Anda di halaman 1dari 13

Vernakularitas Al-Quran

dalam Alam Pikir Sunda


Perspektif Jajang A Rohmana

Elmino – Jiddan
Biografi
• Lahir 9 Juni 1976
• S1 di IAIN Syarif Hidayatullah
• S2 dan S3 di UIN Sunan Gunung Djati Bandung
• Keahlian di bidang Tafsir Al-Qur’an
dan Kesundaan
• Juara 1 Dosen Teladan Nasional bidang
Islamic Studies dari Menteri Agama RI tahun 2015

No. telp : 081320129296


E-mail : jajang_abata@yahoo.com
jajangarohmana@uinsgd.ac.id
FB : Jajang A Rohmana
Vernakularisasi - Vernakularisasi itu adalah pembahasaan kata-kata atau konsep
kunci dari Bahasa Arab ke bahasa lokal di Nusantara, yaitu bahasa Melayu, Jawa,
Sunda dan tentu saja bahasa Indonesia (source: algoritma teratas google)

َ ِ‫فَِإنَّ َما يَسَّرْ ٰنَهُ ِبلِ َسان‬


َ ‫ك لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكر‬
‫ُون‬
(Ad Dukhaan 44:58) : Sesungguhnya Kami mudahkan Al Quran
itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran.

َ ِ‫فَِإنَّ َما يَسَّرْ ٰنَهُ ِبلِ َسان‬


َ ِ‫ك لِتُبَ ِّش َر بِ ِه ْٱل ُمتَّق‬
‫ين َوتُن ِذ َر ِب ِهۦ قَ ْو ًما لُّ ًّدا‬
(Maryam 19:97) : Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan Al
Quran itu dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar
gembira dengan Al Quran itu kepada orang-orang yang bertakwa,
dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum
yang membangkang.
Rekonstruksi Ulumul Qur’an
al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an karya as-Suyuti, lahir dari keheranannya terhadap
perkembangan literatur para pendahulunya yang belum mengkodifikasikan beragam
disiplin keilmuan dalam satu karya tulis ‘Ulum al-Qur’an, dibanding dengan
perhatian yang diberikan pada perkembangan ilmu Hadis. Karya ini menurutnya
disusun berdasarkan susunan yang terdapat dalam Kitab al-Burhan karya az-Zarkasi
dengan beberapa perluasan dan pembatasan dalam uraian setiap kategori
pembahasannya.
Problem Ulumul Qur’an
1. Problem hermeneutik yang segera tampak adalah pandangan mendasar
(paradigma dan ontologis/sumber dan wilayah kajian keilmuan) terhadap al-
Qur’an dan ‘Ulum al-Qur’an yang seakan terlepas dari konteks historis dan
sosio-kulturalnya.
2. Kurangnya kritik produktif terhadap karya-karya intelektual mengenai
epistemologi (metodologi keilmuan) ‘Ulum al-Qur’an yaitu terjadinya
perdebatan yang kurang produktif serta kehilangan relevansinya dengan
semangat kontemporer di seputar pemahaman teks al-Qur’an yang tidak jelas.
3. Problem yang juga bersifat metodologis dan epistemologis adalah ketertutupan
‘Ulum al-Qur’an terhadap kontribusi metodologis ilmu-ilmu modern (terutama
ilmu-ilmu sosial dan ilmu humaniora) dalam diskursus penafsiran al-Qur’an.
Teks Kajian Al-Qur’an di Tatar Sunda

Secara umum kajian Al-


Qur’an di tatar Sunda
terbagi ke dalam dua
bentuk, terjemah dan tafsir.

Disini, terjemah dan tafsir


dibedakan.

Terjemah menekankan pada


alih bahasa baik harfiah
maupun tafsiriyah.

Sedang tafsir cenderung


pada penjelasan yang luas
atas Al-Qur’an
• Kajian tafsir Sunda setidaknya dimulai sejak Mustapa menulis Qur’anul Adhimi dalam aksara
pégon sekitar awal abad ke-20. Pada saat yang sama, Sanusi juga produktif menulis beberapa
tafsir Sunda dan Melayu, di antaranya: Malja’ al-Íâlibîn, Rawýat al-‘Irfân, Tamsjijjatoel-
Moeslimien, dan banyak lainnya.
• Kalangan Islam modernis juga mempublikasikan Tafsir Al-Foerqan bahasa Sunda karya A.
Hassan, guru utama Persatuan Islam (Pérsis), sebanyak tiga jilid sekitar 1920-an.59
Penerjemahnya adalah Djoeragan Mh. Anwar Sanuci dan Djoeragan Mh. Djoenaédi dari Garut.
• Mhd. Romli dan H.N.S. Midjaja (Nénéng Sastramidjaja) menerbitkan Nurul-Bajan tahun 1960.
Karya ini ditulis dengan ejaan lama dan hanya sampai juz ketiga (Surah Àli ‘Imràn/3: 91). Romli
juga kemudian menerbitkan Al-Kitabul Mubin tahun 1974. Berbeda dengan Nurul-Bajan, tafsir
ini sudah menggunakan EYD.
• Pada 1978, Pemprov dan Kanwil Depag Jawa Barat menerbitkan Terjemahan dan Tafsir Al-
Qur’an Bahasa Sunda. “Tafsir Sunda Proyek” ini disusun oleh K.H. Anwar Musaddad dkk
setelah sebelumnya menerbitkan Terjemah Al-Qur’an Bahasa Sunda yang merupakan proyek
PELITA 1974-1979. Tafsir versi pemerintah ini kemudian disempurnakan kembali pada
1981/1982, hasilnya adalah Tafsir Al-Qur’an Basa Sunda sebanyak 6 Jilid. Tafsir ini disusun
cukup lama sekitar 15 tahun (1974-1991)
• Pada 1984, muncul tafsir Ayat Suci Lenyepaneun karya Moh. E. Hasim (1916-2009). ASL
merupakan tafsir Sunda yang terbit secara lengkap dengan aksara Roman.
• Selanjutnya, belakangan muncul kembali kecenderungan tafsir Sunda yang merupakan
terjemah dari tafsir berbahasa Indonesia atau Arab. Misalnya karya H. Oemar Bakry, Tafsir
Rahmat Basa Sunda (1986, 2002) yang merupakan terjemah Tafsir Rahmat (1983) berbahasa
Indonesia. Secara rasa bahasa, tafsir semacam ini umumnya tidak menunjukkan karakter
bahasa Sunda yang sebenarnya.
Superioritas Allah sebagai Aing dalam Tafsir Al-Qur’an
Bahasa Sunda
• Bagi sebagian orang Sunda, penggunaan kata Aing dalam tafsir Al-Qur’an berbahasa
Sunda karangan Haji Hasan Mustapa dan K.H. Ahmad Sanusi, terdapat keganjilan
berbahasa, penggunaan kata Aing (Aku) sebagai kata ganti orang pertama tunggal yang
sekarang dianggap kasar atau kurang hormat.
• Melihat konteks superioritas Allah, kiranya kata Aing justru bisa diterima oleh orang
Sunda sebagai bagian dari pembeda antara kedudukan Allah dengan makhluk-Nya dalam
suasana bahasa tafsir yang dianggap memiliki posisi tinggi (High) karena terkait kitab
suci. Tak ada kata yang lebih mengena dan ekspresif dalam bahasa Sunda untuk
menunjukkan ke-Mahatinggi-an Allah pada makhluknya yang rendah selain kata Aing
tersebut. Inilah pilihan kata “terhalus” dari banyak kata halus bagi Allah dalam bahasa
Sunda, sehingga jelas berbeda dengan ungkapan yang ditujukan antar sesama manusia.
• Penggunaan kata Aing dalam karya keagamaan tafsir Al-Qur’an menandai adanya sisa-
sisa penggunaan bahasa Sunda lama yang cenderung egaliter sebelum mengalami
proses peralihan ke dalam bahasa Sunda yang menganut aturan tingkatan bahasa.
• Penyelarasan antara kata Aing bagi Allah juga menunjukkan kuatnya doktrin teologis
yang dianut Hasan Mustapa dan Sanusi dalam memosisikan Allah berada pada level
Maha Tinggi yang berbeda dengan makhluk-Nya (mukhālafah li al-ḥawādiṡ). Sehingga
keduanya merasa tidak layak menggunakan kata yang dianggap rendah dan umum
digunakan untuk manusia.
• al-Ḥijr/15: 97-9
Dawuhan Allah ta’ala, “Demi Aing nyaho yén manéh heurin ati sumpeg angen ku
omongan jalma-jalma, mun geuwat manéh, Muhammad, nyucikeun ati pribadi, muji
ka Nu Maha Suci, Pangéran man éh pribadi disembah panutan hingga kana ati yakin
tuluykeuneun bari yakin (Mustapa 1937: 13).

• an-Naḥl/16:66
Maranéh ogé sakabéh dina sato boga pidalileun, piibarateun, pisurtieun, Aing méré
dina beuteungna bijil tina antara tai jeung getih laban hérang cisusu alus inumeun,
beresih amis ngeunah ka nu ngarinumna. Surtina nu amis bijil ti najis, hartina ati suci
bibit bijil tina getih karék anggang nenggang, jadi pangrasa kamanusaan anu
ditararéangan (Mustapa 1937: 14)

• an-Najm: 28-30
Kabéh henteu bogaeun élmu, henteu nurutkeun ka bener, anging kana persangkaan.
Ati sangka tara bisa ninggang enya. Keun baé Muhammad nu nonggong tina
pangélingan Aing, henteu hayangeun anging kana kahirupan dunya kitu, pangjugjugna
élmu Gusti Allah nu leuwih uninga ka nu sasab jalanna, leuwih uninga ka nu narima
panggeuing hidayat (Mustapa 1937: 22)
Pertautan Haji Hasan Mustapa
dengan Hamzah Fansuri
dalam Sastra Sufistik

Hamzah Fansuri Haji Hasan Mustapa


’Ilmunya ilmu yang pertama Ngalantung néangan tangtung
Madzhabnya madzhab ternama
Cahayanya cahaya yang lama Aing deui aing deui
Ke dalam surga bersama-sama Sapanjang néangan saha
Ingat-ingat hai anak dagang Aing deui aing deui
Nafsumu itu lawan berperang Sapanjang néangan béja
Anggamu jadikan sarang
Citamu satu jangan bercawang
Yakin deui yakin deui

Siang hari hendaknya kau sha’im


Malam hari yogya kau qa’im
Sapanjang néangan kidul
Kurangkan makan lagi dan na’im kalér deui kalér deui
Nafi dan itsbat jangan kau padam
sapanjang néangan wétan
Tuhan kita yang (em)punya ‘alam kulon deui kulon deui
Menimbul(kan) Hamzah yang sudah karam
sapanjang néangan aya
‘Isyqi-nya jangan kau padam
Supaya washil dengan laut dalam euweuh deui euweuh deui
Sastra Sufistik dan Kontroversi Keagamaan
Haji Hasan Mustapa
Hamzah Fansuri Bédja madjarkeun kaula
geus leungit elmuning santri
Segala muda dan sopan,
geus ngaruksakkeun agama
Segala tuan berhuban, djadi kapir djadi djindik
Uzlatnya berbulan-bulan, djindikna djadi mungkir
kana tutur lampah rasul
Mencari Tuhan ke dalam hutan. kana salat puasa
ana malik kula njeri
kahuruan ngadjawab djeung
Segala menjadi sufi,
handaruan.
Segala menjadi shawqi,
Segala menjadi ruhi, Handaruan djeung susumbar
aéh naha kitu teuing
Gusar dan masam di atas bumi. kitu kutan kitu kutan
nu palid tinggaleun palid
palidna nja pribadi
Aho segala kita umat Rasuli,
geus ngalun ka alun-alun
Tuntut ilmu hakikat al-wusul, alunan nu sampurna
Karena ilmu itu pada Allah qabul, malik ka bagdjaning diri
aduh biang kasampurnaning
I’tiqadmu jangan ittihad dan hulul. sambéang.

Sambéang mustika urang


Aho segala kita bernama abid,
kabeuki ti barang éling
Sembahyang dan shahadat jangan kau taqlid. baheula djadi kalangkang
geusan mihajang miéling
éling2 geus éling
Tuntuti ilmu jangan kepalang singhoréng tungguling tangtung
di dalam kubur terbaring seorang tangtung geusan rumingkang
Munkar wa Nakir ke sana datang djadi kabeuki aing
aing sirna bagdja teu tjara saria.
menanyakan jikalau ada engkausembahyang.
Sastra Sufistik dan Kontroversi Keagamaan

Keduanya dipersatukan dalam banyak hal, bukan saja jejak


pemikirannya yang kerap disalahpahami dan dianggap
kontroversial, tetapi kontribusi besarnya terhadap
perkembangan sastra di dua kawasan (Melayu dan Sunda)
sama sekali tidak diragukan. Pertemuan keduanya sangat
tampak dalam ungkapan puisi sufistik (syair dandangding)
yang dijejakkan dalam latar budaya dan simbolisme lokal
Nusantara.

Kajian ini sangat signifikan dalam rangka memperkuat


identitas sastra dan tasawuf Nusantara.
Kesimpulan
- Sketsa/Biografi Singkat
Urang Subang

- Metode/Teori tokoh tersebut terkait Al-Qur'an


Beliau kaya akan metode; metode tafsir klasik konvensional, banyak juga
menggunnakan pendekatan ilmu² "Humaniora se-objektif mungkin“

- Analisa Pemikiran Tokoh


Sulit diidentifikasi, ego-nya halus, di tulisan²nya gak ketemu kalimat "menurut
saya" 😂 ketika menulis kalimat argumentatif, beliau selalu memunculkan nama
dan pemikiran tokoh yang dirujuk. Sejauh tulisan yang telah terbit secara digital,
riset beliau banyak difokuskan pada studi Tafsir Sunda.
Kayaknya beliau mengagumi Haji Hasan Mustopa, adapun tokoh-tokoh mufassir
lain beliau posisikan sebagai pembanding saja.
Menuju Diskusi dan Melampauinya

Anda mungkin juga menyukai