com)
TB Paru Asma Bronkial Pneumonia PPOK Kanker Paru Edema Paru Bronkiektasis Gagal Nafas Bronkitis Akut Empiema Abses Paru Aspirasi Cairan Pleura Pleurodesis
2 11 14 18 21 23 24 25 26 27 28 29 31
CATATAN: Buku ini hanya penyederhanaan dan penggabungan dari buku Pedoman Paru yang dikeluarkan PDPI, Protap Paru RSUD Ulin dan pedoman dari Global Initiative for Asthma
TB PARU
A. Patogenesis 1. Tuberkulosis Primer Kuman TB saluran napas bersarang di jaringan paru memebentuk sarang primer afek primer peradangan saluran getah bening menuju hilus (Iimfangitis lokal) pembesaran kelenjer getah bening di hilus (Iimfadenitis regional). Afek primer + Iimfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut : 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3. menyebar dengan cara : a. Perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya) b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya. Tertelannya dahak bersama ludah. Penyebaran juga terjadi ke dalam usus. c. Penyebaran secara hematogen dan Iimfogen. Sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. 2. Tuberkulosis post-primer Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis postprimer. Tuberkulosis post primer mempunyai macam-macam nama, tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menulari sekitarnya. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umunya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan: 1. Diresorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat 2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti, bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju tadi keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini : a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang sebutkan diatas.
3
pula memadat dan membungkus diri dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. c. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan sebagai bintang (stellate shaped). B. Klasifikasi 1. TB Paru tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) 1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi dalam : a. Tuberkulosis paru BTA (+) 2 dari 3 spesimen dahak positif Satu spesimen dahak positif + radiologi tuberkulosis aktif. Satu spesimen dahak positif + biakan positif b. Tuberkulosis paru BTA (-) dahak 3 kali negative + gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif + tidak respons antibiotik spektrum luas dahak negatif + biakan negatif + gambaran radiologik positif 2. Berdasarkan tipe penderita a. Kasus baru belum pernah mendapat OAT atau menelan OAT kurang dari satu bulan b. Kasus kembuh ( relaps ) pernah mendapat OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. c. Kasus pindahan (transfer) sedang pengobatan di kabupaten lain pindah berobat ke kabupaten ini. d. Kasus lalai berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. e. Kasus gagal penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih penderita BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan. f. Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategoti 2 dengan pengawasan yang baik. g. Kasus bekas TB mikroskopik negatif Gejala klinik tidak ada Radiologik lesi TB inaktif Riwayat pengobatan OAT yang adekuat
4
a) Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan segmen superior bawah paru b) Kalsifikasi c) Penebalan pleura Luas proses yang tampak pada foto toraks: 1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak diatas chondrostemal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebrata torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga 11) dan tidak dijumpai kaviti 2. Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal Pemeriksaan Darah 1. Laju endap darah (LED) 2. Pemeriksaan serologi: a. Enzym linked immunosorbent assay ( ELISA) b. Mycodot c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Pemeriksaan lain a. analisis cairan pleura & uji Rivalta pada penderita efusi pleura Rivalta positif dan kesan cairan eksudat b. Polymerase chain reastion (PCR) Uji tuberkulin F. Pengobatan Tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase: - fase intensif (2-3 bulan)
6
Obat Anti Tuberkulosis 1. Jenis obat utama yang digunakan adalah : a. Rifampisin b. INH c. Pirazinamid d. Streptomisin e. Etambutol 2. Kombinasi dosis tetap ( Fixed dose combination ) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 4 obat antituberkulosis, yaitu rifamsinin, INH, pirazinamid dan etambutol dan 3 obat antituberkulosis, yaitu rifampisin, INH dan pirazinamid. 3. Jenis obat tambahan lainnya a. Kanamisin b. Kuinolon c. Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amaksilin + asam klavulanat d. Derivat rifampisin dan INH Dosis OAT 1. Rifampisin 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3 x / minggu atau BB > 60 kg : 600 mg BB 40-60 kg : 450 mg BB < 40 kg : 300 mg Dosis intermiten 600 mg/ kali 2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, - 10 mg/kg BB 3 x seminggu, - 15 mg/kg BB 2 x seminggu - 300 mg/hari untuk dewasa. - Intermiten : 600 mg / kali 3. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x seminggu, 50 mg/kg BB 2 x seminggu atau : BB > 60 Kg : 1500 mg BB 40-60 kg : 1000 mg BB < 40 kg : 750 mg 4. Etambutol : fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutkan 15 mg/kg BB, 30 mg/kg BB 3 x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau: BB > 60 kg : 1500 mg BB 40-60 kg : 1000 mg BB < 40 kg : 750 mg Dosis intermiten 40 mg/kg BB /kali 5. Streptomisin : 15 mg/kg BB/kali BB > 60 kg : 1000 mg BB 40-60 kg : 750 mg BB < 40 kg : sesuai BB 6. Kon\mbinasi dosis tetap
7
Pengobatan Suportif / Simtomatik a. Makan-makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (tidak ada larangan makanan untuk penderita tuberkulosis) b. Bila demam obat penurunan panas/demam c. Bila perlu obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain. Indikasi rawat inap : Batuk darah (profus) Keadaan umum buruk Pneumotoraks Empiema Efusi pleura masif / bilateral Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB ekstra paru yang mengancam jiwa : TB paru milier Meningitis TB G. Evaluasi Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopi BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopi BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6,12,24 bulan setelah dinyatakan sembuh. 9
11
ASMA BRONKIAL
A. Mekanisme dasar terjadinya asma bronkial FAKTOR RESIKO
INFLAMASI
PENCETUS GEJALA Inflamasi Akut 1. Reaksi Asma Tipe Cepat: Alergen terikat pada IgE yang menempel pada sel mast degranulasi sel mast mengeluarkan preformed mediator (histamin, protease, leukotrin, prostaglandidn dan PAF) kontraksi otot polos bronkus sekresi mukus dan vasodilatasi. 2. Reaksi Fase Lambat: timbul antara 6 9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag. Inflamasi Kronik Berbagai sel terlibat dan teraktivasi: limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus. Bakat yang Pengaruh diturunkan : B. Faktor risiko terjadinya asma lingkungan : Pejanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma, Asma Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma Alergen Atopi / Alergik Hipereaktivisi bromkus Infeksi pernapasan Asap rokok / polusi udara
Faktor yang Diet Asimptomatik atau Asma memodifikasi dini Status sosioekonomi Penyakit genetik Manifestasi Klinis asma 12 (Perubahan ireversibel pada struktur dan fungsi jalan napas)
F. Diagnosis Banding
Dewasa Penyakit paru Obstruksi Kronik Bronkitis kronik Gagal Jantung Kongestif Batuk kronik akibat lain-lain Disfungsi larings Obstruksi mekanis (misal tumor) Emboli Paru G. Klasifikasi
Derajat Step 1 Intermittent Step 2 Mild persistent
Anak Benda asing di saluran napas Laringotrakeomalasia Pembesaran kelenjar limfe Tumor Stenosis trakea Bronkiolitis
Terapi Obat reliever: Beta agonis inhaler Obat Kontroller: - Medikasi 1x/hari - Bisa ditambahkan bronkodilator long acting Obat reliever: Beta agonis inhaler Obat Kontroller: - Kortikosteroid inhaler harian - bronkodilator long acting harian Obat reliever: Beta agonis inhaler Obat Kontroller: - Kortikosteroid inhaler harian - bronkodilator long acting harian - Kortikosteroid oral Obat reliever: Beta agonis inhaler
Kekambuhan/serangan Kurang dari 1 kali dalam seminggu Asimptomatis dan PEF normal di antara serangan Satu kali atau lebih dalam 1 minggu
Setiap hari Menggunakan B2 agonis setiap hari. Serangan mempengaruhi aktivitas Terus menerus. Aktivitas fisik terbatas
H. Terapi Obat-obatan pada asma bronkial secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Reliver medication termasuk golongan ini adalah bronkodilator baik agonis 2 waktu kerja pendek maupun teofilin dan garamnya 14
Kortikosteroid - inhalasi Beclomethasone Budesonide Fluticasone Sodium Cromoglycate Sodium Nedocromil Antileukotrien Salmeterol memberikan proteksi terhadap berbagai macam stimulus yang mengakibatkan bronkokonstriksi. Salmeterol mempunyai mula kerja yang lambat sehingga tidak cocok unutk asma yang akut. Jenis-jenis Inhaler pMDI (pressurised metered dose inhaler) pMDI plus spacer DPI (dry powder inhaler)
15
PNEUMONIA
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). (Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk). Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)disebut pneumonitis A. Etiologi di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob B. Klasifikasi 1. Berdasar klinis dan epidemiologis : a. Pneumonia komuniti b. Pneumonia nosokomial c. Pneumonia aspirasi d. Pneumonia pada penderita immunocompromised. 2. Berdasar bakteri penyebab a. Pneumonia bakterial / tipikal. b. Pneumonia atipikal, disebebkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia. c. Pneumonia virus d. Pneumonia jamur. Pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 3. Berdasar predileksi infeksi a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misal : Pada aspirasi benda asing, atau proses keganasan. b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua, Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. c. Pneumonia interstisial C. Anamnesis - demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40 C - batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah - sesak napas - nyeri dada. D. Pemeriksaan fisis - tergantung dari luas lesi di paru. - I : bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, - P : fremitus dapat mengeras - P : redup - A : suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah kasar pada stadium resolusi.
16
F. Pengobatan a. Penderita rawat jalan Pengobatan suportif / simptomatik - Istirahat di tempat tidur - Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi - Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas - Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam.
17
18
PPOK
( Penyakit Paru Obstruktif Kronik ) penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhunya reversibel. bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena : - Emfisema merupakan diagnosis patologis - Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis Selain itu kedunya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas. A. Faktor Risiko Asap rokok Polusi udara Infeksi saluran napas bawah bertulang B. Anamnesis batuk produksi sputum sesak napas aktiviti terbatas
Gejala eksaserbasi akut batuk bertambah produksi sputum bertambah sputum berubah warna sesak napas bertambah keterbatasan aktiviti bertambah terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik penurunan kesadaran C. Pemeriksaan fisik - barrel chest - Penggunaan otot bantu napas - Hipertropi otot bantu napas - Fremitus melemah, sela iga melebar - Hipersonor - Suara napas vesikuler melemah atau normal - Ekspirasi memanjang - Mengi D. Gambaran Radiologi - Hiperinflasi - Hiperlusen - Diafragma mendatar
19
Keluhan
Sesak saat aktiviti Gejala progresif lambat Hipersonor Hiperinflasi, Hiperlusen, Diafragma mendatar umumnya ireversibel
sesak
Ronki basah halus di basal paru pembesaran jantung dan edema paru
F. Penatalaksanaan 4 komponem program tatalaksana : 1. Evaluasi dan monitor penyakit 2. Menurunkan faktor risiko berhenti merokok 3. Tatalaksana PPOK stabil 4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK 1. Optimalisasi penggunaan obat-obatan b. Bronkodilator Agonis beta -2 kerja cepat kombinasi dengan antikolinergik perinhalasi (nebuliser) Xantin intravena (bolus dan drip) c. Kortikosteroid sistemik d. Antibiotik Gol. Makrolid baru Gol. Kuinolon respirasi Sefalosporin generasi III/IV e. mukolitik f. ekspektoran 2. Terapi oksigen
20
Indikasi rawat ICU Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat. Kesedaran menurun, letargi, atau kelamahan otot-otot respirasi Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan ventilasi mekanik invasif atau noninvasif.
21
KANKER PARU
A. Gejala Klinis Batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) Batuk darah Sesak napas Suara serak Sakit dada Sulit / sakit menelan Benjolan di pangkal leher Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat. Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti : Berat badan berkurang Nafsu makan hilang Demam hilang timbul Sindrom paraneoplastik, seperti Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan neuropatia. B. Pemeriksaan Penunjang a. Foto toraks PA/lateral: kelainan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Mendukung keganasan: tepi iregular, identasi pleura, tumor satelit, invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner. b. CT-Scan toraks Dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Tandatanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik c. Pemeriksaan radiologik lain Kekurangan foto toraks maupun CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis di luar rongga toraks (metastasis jauh). Untuk maksud itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya brain-CT, bone survey, USG abdomen Pemeriksaan khusus a. Bronkoskopi b. Biopsi aspirasi jarum c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA) d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB) e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB) f. Torakoskopi medik g. Sitologi sputum
22
23
C. Gejala Klinis ARDS dapat terjadi selama 12-48 jam sampai beberapa hari, berupa dispnea hipoksemia dengan pernafasan cepat dan dangkal. Umumnya penderita membutuhkan intubasi & ventilator. D. Laboratorium Analisa gas darah abnormal: FiO2 < 200 Alkalosis respirasi asidosis respiratorik karena eliminasi CO2 Leukositosis/leukopenia, anemia, trombositopenia. Jarang terjadi DIC akibat sepsis, trauma berat atau trauma kepala. MODS gangguan faal hati E. Foto thoraks infiltrat difus bulateral ringan atau tebal sesuai gambaran edema paru, interstisial atau alveolar, bercakbercak atau konfluens. F. Terapi 1. Pemasangan intubasi dan ventilator 2. Obat-obat tidak spesifik: kortikosteroid, NO inhalasi 3. Perfluokarbon, penggunaan surfaktan aerosol, PGE1, Almitrin untuk stimulasi pernafasan 4. Ketokonasol obat jamur yang dapat menghambat beberapa jalur proinflamatori 5. Pengaturan cairan dengan mereduksi volume intravaskuler menggunakan diuretika 6. Posisi Prone, telentang telungkup dapat memperbaiki oksigenasi. 24
BRONKIEKTASIS
pelebaran bronkus yang menetap. Dapat disebabkan kel kongenital, infeksi kronik, faktor mekanis D. Gejala Klinis - Batuk-batuk dengan banyak sputum - sputumSering berbau busuk. - Batuk terutama timbul pada perubahan posisi. - Bisa didapatkan batuk darah berulang. E. Foto rontgen toraks PA = honeycomb appearance. F. Diagnosis Banding - Bronkitis kronis. - Fibrosis kistik. - Tuberkulosis. G. Terapi Antibiotik. Mukolitik (asetil sistein), vitamin A, vitamin E, dan vitamin C. Fisioterapi postural drainage, bila tak menolong lakukan bronkoskopi. Pembedahan bila: berulang atau massif atau Batuk dengan sputum yang terus mengganggu.
25
GAGAL NAFAS
A. Gejala Klinis Non spesifik dan mungkin minimal walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia berat. Tanda utama kecapaian pernafasan: penggunaan otot bantu nafas, gerakan abdomen paradoksal takipnea, takikardia, tidal volume , pola nafas ireguler atau gasping gerakan abdomen paradoksal. Hipoksemia akut aritmia jantung & koma Hiperkapnia asidemia peningkatan drive ventilasi kapasitas buffer di otak penurunan rangsangan pH di otak drive Asidemia hebat (pH < 7,3) vasokontriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik, kontraktilitas miokard menurun, hiperkalemia, hipotensi & kepekaan jantung aritmia B. Pemeriksaan Penunjang Analisa gas darah Evaluasi fungsi neuromuskular pola pernafasan dan uji fungsi paru Perhitungan fraksi dead space dan produksi CO2 C. Terapi Pemberian O2 Peningkatan fraksi O2 memperbaiki PaO2 sampai 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan mencegah hipertensi pulmonal. Pemberian O2 berlebih memperberat hiperkapnia Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki & mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis, dll. Usahakan Hb 10-12 g/dl Tekanan positif seperti CPAP, BiPAP dan PEEP Perbaiki elektrolit, balans pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, peningkatan sekret trakeobronkial, dan infeksi Kortikosteroid jarang diberikan secara rutin Perubahan posisi tiduran meningkatkan volume paru = 5-12 cm H2O PEEP Posisi Prone baik untuk penderita ARDS. Drainase sekret trakeobronkial yg kental : mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yg dihirup, perkusi, vibrasi dada & latihan batuk efektif. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi Bronkodilator jika timbul bronkospasme Intubasi dan ventilator jika terjadi asidemia, hipoksemia & disfungsi sirkulasi progresif
26
BRONKITIS AKUT
= proses radang akut yang pada umumnya disebabkan oleh virus. Akhir akhir ini ternyata banyak juga disebabkan oleh Mycoplasma dan Chlamydia. A. Gejala Klinis Batuk-batuk biasanya dahak jernih sakit tenggorok nyeri dada biasa disertai tanda bronkospasme. Demam tidak terlalu tinggi.
B. Pemeriksaan Penunjang - Foto rontgen toraks, untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia atau tuberculosis. Pada bronchitis akut tidak terlihat kelainan di foto thorax - Pemeriksaan serologi untuk melihat infeksi Mycoplasma atau Chlamydia C. Diagnosis Banding: Pneumonia, Tuberkulosis. D. Terapi - Simtomatis bila disebabkan virus. - Bila infeksi karena Mycoplasma atau Chlamydia dapat diberi : Tetrasiklin 4 x 500 mg atau Doksisiklin 2 x 100 mg atau Eritromisin 4 x 500 mg
27
EMPIEMA
infeksi yang disertai penggumpalan nanah di dalam rongga pleura A. Anamnesis - Batuk-batuk - demam - sesak napas. B. Pemeriksaan Fisik - Sisi yang sakit lebih cembung, tertinggal pada pernapasan - perkusi pekak - mediastinum terdorong ke sisi yang sehat - suara napas melemah. - Pada empiema yang kronis hemitoraks yang sakit mungkin sudah mengecil karena terbentuknya schwarte. C. Pemeriksaan Penunjang - Foto toraks - Pungsi pleura untuk menentukan penyebabnya, apakah kuman, parasit atau jamur. D. Diagnosis Banding - Pleuritis eksudativa - Abses - Tumor E. Terapi Drainase nanah dengan WSD yang cukup besar agar nanah keluar dengan lancar. Bila nanah kental dilakukan pencucian rongga pleura dengan larutan NaCL 0.9 % 500 ml ditambah dengan 25 ml larutan povidon iodine (betadine solution) setiap hari sampai rongga pleura bersih. Antibiotik sesuai kuman penyebabnya. Bila dalam 2 minggu tidak membaik perlu dilakukan tindakan operasi.
28
ABSES PARU
peradangan di jaringan paru yang disertai pembentukan rongga yang berisi nanah. A. Gejala Klinis - Demam tinggi. - Batuk mula-mula sedikit dahaknya, suatu saat dahak dapat banyak sekali karena rongga abses berhubungan dengan bronkus yang agak besar dan isi abses dibatukkan keluar. Seringkali dahak berbau busuk atau bercampur darah. - Nyeri dada - sesak napas. - Biasanya dijumpai ronki basah. B. Pemeriksaan Penunjang - Foto rontgen toraks PA dan lateral. - Laboratorium : leukositosis, LED meninggi.. - Pemeriksaan sputum , pewarnaan Gram, Kultur dan pemeriksaan resistensi terhadap antibiotik. C. Diagnosis Banding: Empiema, Bulla yang terinfeksi. D. Terapi - Penisillin 2 x 1.2 juta sampai rongga abses menutup. - Kloramfenikol 4 x 500 mg selama 2 minggu. - Bila dahak berbau busuk yang umumnya disebabkan infeksi kuman anaerob ditambahkan metronidazol 3 x 500 mg. - Obat pilihan lain amoksillin + asam klavulanat 3 x 1 g selama 3-5 hari, dilanjutkan 3 x 500 mg sampai rongga abses menutup, Clindamycin 2 x 500 mg E. Penyulit: Hemoptisis massif, sepsis
29
C. Kontraindikasi Absolut : Tidak ada Relatif : Keadaan umum buruk, kecuali punksi pleura dengan tujuan terapeutik Infeksi kulit yang luas di daerah punksi Kelainan hemostasis D. Prosedur : Bahan dan alat : Stetoskop Sarung tangan steril Spuit 5 cc dan 50 cc Kateter vena No. 14 Blood set Lidocain 2% Alkohol 70% -
Pasien dipersiapkan dengan posisi duduk atau setengah duduk, sisi yang sakit menghadap dokter yang akan melakukan punksi. Beri tanda (dengan spidol atau pulpen) daerah yang akan di punksi Pada linea aksilaris anterior atau linea midaksilaris. Desinfeksi pasang duk steril Anestesi lidokain 2% dimulai dari subkutis, lalu tegak lurus ke arah pleura (lakukan tepat di daerah sela iga), keluarkan lidokain perlahan hingga terasa jarum menembus pleura. Pastikan tidak ada perdarahan. Jika jarum telah menembus ke rongga pleura, kemudian dilakukan aspirasi beberapa cairan pleura. Bila jumlah cairan yang dibutuhkan untuk diagnostik telah cukup, tarik jarum dengan cepat dengan arah tegak lurus pada saat ekspirasi dan bekas lukatusukan segera ditutup dengan
30
31
PLEURODESIS
Adalah tindakan untuk melekatkan pleura parietalis dan visceralis dengan instilasi bahan sklerosan. A. Indikasi : Pneumotoraks berulang Pneumotoraks dengan lesi luas Efusi pleura ganas B. Kontra Indikasi : - Absolut : Tidak ada - Relatif : Kelainan faal hemostasis (sesuai KI pemasangan kateter toraks). C. Bahan dan alat Tetrasiklin 1000 mg atau bleomisin 40 mg / 5 FU / talk steril Lidocain 5 ampul Spuit 50 cc D. Prosedur Tindakan : Posisi pasien duduk Siapkan O2 Berikan lidocain 2% melalui selang WSD, kemudian pasien diubah ubah posisinya agar merata di seluruh permukaan pleura. Masukkan zat tetrasiklin yang telah dilarutkan Bilas dengan NaCl Pasien diubah ubah posisinya Klem WSD selama 2 jam Klem dipasang continuous suction dengan tekanan 20 cm H2O Observasi efek samping WSD dilepas setelah 2 x 24 jam E. Interpretasi : - Paru tetap mengembang - Efusi pleura berkurang atau minimal
32