Anda di halaman 1dari 30

TUGAS TERSTRUKTUR SOSIOLOGI PERTANIAN DI DESA PURWOSARI KECAMATAN BATURADEN KABUPATEN BANYUMAS

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS TERSTRUKTUR MK SOSIOLOGI PERTANIAN PROGRAM S1 FAKULTAS PERTANIAN TAHUN AKADEMIK 2010/2011

DOSEN : Ir. Kabul Setiadji, MP.

OLEH : YOGA ADITIA NIM : A1L010259

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2011

I. PENDAHULUAN Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk

menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara pelbagai individu. Dari segi perlaksaan, ia bermaksud sesuatu yang dibuat - atau tidak dibuat - oleh kumpulan orang itu. Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains sosial. Perkataan society datang dari pada bahasa Latin societas, "perhubungan baik dengan orang lain". Perkataan societas diambil dari socius yang bererti "teman", maka makna masyarakat itu adalah berkait rapat dengan apa yang dikatakan sosial. Ini bermakna telah tersirat dalam kata masyarakat bahawa ahliahlinya mempunyai kepentingan dan matlamat yang sama. Maka, masyarakat selalu digunakan untuk menggambarkan rakyat sesebuah negara. Masyarakat pertanian yang bertempat tinggal di pedesaan dalam kehidupan sehari-hari selalu melakukan hubungan satu dengan lainya. Pola hubungan yang terjadi pada masyarakat desa dapat diketahui melalui hubungan antar kelompok, individu dengan individu, dan individu dengan kelompok. Secara konkret landasan utama untuk mempelajari sosiologi pertaniaan adalah terjadinya proses sosial di dalam masyarakat. Proses sosial yangterjadi pada masyarakat desa

memiliki esensi yang sangat penting dalam menciptakan suasana hubungan yang harmonis antarwarga. Desa telah berubah secara drastic menyusul bangkitnya demokrasi dan otonomi diIndonesia. Dulu desa adalah obyek sentralisasi, depolitisasi, kooptasi, intervensi danintruksi dari atas. Sekarang desa menjadi arena demokrasi, otonomi, partisipasi dancontrol bagi warga masyarakat (dalam Hans Antlov 1999). Ciri dari sebuah masyarakathukum adat yang otonom adalah berhak mempunyai wilayah sendiri dengan batas yangsah, berhak mengatur dan mengurus pemerintahan dan rumah tangganya sendiri. Dalamkonteks inilah desa menemukan identitasnya sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukumyang memiliki hak untuk mengurus kepentingannya sendiri yang dalam bahasa laindisebut dengan otonomi asli. Dengan demikian desa secara alami telah memilikiotonominya sendiri semenjak masyarakat hukum ini terbentuk, dimana otonomi yangdimilikinya bukan pemberian dari pihak lain. Secara historis desa adalah suatu entitas sosio-kultural yang sejak dulu telahmengatur diri sendiri. Melalui desa inilah identitas lokal dapat diekpresikan dan sekaliguskepentingan bersama dalam komunitasnya dikelola. Kita pun kemudian akanmembayangkan adanya otonomi desa desa dalam bentuk yang asli. Disisi lain, desadalam sejarahnya juga telah lama terbingkai dalam formasi Negara yang hierakis-sentralistik. Sebagai sebuah komunitas local, desa kemudian menjadi ajang pertarunganpaling dekat antara Negara dan masyarakat. Intervensi Negara secara sistematik ke desatelah membuat hilangnya otonomi asli desa sekaligus menghancurkan pengelolaanpemerintah sendiri dan keragaman identitas lokal. Kondisi zaman terus berubah, dan desa tidak selamanya terjebak dalam romantikakehidupannya. Seiring dengan perubahan konfigurasi politik

(liberalisasi politikdemokratisasi) pasca jatuhnya rezim Orde Baru telah membawa komunitas desa untukberpartisipasi dan mengambil peran penting

dalam proses pembangunannya, sebuahkemandirian desa. Apalagi ketika UU No.2 Tahun 1999 di keluarkan dan dipercaya tidakhanya membuka ruang bagi otonomi daerah tetapi juga membuka ruang bagi otonomi desa.

II. KEADAAN UMUM DESA 1. Letak Desa Desa Purwosari terletak di pinggiran sebelah utara kota Purwokerto. Batas wilayah desa Purwosari sebelah selatan adalah desa Beji, batas wilayah sebelah utara adalah desa Kutosari, batas wilayah sebelah barat adalah desa Beji, dan batas wilayah sebelah timur adalah desa Sumampir. Letak geografis desa Purwosari terletak di ketinggian 165.200 md diatas permukaan laut. Curah hujan 200 ml dengan jumlah hujan 6 bulan per tahun. dan suhunya rata- rata 30 C ( 28 30 C). jarak dari desa ke perbatasan kabupaten adalah 4 km, jarak ke perbatasan propinsi 150 km, terdapat kawasan persawahan perkebunan, peternakan, dan kawasan industti kecil atau rumah tangga, disamping itu terdapat juga kawasan perdagangan. 2. Biogeofisika Struktur tanah di desa Purwosari memiliki kelembaban 75%, kemiringan tanah 25, dengan jenis tanah diantaranya: asosiasi, laktosol dan regosol. Tekstur tanahnya berupa tanah berdebu dengan struktur remah dan sarang. A. Data penduduk a. Data penduduk berdasarkan umur Umur 0 12 bulan : 82 orang Umur > 1 <> Umur 5 - <> Umur 7 - <> Umur > 15 56 tahun : 3074 orang

Umur > 56 tahun : 3658 orang b. Jumlah penduduk berdasarkan gender Jumlah laki- laki 60 orang Jumlah perempuan 72 orang Jumlah kepala keluarga 66 KK 3. Keadaan kesehatan a. Kematian bayi Jumlah bayi Lahir 84 orang Jumlah bayi mati 1 0rang b. Gizi dan kematian balita Jumlah balita bergizi buruk 2 orang Jumlah balita bergizi baik 400 orang Jumlah balita mati 2 orang c. Cukupan imunisasi Polio 3 80 orang DPT - 1 84 orang BCG 84 orang Campak 50 orang d. Kecukupan pemenuhan air bersih

Penggunaan air sumur pompa 144 RT Penggunaan air sumur gali 111 RT Penggunaan mata air 245 RT Lainnya / PAM 507 RT 4. Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk: a. Tidak tamat SD atau sederajat 15 orang b. Tamat SD atau sederajat 908 orang c. Tamat SMP atau sederajat 11.517 orang d. Tamat SMA atau sederajat 11.315 orang e. Tamat D1 18 orang f. Tamat D2 15 orang g. Tamat D3 132 orang h. Tamat S1 497 orang i. Tamat S2 75 orang j. Tamat S3 17 orang Wajib belajar 9 tahun: a. Usia 7-15 tahun 875 orang b. Usia 7-15 tahun yang masih sekolah 860 orang

c. Usia 7-15 tahun yang tidak sekolah 845 orang Prasarana pendidikan: a. SD atau sederajat 2 buah b. Jumlah lembaga pendidikan agama 2 buah 5. Srtuktur pemerintahan desa Kepala desa : Sudirman Sekertaris desa : Sukirno Kadus I : Suwandi Kadus II : Ritoto Kasi pemerintahan : Sudiro Kasi pembangunan : Suratno Kasi Kesra : Sukirman Kaur umum : Untung Darsono Kaur keuangan : Eka kurniawati Staf Kasri Kesra : Narko 6. Struktur ekonomi Pengangguran: a. Penduduk usia 15-55 tahun 1.653 orang b. Penduduk usia 15-55 tahun yang masih sekolah 519 orang

c. Penduduk usia 15-55 tahun yang menjadi ibu rumah tangga 879 orang d. Penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja penuh 1.262 orang e. Penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja tidak tentu 417 orang Produk domestic desa bruto: a. Tanaman padi - Luas tanaman padi 31.430 ha - Hasil per ha 3,9 ton - Biaya pemupukan per ha Rp. 1.200.000,00 - Biaya bibit per ha Rp. 321.000,00 - Biaya obat per ha Rp. 100.000,00 b. Tanaman jagung - Luas tanaman jagung 3 ha - Hasil per ha 4,5ton -Biaya pemupukan per ha Rp. 960.000,00 - Biaya bibit per ha Rp. 240.000,00 - Biaya obat per ha Rp. 75.000,00 c. Industri pangan - Total nilai produksi Rp. 850.000,00 - Total nilai bhan baku yang digunakan Rp. 250.000,00

- Total nilai bahan penolong yang digunakan Rp.20.000,00 Pendapatan per kapita atau PDDB per kapita a. Pertanian - Jumlah rumah tangga petani 180 orang - Jumlah total anggota rumah tangga petani 621 orang - Jumlah rumah tangga buruh tani 105 rumah tangga - Jumlah total rumah tangga buruh petani 420 orang Kemiskinan a. Jumlah kepala keluarga 1371 keluarga b. Jumlah keluarga pra sejahtera 81 keluarga c. Jumlah keluarga sejahtera 1 400 keluarga d. Jumlah keluarga sejahtera 2 411 keluarga e. Jumlah keluarga sejahtera 3 342 keluarga f. Jumlah keluarga sejahtera 3plus 137 keluarga Penguasaan aset ekonomi oleh masyarakat a. Aset sarana transportasi umum - Memiliki objek 5 orang - Memiliki becak 23 orang b. Aset mesin pertanian

- Memiliki penggilingan padi 1 orang c. Rumah menurut dinding - Tembok 1234 keluarga - Kayu 93 keluarga - Bambu 44 keluarga Kemilikan barang berharga - Jumlah keluarga yang memiliki tv 1915 keluarga Mata pencaharian a. Buruh tani 420 orang b. Petani 180 orang c. Pedagang/wiraswasta/pengusaha 525 orang d. Pengrajin 4 orang e. PNS 1316 orang f. TNI/Polri 42 orang g. Penjahit 13 orang h. Montir 25 orang i. Sopir 21 orang j. Pramuwisma 60 orang k. Karyawan swasta 769 orang

l. Kontaktor 5 orang m. Tukang kayu 15 orang n. Tukang batu 83 orang o. Guru swasta 15 orang

III. PEMBAHASAN A. HUBUNGAN DESA-KOTA Dalam Bahasa Inggris disebut Society, asal katanya Socius yang berarti kawan. Kata Masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk bentuk akhiran hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan. Pengertian desa menurut Sutardjo Kartodikusuma dikemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Menurut Bintaro, desa merupakan

perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Menurut Paul H. Landis :Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut : a) mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa. b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan c) Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara

unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh. Buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi Talcot Parsons menggambarkan masyarakat desa sebagai tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut: a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih. b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri. tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan. masyarakat

c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme) d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi). e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk

menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar. Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacammacam seperti pendapat beberapa ahli berikut ini: i. Wirth Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. ii. Max Weber Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal. iii. Dwigth Sanderson Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.

Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan. Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut Kota, karena memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistik. Marilah sekarang kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri : a). Netral Afektif Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya. b). Orientasi Diri Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik. c). Universalisme Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.

d). Prestasi Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya. e). Heterogenitas Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu : i. Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja. ii. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung pada orang lain (Individualisme). iii. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata. iv. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota. v. Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu. vi. Perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar. Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka

saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Menurut Poplin (1972) perbedaan masyarakat desa dan kota sebagai berikut: Masyarakat Desa Perilaku homogen Masyarakat Kota Perilaku heterogen

Perilaku yang dilandasi oleh konsep Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan pengandalan diri dan kelembagaan yang berorientasi pada

Perilaku yang berorientasi pada Perilaku tradisi dan status

rasionalitas dan fungsi Mobilitas sosial, sehingga dinamik Kebauran dan diversifikasi kultural Birokrasi fungsional dan nilai-nilai

Isolasi sosial, sehingga statik Kesatuan dan keutuhan kultural Banyak ritual dan nilai-nilai sakral Kolektivisme

sekular Individualisme

Mengenai hubungan desa-kota dalam aspek masuknya ekonomi uang ke desa dengan adanya masyarakat desa yang melakukan kegiatan simpan pinjam di koperasi karyawan LPPSLH Khasanah. Pemasaran hasil pertanian di desa Purwosari biasanya dijual melalui tengkulak, dijual sendiri di pasar atau untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Masyarakat desa Purwosari biasanya pergi ke pasar Cereme yang buka pada pagi hari sampai siang hari, dengan jarak tempuh 0,3 km dari pusat desa.

Di desa Purwosari masyarakatnya bekerja rata-rata menjadi petani untuk daerah pedesaannya, sedangkan untuk daerah perkotaannya (daerah perumahan) masyarakatnya bekerja sebagai pegawai kantoran dan PNS. Para pemuda banyak yang mencoba mengadu nasib ke kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya. Dilihat dari segi pendidikan di desa Purwosari didominasi oleh tamatan SMP dan SMA atau sederajat. Lembaga pendidikannya sendiri, di desa ini terdapat 2 sekolah dasar dan 2 lembaga pendidikan agama. Dalam hal pendidikan, banyak warga desa Purwosari yang menyekolahkan anaknya keluar kota terutama bagi keluarga yang mampu. Terdapat juga kelompok tani dan ikan yang tergabung dalam kopersi Minasari. Fungsi dari koperasi Minasari yaitu untuk distribusi benih gurame. Jaringan komunikasi hampir maju dengan dimilkinya pesawat televisi sebagian besar rumah penduduk dan banyak penduduk yang sudah memiliki alat komunikasi, baik pesawat telepon dan telepon seluler. Teknologi pertanian yang masuk ke desa sangat minim, terbukti hanya ada 1 unit traktor yang dimiliki itupun tidak dioperasikan dengan baik. Badan penyuluhan secara rutin sebulan sekali memberikan penyuluhan penyuluhan kepada petani dan peternak ikan tentang teknologi yang baru.

B. BENTUK- BENTUK KERJASAMA Kerjasama merupakan bentuk proses sosial yang umumnya dijumpai dalam kehidupan manusia karena pola maupun bentuk kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Menurut Charles. H. Coley ( 1930) kerjasama terjadi apabila orang menyadari bahwa mereka masing-masing mempunyai kepentingan yang sama dan

pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan- kepentingan tersebut dalam kerjasama. Contohnya adalah organisasi, merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna. Kerjasama kelompok tani di desa Purwosari yaitu : 1. Kerjasama kelompok tani untuk mengendalikan hama tikus dilakukan kerjasama dengan cara gropyokan. 2. kerjasama koperasi Mina Sari yaitu budidaya ikan Gurame. Di dalam 3. koperasi ini para warga menyetorkan atau menjual jenis ikan Gurame yang mereka panen kepada pengurus koperasi, kemudian oleh para pengurus koperasi benih tersebut dijual lagi. Daerah penyebarannya di daerah Purwokerto, Yogyakarta, Bandung, hingga ke Medan. Bentuk bentuk kerjasama dalam masyarakat pertanian merupakan salah satu manifestasi dari proses sosial yang terjadi. Proses sosial dapat dikelompokkan menjadi 2 Yaitu : a. Proses sosial yang sifatnya assosiatif Yaitu proses sosisal yang kehendaki oleh masyarakat, sebab proses ini memberi implikasi yang sifatnya positif bagi kemajuan masyarakat. Di desa Purwosari kegotongroyongan masih sangat erat. Contohnya: - Saat ada orang yang membangun rumah maka secara gotong royong warga membantu tanpa pamrih. - Saat ada orang yang mengadakan hajatan maka warga secara gotong royong membantu, khususnya untuk para ibu- ibu membantu memasak tanpa dibayar. - Gotong royong kelompok tani saat mengendalikan hama tikus dengan cara gropyokan secara bersama-sama.

b. Proses sosial yang bersifat dissosiatif Dimana proses sosial ini biasanya dihindari oleh masyarakat karena mengarah kepada perpecahan bahkan dapat membawa kehancuran atau kemunduran masyarakat. Proses dissosiatif ini tidak ada di desa Purwosari.

C. MOBILLITAS SOSIAL Mobilitas sosial adalah perpindahan individu dari satu status sosial ke status sosial yang lain yang sifatnya bisa naik atau turun. Menurut Coulhoun (1978) mengatakan bahwa gerak sosial masyarakat memiliki kecenderungan yang ke atas dan ke bawah yang disebut mobilitas vertikal dan juga dapat memiliki mobilitas horizontal dan antar generasi. Seseorang dapat naik dan turun kelas sosialnya berdasarkan berbagi alasan. Kesempatan mobiltas horizontal dan vertikal yang di peroleh di desa lebih terbatas ditimbang di kota. Mobilitas horizontal adalah pergeseran status sosial pada tingkat yang sama tidak menunjukan adanya gerakan yang menanjak dan menurun. Manusia baik sebagai Mahkluk Individu maupun makhluk sosial senantiasa berada dalam suatu proses gerak sosial (social Mobility). Gerak pencapaian suatu status merupakan kegiatan yang berorentiasi utuk memenuhi kebutuhan sosial. Menurut Nasution, ada beberapa faktor yang mendasari gerak sosial dari suatu kelompok. Gerak sosial suatu masyrakat tergantung dari sifat sistem yang mendasari. Bagi masyrakat yag memiliki sistem terbuka (open class society) gerakan sosial yang terjadi akan lebih dinamis dan fleksibel. Sedangkan pada sistem tertutup (close class society) maka gerakan sosila yang terjadi relatif lambat dan kurang fleksibel atau kurang memilki kelenturan. Di desa biasanya seseorang bapak mewariskan keahlianya kepada anaknya, seperti seorang petani mewariskan kepada anak-anaknya sehingga kelak

anaknya menjadi seorang petani, karena hal seperti ini mobilitas sosial di desa lebih teratas dibandingkan di kota. Faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial di desa Purwosari Desa Purwosari lebih cenderung mempunyai sistem Open class socety (terbuka). Hal itu dikarenakan letak wilayah desa Purwosari yang relatif dekat dengan kota, maka mengakibatkan gaya hidup masyarakat desa Purwosari bergaya perkotaan. Gaya hidup pemuda Di lihat dari tingat urbanisasi yang rendah seharusnya para penduduk dan pemuda lebih menyukai sektor pertanian dari pada sektor non pertanian.Setelah melaksanakan observasi ternyata hasil yang didapatkan para pemuda cenderung bergaya hidup hedonisme (lebih senang bersenang-senang) dari pada memenuhi kewajibanya untuk berkerja. Luas kepemilikan lahan pertanian yang relatif sedikit menyebabkan tingkat ketertarikan para pemuda rendah untuk terjun ke dunia pertanian. Beban tanggung jawab Para pemuda yang belum berkeluarga cenderung belum memikirkan beban tanggung jawab yang mereka miliki, namun sangat berbeda dengan pemuda yang sudah berkeluarga. Mereka sudah memikirkan beban tanggung jawab yang mereka pikul dan secara tidak langsung mereka akan berkerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang harus terpenuhi. Pemuda yang sudah berkeluarga lebih menyukai bekerja di luar sektor pertanian dari pada di sektor pertanian dengan cara komuting (nglaju). Upah di sektor pertanian yang relatif rendah

Upah yang relatif rendah dan tidak menentu mengakibatkan para pemuda lebih menyukai bekerja di sektor non pertanian yang heterogen. Tingkat pendidikan Tingkatt pendidkan di desa Purwosari belum diperhatikan secara mendalam. Hal yang lebih diperhatikan oleh para masyrakat adalah tingkat pengalaman yang di mliki seseorang.

D. MASUKNYA TEKNOLOGI BARU BIDANG PERTANIAN KE DESA Sebagai suatu kegiatan usaha, pertanian merupakan aspek yang cukup penting untuk dikembangkan terkait usaha peningkatan poduksinya. Setiap aktifitas pertanian yang terjadi pada dasarnya merupakan sebuah usaha produksi baik produksi tanaman pangan, tanaman perkebunan, tanaman hortikultura, peternakan dan perikanan. Salah satu usaha peningkatan produksi dapat diupayakan dengan kerjasama antara pihak petani dengan pemerintah sepertti penggunaan teknlogi-teknologi terkait. Kerjasama atara petani dengan pemerintah yang terjalin di desa Purwosari merupakan kerjasama yang sudah cukup erat antara petani dengan Mantri Tani (Penyuluh Pertanian). Keberadaan mantri tani, terbukti mampu menfasilitasi masuknya teknologi baru yang berkaitan dengan aktifitas produksi pertanian. Teknologi yang ditransformasikan bukan hanya berupa teknologi fisik, namun merupakan teknologi mengenai metode atau system budidaya, teknik pengairan (irigasi), teknologi benih, dan pempukan. Hampir semua teknologi yang masuk ke petani desa Purwosari berasal dari proses transformasi yang dilakukan oleh Manri Tani melalui Penyuluh Pertanian. Beberapa teknologi yang pernah di sosialisasiakan maupun ditransfrmasikan adalah:

1. SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) Merupakan aktfitas sosialisasi yang dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan tentang pengelolaan tanaman secara terpadu. Pelaksanaan seolah lapang ini bersifat nomaden. Artinya, tempat pelaksanaan penyuluhan dilakuakn secara berpindah-pindah sesuai domplot (lahan percontohan) yang tersedia. Selain penyampaian materi, penyuluhan juga disertai praktek pada lahan domplot. Beberapa materi yang

disosialisasikan antara lain mengenai metode penanaman dengan memaksimalkan input dari diri sendiri. System ini tidak jauh berbeda dengan system LEISA (Low Eksternal Input Sustainable Agriculture). System yang disosialisasikan juga terkait dengan metode tanam tumpang sari, sehingga dapat memaksimalkan pemanfaatan potensi lahan tanpa mengurangi kualitas atau hara tanah. Metode tumpang sari yang disosialisasikan diharapkan dapat meningkatkan penghasilan sebab dengan adanya perbedaan tanaman, maka variasi panen tanaman akan terjadi secara lebih cepat dan bergiliran. 2. SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu) Aktifitas penyuluhan ini tidak jauh berbeda, hanya saja SLPHT menitik beratkan pada pengendalian hama secara terpadu. Artinya, hama yang ada itu dikendalikan bukan dibrantas. Pengendalian hama bertujuan untuk meminimalisir biaya produksi terutama yang berhubungan dengan obat atau pestisida. Keberadaan hama pada lahan pertanian tidak sertamerta harus dibrantas. Jika keberadaan hama mencapai ambang batas ekonomis, yaitu sampai hama engabatkan penurunan kualitas maupun kualitas produksi maka hama perlu dihilangkan boleh dengan secara mekanik maupun penyemprotan bahan kimiawi. Namun jika hama yang menyerang berada di bawah btas ekonomis, tidak perlu dilakukan penyemprotan, karena hanya akan memakan banyak biaya. Selain PHT, disosialisasikan pula penggunaan pestisida organic guna menjaga keseimbangan

lingkungan, keberlanjutan kesubura tanah seta meningkatkan harga dan kualitas produk. 3. Pertanian Organik Sosialisasi yang dilakukan terkait system pertanian organic mencakup penggunaan pupuk dan pestisida organic. Penggunaan pestisida dan pupuk organic juga diharapkan berasal dari produksi pribadi, sehingga meminimalisir bahan dari luar yang cenderung akan meningkatkan biaya produksi. 4. System budidaya SRI (System of Rice Intensification) System yang ditemukan di Madagaskar ini juga pernah disosialisasikan di desa Purwosari. Bahkan menurut Mantri Tani kecamatan Baturaden, sosialisasi juga dilakukan ke seluruh desa. namun sosialisasi tisak serta merta diterapkan oleh petani. Hanya petani di desa Kenumen yang telah menerapkan system SRI dalam usaha budidaya padi. 5. Pesemaian Methuk Persemaian methuk adalah kegiatan budidaya padi yang melakukan penyemaian padi sebelum masa panan dengan harapan setelah panen selesai, serta tanah sudah diolah, dapat segera ditanami padi kembali. System ini bertujuan untuk meningkatkan Indeks Penanaman sesuai target yang di harapkan yaitu sebesar 300%. Beberapa teknologi yang telah di transformasikan oleh Penyuluh Pertanian tidaklah semuanya diaplikasikan oleh petani. Untuk itu, dilakukan pula upaya pendekatan-pendekatan untuk mengajak petani mengaplikasikan ilmu yang sudah didapatnya. Upaya yang dilakukan antara lain melakukan system Endong (system kunjung) ke tiap-tiap petani secara pribadi sehingga lebih intensif. Selain itu,

upaya yang pernah dilakukan adalah melaksanakan studi banding dengan kelompok-kelompok tani yang sudah sukses melakukan usaha tani. Teknologi yang sudah di transformasikan terkadang hanya sebuah wacana angina yang tidak di aplikasikan secara intensif. Kebanyakan dari petani desa Purwosari melaksanakan teknologi baru tersebut hanya saat diberi penyuluhan dan di monitoring oleh penyuluh. Namun, jika monitoring dari penyuluh sudah tidak ada, maka petani kembali menggunakan system budidaya secara konvensional. Beberapa hal yeng mempengaruhi hal tersebut adalah: 1. Kultur Masyarakat Petani Sebagian masyarakat petani merupakan masyarakat dengan tipe close class society artinya, mereka tidak mudah menerima sesuatu yang baru yang berbeda dari keseharian mereka. Teknologi yang di transformasikan penyuluh merupakan suatu yang dirasa baru bagi mereka sehingga mereka tidak mudah mengaplikasikan teknologi tersebut. 2. Kurangnya Modal Kurangnya modal juga berpengaruh terhadap pengaplikasian system baru tersebut. Karena metode baru tersebut cenderung memerlukan biaya produksi (modal) yang ebih besar dari metode konvensional. 3. Kurangnya Tenaga Kerja Selain modal, tenaga kerja juga berpengaruh besar terhadap

pengaplikasian teknologi baru tersebut. Karena mau tidak mau, pengaplikasian tersebut memerlukan manusia sebagai tenaga kerja. Desa Purwosari termasuk beberapa yang sangat sedikit memiliki petani dengan masa usia produktif. Hal ini di sebabkan karena kebanyakan dari pemuda cenderung memilih bekerja didunia industri. Sebagian besar pemuda cenderung menganggap rendah pekerjaan petani sehingga mereka

cenderung memilih bekerja sebagai sebagai buruh industri karena lebih memiliki image yang tingi di masyarakat. Kekurangan tenaga kerja juga disebabkan karena sistem tanam serempak yang dilakuakn oleh petani desa Purwosari menyerap tenaga yang bayak sehinga petani yang memiliki lahan berebut mencari pekerja untuk mengelola lahannya.

IV. KESIMPILAN Hubungan desa-kota dalam aspek masuknya ekonomi uang ke desa dengan adanya masyarakat desa yang melakukan kegiatan simpan pinjam di koperasi karyawan LPPSLH Khasanah. Pemasaran hasil pertanian di desa Purwosari biasanya dijual melalui tengkulak, dijual sendiri di pasar atau untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Moblitas sosial yang terjadi pada umunya melalui pewarisan keahlian bertani secara turun temurun. Kerja sama dilakukan melalui antar lembaga-lembaga serta kegiatan gotong royong antar warga desa Purwosari yang masih erat. Teknologi yang ditransformasikan di desa Purwosari bukan hanya berupa teknologi fisik, namun merupakan teknologi mengenai metode atau system budidaya, teknik pengairan (irigasi), teknologi benih, dan pempukan. Hampir semua teknologi yang masuk ke petani desa Purwosari berasal dari proses transformasi yang dilakukan oleh Manri Tani melalui Penyuluh Pertanian.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, T. 1985. Pemuda dan Perubahan sosial. LP3ES. Jakarta. Garna, J.K. 1992. Teori-teori perubahan sosial. Program Pascasarjana Unpad. Bandung. Johnson. D.P. 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Nawawi, H. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Gadjah Mada. Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Edisi Pertama. Gadjah Mada University Press. Redfield. R. 1985. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. CV Rajawali. Jakarta. Planck Ulrich. 1993. Sosiologi Pertanian. Yayasan Obor Indonesia Sajogjo, Pudjiwati Sajogyo. 2007. Sosiologi Pedesaan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Scoot. J.C. 1983. Moral Ekonomi Petani. LP3ES. Jakarta. Simanjutak. Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Soekanto, S. 1986. Sosiologi Suatu PengantarCV. Rajawali. Jakarta. Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Jakarta. Widarni, S. 1997. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemuda Desa Bekerja di Sektor Non-Pertanian. Thesis S2 Unpad. Bandung. Yuliati, Y dan Purnomo, M, 2003, Sosiologi Pedesaan, Lappera Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai