Pengertian Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah terdiri tiga kata yang membentuk istilah tersebut, yaitu:
Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
Al-Sunnah, secara bahasa bermakna perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Saw. Al-Jama’ah, berasal dari kata jama’ah artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian ke sebagian lain. Jama’ah berasal dari kata ijtima’ (perkumpulan), lawan kata dari tafarruq (perceraian), dan furqah (perpecahan). Jama’ah adalah sekelompok orang banyak dan dikatakan sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan. Lanjutan pengertian….. Menurut Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah: Kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan sunnah khulafaurrasyidin setelahnya.
Tetapi istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini
tidak nampak di era kemunculan ajarannya, melainkan di akhir-akhir ini saja. Sejarah lahirnya Boleh jadi lahirnya aliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah dipengaruhi kerasnya propaganda Mu’tazilah:
Pertama, momentum terjadinya kehancuran
Mu’tazilah akibat kebijakan mihnah (ujian keyakinan pada para ulama) sebagai pelaksanaan doktrin mereka tentang amar ma’ruf dan nahiy munkar dengan kekerasan dan pemaksaan. Kedua, orang-orang Mu’tazilah karena saking terlalu rasionalnya sehingga meninggalkan sunnah atau hadits, karena mereka ragu pada keoriginalitasan atau keotentikan sunnah atau hadits tersebut.
Ketiga, keluarnya Imam Abu Hasan al
Asy’ari dari Mu’tazilah setelah ia galau pada ajaran Mu’tazilah yang mulai runtuh dan bermimpi bertemu Nabi Saw, yang memberitahukan bahwa mazhab ahli hadits- lah yang benar. Keempat, karena Imam al Asy’ari telah dikeluarkan dari Mu’tazilah setelah dalam satu dialog tanya-jawab dengan gurunya (Imam al Jubbai), ia membuat Imam al Jubbai tidak bisa menjawab.
Kelima, setelah dibekukannya Mu’tazilah
sebagai ajaran resmi negara oleh Khalifah al Mutawakkil, yang juga membebaskan Imam Ahmad bin Hanbal dan tokoh lainnya yang dipenjara di era sebelumnya, yang itu membuat masyarakat tidak terbebani paksaan aliran Mu’tazilah. Nisbat Ahlus Sunnah wal Jama’ah Paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini diyakini oleh mayoritas ulama dinisbatkan kepada Imam Abul Hasan al Asy’ari dan Imam Abu Mansur al Maturiddi.
Dari dua ulama itulah ajaran Ahlus Sunnah
wal Jama’ah diperoleh. Walaupun dalam beberapa hal terdapat perbedaan diantara keduanya. Juga perbedaan dengan para muridnya. Ajaran Imam Abul Hasan al Asy’ari (Asy’ariyah) Sifat Tuhan, menurutnya mustahil Tuhan mengetahui dengan DzatNYA, karena itu DIA mengetahui dengan sifatNYA. Jika Tuhan mengetahui dengan DzatNYA, maka Tuhan adalah ilmu itu sendiri, dan ini tidaklah benar. Tuhan bukanlah ilmu, tetapi Tuhan adalah al ‘alim yakni Yang Maha Mengetahui. Al Qur’an bukan makhluk, sebab al Qur’an tidak diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu al Qur’an murni kalamullah, sehingga al Qur’an bersifat qadim.
Melihat Allah, ia mengatakan Allah dapat
dilihat oleh manusia di akherat kelak, tentu atas izin Allah. Dapat dilihatnya wujud Allah merupakan kemungkinan yang bisa terjadi dan ini tidak berarti memakhlukkan Allah. Karena Allah bisa melakukan apapun sekehendakNYA. Perbuatan manusia, ia mendedah teori al kasb (usaha), namun al kasb itu hanya potensi yang sifatnya tidak efektik, sebab segala perbuatan manusia telah diciptakan Allah. Teori ini mendapat beberapa kritikan tajam dari para ulama lain, salah satunya Ibnu Taymiyah.
Keadilan Tuhan, tidak sama dengan doktrin
Mu’tazilah yang mewajibkan Allah berbuat adil, Imam Asy’ari meyakini bahwa Allah berkuasa mutlak dan tak ada satupun kewajiban melekat pada diriNYA. Sehingga untuk mengatur kehidupan, Allah bebas melakukan sesukaNYA. Inilah kemudian memunculkan kosep keRahmataNNYA. Allah memiliki tangan, wajah, mata dan sebagainya, akan tetapi manusia tidak dapat dan tidak sanggup membayangkan bentukNYA (bi la kaifa).
Dosar besar, yang dilakukan orang yang
beriman bukan menempatkan dirinya pada posisi antara beriman dan kafir, tetapi ia tetap beriman yang fasiq (durhaka). Dan apakah ia diampuni oleh Allah, terserah keputusanNYA. Ajaran Imam Abu Mansur al Maturiddi (Maturiddiyah) Sifat-sifat Allah, hampir sama dengan Asy’ariyah yang mengakui adanya sifat-sifat pada Allah. Tetapi ia menetapkan bahwa Allah Maha Suci dari antropomorfisme, yakni menyerupakan Allah dengan manusia, dan dari mengambil ruang dan waktu.
Melihat Allah, menurutnya Allah dapat dilihat pada
hari kiamat, sebab hari kiamat merupakan salah satu keadaan khusus. Tapi yang bisa melihat hanyalah orang yang beriman dan tentang bagaimana bentukNYA, hanya Allah yang mengetahui. Sebagaimana firman Allah Surat al Qiyamah ayat 22-23: )٢٣( ) ِاٰل ى َر ِّبَها َناِظ َر ٌة٢٢( ُو ُج ْو ٌه َّيْو ٍذ َّناِض َر ٌۙة َم ِٕى Yang artinya: Wajah-wajah (orang yang beriman) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. Pelaku dosa besar, orang mukmin yang berdosa besar, diserahkan urusannya kepada Allah. Jika Allah menghendaki untuk mengampuni, maka mereka diampuni. Jika Allah menghendaki menyiksanya, maka mereka pun akan disiksa. Jadi posisi orang mukmin yang berdosa besar berada di antara harapan dan ketakutan (raja’ dan khauf). Ciri perilaku kultural penganut Ahlus Sunnah wal Jama’ah Bersikap tawasuth (tengah/ moderat) dan I’tidal (adil). Dan tidak berlaku ekstrim.