Anda di halaman 1dari 41

Anggota kelompok

Elsy Nasharah Fahri Reza Galant Ghozy


2330122133 Setiawan
2330122134 Abdillah
2330122135 Arrahman
2330122136
definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis dan disebut sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA)
(Infodatin Kemenkes RI, 2018). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru (TB
paru), namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (TB ekstra paru).
Penularan TB terutama terjadi secara aerogen atau lewat udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak/sputum). Sumber penularan TB yaitu penderita TB paru
BTA positif yang ketika batuk, bersin atau berbicara mengeluarkan droplet yang
mengandung bakteri M. tuberculosis (Kemenkes RI, 2017).
etiologi
Penyebab penyakit TB paru adalah Mycobacterium tuberculosis, bakteri tersebut
pertama kali dideskripsikan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak bengkok dengan ukuran
0,2-0,4 x 1-4 µm. pewarnaan Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk mengidentifikasi bakteri
tersebut.Bakteri tersebut mempunyai sifat istimewa, yaitu tahan terhadap pencucian
warna dengan asam dan alcohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA).
Mycobacterium tuberculosis mati pada pemanasan 100oC selama 5- 10 menit sedangkan
dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri tersebut tahan selama 1-2 jam di
udara terutama di tempat lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan
terhadap sinar matahari atau aliran udara (Masriadi, 2017).
Klasifikasi tuberkulosis
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit

a) Tuberkulosis paruTuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang terjadi


pada parenkim (jaringan) paru. Milier tuberkulosis dianggap sebagai
tuberkulosis paru karena adanya lesi pada jaringan paru.

b) Tuberkulosis ekstra paruTuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis


yang terjadi pada orga selain paru, misalnya pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Klasifikasi tuberkulosis
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

a) Pasien baru Tuberkulosis


Pasien baru tuberkulosis adalah pasien yang belum pernah. mendapatkan pengobatan tuberkulosis
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari satu bulan (<28 dosis).
b) Pasien yang pernah diobati tuberkulosis
Pasien sebelumnya pernah menelan OAT selama satu bulan atau lebih ( 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan tuberkulosis terakhir, yaitu:
• Pasien kambuh
• Pasien yang diobati kembali setelah gagal
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
c) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
Klasifikasi tuberkulosis
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
a) Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
b) Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain isoniazid
(H) dan rifampisin (R) secara bersamaan
c) Multi drug resistan (TB MDR): rsistan terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara
bersamaan
d) Extensive drug resistan (TB XDR) adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah
satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan
(kanamisin, kapreomisin dan amikasin)
e) Resistan rifampisin (TB RR) resistan terhadap rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap
OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional)
Klasifikasi tuberkulosis
4. Klasifikasi berdasarkan status HIV

a) Pasien tuberkulosis dengan HIV (pasien ko-infeksi TB/HIV)


b) Pasien tuberkulosis dengan HIV negatif
c) Pasien tuberkulosis dengan status HIV tidak diketahui
Manifestasi klinis
Menurut Kemenkes RI (2014), Gejala utama TB Paru adalah :
• batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
• batuk berdarah
• sesak nafas
• badan lemas
• nafsu makan menurun
• berat badan menurun, malaise
• berkeringat pada malam hari tanpakegiatan fisik
• demam meriang lebih dari 1 bulan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah:
a. Kultur
Bertujuan untuk mengidentifikasi suatu mikroorganisme yang menyebabkan infeksi
klinis pada sistem pernpasan

b. Sputum
Bertujuan untuk mengidentifikasi suatu organisme patogenik dan menentukan
adanya sel-sel maligna di dalam sputum. Pemeriksaan sputum Basil Tahan Asam
(BTA) adalah pemeriksaan yang khusus dilakukan untuk mengetahui adanya
mycobacterium tuberculosis

c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan bakteri


tahan asam.
Pemeriksaan penunjang
d. Skin test (PPD, Mantoux)Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya) maka mantoux negative atau hasil negative
2) indurasi 6-9 mm (diameternya) maka hasil meragukan
3) indurasi 10-15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat.
5) reaksi timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara
antibody dan antigen tuberculin
e. Rontgen dadaMenunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
Patofisiologi
tuberkulosis
Istirahat yang
cukup
Pola makan
Edukasi
yang benar

Operasi pada
Olahraga Terapi non
jaringan yang
teratur farmakologi
rusak
Terapi farmakologi
1. Ethambutol (Bakteriostatik) 2. Isoniazida (Bakterisidal)

Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sintesis Mekanisme kerjanya berdasarkan terganggunya sintesis mycolic

RNA pada bakteri yang sedang membelah, serta menghalangi acid, yang diperlkan untuk membangun dinding bakteri.

terbetuknya mycolic acid pada dinding sel yang lebih dari 60% Indikasi : Terapi anti tuberkulosis yang

terdiri dari lipid. disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis

Indikasi : Terapi anti tuberkulosis yang disebabkan oleh Kontra indikasi : Hipersensitivitas, gangguan

mycobacterium tuberculosis fungsi hati dan ginjal

Kontra indikasi : Hipersensitivitas Efek samping : Tidak ada nafsu makan, ruam pada kulit,

Efek samping : Gangguan penglihatan kesemutan hingga terasa terbakar di telapak kaki / tangan,

Contoh obat : Myambutol hepatitis.


Contoh obat : INH
Terapi farmakologi
3. Pirazinamida (Bakterisidal)
4. Rifampisin (Bakterisidal)
Mekanisme kerjanya berdasarkan pengubahannya menjadi
Mekanisme kerjanya berdasarkan spesifikasi dari suatu enzim
asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase yang berasal dari
baakteri RNA-polymerase, sehingga sistesis RNA terganggu.
basil TB.
Indikasi : Terapi anti tuberkulosis yang disebabkan oleh
Indikasi : Terapi anti tuberkulosis yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis
mycobacterium tuberculosis
Kontra indikasi : Hipersensitivitas atau alergi
Kontra indikasi : Hipersensitivitas, gout akut, kerusakan
Efek samping : Ruam pada kulit, warna urin menjadi merah,
hepar berat, porfiria akut[00.01, 26/2/2024] ghozyarrahman:
purpura, renjatan, syok, gagal ginjal akut
Efek samping : Tidak ada nafsu makan, nyeri sendi, ruam
Contoh obat : Rifabiotic, Rifamtibi,
kulit tanpa atau rasa gatal, hepatitis.
Rimactane
Contoh obat : Corsazinamide, Neotibi, Sanazet,
Siramid.
Terapi farmakologi
5. Streptomisin (Bakterisidal)
Mekanisme kerjaya berdasarkan penghambatan sintesis
protein bakteri melalui pengikatan pad RNA ribosomal.
Indikasi : Terapi anti tuberkulosis yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis
Kontra indikasi : Hipersensitivitas atau alergi
Efek samping : Ruam pada kulit, gangguan pendengaran,
pusing, vertigo dan nistagmus, penurunan produksi urin
Contoh obat : Streptomycin Sulphate Meiji
farmakoterapi
OAT Kategori 1
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
- Pasien TB paru tediagnosa klinis
- Pasien TB ekstraparu

2(RHZE) / 4 (RH)

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Berat Badan Setiap hari selama 56 hari Setiap hari selama 16 minggu
RHZE RH (150/75 mg)
(150/75/400/275 mg)
30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet

38 - 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet

55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet


farmakoterapi

OAT Kategori 1

2(RHZE) / 4 (RH)3

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Berat Badan Setiap hari selama 56 hari 3x seminggu selama 16 minggu
RHZE RH (150/150 mg)
(150/75/400/275 mg)
30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT

38 - 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT


farmakoterapi
OAT Kategori 2
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya :
- Pasien kambuh
- Pasien gagal pada pengobaatan dengan panduan OAT kategori 1 sebelumnya
- Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat

2(RHZE)S / (RHZE) / 5(RHE)


Tahap Intensif Setiap hari Tahap Lanjutan
Berat selama 56 hari Setiap hari
Badan RHZE (150/75/400/275 mg) + RHE (150/75/275 mg)
S
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT + 500 mg S inj 2 tablet 4 KDT 2 tablet

38 - 54 kg 3 tablet 4 KDT + 750 mg S inj 3 tablet 4 KDT 3 tablet

55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT + 1000 mg S inj 4 tablet 4 KDT 4 tablet

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT + 100 mg S inj 5 tablet 4 KDT 5 tablet


farmakoterapi
OAT Kategori 2
Dosis harian fase awal & dosis intermiten fase lanjutan

2(RHZE)S / (RHZE) / 5((RH)3E3)

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Berat Setiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu
Badan RHZE RH (150/150 mg) + E
(150/75/400/275 mg) + S (400 mg)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT + 500 mg S inj 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT + 2 tablet E

38 - 54 kg 3 tablet 4 KDT + 750 mg S inj 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT + 3 tablet E

55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT + 1000 mg S inj 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT + 4 tablet E

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT + 100 mg S inj 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT + 5 tablet E


farmakoterapi
Dosis OAT pada Anak Keterangan :
- Bayi < 5 kg, pemberian OAT secara terpisah, tidak
2(RHZE)S / (RHZE) / 5((RH)3E3) dalam bentuk KDT dan sebaiknya dirujuk ke RS.
- Apabila ada kenaikan BB, dosis OAT mengikuti BB
Berat Tahap Intensif 2 Bulan Tahap Lanjutan 4 saat itu.
Badan RHZ (75/50/150 mg) Bulan - Untuk anak obesitas, dosis OAT menggunakan BB
R (75/50 mg) ideal (sesuai umur).
- OAT KDT harus diberikan secara utuh (jangan
5 – 7 kg 1 tablet 1 tablet dibelah/digerus).
- OAT dapat diberikan secara diteln,
8 - 11 kg 2 tablet 2 tablet dikunyah
ataau dimasukkan air daalam sendok.
- OAT diberikan saat perut kosong atau paling
12 – 16 3 tablet 3 tablet
kg cepat 1 jam sesudah makan.
- Bila INH dikombinasikan ddengaan rifampisin,
17 – 22 4 tablet 4 tablet dosis INH tidak boleh melebii 10 mg/Kg/BB/Hari.
kg

23 - 30 5 tablet 5 tablet
kg

BB > 30 kg diberikan 6 tablet atau menggunakan KDT dewasa


Algoritma
terpi
tuberkulosis
Tn. AN usia 35 tahun, tinggi badan 170 cm, berat badan turun dari 65 kg menjadi 50 kg. Datang
ke dokter dengan keluhan sudah seminggu ini merasa lemas, sesak, keringat berlebihan di malam hari,
nyeri di dada sebelah kiri dan mengalami diare. Sedangkan untuk batuk dengan sputum bercak darah
dan demam sudah dialami lebih dari 2 minggu. Data klinik menunjukkan TD 140/80 mmHg. Suhu
30˚C. nadi 105x/menit. RR 30x/menit. Cairan pleura positif.
Identitas Pasien

Nama pasien : Tn. AN


Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 35 tahun
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 50 kg
Diagnosa : Tuberkulosis paru
Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama
Lemas, sesak, keringat berlebihan di malam hari, nyeri di dada sebelah kiri dan mengalami
diare sudah dialami 1 minggu

b. Riwayat Penyakit Sekarang


 Lemas, sesak, keringat berlebihan di malam hari, nyeri di dada sebelah kiri dan mengalami
diare sudah dialami 1 minggu
 Batuk dengan sputum bercak darah dan demam sudah dialami lebih dari 2 minggu

c. Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien tidak ada penyakit keluarga
Data laboratorium

Parameter Nilai Nilai normal


Tekanan darah 140/80 mmHg 120/80 mmHg
Suhu 38˚C 35-36˚C
Nadi 105x/menit 95-107x/menit
RR 30x/menit 12-20x/menit
Cairan pleura Positif
SGOT 75 5-40
SGPT 121 7-56
Terapi Pengobatan
Nama obat Rute pemberian

Isoniazide 300 mg PO

Rifampicin 450 mg PO

Pirazinamide 1250 mg PO

Ethambutol 500 mg PO

Codein 10 mg PO

Levofloxacin 750 mg PO

Ceftazidime 1 gram IV

Attapulgite 600 mg PO

Parasetamol 500 mg PO
DRP
No DRP Check list Keterangan
1. Terapi obat yang tidak diperlukan
Terdapat √ Obat tanpa indikasi medis :
terapi 1. Codein, utnuk meredakan batuk berdahak, namun pasien
tanpa mengalami batuk dengan sputum berdarah, obat yang diberikan
indikasi kurang tepat dan disarankan untuk mengganti codein dengan
media gliseril guaiakolat.

Obat telah diberikan sesuai indikasi :


1. Isoniazide, terapi untuk anti tuberkulosis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, obat yang diberikan sesuai
dengan indikasi.
2. Rifampicin, terapi untuk anti tuberkulosis yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis, obat yang diberikan sesuai
dengan indikasi.
3. Pirazinamide, terapi untuk anti tuberkulosis yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis, obat yang diberikan sesuai
dengan indikasi.
DRP

No DRP Check list Keterangan


4. Ethambutol, terapi untuk anti tuberkulosis yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, obat
yang diberikan sesuai dengan indikasi.
5. Levofloxacin, antibiotik dengan spektrum luas yang
diindikasikan untuk pengobatan tuberkulosis lini
kedua, obat yang diberikan sesuai dengan indikasi.
6. Ceftazidime, antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri
pada saluran pernapasan, obat yang diberikan sesuai
dengan indikasi.
7. Attapulgite, untuk meredakan diare, obat yang
diberikan sesuai dengan indikasi.
8. Paracetamol merupakan analgetik dan antipiretik untuk
menurunkan suhu tubuh pasien serta mengurangi rasa
nyeri, obat yang diberikan sesuai dengan indikasi.
DRP

No DRP Check list Keterangan


Pasien mendapatkan Pasien tidak mendapatkan terapi yang
terapi tambahan yang - tidak diperlukan
tidak diperlukan

Pasien masih Pasien perlu terapi non farmakologi


memungkinkan menjalani √ berupa edukasi penggunaan masker dan
terapi non farmakologi tidak meludah sembarangan

Terdapat duplikasi terapi - Tidak terdapat duplikasi terapi

Pasien mendapatkan
penanganan terhadap efek - Pasien tidak mendapatkan
samping yang dapat penanganan terhadap efek samping obat
dicegah
DRP

No DRP Check list Keterangan

2. Kesalahan obat
Bentuk sediaan - Bentuk sediaan sesuai dengan kondisi
tidak tepat Tablet : isoniazide, rifampicin, pirazinamide,
ethambutol, codein, levofloxacin, paracetamol Injeksi :
ceftazidime
Terdapat - Pasien tidak memiliki kontraindikasi terhadap obat yang
kontraindikasi diberikan

Kondisi pasien - Pasien masih dapat disembuhkan oleh obat


tidak dapat
disembuhkan
oleh obat
DRP

No DRP Check list Keterangan


Obat tidak Terdapat obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasien,
diindikasikan √ codein untuk batuk kering sedangkan pasien mengalami batuk
untuk kondisi dengan sputum berdarah
pasien
Terdapat obat Menggantikan obat codein dengan glysceryl guaiacolate untuk
yang lebih √ kondisi pasien, batuk dengan sputum berdarah
efektif

3. Dosis tidak tepat


Dosis terlalu √ Dosis terlalu rendah :
rendah 1. Dosis Ethambutol terlalu rendah, sehingga dosis
dinaikkan menjadi 825 mg, karena BB pasien 50 kg,
untuk OAT kategori 1 tahap intensif rentang BB 38 – 54 kg
diberikan 3 tablet dengan dosis 275 mg.
DRP
No DRP Check List Keterangan
Dosis terlalu Dosis terlalu tinggi :
tinggi √ 1. Dosis Isoniazide terlalu tinggi, sehingga dosis diturunkan
menjadi 225 mg, karena BB pasien 50 kg, untuk OAT
kategori 1 tahap intensif rentang BB 38 – 54 kg diberikan 3
tablet dengan dosis 75 mg.
2. Dosis Pirazinamide terlalu tinggi, sehingga dosis
diturunkan menjadi 1200 mg, karena BB pasien 50 kg,
untuk OAT kategori 1 tahap intensif rentang BB 38 – 54
kg diberikan 3 tablet dengan dosis 400 mg.

Dosis yang diberikan telah sesuai :


1. Rifampicin 450 mg, OAT kategori 1 tahap intensif untuk
pasien dengan BB 38 – 54 kg diberikan 3 tablet dengan
dosis 150 mg, maka dosis yang diberikan telah sesuai.
2. Codein 10 mg, namun pemberian codein kurang tepat dan
digantikan dengan obat glyceryl guaiacolate dengan dosis 2
– 4 x 200 – 400 mg/hari.
DRP
No DRP Check ist Keterangan
3. Levofloxacin 750 mg, dosis maksimum 250-750 mg tiap 24 jam,
maka dosis yang diberikan telah sesuai.
4. Ceftazidime 1 gram, dosis maksimum 1-2 gram/hari, maka dosis
yang diberikan telah sesuai.
5. Attapulgite 600 mg, dosis maksimum 600 mg x 12 tablet/hari,
maka dosis yang diberikan telah sesuai.
6. Paracetamol 500 mg, dosis maksimum 4 gram/hari, maka dosis
yang diberikan telah sesuai.

Frekuensi - Frekuensi penggunaan sudah sesuai untuk kondisi pasien :


pengguna 1. OAT RHZE (Rifampicin, Isoniazide, Pirazinamide, Ethambutol)
an tidak diminum 3 tablet setiap hari .
tepat 2. Levofloxacin diminum 1 tablet per hari atau tiap 24 jam.
3. Ceftazidime 1 gram, diinjeksikan secara iv 1 gram tiap 8-12 jam.
4. Codein digantikan dengan glyceryl guaiacolate diminum 2-4 x
200 – 400 mg sehari.
5. Attapulgite diminum 2 tablet setiap BAB atau setelah diare.
6. Paracetamol diminum 3 x sehari atau jika demam.
DRP

No DRP Check list Keterangan


Durasi - Durasi penggunaan sudah tepat untuk kondisi pasien :
Penggunaan 1. OAT kategori 1 tahap intensif (Rifampicin, Isoniazide,
tidak tepat Pirazinamide, Ethambutol) diberikan selama 2 bulan atau 56
hari.
2. Levofloxacin diberikan 7-14 hari
3. Ceftazidime diberikan tiap 8-12 jam
4. Codein, diganti dengan glyceryl guaiacolate
diberikan selama pasien mengalami batuk dengan sputum
berdarah
5. Attapulgite diberikan saat pasien mengalami diare
6. Paracetamol diberikan saat pasien demam
DRP

No DRP Check list Keterangan


4. Reaksi yang tidak dinginkan

Obat tidak √ Obat paracetamol dapat berinteraksi dengan isoniazid dan


aman untuk rifampicin yang dapat meningkatkan efek paracetamol dan
pasien menimbulkan efek hepatotoksik, sehingga penguunaan paracetamol
digantikan dengan obat NSAID yang lain seperti ibuprofen.
Terjadi - Tidak terjadi reaksi alergi dan pasien tidak memiliki riwayat alergi
reaksi alergi

Terjadi √ 1. Isoniazide + paracetamol (moderat), isoniazid akan


interaksi meningkatkan kadar atau efek parasetamol enzim hati
obat CYP2E1
2. Isoniazid + codein (moderat), isoniazid menurunkan efek
codein dengan mmepengaruhi metabolisme enzim hati
CYP2D6
3. Rifampicin + parasetamol (minor), rifampisin menurunkan
kadar parasetamol dengan meningkatkan metabolisme
DRP
No DRP Check list Keterangan
Dosis obat
dinaikkan atau - Dosis tidak dinaikkan atau diturunkan terlalu cepat
diturunkan terlalu
cepat
Muncul efek yang - Efek samping yang mungkin terjadi :
tidak diinginkan 1. Rifampicin, efek samping yang ditimbulkan warna urin
menjadi merah.
2. Isoniazide, efek samping yang ditimbulkan kesemutan
3. Pirazinamide, efek samping yang ditimbulkan terasa
nyeri pada sendi.
4. Ethambutol, efek samping yang ditimbulkan gangguan
penglihatan dan buta warna.
5. Levofloxacin, efek samping yang ditimbulkan nyeri
perut, gangguan pencernaan, terjadi reaksi alergi, ruam.
DRP

No DRP Check list Keterangan


6. Ceftrazidime, efek samping ditimbulkan
pembengkakan, kemerahan, rasa sakit atau berdarah di
area suntikan.
7. Codein, efek samping yang ditimbulkan konstipasi,
depresi pernapasan, hipotensi.
8. Attapulgite, efek samping yang ditimbulkan sembelit,
mual, perut kembung.
9. Paracetamol, penggunaan jangka panjang akan
menimbulkan efek samping kerusakan pada organ hati
(hepatotoksik).

Administrasi obat - Administrasi obat telah tepat


yang tidak tepat
DRP
No DRP Check list Keterangan
5. Ketidaksesuaian kepatuhan pasien

Obat tidak tersedia - Obat tersedia untuk pasien

Pasien tidak mampu - Pasien mampu menyediakan obat


menyediakan obat

Pasien tidak bisa


menelan obat atau - Pasien masih mampu menelan obat
menggunakan obat

Pasien tidak patuh


atau memilih untuk - Pasien patuh untuk meminum obat
tidak menggunakan
obat
DRP

No DRP Check list Keterangan


6. Pasien membutuhkan terapi tambahan
Terdapat kondisi √ Terdapat kondisi yang tidak diterapi, pasien perlu diberikan
yang tidak diterapi obat glyceryl guaiacolate untuk terapi batuk dengan sputum
berdarah serta pasien perlu mendapatkan terapi tambahan
berupa terapi non farmakologi, pemberian edukasi terkait
selalu menggunakan masker dan tidak meludah sembarangan.

Pasien - Pasien tidak membutuhkan obat lain yang sinergis


membutuhkan obat
lain yang sinergis

Pasien - Pasien tidak membutuhkan terapi profilaksis


membutuhkan
terapi profilaksis

Anda mungkin juga menyukai