : Laboratory Charateristics of Slowly Growing Mycobacterium.
in manual of Clinical Microbiology. Editor Patrick R Murray. 9th ed. ASM Press. Washington DC. 2007.
 Siddiqi S. Drug Resistant TB; Role of culture-based testing compared with new technologies. Bacton-
Dickinson product information. 2012
 Kolegium PAMKI, Modul MK/07: Penanganan Mikrobiologi Klinik Penyakit Tuberculosis dan Non
Tuberculosis Mycobacterium, Modul Pendidikan Spesialis Mikrobiologi Klinik Berbasis Kompetensi.
2010. 7.1-7.13.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai