Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana
untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat
berupa tujuan pendidikan, moral, politik, agama, ataupun tujuan yang lain. Atau pendekatan
pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sesuatu hal yang dibuat atau
diciptakan untuk mencapai atau menyampaikan efek-efek tertentu pada penikmat karya sastra,
baik berupa efek kesenangan, estetika atau efek pengajaran moral, agama atau pendidikan dan
efek-efek lainnya. Pendekatan ini cenderung menilai karya sastra berdasarkan berhasil atau
tidaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut bagi pembacanya. Pendekatan ini menekankan
strategi estetik untuk menarik dan mempengaruhi tanggapan-tanggapan pembacanya kepada
masalah yang dikemukakan dalam karya sastra. Dalam praktiknya, pendekatan ini mengkaji dan
memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan moral, agama
maupun fungsi sosial lainnya.
Cerita yang diangkat oleh Iwan dalam cerpennya ini, merupakan kisah manusia yang terjebak
dalam dilematika kehidupannya. Seseorang yang ditinggal pergi sang ayah, yang menyebabkan
banyak malapetaka selalu menimpa keluarga. Iwan memasukan unsur-unsur kehidupan sosial
pada masa itu. Ketika manusia lahir dan ditinggal ayah, masyarakat akan meletakan penghargaan
paling rendah pada keluarga tersebut. Atsmosfir cerita yang bersitegang juga ditampilkan sebagai
pendukung kondisi sosial keluarga tokoh.
Dalam cerpen ini, Iwan memang tidak secara gamblang menunjukan hubungan kausalitas
antara tidakan manusia dan Tuhan. Namun apabila kita melihat tindakan para tokoh kemudian
menghubungkannya dengan norma sosial dalam masyarakat, jelaslah bahwa tindakan tersebut
salah (sesuai norma dan hukum agama). Karakter dalam cerpen “Tegak Lurus dengan Langit”
adalah aku “sang misterius” yang berada pada sisi gelap. Dengan mengetahui sisi gelap sang
tokoh, kita diminta untuk mendekomposisi misteri kehidupan tokoh, kemudian
mengkomposisikan dengan kehidupan sosial yang sebenarnya. Bukankah denggan begitu kita
akan tahu bahwa yang dilakukan sang tokoh itu benar atau tidak?
Sesuai dengan misterinya sang tokoh, begitu pula misteri kehidupan manusia. Ada yang
akan memandang perbuatan sang tokoh sebagai tindakan yang bodoh. Namun, ada pula justru
melakukannya. Apabila kita bertanya, “apakah alasannya?”. Misterilah jawabannya. Sama
seperti ketika sang Tokoh membunuh “seseorang” yang adalah ayah dan bukan ayahnya. Kita
tidak bisa memberi penghakiman kepada sang tokoh dengan kata benar dan tidak. Tokoh
memiliki alasan sendiri, atau bahkan karena ia “sakit”?
Dalam cerpennya, Iwan banyak menggunakan misteri sebagai pengikat pembaca. Bahkan
pada cerpenya ini, diawali dengan denoument adegan sang tokoh membunuh seseorang. Dengan
menampilkan akhir cerita di awal Ia menyuguhkan cerita yang harus digali lagi oleh pembaca.
Membaca cerpen ini seolah-olah kita sedang bermain teka-teki.
Salah satu amanat yang dapat diambil dalam cerpen ini adalah kedengkian, benci,
pemikiran negatif, hanya akan mengantarkan diri masuk ke lubang malapetaka yang lebih
dalam.
Latar yang digunakan : puncak bukit, rumah
Tokoh : Tokoh kita, kedua Abang, Ibu, Sahabat Ayah/teman main brigde dan halma, Ayah,
petugas sensus, Calon istri tokoh kita, orang tua calon istri tokoh kita.
Arinah Fransori
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, Studi sastra (ilmu sastra) mencakup tiga bidang,
yakni: teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Ketiga ilmu tersebut saling berkaitan satu
sama lain. Menghubungkan sastra sebagai objek yang diteliti, dengan menggunakan teori sastra
dan pemahaman sebagai pelengkap melaui sejarah sastra. Kritik sastra berperan sebagai
pengukur dan analisis sebuah karya sastra. Sejauh mana isi, peran dan makna sebuah karya
sastra, bernilai atau berkwalitasnya sebuah karya sastra di ukur melalui sebuah analisis kritik
sastra.
Sastra menjelaskan kepada kita tentang konsep sastra sebagai salah satu disiplin ilmu humaniora
yang akan mengantarkan kita ke arah pemahaman dan penikmatan fenomena yang terkandung di
dalamnya. Dengan mempelajari teori sastra, kita akan memahami fenomena kehidupan manusia
yang tertuang di dalam teori sastra. Sebaliknya juga, dengan memahami fenomena kehidupan
manusia dalam teori sastra kita akan memahami pula teori sastra. Sastra merupakan wujud dari
pengambaran dan pencitraan kehidupan masyarakat. Apa yang terjadi dimasyarakat diwujudkan
dalam karya sastra. Oleh karena itu sastra memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Senada dengan hal tersebut Semi (1889:23) mengemukakan kritik sastra
memiliki peran sebagai jembatan penghubung antara karya sastra dengan masyarakat penikmat
sastra. Kritik sastra merupakan kajian untuk menganalisis sebuah karya sastra. Secara umum
kritik sastra bertujuan mengapreasiasi sebuah karya sastra. Kemudian menurut Semi (1989:24—
25) fungsi dari kritik sastra bukan hanya sebagai wujud apreasiasi namun sebagai upaya untuk
mengembangkan dan pembinaan terhadap sastra. Selain itu melalui kritik sastra, sebagai sarana
penunjang ilmu sastra. Kritik sastra merupakan wadah analisis karya sastra, analisis tes struktur
cerita, gaya bahasa, teknik pencitraan, dan sebagainya.
Karya sastra merupakan wujud dan bentuk dari perilaku yang diciptakan, contoh karya sastra
yang sederhana adalah cerpen. Cerpen merupakan karya sastra yang menarik dan sederhana.
Menceritakan sebuah konflik secara singkat dan lugas, namun memiliki unsur-unsur sastra yang
menarik. Cerpen yang di analisis adalah cerpen karya Putu Wijaya. Putu Wijaya merupakan
salah seorang sastrawan yang produktif. Karya-karya Putu Wijaya banyak mendapatkan
tanggapan dari para kritikus sastra. Berbagai komentar terhadap novel-novel Putu Wijaya baik
yang bersifat sekilas atau yang sifatnya mendalam dalam bentuk esei bermunculan di media
massa, buku, maupun dalam forum-forum seminar. Demikian pula karya-karya Putu Wijaya
banyak dipergunakan sebagai objek penelitian bagi penyusunan skripsi oleh mahasiswa fakultas
sastra. (Zulmasri 2008). Cerpen dan karya-karya Putu Wijaya menarik dan dikenal oleh
masyarakat, sehingga menarik untuk dianalisis.
Sastra yang diciptakan harus mencerminkan kenyataan. Kalau pun belum, karya sastra yang
diciptakan dituntut untuk mendekati kenyataan. Suatu pengembangan konseptual yang dan
bagian kenyataan. Pentingnya mempelajari sastra, memiliki peran sendiri tetapi sastra pada
umumnya memberikan manfaat bagi para penikmatnya. Dengan mengetahui manfaat yang ada,
paling tidak kita mampu memberikan kesan bahwa sastra yang diciptakan berguna untuk
kemaslahatan manusia.
PEMBAHASAN
Teori kritik sastra objektif merupakan teori yang harus dilihat sebagai objek yang mandiri dan
menonjolkan karya sastra sebagai struktur verbal yang otonom dengan koherensi intern. Kritik
sastra yang memandang karya sastra sebagai dunia otonom, sebuah dunia yang dapat melepaskan
diri dari siapa pengarangnya, dan lingkungan sosial budayanya
(http://adiel87.blogspot.com/2009/11/teori-objektif.html)
Senada dengan hal itu menurut Semi (1989:13) menyatakan ” suatu kritik sastra yang
menggunakan pendekatan atau pandangan bahwa suatu karya sastra adalah karya mandiri”.
Tanpa perlu memandang sastra dari segi pengarang atau dunia dan sekitarnya. Teori ini dilihat
berdasarkan objek yang berdiri sendiri, yang memiliki dunia sendiri. Oleh karena itu kritik ini
dilakukan atas suatu karya sastra dengan kajian unsur instrinsik semata.
Kritik ekspresif menitikberatkan pada pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan
(pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-
persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba
karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan pengelihatan mata batin
pengarang/keadaan pikirannya. (http://goesprih.blogspot.com /2008/02/kritik-sastra.html)
Berikutnya Semi (1989:13) menyatakan kritik sastra ekspresif merupakan “kritik sastra yang
menekankan telaahan kepada kebolehan pengarang dalam mengekspresikan atau mencurahkan
idenya kedalam wujud sastra”. Kritik yang menimbang karya sastra dengan memperlihatkan
kemampuan pencurahan, kesejatian, atau visi penyair yang secara sadar atau tidak tercermin
pada karya tersebut.
Pada cerpen, yang menunjukkan analisis kritik sastra ekspresif adalah sebagai berikut:
Kutipan cerpen:
Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah
teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin dan beku. Tapi negara
terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai
berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam
dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara.
Putu wijaya, mampu mengekspresikan dengan baik. Negara sebagai wujud teater, suatu
pertunjukan sandiwara. Hal ini pula dilatarbelakangi oleh profesi penulis sebagi seorang
sastrawan, penulis pula menjabat sebagai Pimpinan Teater Mandiri, Jakarta sejak tahun 1971
hingga sekarang. Kutipan diatas merupakan wujud ekspreasi jiwa mengenai kedudukan posisi
bangsa dan negara saat ini bisa berubah.
“Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa
menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai
pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk
membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-
adilnya.”
Penulis mampu menekspresikan diri seorang pengacara muda, yang profesional, dan cerdas. Hal
tersebut pula didasari, bahwa penulis juga seorang mahasiswa fakultas hukum, penulis
merupakan mahasiswa Fakultas Hukum UGM 1969.
Unsur intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga mencakup
kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb. Pendekatan kritik sastra jenis ini
menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri. Menurut Menurut Nurgiyantoro dalam bukunya
Pengkajian Prosa Fiksi (dikutip http://www.scribd.com/doc /24492471/Menjelaskan-Unsur-
Unsur-Intrinsik-Cerpen) unsur- unsur intrinsik ialah unsur- unsur yang membangun karya sastra
itu sendiri.
Pada cerpen, latar tempat ditunjukan pada kutipan cerpen sebagai berikut:
Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang
sangat dihormati oleh para penegak hukum.
Latar tempat yang dimaksud, merupakan kantor pengacara dimana tempat ayahnya seorang
pengacara senior.
1. Latar Sosial, yaitu yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan
sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta
dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara
berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh
yang bersangkutan.
1. Penokohan
Penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus
mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan
pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh
dalam sebuah cerita
1. Pengacara Muda (anak): merupakan seorang pemuda yang kritis, tekun, bersemangat
cerdas dan profesional terhadap pekerjaannya sebagi seorang pengacara. Hal tersebut
berdasarkan kutipan dibawah ini:
“Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda
memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan
koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk
menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan
cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu
berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri”
Dari kutipan diatas menunjukkan bahwa pengacara muda tersebut cerdas, dan berpikir kritis. Ia
mencermati keadaan dan situasi, seorang pengacara muda yang bersikap adil dan profesional
pada pekerjaannya sebagai pengacara.
1. Pengacara Senior (ayah): tua, lemah dan sakit. Memiliki bijaksana, penyayang, rendah
hati. Hal tersebut berdasarkan kutipan:
“Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang.
Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia.”
Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu
mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan
kesakitan.
Dari kutipan diatas, karakter tokoh ayah yang menyayangi dan merindukan putranya. Pengacara
senior sudah tampak lemah dan tua.
1. Sekretaris, perhatian, baik, cantik jelita. Hal tersebut berdasarkan kutipan dibawah ini:
Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh
kepada pengacara muda.
“Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat
malam.”
Dikemukakan, bahwa sekretaris yang cantik dan dan perhatian. Ia mengatakan bahwa pengacara
senior hendak beristirahat,
1. Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih
pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan
dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap
kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh,
lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan
menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Sudut pandang yang terdapat dalam cerpen Peradilan
Rakyat adalah Sudut pandang orang ketiga yaitu sudut pandang yang biasanya pengarang
menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya;
Contohnya pada kutipan dibawah ini
Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya
dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung,
…. Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya
dengan lebih tenang
Berdasarkan pada kutipan diatas, diketahui penggunaan tokoh “ia” dan subjek lain dengan kata
ganti pengacara muda.
1. Gaya Bahasa
Bahasa dalam cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai
gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh
oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan menggunakan perbandingan,
menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya.
Melebih-lebihkan kata sehingga menampilkan unsur-unsur sasta yang indah dan menarik. Itulah
sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas. Menurut
Sumadiria (2006 :147—160) mengemukakan macam-macam gaya bahasa adalah sebagai
berikut.
1. Metafora, contohnya; anak emas, buah bibir, buah tangan, mata keranjang, jinak-jinak
merpati, air mata buaya dsb.
1. Depersonikfikasi, gaya bahasa yang mengandaikan manusia atau segala hal yang hidup,
bernyawa, sebagai benda-benda mati yang kaku dan beku. Pada cerpen contohnya adalah
sebagai berikut:
Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan,
menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa.
Tetapi kamu sebagai ujung tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang, dicabik-
cabik korupsi ini.
Namun yang lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan menginjak-injak
keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya.
Jangan membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke dalam
doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam
Tapi aku tolak mentah-mentah.
Keadilan tak boleh menjadi sebuah taeter, tetapi mutlak hanya pencari keadilan yang
kalau perlu dingin dan beku.
Yang tua memicingkan mata dan mulai menembak lagi.
Juga bukan ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi
kemanusian di mancanegara yang benci negaramu, bukan?
Entah luluh oleh senyum dibibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu.
membebaskan bajingan yang ditakuti oleh seluruh rakyat dinegeri ini untuk terbang lepas
kembali seperti burung diudara.
Ia merayakan kemenangan dengan pesta kembang semalam suntuk, lalu meloncat ke
mancanegara, tak mungkin dijamah lagi.
Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.
Penjahat besar yang akan terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat.
2. Gaya bahasa Sinisme, merupakan gaya bahasa berupa sindiran yang berbentuk kesangsian
yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Pada cerpen adalah sebagai
berikut:
Maksudnya, saat ini banyak pengacara yang bekerja dengan tidak profesional. Menjual kejujuran
demi kepentingan pribadi atau kelompok.
1. PENUTUP
Dalam mengkritik karya sastra, seorang kitikus harus melalui proses penghayatan keindahan
sebagaimana pengarang dalam melahirkan karya sastra. Karena kritik sastra sebagai kegiatan
ilmiah yang mengikat kita pada asas-asas keilmuan yang ditandai oleh adanya kerangka, teori,
wawasan, konsep, metode analisis dan objek empiris. Namun, kritik sastra pada kajian objektif
dan ekspresif merupakan wujud dari apresiasi sastra. Jika kritik sastra objektif lebih menekankan
pada unsur pembangun prosa terdiri dari struktur dalam atau unsur intrinsik serta struktur luar
atau unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik prosa terdiri dari tema dan amanat, alur, tokoh, latar, sudut
pandang, serta bahasa yang dipergunakan oleh pengarang. Lain halnya kritik sastra ekspresif
mengkaji sejauh mana wujud ekpresi penulis/pengarang dan mengaitkannya pada kehidupan
sehari-hari atau latar belakang kehidupan penulis.
Diskusi:
email: cliquers_rina_potter@yahoo.co.id
1. DAFTAR PUSTAKA
Sumadiria, Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik; Panduan Praktis Penulisa dan Jurnalis. Bandung.
Simbiosa Retakama Media.
http://zulmasri.wordpress.com/2008/03/28/kebimbangan-pengarang-dan-pendekatan-ekspresif/
Diakses online tanggal 29 Mei 2010
http://www.scribd.com/doc/24492471/Menjelaskan-Unsur-Unsur-Intrinsik-Cerpen. Diakses
online tanggal 9 Mei 2010.
MATA KULIAH
KRITIK SASTRA
Berdasarkan Teori Pendekatannya kritik sastra dikenal empat jenis, diantaranya yaitu;
a). Kritik Sastra Mimelik.
Yaitu kritik sastra yang menekankan perhatian/analisisnya pada ketepatan /kesesuian karya sastra
dengan objek yang diakui.
# Aristoteles #
”memandang kareya sastra sebagai tiruan/pembayangan dunia kehidupan yata.”
#Plato #
”Seni hanyalah tioruan alam yang nilainya jauh dibawah realitas dan ide.”
b). Kritik sastra Pragmatik.
Yaitu kritik sastra yang menelaah menfaat karya sastra bagi masyarakatatau publik pembaca.
”Memandang karya sastra ditentukan oleh publik pembaca selaku penyambut karya sastra,
dengan demikian karya sastra dipandang sebagai karya seniyangbberasil atau unggul apabila
bermanfaat bagi masyarakat seperti dapat menghibur, menyenangkan, mendidik dll.
c). Kritik Sastra Ekspresif;yaitu;
* Kritik sastra berarti sastra yang menelaah hubungan karya sastra dengan dunia batin pengaran
(pengalaman jiwa pengarang).
* Memandang karya sastra sebagai peryataan dunia batin pengarang.
d). Karya sastra Objektif.
Yaitu kritik sastra yang menelaah struktur karya sastra dengan kemungkinan membebaskannya
dari dunia pengarang, pembaca, dan situasi zamannya.
*Memandang karya sastra sebagai dunia otonom yang dapat dilepaskan dario dunia pengarang
dan latar belakang sosial budayazamannya sehingga karya sastradapat dianalisis berdasarkan
strukturnya sndiri.