Anda di halaman 1dari 15

Ahlus Sunnah wal Jama’ah

Oleh: Rahmat Hidayat, M.Ag


Pengertian
Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah terdiri tiga kata yang membentuk
istilah tersebut, yaitu:

 Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut.


 Al-Sunnah, secara bahasa bermakna perkataan, perbuatan dan
ketetapan Nabi Saw.
 Al-Jama’ah, berasal dari kata jama’ah artinya mengumpulkan
sesuatu, dengan mendekatkan sebagian ke sebagian lain.
Jama’ah berasal dari kata ijtima’ (perkumpulan), lawan kata
dari tafarruq (perceraian), dan furqah (perpecahan). Jama’ah
adalah sekelompok orang banyak dan dikatakan sekelompok
manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
Lanjutan pengertian…..
Menurut Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari,
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah:
Kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih.
Merekalah yang mengikuti dan berpegang
teguh dengan sunnah Nabi dan
sunnah khulafaurrasyidin setelahnya.

Tetapi istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini


tidak nampak di era kemunculan ajarannya,
melainkan di akhir-akhir ini saja.
Sejarah lahirnya
Boleh jadi lahirnya aliran Ahlus Sunnah wal
Jama’ah dipengaruhi kerasnya propaganda
Mu’tazilah:

Pertama, momentum terjadinya kehancuran


Mu’tazilah akibat kebijakan mihnah (ujian
keyakinan pada para ulama) sebagai
pelaksanaan doktrin mereka tentang amar
ma’ruf dan nahiy munkar dengan kekerasan
dan pemaksaan.
Kedua, orang-orang Mu’tazilah karena
saking terlalu rasionalnya sehingga
meninggalkan sunnah atau hadits, karena
mereka ragu pada keoriginalitasan atau
keotentikan sunnah atau hadits tersebut.

Ketiga, keluarnya Imam Abu Hasan al


Asy’ari dari Mu’tazilah setelah ia galau pada
ajaran Mu’tazilah yang mulai runtuh dan
bermimpi bertemu Nabi Saw, yang
memberitahukan bahwa mazhab ahli hadits-
lah yang benar.
Keempat, karena Imam al Asy’ari telah
dikeluarkan dari Mu’tazilah setelah dalam satu
dialog tanya-jawab dengan gurunya (Imam al
Jubbai), ia membuat Imam al Jubbai tidak bisa
menjawab.

Kelima, setelah dibekukannya Mu’tazilah


sebagai ajaran resmi negara oleh Khalifah al
Mutawakkil, yang juga membebaskan Imam
Ahmad bin Hanbal dan tokoh lainnya yang
dipenjara di era sebelumnya, yang itu membuat
masyarakat tidak terbebani paksaan aliran
Mu’tazilah.
Nisbat Ahlus Sunnah wal
Jama’ah
Paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini
diyakini oleh mayoritas ulama dinisbatkan
kepada Imam Abul Hasan al Asy’ari dan
Imam Abu Mansur al Maturiddi.

Dari dua ulama itulah ajaran Ahlus Sunnah


wal Jama’ah diperoleh. Walaupun dalam
beberapa hal terdapat perbedaan diantara
keduanya. Juga perbedaan dengan para
muridnya.
Ajaran Imam Abul Hasan al Asy’ari
(Asy’ariyah)
Sifat Tuhan, menurutnya mustahil Tuhan
mengetahui dengan DzatNYA, karena itu
DIA mengetahui dengan sifatNYA. Jika
Tuhan mengetahui dengan DzatNYA,
maka Tuhan adalah ilmu itu sendiri, dan
ini tidaklah benar. Tuhan bukanlah ilmu,
tetapi Tuhan adalah al ‘alim yakni Yang
Maha Mengetahui.
Al Qur’an bukan makhluk, sebab al
Qur’an tidak diciptakan oleh Allah. Oleh
karena itu al Qur’an murni kalamullah,
sehingga al Qur’an bersifat qadim.

Melihat Allah, ia mengatakan Allah dapat


dilihat oleh manusia di akherat kelak, tentu
atas izin Allah. Dapat dilihatnya wujud
Allah merupakan kemungkinan yang bisa
terjadi dan ini tidak berarti memakhlukkan
Allah. Karena Allah bisa melakukan
apapun sekehendakNYA.
 Perbuatan manusia, ia mendedah teori al kasb
(usaha), namun al kasb itu hanya potensi yang
sifatnya tidak efektik, sebab segala perbuatan
manusia telah diciptakan Allah. Teori ini mendapat
beberapa kritikan tajam dari para ulama lain, salah
satunya Ibnu Taymiyah.

 Keadilan Tuhan, tidak sama dengan doktrin


Mu’tazilah yang mewajibkan Allah berbuat adil,
Imam Asy’ari meyakini bahwa Allah berkuasa
mutlak dan tak ada satupun kewajiban melekat
pada diriNYA. Sehingga untuk mengatur
kehidupan, Allah bebas melakukan sesukaNYA.
Inilah kemudian memunculkan kosep
keRahmataNNYA.
Allah memiliki tangan, wajah, mata dan
sebagainya, akan tetapi manusia tidak
dapat dan tidak sanggup membayangkan
bentukNYA (bi la kaifa).

Dosar besar, yang dilakukan orang yang


beriman bukan menempatkan dirinya pada
posisi antara beriman dan kafir, tetapi ia
tetap beriman yang fasiq (durhaka). Dan
apakah ia diampuni oleh Allah, terserah
keputusanNYA.
Ajaran Imam Abu Mansur al Maturiddi
(Maturiddiyah)
 Sifat-sifat
Allah, hampir sama dengan Asy’ariyah
yang mengakui adanya sifat-sifat pada Allah. Tetapi
ia menetapkan bahwa Allah Maha Suci dari
antropomorfisme, yakni menyerupakan Allah
dengan manusia, dan dari mengambil ruang dan
waktu.

 Melihat Allah, menurutnya Allah dapat dilihat pada


hari kiamat, sebab hari kiamat merupakan salah satu
keadaan khusus. Tapi yang bisa melihat hanyalah
orang yang beriman dan tentang bagaimana
bentukNYA, hanya Allah yang mengetahui.
 Sebagaimana firman Allah Surat al Qiyamah
ayat 22-23:
 )٢٣( ‫) ِاٰل ى َر ِّبَها َناِظ َر ٌة‬٢٢( ‫ُو ُج ْو ٌه َّيْو ٍذ َّناِض َر ٌۙة‬
‫َم ِٕى‬
 Yang artinya: Wajah-wajah (orang yang
beriman) pada hari itu berseri-seri. Kepada
Tuhannyalah mereka melihat.
 Pelaku dosa besar, orang mukmin yang
berdosa besar, diserahkan urusannya kepada
Allah. Jika Allah menghendaki untuk
mengampuni, maka mereka diampuni. Jika
Allah menghendaki menyiksanya, maka mereka
pun akan disiksa. Jadi posisi orang mukmin
yang berdosa besar berada di antara harapan
dan ketakutan (raja’ dan khauf).
Ciri perilaku kultural penganut
Ahlus Sunnah wal Jama’ah
 Bersikap tawasuth (tengah/ moderat) dan I’tidal (adil).
Dan tidak berlaku ekstrim.

 Bersikap tasamuh (toleran) terhadap perbedaan


pandangan dan pendapat.

 Bersikap tawazun (seimbang), menyerasikan khidmah


pada Allah, pada manusia dan lingkungan alam.

 Bersikap amar ma’ruf dan nahiy munkar yakni selalu


punya kepekaan menyebar dan menyuruh kebaikan.
Serta kepekaan mengajak orang lain tidak melakukan
kemunkaran.
Wallahu a’lam bisshawab

Anda mungkin juga menyukai