Anda di halaman 1dari 52

PERKEMBANGAN RATIONALISASI HUKUM

MERNURUT PANDANGAN MAX WEBER

CARA PEMBINAAN KWALITAS FORMAL

KHARISMATIS FORMALISME MAGIS & IRRASIONAL

MENYADANDARKAN KEPADA
EMPIRIS HONORATIONERES

TEOKRATIS RASIONAL SUBSTANTIF TEOKRATIS

SUBLIMASI LOGIS : BAIK BAHAN-


BAHAN HUKUM (SUBSTANTIF)
PROFESSIONAL MAUPUN PROSEDUR ENGADAANNYA
(FORMAL)
SISTEM POLITIK DAN PEMBUATAN
KEBIJAKAN HUKUM
 Setiap masyarakat yang teratur, yang bisa
menentukan pola-pola hubungan yang bersifat tetap
antara para anggotanya adalah masyarakat yang
mempunyai tujuan yang sedikit banyak cukup jelas.
Politik adalah bidang dalam kehidupan masyarakat
yang berhubungan dengan tujuan masyarakat
tersebut.

 Struktur politik menaruh perhatian pada


pengorganisasian kegiatan kolektif untuk mencapai
tujuan - tujuan yang secara kolektif sangat
menonjol. Suatu masyarakat yang mempunyai
tujuan tertentu , diawali dari artikulasi dari agregasi
kepentingan. Jadi diperlukan suatu proses pemilihan
tujuan antara berbagai tujuan yang mungkin terjadi.
Oleh karena itu, politik adalah juga aktivitas memilih
suatu tujuan sosial tertentu.
Hukum bukanlah suatu lembaga yang sama sekali otonom, melainkan
berada pada kedudukan yang kait mengkait dengan aspek-aspek
kehidupan lain dalam masyarakat (social life aspect).

Hukum itu sangat kental dengan muatan politik baik dalam tahap
proses pembuatan penetapan isi hukum di Parlemen sangat
tergantung pada konfigurasi politik, maupun
penerapan/penegakkan hukum menghadapi suatu kasus dengan
mewujudkan aturan-aturan umum sebagai keputusan konkret
oleh lembaga yang berwenang.
Hukum berwatak politik karena hukum dapat digunakan untuk
mempromosikan berbagai kepentingan yang beraneka ragam dan
merupakan alat untuk merealisasikan berbagai maksud politik
yang berbeda-beda.

Demikin juga dalam penerapannya bahwa hukum yang sudah


ditetapkan itu memiliki sifat norma yang umum dan abstrak,
sehingga berlaku dalam keadaan individual dan konkrit lebih
kurang berwatak politik (political will).
KEBIJAKAN NEGARA MELALUI BADAN-BADAN
POLITIK HUKUM NEGARA YANG BERWENANG UTK MENENTAPKAN
PERATURAN-PERATURAN YG DIKEHENDAKI YANG
DIPERKIRAKAN AKAN DIPERGUNAKAN UNTUK
UTK MENCIPTAKAN MENGEKSPRESIKAN APA YG TERKANDUNG DLM
SISTEM HUKUM MASYARAKAT DAN UTK MENCAPAI APA YG DICITA-
NASIONAL UTK CITAKAN
MENCAPAI CITA-
CITA BANGSA
KEBIJAKAN PENYELENGGARA NEGARA TENTANG APA YNG
DIJADIKAN KRITERIA UNTUK MENGHUKUMKAN SESUATU YANG DI
DALAMNYA MENCAKUP PEMBENTUKAN, PENERAPAN, DAN
PENEGAKAN HUKUM
Penegakan Hukum
Hukum = kaidah pola perilaku, rujukan oleh anggota
masyarakat. --Suatu SUBSTANSI peraturan perundang-
undangan dpt berlaku dan sah harus ditetapkan oleh institusi
politik.
Suatu peraturan perundangan -- dipertanyakan ttg landasan
pembuatannya (political gelding van het recht).
Landasan filsafatnya dan landasan juridisnya dan lain-lain.
--proses pebentukan diwarnai olh suasana kehidupan politik.
Keputusan politik atau kebijakan umum yang akan ditetapkan
melalui suatu proses politik.
Proses politik yg terjadi dapat di amati dari perilaku
masyarakat politik, baik sub sistem supra struktur maupun
sub sistem infra struktur politik. Pendekatan seperti ini disebut
dengan pendekatan “sistem politik” dlm pembuatan dan
pengembangan keputusan politik
Perwujudan hukum dalam perilaku sosial,
apabila kaedah-kaedah itu benar benar
berfungsi efektif di dalam perilaku para
pelaku hukum (subjek hukum)
== law in the books dan law in the
actions.

Hukum sebagai sarana perilaku belum tentu


terwujud dengan sendirinya>Peranan Politik
Hukum semakin lebih luas karena mencakup
upaya mengimplementasikan aturan hukum
sebagai perilaku nyata (penegakan hukum).
Sistem politik
===mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dlm masing-
masing komponen dari struktur politik dlm hubunganya
berinteraksi di antara satu sama lain yg menunjukkan suatu
proses yg langgeng. Proses dimaksud mengandung dimensi
waktu (masa lampau, masa kini dan masa mendatang).
Pengertian struktur ialah semua aktivitas yang dapat
diobservasi atau diidentifikasi yang berpengaruh menentukan
tujuan akhir sistem politik itu sendiri.

>>>> sistem politik tidak selalu sejajar dan bersamaan


dengan konsep negara, seperti juga halnya konsep negara
tidak selalu sejajar seperti konsep bangsa.
====Negara mempunyai unsur spesifiknya (Max Weber) yg
mempunyai legitimasi paksaan pisik terhadap batas wilayah
kekuasaan negara.
Definisi hukum (Weber) :
 suatu tatanan bisa disebut hukum apabila secara eksternal
dijamin oleh kemungkinan, bahwa paksaan (fisik atau
psikologis) bagaimana yg ditujukan utk mematuhi tatanan atau
menindak pelanggaran, akan diterapkan oleh suatu perangkat
terdiri dari orang-orang yang khusus menyiapkan diri untuk
melakukan tugas-tugas tersebut.
Pemerintah sebagai personifikasi negara dlm konsep ini hanya
mekanisme formal atau mesin resmi negara, di samping pranata sosial
politik lain yg kurang atau tidak resmi. Dalam sistem politik modern
pranata sosial dengan segala fenomena sosialnya merupakan salah satu
bagian dari sistem politik yang turut menentukan (dominan).

Kecenderungan mengintroduksi pendekatan baru di dalam teori politik


modern >>>> merupakan usaha guna dapat memahami kompleksitas
sistem politik dengan lebih cermat.

Gabriel A Almond  sistem politik sebagai usaha utk mengadakan


pencarian kearah:
 lingkup yang lebih luas,
 realisme,
 persisi (ketepatan),
 ketertiban dalam teori politik agar hubungan yang terputus antara
comparative government dengan political theory ditata kembali.
SISTEM POLITIK (GABRIEL ALMOND)
Setiap sistem politik harus menjalankan fungsi-fungsi tertentu. Pada
kenyataannya, atas dasar efisiensi suatu sistem politik dpt ditentukan
atas dasar fungsi-fungsi yg diberikan.
>>>> defenisi sistem politik --tiga komponen:
1. 1.Alokasi nilai-nilai (alat-alat kebijaksanaan)
2. 2.Alokasi kewenangan
3. 3.Alokasi otoritatif sbgai suatu yg mengikat masyarkat secara
keseluruhan dan cara yg paling memuaskan.

>> kewenangan dimiliki setiap sistem sosial, tidak secara jelas


membedakan sistem politik dng sistem – asosiasi lain seperti,
gereja, firma dagang yg menjalankan beberapa jenis
kewenangan.

---- konsep otoritas ==paksaan pisik yang absah atau lebih


kurang diakui.

Sistem politik = sistem interaksi yg terdat dlm seluruh sub sistem yg


merdeka menjalankan fungsi-fungsi integrasi dan adaptasi(baik
secara internal maupun dlm berhadapan dng dunia external )
dng alat-alat, atau ancaman paksaan pisik yg kurang lebih absah.
TABEL MASUKAN DAN KELUARAN
Tujuh variabel kategori fungsional:

4 fungsi masukan (in put) :


a. Sosialisasi politik dan rekrutmen politik;
b. Artikulasi kepentingan politik;
c. agregasi kepentingan ( Partai Politik atau asosiasi
lain) sebagai pembawa in put
d. komunikasi politik untuk mendukung atau menolak

3 fungsi keluaran;
e. pembuatan peraturan;
f. penerapan peraturan
g. pengawasan peraturan.
Struktur Politik Formal dan Non Formal
 Fungsi-fungsi masukan dijalankan oleh sub-
sub sistem non-pemerintah, masyarakat dan
lingkungan umum, sementara fungsi
keluaran merupakan fungsi yg dijalankan
pemerintah.
 Fungsi yg terakhir itu merupakan fungsi yg
dijalankan oleh institusi pemerintah dlm
bentuk tradisional yaitu legislatif ( rule
making); eksekutif (rule application) dan
yudikatif (rule adjudication).
 fungsi masukan lah yg dianggap sebagai
sangat berarti, sedangkan fungsi-fungsi
keluaran kurang penting mendpat perhatian.
Suatu sistem politik
==suatu sistem terbuka, dan secara tetap dipengaruhi oleh lingkungan-
lingkungan sosial, budaya dan ekonomi, ...>>> sistem politik bekerja di
bawahnya.

Dibawah sosialisasi politik >>>>telah memasukkan apa yang disebutnya


”dimensi psikhologis” dari sistem politik yg bernama budaya politik.
Budaya politik =mengandung nilai-nilai: sikap-sikap, sistem kepercayaan,
simbol-simbol yg dimiliki oleh individu dan beroperasi dlm seluruh
masyarakat serta harapannya.

Sosialisasi politik = proses induksi ke dalam budaya politik dan


membawa pada berkembangnya serangkaian perilaku di antara para
anggota sistem itu. Hal itu dapat dijalankan oleh berbagai elemen dlm
masyarakat dan dengan gaya yg berlain-lainan.

Proses sosialisasi dimaksudkan sebagai penyebar, partikularistik dan skriptif


serta afektif. Dengan berkembangnya masyarakat, sosialisasi menjadi
semakin khusus, universalistik dan instrumental. Gambaran ini dpt juga
diterapkan dlm rekrutmen politik yg akan menggambarkan inisiasi para
anggota dlm politik.
Sekali proses-proses sosialisasi dan rekrutmen politik sempurna maka
struktur yg mewakilkan artikulasi kepentingan dan agregasi kepentingan
mulai terorganisasikan.
UNSUR STRUKTUR NON FORMAL
Pada tahap artikulasi kepentingan fungsi-fungsi tersebut
biasanya memakai bentuk kelompok-kelompok kepentingan.

Kelompok kepentingan itu dapat berupa :


(i). Kelembagaan (Asosiasi),
(ii). Non-asosiasional (etnik, maupun relegius),
(iii). Anomis spontan,
(iv). Assosiasional kelompok bisnis.

Berfungsinya kelompok-kelompok kepentingan juga dapat


berbentuk khusus maupun luas, umum ataupun sebagian,
instrumental ataupun efektif sesuai dengan
perkembangannya.

Agregasi kepentingan dicapai dengan :


1. Perumusan kebijaksanaan umum yang menggabungkan
kepentingan-kepentingan , Rekrutmen personal yg menganut
pola suatu masyarakat tertentu.
2. Partai politik menjalankan instrumen utama dari agregasi
kepentingan.
ADAPTASI DAN PERUBAHAN
analisa sistem ====mengakomodasikan proses adaptasi dan
perubahan. Dimasukkan persoalan kemampuan (capability) yg
menjabarkan hal-hal >> suatu sistem dapat mengatasi masukan-
masukan dng gemilang.
Segala sesuatu yg masuk ke dalam sistem tdk selalu mendukung.
Tuntutan seperti itu dpt menjadi tantangan bagi sistem. Suatu
sistem hrs memiliki elemen dan mekanisme utk menghadapinya
agar dapat survive.

Kemampuan sistem digambarkan untuk


i.. Menyerap sumber-sumber,
ii. Mengatur individu dan kelompok, dan
iii. Membagi barang-barang publik dan pelayanan.

= sistem itu juga harus memiliki kemampuan simbolis dan


responsif, baik dlm lingkup domestik maupun internasional yg berarti
bahwa sistem tsb harus mampu berkembang dan memelihara simbol-
simbol yg meningkatkan kesetiaan pd dirinya sendiri dan secara
memadai menanggapi tuntutan-tuntutan yg diajukan padanya baik
lingkungan domestik maupun internasional.
SISTEM POLITIK (ALMOND)

EXTERNAL
INTERNASIONAL

LEGISLATIF
IN-PUT EKSEKUTIF OUT-PUT
JUDIKATIF

Sosialisas, rekrtmen, PER-UU AN


artikulasi , komunikasi PENERAPAN
PENGAWASAN
INTERNAL
DOMESTIC/NASINAL
PHILIP SCHELZNIK & PHILIP NONET=EVOLUSI TIPE HUKUM

Di dalam suatu masyarakat yg terorganisasi


secara politik mengalami evolusi melalui 3
tahap :

1) hukum repressif

2) hukum otonom

3) hukum responsif
(Law and Society :1978).
1) Tatanan hukum yag repressif diperlukan
utk memecahkan berbagai masalah
fundamental dlm mendirikan tatanan
politik yg merupakan prasyarat bagi
sistem hukum dan sistem politik untuk
mencapai sasaran yang lebih besar.

2) Tatanan hukum yg otonom dibangun di


atas hasil-hasil tatanan hukum repressif.

3) Tatanan hukum responsif -


perkembangan terakhir yg bertumpu pd
constitutional cornerstone rule of law,
tahap persamaan dihadapan hukum hasil
dari tatanan hukum otonom.
TIpe hukum repressif =hukum sebagai abdi kekuasaan repressif dan
perintah dari yg lembaga-lembaga yg berdaulat dan memiliki
kekuasaan diskressi tanpa batas. Dalam type hukum repressif maka
hukum dan negara serta hukum dan politik tidak terpisah sehingga
aspek instrumental hukum sangat dominan daripada sifat
ekspressinya.

TIpe hukum otonomous=hukum sebagai institusi mandiri yg mampu


mengendalikan repressi dan melindungi integritasnya sendiri. Tatanan
hukum otonom pada intinya pemerintahan ”rule of law” sub ordinasi
tindakan pejabat senantiasa berdasarkan hukum, bukan sebaliknya
“rule by men.” Integritas hukum, institusi hukum serta cara berpikir
bebas memiliki batas-batas yang jelas. Keadilan prosedural sangat
ditonjolkan.

TIpe hukum responsif = hukum dijadikan sebagai fasilitator utk


merespon atau sarana menanggapi kebutuhan dan aspirasi
masyarakat.

Hukum responsif harus mengaplikasikan dua hal :


1. hukum itu harus fungsional, pragmatis, memiliki tujuan tertentu dan
rasional.
2. hukum menetapkan ukuran-ukuran atau standard yg bertujuan untuk
melakukan kritik terhadap pelaksanaan hukum
 Jadi perubahan pembinaan hukum dari suatu
negara sangat erat berkaitan dng iklim politik.
Sistem politik demokrasi melahirkan hukum yg
responsif >>>> partisipasi kelompok-kelompok
dan individu mempunyai peran besar di dalam
menentukan substansi hukum dan pengadilan
memiliki kebebasan menerapkan prosedur hukum
yg berlaku.

 Sedangkan pada iklim sitem politik yg otoriter


akan mengarahkan pembinaan yg bersifat hukum
repressif >>>> hukum dijadikan pemerintah
sebagai sarana instrumental mengendalikan
potensi masyarakat utk mendukung program-
program pemerintah.
Ciri-ciri Hukum Repressif, Otonom dan Responsif
CIRI-CIRI REPRESSIF OTONOM RESPONSIF
Kegunaan
Tujuan Hukum Ketertiban Keabsahan

Ketahanan sosial Menegakkan


Legitimasi dan Rasionalitas prosedur Substantif, keadilan
Negara

Sangat terinci,
Umum dan meluas Subordinasi prinsip-
mengikat
Sifat tetapi hanya prinsip keadilan dan
pemerintah yang
mengikat kebijakan
Peraturan mengatur dan
pemerintah secara
masyarakat yang
lemah
diatur

Mengikatkan diri
Bertujuan utk
Ad hoc , sesuai secara ketat kepada
kepentingan
dengan keperluan otoritas hukum,
Penalaran/ masyarakat,
dan berlaku pada peka terhadap
Reasoning perpaduan kemauan
hal-hal spesifik formalisme dan
politis dan otoritas
legisme
Diperluas
Diskressi/ Dibatasi oleh namun tetap dapat
Penyimpangan Merata, peraturan-peraturan dipertanggung
opportunistik delegasi sangat jawabkan untuk
terbatas kepentiangan
umum

Luas sekali Temuan positip


Dikontrol melalui sebagai alternatif,
Pemaksaan pengendalian
kendali hukum misalnya insentif
lemah
atau pemenuhan
kepentingan

Moralitas
Moralitas: kelembagaan,
Moralitas komunal, hukum memperhatikan Moralitas sivil,
dan pengendalian integrasi proses moralitas
hukum kerjasama

Kaitan politik Hukum bebas dari Integrasi politik


Hukum berada
dan hukum pengaruh politik, dan hukum
dibawah politik
terdapat pemisahan
kekuasaan
kekuasaan.
Harapan Tanpa syarat,
Bertitik tolak dari
terhadap setiap
peraturan yang Kebutuhan
Kepatuhan pelanggaran
sah, menguji masyarakat
harus di- hukum
keabsahan UU
sbg
. atau peraturan
pembangkang

Sebagai penurut Dibatasi


prosedur yang Partisipasi lebih luas,
Partisipasi dan harus patuh, integrasi bantuan
masyarakat kritik dianggap ada, hukum masyarakat
tidak loyal penyimpangan politis dan otoritas.
jika terjadi krisis
hukum
PERKEMBANGAN POLITIK HUKUM( MACHFUD MD).

Rezim Sistem Pemilu Pemda Agraria


Periode
pemerintahan Politik

Demokrasi
1945 - Liberal
1959 Demokratis Responsif Responsif Responsif

Demokrasi Ortodoks/ Responsif


1959 - Terpimpin (Dengan
1966 Otoriter Konservat
-- alasan
Orde Lama if/Elitis tertentu)
Ortodoks/
Demokrasi Ortodoks Konservat
1966 - Pancasila Ortodoks/ if
1998 Konservat
Otoriter Konservat if
Orde Baru Elitis(pa
if/Elitis rsial)
Elitis

1998- Demokrasi
konstitusion Demokratis Responsif Responsif Responsif
sekrng al Reformasi
Konfigurasi Politik dan Karakter Produk Hukumnya :

Karakter hukum senantiasa berubah sejalan dengan


perkembangan konfigurasi politik meskipun klasifikasinya tidak
eksak.
Ada konsistensi kecenderungan perubahan karakter itu :
karakter responsif senantiasa muncul bersamaan dengan
konfigurasi politik yang demokratis,
sedangkan karakter konservatif /ortodok/elitis muncul dalam
konfigurasi politik yang otoriter/birokratis.

Pengecualan terhadap kesimpulan umum ini hanya terjadi


dalam hukum agraria. Hukum agraria lahir pada masa
demokrasi terpimpin yang otoriter berkarakter responsif.
Tetapi hal ini disebabkan UUPA:
1. disahkan berdasarkan rancangan sebelumnya,
2. membongkar dasar-dasar kolonialisme yang tidak sesuai
dengan alam kemerdekaan, dan
3. tidak menyangkut tentang hubungan kekuasaan .
PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH

PERIODE
KONFIGURASI POLA HUBUNGAN
PRODUK HUKUM
POLITIK KEKUASAAN

OTONOMI LUAS, UU No.1/1945UU


1945 – 1959 No.22/1948UU
DEMOKRATIS DESENTRALISASI No.1/1957

SENTRALISTIK,DEKON PENPRES
OTORITER
1959 – 1966 SENTRATIF No.6/1959UU
No.18/1965

TAP MPRS
OTONOMI LUAS,
DEMOKRATIS No.XXI/1966TAP MPR
1966 – 1971 DESENTRALISASI
No.IV/1973

1971 – 1998 UU No.5/1974UU


OTORITER SENTRALISTIK, No.5/1979
DEKONSENTRASI
PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH LANJUTAN
PERIODE
KONFIGURASI POLA HUBUNGAN
PRODUK HUKUM
POLITIK KEKUASAAN

OTONOMI LUAS, DAN


ADA PEMBAGIAN UU No. 22 /1999
1998 – TUGAS PEM.PUSAT DAN
DAERAH. DAN
SEKARANG DEMOKRATIS
KEWAJIBAN DAN UU 32/2004
PILIHAN PEMDA UU NO.12 THN 2008
PERKEMBANGAN UMUM
• Abad 8 “Hukum idialis, absolut, (feudal
system of Rules) = Masyarakatnya feudal

• Abad 18 “ Negara modern, fenomena sosial


adalah industrialisasi = Hukum dipengaruhi
oleh politik ekonomi (H. Modern)

• Abad 19 “ Muncul Konstitusional state, Rule


of Law” = Hk Legal materiil, Kodifikasi,
Kepastian Hukum. Keadilan?
• Abad 20 Kegoncangan “
Kembalikan Hukum pd Keadilan
(Justice) untuk dapat melayani
manusia lebih baik = Hukum tidak
terpisah dari masy, interdisipliner,
diarahkan untuk menjelaskan
fakta

• Abad 21 Globalisasi,
Transpormasi, Post Modern =
Hukum dipengaruhi masyarakat
dunia.(Demokrasi, HAM…)
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM
DI INDONESIA

PERIODE 1840 – 1890


Kebijakan Membina Tata Hukum Secara Sadar (De
Bewuste Recht Politiek) = Untuk mengontrol
kekuasaaan raja dan eksekutif, Memberi perlindungan
hukum penduduk di daerah jajahan.
- Gron Wet (1848) Penetapan RAB dlm bentuk
UU (Wet) Shg ada campur tangan parlemen
- Regering Reglement (1854) Ide
Rechtstaat/Rule of law untuk melindungi
kepentingan penduduk = Liberalisasi
Kebijakan Univikasi (KUHPt, KUHD)
- Pribumi secara individu dimungkinkdn
membuat pilihan hukum (Onderweping)
- Lewat Gubernur General menerapkan UU
tertentu kepada pribumi (Toepasselijke)

Arahan Etik Kebijakan Kolonial


- Politik eksploitasi (VOC, Monopoli)
- Politik Liberal tidak membawa kesra daerah
jajahan
- Kebijakan melepas pribumi dari
kungkungan adat (penguasaan tanah)
membawa kesulitan ekonomi
Muncul Kritik (1850) “Etika Moral
Humanistik”
- Pemerintah belanda harus menjadi wali
dlm peningkatan kesra & martabat pribumi
- Hasil eksploitasi harus dipandang hutang
budi yg dikembalikan dalam bentuk
restitusi untuk perbaikan kehidupan
pribumi (Kesra, pendidikan, kenegaraan:
persiapan pemrt (Zelp Bestuur), Badan
Legislatif (Volksraad)
Politik etik bertujuan penanaman nilai eropa,
percepat penanaman budaya Belanda di
Indonesia
Muncul Lapisan elit pribumi (kaum intelektual
nasionalis)
Muncul politisi Belanda pemerhati nasib jajahan (V
Deventer, V Vollenhoven) “Biarkan pribumi menikmati
kehidupan dan suasana hukum sendiri”, Unifikasi H.
Belanda bagi pribumi sama seperti pemaksaan H.
Romawi thd orang Belanda yg tidak akan berhasil,
Kodifikasi dikembangkan dengan memperhatikan H.
Adat dan kebutuhan pribumi.
Usaha Kodifikasi terus berjalan dg alasan:
- H. Adat tidak ada kepastian
- Pruralisme melahirkan kebingungan dan
kisruh
MASA PERALIHAN (1940-1950)
Dualisme Hk (Eropa dan Adat)
-Ps 131 IS
(1)H. Perdata, Dagang, Pidana dan H. Acra harus
diatur dg ordonansi
(2) a. Ordonansi harus konkordan dg Hukum
di Belanda
b. Ordonansi berlaku pula utk Pribumi, TA tapi
tetap menghormati H. Agraria dan H. Adat
(3) H A Perdata, HA Pidana konkordan dg H. Eropa
(4) Pribumi dan TA dibuka kemungkinan untuk
menundukkan diri
Masa Pendudukan Jepang
Osamu Sirai No. 1/1942
“Seluruh wewenang badan pemerintah dan hukum
yang berlaku selama ini tetap berlaku, kecuali
bertentangan dengan Peraturan Militer Jepang”
Dihapus Dualisme Peradilan dan diberlakukan
peradilan yang berlaku untu semua golongan
kecuali Jepang:
-Saiko Hoin (Hoggerechtshof)
-Koto Hoin (Raad v Justitia)
-Tiko Hoin (Landraad)
-Keizai Hoin ( Land Gerecht)
-Ken Hoin (Regenschafgerecht)
Revolusi Fisik (1945-1950)
• Mencoba lepas dari Hk Kolonial dg membangun
hukum Indonesia yg mengangkat substansi hk
rakyat menjadi hukum Nasional
Kesulitan:
1. Bragam hukum yg tidak terumus secara
eksplisit
2.Telah terlanjur tercipta pengelolaan sistem
Hukum modern (asas, doktrin, pembuatan dan
penegakan, organisasi dan prosedur)
3.Pemikiran para Jurist yag membangun H
Nasional terkondisi dan terdidik dalam tradisi H.
Belanda
• Pasal II AP UUD’45 – Maklumat
Presiden No. 2 Th 1945
• Penyederhanaan Badan Peradilan
(PN> PT> MA)
• Konfrensi Meja Bundar 27- 12 – 1949
“Pengakuan kedaulatan RI oleh
Belanda”
• RIS (Ps 192 Kont RIS) “Hk yg berlaku
adalah produk RIS”
• UUDS’50 (Ps 142) “Peraturan per-UU-
an yg ada sejak 17 – 8 – 45 tetap
berlaku selama tidak dicabut dan
ditambah UUD yg baru”
- Ps 25 “Perbedaan kebutuhan masy dan
kebutuhan Hukum rakyat akan
dipertimbangkan”

- Ps 102 “H. Perdata, Dagang, Pidana Hacara


Perdata, Pidana, Susunan Peradilan diatur dg
UU dalam Kitab Hukum, Kecuali jika dianggap
perlu diatur dlm UU tersendiri”

Kebijakan Pruralisme atau


Kodifikasi/Unifikasi?
HUKUM
NASIONAL Hk Barat

Hk Adat
Hk Islam

Yang dihasilkan:
- UU MA No. 90 Th 1950
- UU No. 1/Drt/1951
- Unifikasi Peradilan “Hakim dapat melakukan
penemuan hukum yg dikembangkan jadi Hk
Nasional – Tapi terdoktrinasi Civil Law
PERIODE ORDE LAMA
• Dekrit Presiden 1959 (Bebas dari
kolonial, Kembali ke UUD’45
• Langkah dilakukan:
1. Mengganti simbol hukum dari “Dewi Justitia”
menjadi “Pohon Beringin” (perubahan fungsi
hukum dari pemberi keadilan/kepastian hukum
menjadi pengayoman, kembali ke dasar filosofis
bangsa Indonesia)
2. TAP MPRS No.2 Th 1960 (Untuk kesatuan
hukum harus perhatikan realitas Indo, Asas hk
harus sesuai GBHN dan H. Adat)
3. UU No. 5 Th ‘60 “Mencabut sebagian besar
Buku II KUHPd”
4. Mengaktifkan Lembaga Pembinaan Hukum
Nasional yang berkedudukan di bawah
Menkeh

Tugas:
1. Menjabarkan asas pembangunan hukum yg
digariskan TAP MPRS No II/1960
2. Merancang berbagai UU yang akan
mengganti Hukum Kolonial
Pokok dan Asas Hukum Nasional:

HN terdiri dari unsur Gotong Royong dan


befungsi pengayoman
HN bersifat anti kolonoalism,imperialism,
feodalism
Konsep2 Hk Adat difungsikan untuk kepentingan
Nasional dan Internasional (Bukan yg konkrit
mengatur kehidupan di desa)

SE Ka MA Tgl 5 September 1963 “ BW Secara


resmi tidak berlaku dan harus memperhatikan
Hukum Tidak Tertulis”
Reaksi atas SE MA

• Hakim2 gelisah, dituntut untuk


menemukan hukum anti kolonial
• Advokat bimbang karena tidak ada
kepastian hukum, Hukum apa yang
menjadi landasan hakim
• Akademisi “Tidak menghargai kepastian
dan tidak logis SE membatalkan
UU/Ordonantie”
PERIODE ORBA
Kebijakan politik “Pembangunan
Ekonomi”--Fungsi Hukum “ Law as a
tool of social enginering”
• Hukum Nasional diarahkan untuk memulihkan
wibawa hukum, menentang penghambaan hukum
terhadap kepentingan dan tujuan politik
• Kepastian hukum dipulihkan
• Ditetapkan Tata Urutan Per-UU-an (TAP MPRS No.
XX Th 1966 Ttg Sumber Tertib Hukum)
Arah Kebijakan Hukum Nasional:

Menunjang Perkembangan Ekonomi


 Kodifikasi & Unifikasi terbatas yg selektif
- Hk Kolonial di Nasionalisasi
- Pengembangan H. Adat

Repelita “Rule of Law dijamin UUD:


- HAM diakui dan dilindungi
- Peradilan tidak memihak (UU No 14/70)
- Asas Legalitas dipegang teguh
Hukum Sebagai sarana Merekayasa
Masyarakat
Muchtar Kusumaatmadja (Menkeh, Menlu):
 Relevansi Hk dg pembangunan ekonomi, sosial
 Bertolak dari faham Sociological Jurisprudence
“fungsi hukum sebagai sarana merekayasa
masyarakat sangat perlu dan menurut skenario
pemerintah/eksekutif
 Hukum membantu perubahan masy yg bisa
dikontrol secara tertib dan teratur
 Pembangunan Hk Nasional dg memilih H. Barat
atau H. Adat Tidak perlu tergesa-gesa.
Dualisme Pandangan Pengembangan Hukum
Nasional
1. Hukum kolonial yg dinasionalisasi dengan
mengkaji hukum kolonial yg disesuaikan
dengan Grundnorm Pancasila
Sejarah hukum Indonesia mengalir berdasar
tradisi Eropa (Belanda) yang ikut membentuk
berbagai aspek (peradilan, pendidikan hk)

2. Hasil Pengembangan H. Adat “Bertolak dari


faham Savigny yaitu hukum tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat
Hambatan: Pruralisme Hk Adat yg tidak tertata
dengan sistimatis
Hukum Adat yang dikembangkan adalah
berdasar asas2 yg memiliki nilai Universal
antara lain:
a.Asas Hukum: Gotong Royong, Fungsi Sosial,
Persetujuan Berdasar Kekuasaan Umum,
Perwakilan dan Permusyawaratan dalam
pemerintahan
b.Pranata Hukum: Maro = Production Sharing
Contract; Panjar = Commitment fee/down
payment
Memintas pekarangan orang lain =
innocent paseage; dol odoyan = voyage
charter/time charter; tanah ulayat =
konsep territoriality/daerah jurisdiksi
 Pengembangan Hk Adat diharapkan dari
Hakim yg bebas dan merdeka (tapi
ternyata sebaliknya karena Hakim adalah
Pegewai Negeri; Terdoktrinasi cara berfikir
deduktif lewat silogisme logika formal)
 Arah pengembangan H. Nasional lebih
mengandalkan proses legislatif dari pada
Yudicial
Peranan Hukum dalam ORBA:
1.Hukum beri desain institusional tindakan
otoritas politik negara
2.Idiologi konstitusional dan legalisme sebagai
rekayasa sosial (social enginering) dan
pengendalian sosial (social control)
Indikasi:
a. Proses pembentukan dan pembaharuan hk
ambivalen prinsip antara hk otonom dg hk
birokratik/instrumen fungsi negara ( UU
14/70, UU 8/81 dg Kopkamtib, Bakorstranas)
b. Hukum meligitimit hegemoni negara
c. Kuatnya pengaruh eksekutif dalam
kemerdekaan Hakim
d. Efektifnya otoritas eksekutif dalam
proses pembentukan hk
e. Proses pembentukan hk tidak
menampung partisipasi publik (tdk
responsif)
f. Hk dalam GBHN (1988) ditempatkan
pada pembangunan Bidang Politik.
PERIODE REFORMASI
• Komitmen menjaga persatuan dan
kesatuan berdasar Pancasila dan UUD 45
• Memperkuat Demokrasi
• Pengaruh Globalisasi

Keputusan Mendasar Amandemen UUD 45


1.Mengurangi kekuatan Presiden dan
memberikan kekuasaan lebih pada DPR
dalam membuat UU
2. Otonomi daerah, DPR dipilih melalui Pemilu (tdk ada
pengangkatan), penegasan fungsi DPR (legislasi,
anggaran, pengawasan, hak interplasi, angket,
menyampaikan pendapat), HAM, Pemisahan Polri dari
ABRI

3. Perubahan sistem Politik: Presiden dan Wakil dipilih


langsung, Multi Partai

4. Pembentukan lembaga penegak Hukum baru dan


pengawasan dalam mencapai supremasi hukum
seperti: KPK, Komisi Yudicial, Komisi Kejaksaan,
Komisi Kepolisian, Dll.

Anda mungkin juga menyukai