hukumnya dengan Abortus Provocatus yang ditulis dalam bahasa latin memiliki arti dan makna pengguguran kandungan secara sengaja atau niat diri sendiri maupun orang lain. Diartikan sebagai kondisi dimana keluarnya hasil kehamilan yaitu bayi dari kandungan sang ibu sebelum waktu yang seharusnya, dalam kondisi meninggal dunia. Hukum aborsi di Indonesia Dilihat dari sudut pandang KUHP adalah tindak pidana yang dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana bagi siapapun yang melakukan aborsi. Namun, Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan memberikan dua alasan untuk dapat dilakukannya aborsi, yaitu: 1.indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; 2.kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Kemudian, tindakan aborsi hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang Lanjutan Pasal 76 UU Kesehatan juga menegaskan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan: a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan; c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan. lanjutan berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan, orang yang sengaja melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Aborsi dalam pandangan Islam Aborsi dalam bahasa Arab diartikan اإلجهاض, yang merupakan bentuk masdar dari kata أجهض, yang artinya lahirnya janin karena dipaksa atau lahir dengan sendirinya sebelum tiba saatnya. Ahli fikih memberikan definisi aborsi dengan redaksi berbeda, namun bermuara pada substansi yang sama. Ibrahim al-Nakhai: Aborsi adalah pengguguran janin dari rahim ibu hamil, baik sudah berbentuk sempurna atau belum. Abdullah bin Ahmad: Aborsi adalah merusak makhluk yang ada dalam rahim perempuan. Lanjutan Abdul Qadir Audah: Aborsi adalah pengguguran kandungan dan perampasan hak hidup janin atau perbuatan yang dapat memisahkan antara janin dengan ibunya. al-Gazali: Aborsi adalah pelenyapan nyawa janin atau merusak sesuatu yang sudah terkonsepsi ()موجود الحاصل. Perbedaan tersebut dapat disimpulkan sebagaimana diterangkan Istibsjaroh dalam buku Menimbang Hukum Pornografi, Pornoaksi, dan Aborsi dalam Perspektif Islam (hal. 64 – 65) sebagai berikut: Lanjutan a. Diperbolehkan aborsi sebelum usia janin 120 hari. Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian besar ulama Hanafiyyah dan sebagian kecil ulama Syafi’iyyah. b. Diperbolehkan aborsi sebelum usia janin 40 - 45 hari (tahalluk). Pendapat ini dinyatakan oleh sebagian besar fuqaha’ Syafi’iyyah, sebagian besar fuqaha Hanabilah, dan sebagian kecil fuqaha’ Hanafiyyah sebagaimana diterangkan Yurnalis Uddin (et.al) dalam buku yang sama (hal. 86). c. Aborsi hukumnya makruh tahrim, baik sebelum maupun sesudah 40 hari. Pendapat ini dikemukakan sebagian kecil fuqaha’ Hanafiyyah. d. Aborsi hukumnya haram secara mutlak. Pendapat ini dinyatakan oleh sebagian besar fuqaha’ Malikiyyah, Imam al-Gazali, Ibn al- Jawzi, dan Ibn Hazm al-Zahiri. Pelakunya dapat dikenai sanksi yang disesuaikan dengan akibat yang ditimbulkannya. Majelis Ulama Indonesia (“MUI”) Pada tahun 2005 mengeluarkan Fatwa MUI 4/2005 atas pertimbangan bahwa dewasa ini semakin banyak terjadi tindakan aborsi yang dilakukan oleh masyarakat tanpa memperhatikan tuntunan agama. Dengan mendasarkan pada al-Qur’an, hadis, kaidah fikih, dan pendapat para ulama klasik, maka MUI menyatakan: 1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). 2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Lanjutan a.Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah: >- Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan cavern dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh tim dokter. >- Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
b.Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan
yang dapat membolehkan aborsi adalah: >Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan. >Kehamilan akibat pemerkosaan yang ditetapkan oleh tim yang berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter dan ulama.
c.Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b
Lanjutan 3-Aborsi yang dibolehkan karena uzur sebagaimana dimaksud pada angka 2 hanya boleh dilaksanakan di fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk oleh pemerintah. 4-Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina. Dalil diharamkannya aborsi tanpa udzur syar’i َو اَل َتْقُتُلوا الَّنْفَس اَّلِتي َح َّر َم ُهَّللا ِإاَّل ِباْلَح ِّق “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” (QS Al-Isra: 33) أن امرأتين من هذيل رمت إحداهما األخرى فطرحت:عن أبي هريرة قال فقضى رسول هللا صلى هللا عليه و سلم فيها بغرة عبد أو أمة, جنينها “Sesungguhnya ada dua wanita dari Bani Hudzail, salah satu dari keduanya melempar lainnya sehingga gugur kandungannya. Maka Rasulullah memutuskan harus membayar diyat sebesar seorang budak laki-laki atau budak wanita.” (HR Bukhari Muslim) Lanjutan أوال :أجمع الفقهاء على أن الجنين إذا نفخت فيه الروح ،ببلوغه فى بطن أمه أربعة أشهر قمرية فيحرم إسقاطه. فإن ثبت بتقرير طبى معتمد من جهة حكومية أن فى بقاء الجنين خطورة على حياة األم يصبح إسقاطه من باب الضرورة ،التى ال تندفع إال بنزوله ،فيجوز إنزاله؛ أخذا بقوله تعالى {َفَمِن اْض ُطَّر َغ ْيَر َباٍغ َو اَل َع اٍد َفاَل ِإْثَم َع َلْيِه ِإَّن َهَّللا َغ ُفوٌر َرِح يٌم } [البقرة ]173 :فإن لم تكن ضرورة فال يباح اإلسقاط ،قال تعالى (َ...و َال َتْقُتُلوْا الَّنْفَس اَّلِتى َح َّر َم ُهّللا ِإَّال ِباْلَح ِّق َذ ِلُك ْم َو َّصاُك ْم ِبِه َلَع َّلُك ْم َتْع ِقُلوَن ) {األنعام}151/ ثانيا :إسقاط الجنين بعد تخلقه فى بطن أمه وقبل نفخ الروح فيه بغير عذر شرعى حرام أيضا ؛ ألنه اعتداء بغير حق ،وهذا المرض إن أمكن عالجه ،أو كان من األمراض التى يمكن التغلب عليها ،أثناء الحياة ،فال يجوز إنزاله ،أما إذا ثبت حصول ضرر بالجنين وال يندفع إال باإلجهاض فإنه يباح اإلجهاض قبل نفخ الروح ؛ دفعًا للضرر ،قال تعالى (َ...فَمِن اْض ُطَّر َغ ْيَر َباٍغ َو َال َع اٍد َفال ِإْثَم َع َلْيِه ِإَّن َهّللا َغ ُفوٌر َّر ِح يٌم ) {البقرة}173/ Lanjutan وبناء على ما سبق :فإنه يباح إسقاط الجنين لما يلى: -1ثبوت الضرر على حياة األم بشهادة ذوى االختصاص كما فى التقرير الطبى . -2أن الجنين لم تنفخ فيه الروح بعد ،والمسألة خالفية بين الفقهاء فى حكم اإلسقاط قبل نفخ الروح ،فمنهم من منع مطلقًا ،ومنهم من أجاز بعذر ،ومنهم من أجاز بغير عذر ،ومنهم من قال بالكراهة ،والمختار فى الفتوى :جواز اإلسقاط بعذر ،وهذا ما تقضى به مقاصد الشريعة وأدلتها العامة قال تعالى (َ...فَمِن اْض ُطَّر َغ ْيَر َباٍغ َو َال َع اٍد َفال ِإْثَم َع َلْيِه ِإَّن َهّللا َغ ُفوٌر َّر ِح يٌم ) {البقرة ،}173/وثبت َع ْن ُع َباَد َة ْبِن الَّصاِمِتَ« ،أَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َ ،قَض ى َأْن اَل َض َرَر َو اَل ِض َر اَر » سنن ابن ماجه ( )784 /2والذى بنيت عليه قاعدة "الضرر يزال" فإذا تحقق الضرر فى بقاء الجنين واستمراره قبل نفخ الروح فُيعُّد إسقاطه إزالة للضرورة . رفًع ا للحرج ترى اللجنة جواز اإلسقاط فى واقعة السؤال لقوله تعالى {َو َم ا َج َعَل َع َلْيُك ْم ِفى الِّد يِن ِم ْن َح َر ٍج } [الحج. ]78 :