Presentasi PPN 2009
Presentasi PPN 2009
UU No 8 Th 1983 Mulai berlaku 1 Apr 1985 UU No 11 Th 1994 Mulai berlaku 1 Jan 1995 UU No 18 Th 2000 Mulai berlaku 1 Jan 2001 UU No 42 Th 2009 Mulai berlaku 1 Apr 2010
Mengatur
PPN Dikenakan atas Pertambahan Nilai yg timbul akibat dipakainya faktor produksi pada setiap jalur perusahaan PPn BM Dikenakan atas Nilai Jual pada setiap perpindahan / pertukaran barang/jasa
PPn BM merupakan pungutan tambahan disamping PPN dengan tujuan untuk : 1. Menegakkan keadilan dlm pembebanan pajak 2. Mengurangi pola konsumsi tinggi yg tidak produktif dalam masyarakat Dikenakan atas: 1. Penyerahan BKP yg tergolong mewah oleh produksen barang mewah atau 2. Impor BKP yang tergolong mewah 3. Dikenakan 1 kali waktu penyerahan BKP
KARAKTERISTIK PPN
1. Merupakan Pajak Tidak Lngsung Pembayaran pajak dapat melimpahkan beban pajaknya kepada pihak lain (pembeli) Pajak Obyektif Timbulnya kewajiban untuk membayar pajak ditentukan oleh obyek pajak, yaitu peristiwa atau perbuatan hukum yg dapat dikenakan pajak PPN adl pajak atas konsumsi dalam negeri PPN hanya dikenakan atas konsumsi BKP/JKP yg dilakukan di Dalam Negeri (daerah pabean). Oleh karena itu atas komoditi impor dikenakan PPN, sebaliknya komoditi ekspor tidak dikenakan PPN Netral terhadap perdagangan dalam negeri Terhadap komoditi impor dan barang hasil produksi DN yg dikonsumsi di DN, dikenakan beban pajak yg sama, dengan demikian maka kompetisi antara komoditi impor dng barang produksi DN tidak dipengaruhi PPN, sehingga netral dalam perdagangan DN Netral terhadap perdagangan luar negeri Barang produksi DN yg diekspor tidak dikenakan PPN. Namun supaya daya saing komoditi ekspor dng produksi domestik negara pengimpor tdk dipengaruhi PPN (Netral), maka atas komoditi ekspor Indonesia dikenakan PPN dng tarif 0%. Dng dikenakan tarif 0% , maka Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP dapat dikreditkan. Dikenakan secara bertingkat (multi stage) PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi, mulai dari pabrikan s/d pedagang eceran Tidak menimbulkan dampak pajak berganda PPN hanya dikenakan atas nilai tambah. Dalam perhitungan PPN pengusaha mempunyai hak untuk mengkreditkan PPN yg telah dibayar atas perolehan BKP/JKP dng PPN yg dipungut atas penyerahan BKP/JKP. Dalam mata rantai berikutnya PPN yg telah dibayar tsb tidak dikalkulasikan ke dalam harga jual
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pengenaan PPN secara bertingkat pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi
Pengusaha Transaksi Nilai Tambah Harga Jual PPN (10%) Setor ke kas negara 300 Harga yg di bayar -
Industri kayu
Menyerahkan Beli kayu Jual mebel Beli mebel Jual mebel Beli mebel Jual mebel Beli mebel
3.000
3.000
300
Industri mebel
200 100 50 -
Distributor
Ped. Eceran
Konsumen
PPN disetor ke kas negara secara bertahap mulai dr industri kayu s/d pedagang eceran sebesar 300 + 200 + 100 + 50 = 650 PPn sebesar 650 adl sama dengan 10% x 6500 (jumlah nilai tambah), pada akhirnya PPN dibebankan kpd konsumen, sedangkan PKP hanya memungut dan selanjutnya menyetorkan ke kas negara Semakin panjang mata rantai jalur produksi dan distribusi, semakin bsrat beban pajak yg dipikul konsumen Dalam PPN tidak terjadi efek pajak berganda, krn PPN yg telah dibayar atas perolehan BKP/JKP dikreditkan dengan PPN yg dipungut atas penyerahan BKP/JKP dan tidak dikalkulasikan ke dalam harga jual. Efek ganda hanya terjadi pada PPn BM, hal ini dimaksudkan untuk menegakkan prisnsip keasdilan dalam pembebanan pajak. 3
DAERAH PABEAN
(Pasal 1 angka 1)
Wilayah Republik Indonesia (RI) meliputi: 1. Darat dan ruang udara di atasnya 2. Perairan dan ruang udara di atasnya 3. Tempat-tempat tertentu di zona ekonomi ekslusif, mis berikat, kawasan industri 4. Landas kontinen 5. Wilayah RI yang di dalamnya berlaku UU Pabean, mis Pulau Batam
(Catatan : Lihat pengertian pasal 1)
Barang Tidak Berwujud: Penggunaan atas: 1. Hak merk dagang 2. Hak cipta 3. Hak Paten
Pada dasarnya semua barang adl BKP (kecuali ditentulan lain oleh UU)
(Catatan : Lihat pengertian pasal 1)
5
Pada dasarnya semua jasa adl JKP (kecuali ditentulan lain oleh UU)
Pengertian (1)
Pasal 1 1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesiayang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan. 2. Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. 3. Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang yang dikenai pajak. 4. Penyerahan BKP adalah setiap kegiatan penyerahan BKP. 5. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. 6. Jasa Kena Pajak (JKP) adalah jasa yang dikenai pajak. 7. Penyerahan JKP adalah setiap kegiatan pemberian JKP. 8. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 9. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. 10.Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 11.Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan BKP Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean. 12.Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar-menukar barang, tanpa mengubah bentuk dan/atau sifatnya. 13.Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 7
Pengertian (2)
Pasal 1 14. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujuddari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. 15. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak 16. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk dan/atau sifat suatu barang daribentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru atau kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut. 17. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. 18. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak (FP). 19. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam FP atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 20. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPn BM
Pengertian (3)
Pasal 1 21. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan BKP dan yang membayar atau seharusnya membayar harga BKP tersebut. 22. Penerima Jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan JKP dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas JKP tersebut. 23. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP. 24. Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau impor BKP. 25. Pajak Keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP Berwujud, ekspor BKPTidak Berwujud, dan/atau ekspor JKP. 26. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. 27. Pemungut PPN adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut. 28. Ekspor BKP Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean. 29. Ekspor JKP adalah setiap kegiatan penyerahan JKP ke luar Daerah Pabean
1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian, meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli angsuran, dan lainnya yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang 2. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi 3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara dengan balas jasa tertentu atau melalui juru lelang; 4. Pemakaian sendiri (termasuk pengurus dan karyawan) dan/atau pemberian cumacuma atas BKP 5. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan 6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang 7. Penyerahan BKP secara konsinyasi (dititipkan untuk dijual) 8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.
10
11
6. Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, pemindahan BKP antar tempat tersebut merupakan penyerahan BKP. Pusat adalah tempat tinggal atau tempat kedudukan. Cabang antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan tempat kegiatan usaha sejenisnya. 7. Dalam penyerahan secara konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu BKP yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan BKP yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika BKP titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik BKP, pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian BKP (retur). 8. Contoh Penyerahan berdasarkan prinsip syariah: Dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari PKP A atas pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip syariah, bank syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada Tuan B, maka penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh PKP A kepada Tuan B.
12
1. Penyerahan BKP kepada makelar sesui KUHD. 2. Penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang 3. Penyerahan BKP dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat pajak terutang 4. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambi-lalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP 5. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.
Catatan Lihat penjelasan
13
14
Kewajiban PKP
Pasal 3A
1. Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP (kecuali Pengusaha Kecil yang memlih bukan PKP) dan dikukuhkan sebagai PKP, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN & PPn BM
2. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP juga wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN & PPn BM
3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau yang memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
15
2.
3.
4.
5.
2. Impor BKP Pajak dipungut pada saat impor BKP. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dikenakan kepada siapapun yang memasukkan BKP ke dalam Daerah Pabean, tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha / pekerjaannya atau tidak, tetap dikenai pajak
3. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai PKP, tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sbb: a. jasa yang diserahkan merupakan JKP b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Termasuk dalam pengertian penyerahan JKP adalah JKP yg dimanfaat kan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma2. 4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun dikenai PPN. Contoh: Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha B yg berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek tersebut oleh Pengusaha A di dalam Daerah Pabean terutang PPN 5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean dikenai PPN. Misal: PKP C di Surabaya memanfaatkan JKP dari Pengusaha B yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan JKP tersebut terutang PPN 17
6. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP
7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKPhanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP. BKP Tidak Berwujud adalah: a. Penggunaan / hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, /bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya b. Penggunaan /hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah c. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial d. Pemberian bantuan tambahan/pelengkap sehubungan dng penggunaan hak2 atau penggunaan/hak menggunakan peralatan / perlengkapan / pemberian pengetahuan/informasi tersebut, berupa: 1) Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa 2) Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar / rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa 3) Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi e. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup ( motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio f. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial / hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. 8. Ekspor JKP oleh PKP Ekspor JKP adalah penyerahan JKP dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh PKP yang menghasilkan dan melakukan ekspor BKP Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean. Ketentuan batasan kegiatan dan jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 18
1.
2.
3.
4. 5.
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yg diambil langsung dari sumbernya (Minyak mentah, gas bumi, panas bumi, asbes, batu tulis /permata / kapus /apung , bentonit, dolomit, garam batu, grafit, granit, mika, mamer, nitrat, pasir dan kerikil, fosfat, tanah liat, tawas, batu bara sebelum diproses menjadi briket, biji besi / timah / emas / tembaga / nikel / perak / bauksit) Barang-barang kebutuhan pokok yg sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak (Beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik beryodium maupun tidak beryodium dan daging segar tanpa diolah atau diprroses via dikuliti / dipotong / didinginkan / dikemas / digarami / diasamkan / direbus / diawetkan, telur tidak diolah / diolah / diasinkan / dikemas, susu didinginkan / dipanaskan / dikemas / tidak dikemas, buah-buahan segar / dicuci / dikupas / dipotong / diiris / dikemas / tdak dikemas , sayrsayuran segar / dicuci / dicacah / diawetkan ) Makanan dan minuman yg disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya baik dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk yg diserahkan oleh perusahaan jasa boga / catering Uang, emas batangan dan surat-surat berharga Disamping ketentuan tsb diatas masih terdapat jenis barang yg dikecualikan dari pengenaan PPN karena adanya fasilitas PPN tidak dipungut / dibebaskan
19
2. 3. 4.
1.
Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
2.
3.
4.
21
Termasuk BKP yang tergolong mewah: 1. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok 2. Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; 3. Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi 4. Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status Pengertian menghasilkan barang mewah adalah kegiatan: a. Merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, dan perabot rumah tangga b. Memasak, yaitu mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan lain maupun tidak c. Mencampur, yaitu mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain; d. Mengemas, yaitu menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda untuk melindunginya dari kerusakan dan/atau untuk meningkatkan pemasarannya e. Membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu f. Kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan kegiatan itu atau menyuruh orang atau badan lain melakukan kegiatan tersebut
22
Tarif PPN adalah 10% 2. Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas: a. Ekspor BKP Berwujud b. Ekspor BKP Tidak Berwujud c. Ekspor JKP 3. Tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% dengan PP 4. Tarif PPn BM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200% 5. Ekspor BKP yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% 6. Ketentuan mengenai kelompok BKP yang tergolong mewah yang dikenai PPPn BM diatur dengan Peraturan Pemerintah. 7. Ketentuan mengenai jenis barang yang dikenai PPn BM diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
1.
23
Barang Hasil Pertanian yg dipetik langsung / diambil langsung / disadap langsung dari sumbernya, termasuk hasil pemrosesannya yg dilakukan dengan cara tertentu
Diserahkan oleh: Petani berbentuk badan atau Bukan petani / kelompok tani
Dikenakan PPN
24
Catatan:
Jadi subyek pajak adalah orang / badan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak ke kas negara
25
OBYEK PPN
(Pasal 4 16C dan 16D UU PPN)
1. 2. 3. 4.
5.
6. 7. 8.
Penyerahan BKP di dalam daerah pabean oleh pengusaha Impor BKP oleh siapapun (pengusaha atau bukan pengusaha) Penyerahan JKP di dalam daerah pabean oleh pengusaha Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean (pengusaha atau bukan pengusaha) Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean (pengusaha atau bukan pengusaha) Ekspor BKP oleh PKP Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha / pekerjaannya Penyerahan aktiva yg menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dengan syarat PPN yg dibayar pada saat perolehan dapat dikreditkan
Yang dimaksud dengan pengusaha adalah PKP yaitu pengusaha (orang pribadi / badan), yg dalam rangka kegiatan usaha / pekerjaannya menyerahkan BKP/JKP atau Ekspor BKP
26
1.
2.
3. 4. 5.
6. 7. 8.
Penyerahan hak atas BKP kareana suatu perjanjian (jual beli, tukar menukar, jual beli secara tunai atau angsuran atau perjanjian lain yg mengakibatkan adanya penyerahan hak atas BKP) Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli perjanjian leasing (sewa guna usaha) dengan hak opsi (pembayaran dilakukan secara bertahap, penyerahan hak belum dilakukan, ytetapi penguasaan atas BKP telah berpindah dari penjual/leasor kepada pembeli /lessie) Penyerahan BKP pada pedagang perantara atau melalui juru lelang Pemakaian sendiri & pemberian cuma-cuma (meliputi baik produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri) a. Persediaan BKP masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan b. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual-belikan yg masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perilehan aktiva tsb menurut ketentuan dapat dikreditkan Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya & penyerahan BKP antar cabang tempat terutang PPN Penyerahan BKP secara konsinyasi Penyerahan persediaan BKP dlm rangka perubahan bentuk usaha atau penggabungan usaha atau pengalihan seluruh aktiva persahaan yg diikuti dng perubahan pihak yang berhak atas BKP tsb terhitung 1 Januari 2001 terutang PPN (PPNo.143 th 2000 joPP No 24 th 2002)
27
2.
3.
4.
1. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam KUHD 2. Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang
3. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang dalam hal PKP memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang dari Dirjen Pajak, kecuali penyerahan BKP antar tempat pajak terutang (antar PKP)
29
2. 3.
Catatan:
a. Ketiga persyaratan tersebut bersifat komulatif, apabila salah satu syarat tidak dipenuhi, maka atas penyerahan BKP/JKP tersebut tidak terutang PPN Menentukan saat penyerahan adalah sangat penting, karena hal tersebut berkaitan erat dengan saat timbulnya obyek pajak atau saat terutangnya pajak
30
b.
1. Yang diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP: a. Pengusaha yang menyerahkan BKP/JKP di daerah pabean atau melakukan ekspor BKP, kecuali pengusaha kecil b. Pengusaha kecil yang memilih menjadi PKP 2. Saat pengusaha harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP: a. Bagi pengusaha yang memenuhi syarat sebagai PKP sebelum melakukan penyerahkan BKP/JKP b. Bagi pengusaha kecil: 1) Yang memilih menjadi PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP 2) Yang tidak memilih sebagai PKP, tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran brutonya sudah melebihi batasan sebagai pengusaha kecil pelaporan dilakukan paling lambat akhir masa pajak berikutnya 3. Tempat pelaporan yaitu KPP wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha wajib pajak
Catatan:
a. Apabila kewajiban wajib pajak tidak dilaksanakan, KPP dapat melakukan pengukuhan PKP secara jabatan b. Tempat kegiatan yang semata-mata melakukan pembelian / pengumpulan bahan baku untuk pabrik dan tidak melakukan penyerahan kepada pihak lain, tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP 31
Pengusaha Kecil
(Kepmen No.552/KMK.04/2000 jo Kepmen No 571/KMK.03/2003)
1. Bukan PKP tidak wajib dikukuhkan menjadi PKP kecuali memilih menjadi PKP 2. Kriteria pengusaha kecil (terhitung tanggal 1 Januari 2004) yaitu pengusaha yang selama tahun buku melakukan penyerahan BKP/JKP dengan jumlah peredaran bruto / penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000
Contoh:
Amri memiliki usaha yang bergerak di bidang usaha pabrik roti. Dalam tahun 2005 jumlah seluruh peredaran brutonya Rp.550.000.000. Oleh karena jumlah peredaran bruto tidak melebihi Rp.600.000.000. maka usaha Amri untuk tahun 2006 tergolong pengusaha kecil, sehingga tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, kecuali Amri memilih menjadi PKP
Catatan:
Dalam hal pengusaha kecil memilih menjadi PKP. maka segala hak dan kewajiban perpajakan bagi PKP berlaku juga terhadap pengusaha kecil tersebut
32
1. Pengusaha kecil yang peredaran brutonya s/d suatu masa pajak (misal Juni 2005) dalam suatu tahun buku telah melebihi batasan ketentuan sebagai pengusaha kecil (Rp.600.000.000), wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, paling lambat pada akhir bulan berikutnya 2. Apabila: a. PKP melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, tetapi sudah melewati batas waktu yang ditetapkan (tanggal 31 Juli 2005) b. PKP tidak melaporkan kegiatan usahanya, dan dari hasil penelitian diketahui, bahwa peredaran brutonya s/d suatu masa pajak (misal s/d Juni 2005) telah melebihi batasan ketentuan sebagai pengusaha kecil 3. Maka Saat pengukuhan sebagai PKP adalah awal bulan berikutnya setelah batas akhir pelaporan (tanggal 1 Agustus 2005)
Catatan:
1. Kewajiban untuk memungut,menyetor dan melaporkan PPN / PPn BM dimulai sejak saat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
2. Jumlah peredaran bruto, meliputi seluruh penyerahan BKP/JKP, termasuk penyerahan BKP/JKP cabang
33
b.
2. Apabila pengusaha kecil melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pengusaha yang berstatus sebagai PKP, maka pengusaha kecil harus PKP, dengan demikian dapat menerbitkan FP. Terdapat kecenderungan dari PKP untuk membeli BKP/JKP dari pengusaha yang berstatus sebagai PKP, agar dapat mengkreditkan PM-nya
34
1. Dilakukan dalam hal: a. Perusahaan bubar b. PKP pindah alamat (tempat kegiatan usaha) ke wilayah kerja KPP lain c. Tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP 2. Permohonan disampaikan ke KPP setempat 3. Keputusan pencabutan diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan, kecuali: a. PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain b. PKP yang jumlah peredaran bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran bruto untuk pengusaha kecil
Catatan :
Pencabutan PKP hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan, tanpa menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan oleh PKP
35
12. Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah PM yang dapat dikreditkan adalah PM yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. 13. Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan PM untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah PM yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 14. PM yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh PKP dalam hal PKP tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan PM dimulai. 15. Ketentuan mengenai penentuan waktu, penghitungan, dan tata cara pembayaran kembali diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 16. Besarnya PM yang dapat dikreditkan oleh PKP yang peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu, kecuali PKP menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM. 17. Besarnya PM yang dapat dikreditkan oleh PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM. 18. Ketentuan mengenai peredaran usaha kegiatan usaha tertentu dan pedoman penghitungan pengkreditan PM diatur Peraturan Menteri Keuangan.
37
21. Ketentuan mengenai penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan PM diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
22. Dalam hal terjadi pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, PM atas BKP yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh PKP yang mengalihkan dapat dikreditkan oleh PKP yang menerima pengalihan, sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah terjadinya pengalihan dan PM tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi 38
Saat pembayaran
Saat BKP dimasukkan ke dalam daerah pabean Saat BKP dikeluarkan dari daerah pabean Saat mulai dilaksanakan pembangunan fisik Saat dimulainya pemanfaatan
Ekspor BKP
Catatan: 1. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan / pemanfaatan BKP/JKP terutang pada saat pembayaran 2. Penyerahan BKP dalam rangka peubahan bentuk usaha / penggabungan usaha / pemekaran usaha / pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang diikuti perubahan pihak yang berhak atas BKP tsb, terutangnya pajak terjadi pada saat disepakati / ditetapkan sesuai hasil RUPS 3. Pentingnya menentukan saat terutangnya pajak, karena erat kaitannya dengan penentuan: a. Kapan pajak dihitung dan diperhitungkan b. Kapan pajak dibayar / dikembalikan c. Kapan penghitungan dan pembayaran dilaporkan 39
Saat terutangnya PPN: a. Penyerahan BKP b. Impor BKP c. Penyerahan JKP d. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean f. Ekspor BKP Berwujud g. Ekspor BKP Tidak Berwujud h. Ekspor JKP. Termasuk transaksi melalui electronic commerce Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. Dirjen Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidak-adilan.
40
1. PKP A menjual tunai BKP dengan Harga Jual Rp.25.000.000 PPN terutang = 10% x Rp.25.000.000 = Rp.2.500.000 PPN sebesar Rp.2.500.000 tersebut merupakan PK yang dipungut oleh PKP A. 2. PKP B melakukan penyerahan JKP dengan memperoleh Penggantian Rp.20.000.000 PPN terutang = 10% x Rp.20.000.000 = Rp.2.000.000 Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp.2.000.000 tersebut merupakan PK yang dipungut oleh PKP B. c. Seseorang mengimpor BKP dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor Rp.15.000.000 PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp.15.000.000 = Rp.1.500.000 d. PKP D melakukan ekspor BKP dengan Nilai Ekspor Rp.10.000.000 PPN terutang = 0% x Rp.10.000.000 = Rp. 0 PPN sebesar Rp.0,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran. e. Masa Pajak Mei 2010 Pajak Keluaran = Rp.2.000.000 Pajak Masukan dapat dikreditkan = Rp.4.500.000 Pajak lebih dibayar = Rp.2.500.000 Pajak lebih dibayar tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak Juni 2010. Masa Pajak Juni 2010 Pajak Keluaran = Rp.3.000.000 Pajak Masukan dapat dikreditkan = Rp.2.000.000 Pajak kurang dibayar = Rp.1.000.000 Pajak lebih dibayar dari Masa Pajak Mei 2010 dikompensasikan ke Masa Pajak Juni 2010 = Rp.2.500.000 Pajak lebih dibayar Masa Pajak Juni 2010 = Rp.1.500.000 Pajak lebih dibayar tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak Juli 2010
41
1. PKP melakukan beberapa macam penyerahan, yaitu: a. Penyerahan yang terutang pajak = Rp.25.000.000 Pajak Keluaran = Rp.2.500.000 b. Penyerahan yang tidak terutang PPN = Rp.5.000.000 Pajak Keluaran = nihil c. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN = Rp.5.000.000 Pajak Keluaran = nihil Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan: a. BKP dan JKP berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak = Rp.1.500.000 b. BKP dan JKP berkaitan dengan penyerahan yang tidak dikenai PPN = Rp.300.000 c. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN = Rp.500.000 Menurut ketentuan ini, PM yang dapat dikreditkan dengan PK sebesar Rp.2.500.000 hanya sebesar Rp.1.500.000 2. PKP melakukan 2 (dua) macam penyerahan, yaitu: a. Penyerahan yang terutang pajak = Rp.35.000.000 Pajak Keluaran = Rp.3.500.000 b. Penyerahan yang tidak terutang pajak = Rp.15.000.000 Pajak Keluaran = nihil PM yang dibayar atas perolehan BKP dan JKPyang berkaitan dengan keseluruhan penyerahan sebesar Rp.2.500.000 sedangkan PM yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti. PM sebesar Rp.2.500.000 tidak seluruhnya dapat dikreditkan dengan PK sebesar Rp.3.500.000. Besarnya PM yang dapat dikreditkan dihitung berdasarkan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
42
Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN dilaporkan: Pajak Keluaran = Rp.10.000.000 Pajak Masukan = Rp. 8.000.000 Dari hasil pemeriksaan diketahui: Pajak Keluaran = Rp.15.000.000 Pajak Masukan = Rp.11.000.000 Dalam hal ini, PM yang dapat dikreditkan tidak sebesar Rp.11.000.000, tetapi tetap sebesar Rp.8.000.000,00 sesuai dengan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN. Dengan demikian, perhitungan hasil pemeriksaan Pajak Keluaran = Rp.15.000.000 Pajak Masukan = Rp. 8.000.000 Kurang Bayar menurut hasil pemeriksaan = Rp. 7.000.000 Kurang Bayar menurut Surat Pemberitahuan = Rp. 2.000.000 Masih kurang dibayar = Rp. 5.000.000
43
Saat terutangnya PPn BM atas penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pusat ke cabang atau sebaliknya oleh pabrikan barang mewah
(Kep-428/PJ/2002)
Cabang perusahaan
Cabang perusahaan
Pihak lain
Catatan:
1. 2. DPP PPN untuk penyerahan pusat ke cabang atau sebaliknya atau antar cabang adalah harga jual dikurangi laba kotor DPP PPN & PPn BM untuk penyerahan kepada pihak lain adalah harga jual tidak termasuk PPN / PPn BM 44
Tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha Tempat BKP dimasukkan ke dalam daerah pabean Tempat pembangunan tersebut didirikan Tempat tinggal / kedudukan atau tempat kegiatan usaha
Kegiatan membangun sendiri Pemanfaatan BKP tidak berwujud / JKP dari luar daerah pabean
Catatan:
Pentingnya menentukan tempat pajak terutang, karena berkaitan dengan di KPP mana harus menyetorkan dan melaporkan PPN / PPn BM terutang
45
Tempat pajak (PPN) terutang bagi PKP yang mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang
PKP memilih satu tempat usaha sebagai tempat terutangnja pajak untuk dikukuhkan sebagi PKP
PKP wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP do setiap wilayah KPP ybs
Untuk memberikan kemudahan bagi PKP, maka terhadap PKP yang memenuhi syarat yang telah ditentukan dapat diberikan ijin pemusatan / sentralisasi tempat PPN terutang
46
PKP yang menyampaikan SPT masa PPN dengan media elektronik (efilling)
PKP selain yang terdaftar di KPP WP besar & PKP yang menggunakan media elektronik
Pengajuan ijin disampaikan ke Kanwil yang membawahi KPP tempat pemusatan PPN akan dilakukan, dengan cara
Pemberitahuan melalui SPT PPN sejak saat dimulainya pemasukan SPT dng media elektronik
Paling sedikit memuat a. Nama, alamat dan NPWP tempat pemusatan PPN terutang b. Rincian, nama, alamat & NPWP tempat PPN terutang yang akan dipusatkan c. Tanggal dimulainya pemusatan
Dilampiri: Fotocopy & memperlihatkan yang asli berita acara penyampaian SPT masa PPN melalui media elektronik dari tempat yang akan dilakukan pemusatan PPN
Dilampiri: Pernyataan PKP, bahwa sistem administrasinya telah sesuai dengan persyaratan pemusatan tempat PPN terutang 47
Pemberitahuan / Permohonan pemusatan tempat PPN terutang dikabulkan apabila memenuhi syarat
elektronik a Tempat PPN terutang yang dipusatkan tidak menyelenggarakan administrasi penjualan dan pembelian b. Fungsi tempat kegiatan usaha yang dipusatkan hanya melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atas perintah tempat pemusatan PPN c. FP & Faktur Penjualan diterbitkan di tempat pemusatan PPN terutang d. Tempat kegiatan usaha yang dipusatkan tidak membuat FP & Faktur Penjualan, kecuali yang dicetak berdasarkan data yang diinput secara on line dari kantor pusat atau tempat pemusatannya e. Kantor cabang / unit yang dipusatkan hanya mengadministrasi kegiatan perolehan BKP/JKP untuk keperluan operasional kantor / unit ybs yang dananya berasal dari kas kecil (petty cash)
2. PKP pedagang eceran Kegiatan administrasi pembelian untuk jaringan penjualan yang tersebar di berbagai tempat, dipusatkan di tempat pemusatan PPN dimohon
48
Paling lambat 3 bulan sejak permohonan diterima lengkap setelah dilakukan pemeriksaan
Lewat jangka waktu , tidak ada keputusan pemberitauan PKP dianggap telah berlaku keputusan dan harus diterbitkan paling lambat 14 hari
Lewat jangka waktu tidak ada keputusan, permohonan PKP dianggap telah berlaku dan keputusan harus diterbitkan paling lambat 1 bulan
Keputusan berlaku sejak tanggal pemberitahuan. Untuk masa 5 tahun dan dapat diperpanjang lagi dengan pemberitahuan perpanjangan
Keputusan berlaku sejak tanggal permohonan, untuk masa 5 tahuan & dapat diperpanjang lagi dengan permohonan paling lambat 3 bulan sejak belum habis masa berlakunya
Catatan 1. Apabila ada penambahan tempat kegiatan usaha, PKP dapat mengajukan pemeberitahuan . Permohonan untuk pemusatan tempat PPN terutang bagi tempat kegiatan usaha tambahan 2. Dalam hal permohonan (PKP non elektronik) ditolak, PKP dapat mengajukan permohonan kedua setelah lewat 6 bulan sejak Keputusan penolakan 3. Permohonan pemusatan tidak dapat dilakukan untuk tempat kegiatan usaha dimana pabrik terletak, kecuali PKP yang menyampaikan SPT masa PPN/PPn BM melalui media elektronik (tidak termasuk media elektronik berupa diskette, digital data storage / DDS atau digital audio type / DAT 49 dan compact disk)
Keputusan pemusatan PPN dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal terjadinya perubahan fungsi tempat kegiatan usaha
Ka.Kanwil menerbitkan keputusan pencabutan pemusatan PPN paling lambat 14 hari setelah tanggal pemberitahuan
Ka Kanwil menerbitkan Keputusan pencabutan pemusatan PPN paling lambat 14 hari setelah Berakhirnya masa pajak diketahui terjadi perubahan fungsi tempat kegiatan usaha Tidak lagidisampaikan SPT masa PPN dengan media elektronik
Catatan 1. PKP dapat mengajukan oermohonan pencabutan ijin pemusatan tempat PPN terutang atas seluruh atau sebagian tempat kegiatan usaha 2. Ka.Kanwil menerbitkan permohonan pencabutan ijin pemusatan tempat PPN terutang paling lambat 14 hari setelah surat permohonanditerima 50
a.
b.
c.
Merupakan bukti pembayaran PPN / PPn BM Sebagai sarana untuk pengkreditan pajak masukan Sebagai dasar pembuatan nota retur
Sebagai bukti pungutan pajak, maka FP harus benar, baik secara formal maupun materiil Catatan Orang pribadi / badan yang tidak dikukuhkan sebagai PKP dilarang membuat FP dengan maksud untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya (pasal 14 UU PPN)
52
1.
FP Standar
FP yang bentuk dan isinya telah ditetapkan, paling sedikit memuat keterangan yang dimaksud dalam pasal 13(5) UU PPN
2.
FP Gabungan
FP standar yang dibuat untuk penyerahan BKP/JKP: a. Kepada pembeli yang sama b. Dalam satu masa pajak
3.
FP Sederhana
FP yang isinya lebih sederhana dan bentuknya bebas, paling sedikit memuat keterangan dimaksud pasal 13(7) UU PPN Dihapus
4.
FP Khusus
Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai FP standar (ditetapkan oleh Dirjen Pajak)
Catatan: Pada prinsipnya PKP yang menyerahkan BKP/JKP wajib membuat FP standar, sedangkan FP tersebut pada butir 3 & 4 merupakan suatu pengecualian, yang hanya dibuat oleh PKP tertentu atau dalam hal-hal tertentu 53
FP Standar paling sedikit mencantumkan : Nama, alamat, NPWP, yang menyerahkan BKP/JK Nama, alamat, NPWP pembeli BKP/JKP Jenis barang / jasa, jumlah harga atau penggantian & potongan harga PPN yang dipungut PPn BM yang dopungut Kode, No seri & tanggal pembuatan FP Nama, jabatan & tanda tangan yang berhak menandatangani FP Catatan:
a. Sejak tahun 2001 dalam FP standar tidak lagi mencantumkan: 1) Nomor pengukuhan PKP 2) Macam, kuantum dan harga satuan 3) Tanggal penyerahan / pembayaran FP standar tidak harus dibuat khusus atau berbeda dengan faktur penjualan Faktur penjualan yang memuat keterangan dan pengisiannya sesuai ketentuan di atas dapat diperlakukan sebagai FP standar (PKP harus memberitahukan ke KPP setempat sekaligus melaporkan nomor seri FP yang akan digunakan)
b. c.
54
1.
FP Gabungan diperuntukkan terhadap PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang terjadi : a. Selama satu bulan takwin b. Kepada pembeli BKP / penerima JKP yang sama Dapat menggabungkan seluruh penyerahan BKP/JKP dengan dibuatkan satu FP standar Didalam hal terdapat pembayaran sebelum penyerahan BKP/JKP atau terdapat pembayaran sebelum batas akhir FP gabungan dibuat, maka untuk pembayaran tersebut harus dubuat FP tersendiri Tata cara pembuatan FP gabungan, sesuai dengan ketentuan pembuatan FP standar Pembuatan FP gabungan ini dimaksudkan untuk meringankan beban administrasi bagi PKP
2. 3.
4. 5.
Catatan:
Pembuatan FP gabungan ini dimaksudkan untuk meringankan beban administrasi bagi PKP
55
1.
FP sederhana paling sedikit mencantumkan: a. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP/JKP b. Jenis dan kuantum c. Jumlah harga jual / penggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan secara terpisah d. Tanggal pembuatan FP Dapat dibuat oleh PKP untuk penyerahan BKP/JKP secara langsung, kepada: a. Konsumen akhir,dan b. Pembeli BKP/JKP yang tidak diketahui identitasnya secara jelas
2.
Catatan:
1. 2. Contoh FP sederhana : bon kontan, faktur prnjualan, cash register, karcis, kuitansi FP standar yang tidak diisi selengkapnya (cacat) 56 bukan merupakan FP sederhana)
1.
2.
1. 2. 3.
4.
PKP sebelum menerbitkan FP wajib melaporkan ke KPP setempat tentang Nomor Seri FP yang akan digunakan Setiap melakukan penyerahan BKP/JKP, PKP wajib memungut PPN / PPn BM dari pembelinya dan untuk itu wajib membuat FP standar Untuk meringankan beban administrasi (menyimpang), PKP diperkenankan membuat satu FP standar yang meliputi penyerahan BKP/JKP selama satu bulan takwin kepada pembeli yang sama (FP gabungan) Untuk menampung kegiatan penyerahan BKP/JKP secara langsung kepada konsumen akhir dan konsumen yang tidak diketahui identitasnya secara jelas, dapat dibuat FP sederhana Dihapus
Catatan:
1. 2. FP harus diisi secara lengkap, jelas, benar dan ditandatangani FP dibuat dalam rangkap 2: a. Lembar ke-1 untuk pembeli (Pajak Masukan) b. Lembar ke-2 untuk PKP penjual (Pajak Keluaran) c. Apabila dibuat lebih dari rangkap 2, harus dinyatakan secara jelas penggunaannya FP yang tidak diisi selengkapnya dapat mengakibatkan: a. Bagi PKP pembeli PPN yang tercantum didalamnya (FP standar) tidak dapat dikreditkan b. Bagi PKP penjual dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari DPP 58
3.
Tata cara pengisian Faktur Pajak Standar Pengisian tentang BKP/JKP yang diserahkan: 1. 2. Nomor urut : diisi dengan nomor urut dari BKP/JKP yang diserahkan Nama BKP/JKP : dalam hal diterima uang muka atau termin atau cicilan kolom nama BKP/JKP diisi dengan keterangan , misalnya uang muka atau termin atau angsuran Harga jual / penggantian / uang muka / termin : harga jual atau penggantian diisi dengan harga jual atau penggantian sebelum dikurangi uang muka atau termin. Dalam hal diterima uang muka atau termin, maka yang menjadi DPP adalah jumlah uang muka atau termin. Dalam hal pembayaran harga jual / penggantian / uang muka / termin dilakukan dengan menggunakan mata uang asing, hanya baris dasar pengenaan pajak dan baris PPN = 10% x DPP yang harus dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dan menggunakan kurs yang berlaku menurut SK Menkeu pada saat penbuatan FP Dalam hal pemakaian sendiri identitas PKP (penjual) dan pembeli diisi sama yaitu PKP yang bersangkutan (penjual)
59
3.
4.
Pembuatan FP dalam hal rincian BKP/JKP yang tidak tertampung dalam satu FP
(Kep-549/Pj/2000 jo Kep-323/PJ/2001 jo Kep- 433/Pj/2002)
Dibuatkan satu FP
Masing-masing FP harus diisi dengan lengkap sesuai ketentuan dan ditanda-tangani, dengan penggunakan No seri FP yang sama
Khusus
1.
2.
Diisi dengan menunjuk nomor & tanggal faktur penjualan ybs Faktur penjualan merupakan lampiran yang tidak terpisahkan
Pengisian harga jual / penggantian, potongan harga, uang muka yang telah diterima, DPP dan PPN cukup diisi pada lembar FP terakhir
60
FP Standar:
1. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP/ keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya, dibuat selambatlambatnya pada sat penerimaan pembayaran Pada saat pembayaran, dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP Pada saat pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungut PPN
2. 3. 4.
FP Sederhana:
1. 2. Pada saat penyerahan BKP/JKP Pada saat pembayaran dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan
Catatan:
Saat pembuatan FP merupakan hal yang sangat penting untuk dipahami, karena berkaiatan erat dengan saat pelaporan pajak keluaran (dilaporkan dalam SPT masa PPN pada masa pajak dibuatnya FP)
61
Sebelum
Setelah
Catatan:
PKP yang menerbitkan FP melewati batas waktu penerbitan FP dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari DPP
62
PKP Pembeli
Mengajukan permohonan
PKP penjual
Dilegalisir oleh KPP tempat PKP penjual: - Lb ke-1 : PKP pembeli melalui PKP penjual - Lb ke2: Arsip KPP
Catatan:
KPP tempat PKP pembeli dan tempet PKP penjual wajib melakukan openelitan SPT masa PPN ybs untuk meyakinkan bahwa FP tsb telah dikreditkan
63
PKP Penjual
Atas permohonan PKP pembeli atau atas kemauan sendiri
Syarat
Dilakukan paling lambat 2 tahun sejak tanggal FP diterbitkan Belum dilakukan pemeriksaan
Dilaporkan
Dilaksanakan seterti membuat FP standar biasa Diisi berdasarkan keadaan yang sebenarnya Dilampiri FP standar yang diganti Dibubuhi cap yang mencantumkan kode, no seri, & tanggal FP yang diganti
Mengekibatkan
Dalam SPT masa PPN, pada masa pajak yang sama dengan masa pajak dilaporkannya FP standar yang diganti
Adanya kewajiban membetulkan SPT masa PPN pada masa pajak terjadinya kesalahan pembuatan FP Catatan: Pembetulan FP tidak diperkenankan dengan cara menghapus, mencoret atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat FP standar penggati 64
Pengadaan formulir FP
(Pasal 14 UU PPN)
1.
Pengadaan formulir faktur pajak standar dilakukan oleh PKP. Sebelum mencetak formulir FP PKP wajib memberitahu Kepala KPP terkait untuk memperoleh nomor FP yang akan digunakan Formulir FP dapat dicetak dalam warna putih untuk seluruh lembar, atau antara lembar ke satu, kedua dan ketiga dapat dicetak dalam warna yang berbeda Apabila diinginkan, PKP dapat menyesuaikan ukuran kolom-kolom dari FP, namun tidak diperkenankan menambah atau mengurangi kolom yang ada Pada ruangan-ruangan yang masih kosong dalam formulir FP atau di halaman sebaliknya dapat diisi dengan logo, nomor ijin usaha dan sebagainya, sepanjang penempatannya tidak mengubah bentuk dan susunanm FP FP dapat dibuat dengan menggunakan komputer, sepanjang memenuhi syarat yang telah ditentukan
65
2.
3.
4.
5.
Dasar Pengenaan Pajak sering juga disebut Dasar Penghitungan Pajak adalah nilai berupa uang yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang, yaitu: 1. Harga Jual 2. Nilai penggantian 3. Nilai impor 4. Nilai ekspor 5. Nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
66
PengertianDPP
(Pasal 1 angka 18,19,20) 1. Harga jual / nilai penggantian termasuk didalamnya semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual, karena penyerahan BKP/JKP (Misal: biaya pengiriman, pengepakan, premi asuransi) Nilai impor termasuk didalamnya bea masuk dan bea masuk tambahan, ditambah pungutan lain yang dikenakan berdasarkan ketentuan UU Pabean Harga jual / nilai pengganti / nilai impor diatas tidak termasuk: a. PPN yang dipungut b. Potongan harga seperti potongan tunai, diskon & rabat dengan ketentuan: - Tercantum dalam FP - Masih dalam batas adat kebiasaan pedagang yang baik Bonus, komisi, premi atau balas jasa lainnya yang diberikan dalam rangka penyerahan BKP/JKP, tidak termasuk dalam pengertian potongan harga
2.
3.
4.
67
Obyek PPN 1.
2. 3. 4. Pemakaian sendiri / pemberian Cuma-cuma Media rekaman/gambar Film cerita Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran Aktiva yg menurut tujuan semula tidak untuk dijualbelikan yg masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tsb menurut ketentuan dapat dikreditkan Kendaraan bermotor bekas Jasa biro perjalanan / pariwisata Jasa pengiriman paket Jasa anjak piutang
5.
5.
6. 7. 8. 9.
6. 7.
10. Penyerahan BKP/JKP (barang dagangan) dari pusat ke cabang atau antar cabang 11. Pedagang perantara / juru lelang 12. Pengusaha toko emas perhiasan yang memilih menggunakan DPP dengan nilai lain
10% dari jumlah tagihan / seharusnya ditagih 8. 10% dari jumlah tagihan / seharusnya ditagih 9. 5% dari jumlah imbalan yang diterima (service, provisi,diskon) 10. Harga jual / penggantian dikurangi laba kotor
11. Harga lelang 12. 20% dari jumlah penyerahan seluruh penyerahan emas perhiasan
Bagi KPK yang menyerahkan BKP/JKP tersebut pada butir 6,7,8,9 dan 12 Tidak Dapat Mengkreditkan (TDK) PM-nya Besarnya PPN 10% dari DPP
69
PPn BM
(Pasal 5 ayat (1)
Dikenakan atas: 1. Penyerahan BKP yang tergolong mewah, yang dilakukan: a. Oleh pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah b. Dalam daerah pabean c. Dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya 2. Impor BKP yang tergolong mewah
1. Dikenakan hanya sekali, yaitu pada tingkat penyerahan oleh PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah atau pada waktu impor 2. Bukan merupakan PM, sehingga tidak dapat dikreditkan dengan PPN 3. Dapat ditambahkan dalam harga jual dan dibebankan sebagai biaya /dikapitalisasi 4. BKP yang tergolong mewah yang diekspor dan PPn BM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP tersebut dapat diminta kembali, dengan syarat PPn BM ybs belum dibebankan sebagi biaya atau dikapitalisasi
70
Contoh 1: Penyerahan oleh pabrikan atau atas impor barang mewah. Harga barang / nilai impor = Rp.25.000.000 PPN terutang dapat dikreditkan = Rp. 2.500.000 PPn BM terutang (tarif 20%) = Rp. 5.000.000 Dibayar pembeli / importir = Rp.32.500.000 Contoh 2: Penyerahan selanjutnya (bukan pabrikan / importir) Harga beli = Rp.25.000.000 PPn BM (yang telah dibayar) = Rp. 5.000.000 Laba yang diinginkan = Rp. 4.000.000 Harga jual (DPP) = Rp.34.000.000 PPN dapat dikreditkan =Rp. 3.400.000 Dibayar pembeli = Rp.37.000.000
Pada contoh 2 terjadi efek pajak berganda, karena dalam DPP sebesar RP.34.000.000 terdapat didalamnya PPn BM sebesar Rp.5.000.000.Jadi terjadi pajak ganda (pajak kena pajak) sebesar 10% x Rp.5.000.000 =Rp 500.000, halini disebabkan karena hanya dikenakan sekali saja (tidak dapat dikreditkan
71
1.
Adalah dalam hal harga jual / penggatian dipengaruhi oleh hubungan istimewa yaitu adanya ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain, sehingga pada saat penyerahan BKP/JKP dilakukan terdapat kecenderungan harga ditekan lebih rendah dari harga pasar, maka untuk menentukan DPP Dirjen Pajak mempunyai kewenangan melakukan penyesuaian harga jual dengan harga pasar wajar yang berlaku di pasaran bebas Ciri-ciri adanya hubungan istimewa disebabkan: a. Faktor kepemilikan / penyertaan baik langsung dan tidak langsung yang berupa penyertaan modal 25% atau lebih pada pengusaha lain b. Dua atau lebih pengusaha dibawah penguasaan pengusaha yang sama baik langsung atau tidak langsung (melalui manajemen atau penggunaan teknologi) c. Hubungan keluarga sedarah atau semenda lurus satu derajat atau kesamping satu derajat dan termasuk anak tiri
72
2.
Menentukan harga jual dalam hal dipengaruhi oleh Hubungan Istimewa Contoh: PT A memiliki 30% saham di PT. B . PT A menyerahakan barang (BKP) kepada PT B dengan harga Rp.7.500.000. Pada saat yang sama PT A juga menyerahkan barang yang sama kepada PT C (tidak ada hubungan istimewa) dengan harga Rp.10.000.000 Maka: Harga jual barang oleh PT A kepada PT B sebesar Rp.7.500.000 adalah tidak wajar karena pengaruh oleh hubungan istimewa, sedangkan harga wajar adalah harga jual kepada PT C, karena tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa Dengan demikian harga jual barang kepada PT B sebesar Rp.7.500.000, harus dikoreksi, sehingga sama dengan harga 73 jual kepada PT C sebesar Rp.10.000.000
Pemakaian sendiri
Pemberian cuma-cuma
Pemberian kepada pihak lain, selain pengusaha, pengurus / keluarganya & karyawan tanpa pembayaran
a. BKP bail produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri dan atau b. JKP
Khusus BKP dapat diberikan tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual
Catatan: Disamakan pemakaian sendiri (terutang PPN): a. Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan dan atau b. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, dengan syarat PPN dibayar pada saat perolehan menurut ketentuan dapat dikreditkan Misal Pabrik ban: a. Mengunakan ban sendiri untuk truck yang dipakai untuk pabrik tidak terutang PPN b. Pemakaian ban sendiri untuk sedan direksi terutang PPN karena sedan termasuk konsumtif 74 DPP diatas adalah Harga Jual - Laba (= Harga Pokok)
Pemberian cuma-Cuma
PKP menerbitkan FP
Dalam FP identitas PKP penjual dan pembeli ditulis sama (PKP penjual
PPN / PPn BM terutang dan dipungut dan disetor oleh PKP (perusahaan)
PPN yang dibayar : Bagi PKP merupakan PK sekaligus PM (tidak dapat dikreditkan)
Catatan: 1. DPP diatas adalah Harga Jual - Laba (= Harga Pokok) 2. Penerbitan FP untuk transakasi diatas mulai tahun 2002 wajib diterbitkan, sedangkan sebelum tahun 2002 tidak diterbitkan FP 3. Bilamana transaksi diatas tidak diterbitkan FP (FP cacat) dikenakan denda 2% x harga BKP/JKP (DPP)
75
Catatan :
Pada waktu membeli PM dikenakan, maka saat jual harus juga dikenakan PK, baik menjual atau diberikan cuma-cuma
76
Penghitungan PPN atas Pemakaian Sendiri & Pemberian Cuma-cuma Contoh penghitungan PPN atas pemakian sendiri
PT A (pabrik ban mobil) memakai sendiri ban mobil hasil produksinya yang digunakan untuk: a. Mobil pribadi Direktur perusahaan = Rp.2.400.000 b. Mobil box untuk kegiatan operasional = Rp.7.200.000 Jumlah = Rp.9.600.000 Dalam jumlah tersebut sudajh termasuk laba sebesar 20% Penghitungan PPN; Jumlah pemakaian sendiri = Rp.9.600.000 Pemakaian sendiri yang tidak terutang PPN = Rp.7.200.000 Pemakaian sendiri yang terutang PPN = Rp.2.400.000 DPP: 100/120 x Rp.2.400.000 = Rp.2.000.000 PPN terutang 10% x Rp.2.000.000 = Rp. 200.000 Catatan: Ban yang digunakan untuk mobil box termasuk pemakaian sendiri untuk tujuan produktif (tidak terutang PPN)
Syarat
1. 2. 3. Dilakukan tidak dalam kegiatan usaha / pekerjaannya Luas bangunan luas lantai 300m2 / lebih selama 2 tahun, terhitung 1 Juli 2002 (sebelumnya 400 m2) Sifat permanen, yaitu kontruksi utama terdiri: a. Tembok dan atau b. Kayu tahan lama dan atau C. Bahan lain yang mempunyai kekuatan sampai 20 tahun/lebih Dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang diperuntukkan: a. Untuk tempat tinggal (tidak termasuk fasilitas olah raga atau fasilitas lain) b. Untuk tempat usaha termasuk fasilitas yang ada c. Untuk digunakan sendiri atau pihak lain KSM yang dilakukan secara bertahap merupakan satu kegiatan sepanjang tenggang waktu antar tahapan tsb tidak lebih 2 tahun Kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan oleh kontraktor, bukan merupakan KMS sepanjang dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan pembangunan tsb telah dipungut PPN
78
4.
5.
6.
1.
2.
3. 4. 5.
6. 7.
Saat terutang adalah saat dimulainya secara phisik KMS (menggali pondasi, memasang tiang pancang dll) Tempat terutangnya adalah tempat bangunan tersebut didirikan Penghitungan PPN dilakukan setiap bulan Besarnya PPN terutang adalah 10% x DPP DPP atas KMS sebesar 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan : a. Termasuk PPN yang dibayar atas perolehan BKP/JKP untuk KMS tsb (PPN masuk sebagai harga yang dikenakan pajak) b. Tidak termasuk harga perolehan tanah PPN dibayar adalah 10% x 40% x Jumlah biaya yang dikeluarkan (termasuk PPNnya) Pajak Masukan (PM )untuk perolehan semua bahan bangunan tidak dapat dikreditkan, karena: a. Dilakukan tidak dalam rangka kegiatan usaha / penyerahan b. dalam menentukan DPP sebesar 40% sudah diperhitungkan PM-nya
79
1.
2.
3.
4.
5.
Penyetoran menggunakan SSP tersendiri dan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran Sarana penyetoran: a. PKP SPT Masa PPN b. Non PKP SSP lembar ke-3 Pelaporan disampaikan ke KPP tempat bangunan didirikan dan paling lambat akhir bulan penyetoran dilakukan Apabila kewajiban penyetoran dan pelaporan tidak dilaksanakan, maka Kepala KPP setempat dapat menerbitkan Surat Tegoran Apabila Surat Tegoran dalam jangka waktu 14 hari sejak diterbitkan belum disetor dan dilaporkan, KPP dapat melakukan pemeriksaan pajak untuk menetapkan besarnya PPN terutang
80
1. 2.
Memenuhi persyaratan KMS Pada saat dilakukan transaksi penjualan tanah kaveling, pembeli wajib mengisi & menandatangani form Surat Pernyataan Kesanggupan Membayar PPN atas KMS Pengusaha Real Estate wajib melaporkan kepada Kepala KPP setempat atas : a. Transaksi penjualan tanah kaveling dengan mengirimkan tembusan form Surat Pernyataan Kesanggupan Membayar PPN atas KMS dari pembeli b. Apabila kewajiban tsb pada butir a diatas tidak dilakukan, maka pendirian bangunan di atas tanah kaveling tsb dianggap dilakukan oleh Pengusaha Real Estate
3.
81
Penghitungan PPN atas KMS tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
Contoh: Bustaman adalah seorang karyawan PT.Prisma yang bertempat tinggal di Jakarta pada bulan September 2005 membangun sebuah rumah tinggal di Bandung dengan luas bangunan 300 m2 dan bersifat permanen. Pembangunan rumah tersebut diperkirakan akan selesai dalam waktu 6 bulan. Bulan September 2005 telah dikeluarkan biaya untuk pembangunan sbb: 1. Beli bahan bangunan dari PKP (belum termasuk PPN): a. Semen Rp. 5.000.000 b. Batu pecahan Rp. 2.000.000 c. Pasir Rp. 2.600.000 d. Batako Rp. 1.500.000 e. Paku Rp. 500.000 Jumlah Rp.11.600.000 2. Upah Tukang Rp. 8.500.000 Penghitungan PPN yang harus dibayar Jumlah biaya yang dikeluarkan (cost): - Harga bahan bangunan Rp.11.600.000 - PPN 10% x (Butir a, b,d & e) Rp. 900.000 - Upah tukang Rp. 8.500.000 Jumlah biaya Rp.21.000.000 DPP = 40% x Rp.21.000.000 Rp 8.400.000 PPN yang harus dibayar 10% Rp 840.000 Catatan: 1. PPN sebesar Rp.840.000 harus disetorkan ke Kas Negara paling lambat tgl 15 Oktober 2005 dan dilaporkan ke KPP Bandung tempat bangunan tersebut didirikan paling lambat tgl 20 Oktober 2005 2. Dalam hal Bustaman berstatus sebagai PKP, maka PPN Rp.840.000 harus disetor dengan menggunakan SSP tersendiri 3. Pasir tidak kena PPN
82
Pajak Masukan (PM) PPN yg dibayar oleh PKP pada saat perolehan BKP/JKP atau impor BKP
Dikre ditkan
Pajak Keluaran (PK) PPN yg dipungut oleh PKP pada saat penyerahan BKP/JKP atau eskpor BKP
Prinsip dasar
1. PM dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan PK dalam masa pajak yang sama 2. Apabila PK lebih besar dari pada PM, selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar 3. Apabila PM lebih besar dari pada PK, selisihnya merupakan PPN yang lebih dibayar, yang dapat diminta kembali atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya 4. PM yang dikreditkan, harus memenuhi syarat pengkreditan dan FP-nya telah diterima 5. Apabila dalam suatu masa pajak, belum ada PK, maka PM tetap dapat dikreditkan 6. PM yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan PK pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya (masa pajak tidak sama ) 83
Masa Pajak Mei 2005 Penyerahan terutang pajak PK 10% x Rp.25.000.000 PM yang dapat dikreditkan Lebih bayar
Diminta dikompensasikan pada masa pajak Juni 2005 Masa Pajak Juni 2005 Penyerahan terutang pajak PK 10% x Rp.50.000.000 PM yang dapat dikreditkan Kurang bayar Kompensasi PPN bulan lalu (Mei) Kurang bayar masa pajak Juni 2005
= Rp.50.000.000 = Rp. 5.000.000 = Rp. 1.500.000 = Rp. 3.500.000 = Rp. 2.000.000 = Rp. 1.500.000
PPN kurang bayar sebesar Rp.1.500.000 harus dibayar oleh PKP paling lambat tanggal 15 Juli 2005
84
1. 2. 3.
4.
Mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha (Produksi, Distribusi, Pemasaran, Manajemen) Berkaitan dengan penyerahan yang terutang PPN PM masukan yang dapat dikreditkan harus memenuhi syarat: a. Bentuk FP standar atau dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai FP standar b. Pengisian FP harus lengkap, benar dan ditandatangani (tidak cacat) c. Pembuatan FP tidak melampaui 3 bulan setelah batas akhir pembuatan FP ( 4 bulan setelah transaksi/ penyerahan) Tidak dibebankan sebagai biaya / dikapitalisasi
Tempat Pengkreditan PM
(PP No.143/2000)
1. Tempat PKP dikukuhkan 2. Tempat lain yang ditentukan oleh Dirjen Pajak baik atas permohonan tertulis dari PKP atau karena jabatan
85
PM yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan PK pada masa yang sama
(Pasal 9 (9)
Dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya (masa pajak tidak sama), dengan syarat: a. PM tersebut dapat dikreditkan b. Belum dibebankan sebagai biaya atau belum dikapitalisasi c. Belum dilakukan pemeriksaan d. Paling lambat 3 bulan setelah masa pajak ybs (setelah 3 bulan setelah FP harus dibuat) Apabila jangka waktu 3 bulan dilampaui, pengkreditan PM dapat dilakukan melalui pembetulan SPT masa PPN untuk masa pajak ybs, dengan syarat: a. PM tersebut dapat dikreditkan b. Belum dibebankan sebagai biaya atau belum dikapitalisasi c. Belum dilakukan pemeriksaan d. Maksimal 2 tahun setelah FP yang diperkenankan dibuat
86
Beberapa Contoh
1. PM atas perolehan BKP/JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP tidak dapat dikreditkan Keputusan pengukuhan PKP mulai berlaku sejak tanggal 7 September 2005. PM atas perolehan BKP/JKP sebelum tanggal 7 September 2005 tidak dapat dikreditkan
2.
PM atas perolehan BKP/JKP yang PM-nya ditagih dengan ketetapan pajak tidak dapat dikreditkan
Dalam rangka meningkatkan usahanya PT A (PKP) membeli satu unit mesin pabrik. Pada waktu dilakukan pemeriksaan, PT A tidak dapat menunjukkan bukti pelunasan PPN. Disamping itu PT A juga tidak dapat menunjukkan identitas PKP penjual secara jelas, sehingga PPN terutang tidak dapat ditagih kepada PKP penjual. Berdasarkan pasal 33 UU KUP PT A bertanggung-jawab secara renteng atas pembayaran PPN. Untuk menagih PPN terutang tersebut, KPP dapat menerbitkan SKP terhadap PT A, sedangkan PPN yang telah dibayar oleh PT A atas SKP tersebut tidak dapat dikreditkan
3.
PM atas perolehan BKP/JKP yang FP-nya diterbitkan setelah lewat 3 bulan sejak berakhirnya batas waktu penerbitan FP Penyerahan BKP/JKP dilakukan tanggal 8 Juni 2005, sehingga batas waktu terakhirnya bagi PKP menerbitkan FP adalah tanggal 31 Juli 2005. Apabila PKP menerbitkan FP tanggal 2 Nopember 2005 (lewat 3 bulan). Maka bagi PKP (pembeli) PPN yang tercantum 89 didalamnya tidak dapat dikreditkan
Pengkreditan PM oleh PKP yg melakukan penyerahan yg terutang PPN dan tidak terutang PPN (Pasal 9 ayat 5): a. Untuk penyerahan yg terutang PPN dapat diketahui dengan pasti
Hanya dapat mengkreditkan PM yg berkenaan dengan penyerahan yang terutang PPN CONTOH Penyerahan: a. Yang terutang PPN Pajak Keluaran b.Tidak kena PPN c.Dibebaskan PPN Pajak Keluaran
PM atas perolehan BKP/JKP: a. Penyerahan terutang PPN = 1.500.000 b.Penyerahan tidak kena PPN = 900.000 c.Penyerahan bebas PPN = 600.000 PM yang dapat dikreditkan dengan PK sebesar Rp.2.500.000 hanya sebesar Rp 1.500.000
90
Pengkreditan PM oleh PKP yg melakukan penyerahan yg terutang PPN dan tidak terutang PPN (Pasal 9 ayat 6 jo Kepmen 575/2000): b.. Untuk penyerahan yg terutang PPN tidak dapat diketahui dengan pasti
Besarny PM yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang PPN yaitu : Dihitung berdasarkan pedoman yang diatur dengan Kepmen No. 575/KMK.04/2000, dimaksudkan untuk memberi kemudahan & kepastian bagi PKP CONTOH: 1. PKP menggunakan barang modal untuk kegiatan usaha yang terutang PPN dan kegiatan lain yg tidak terutang PPN / dibebaskan PPN Misal : Generator yg digunakan unt pabrik sepatu (terutang PPN) dan unt perumahan karyawan (tidak terutang PPN)
2. PKP melakukan usaha terpadu (integrated) Misal : PKP yang bergerak di bidang usaha pertanian jagung (bukan PKP) dan pabrik minyak goreng (BKP)
3. PKP melakukan usaha jasa yang terutang PPN dan tidak terutang PPN Misal : PKP yang bergerak di bidang perhotelan (tidak terutang PPN) juga melakukan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha (terutang PPN)
4. PKP melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang PPN dan tidak terutang PPN Misal : PKP yang bergerak di bidang usaha pabrik roti (terutang PPN) dan usaha jasa angkutan (tidak terutang PPN)
5. PKP melakukan kegiatan yang atas penyerahannya terutang PPN dan dibebaskan dari PPN Misal : Pengusaha yang bergerak di bidang usaha real estate yang menyerahkan rumah mewah (terutang PPN) dan 91 rumah sederhana (tidak terutang PPN)
Pengkreditan PM atas perolehan barang modal yang digunakan untuk kegiatan usaha yang menghasilakan BKP/JKP yang penyerahannya terutang PPN dan penyerahan lain yang tidak terutang PPN / dibebaskan PPN (Pasal 9 ayat 6 jo Kepmen No.575/KMK.04/2000):
Dikreditkan sebanding dng % penggunaan barang modal P : % rata-rata penggunaan barang modal dlm satu tahun buku T : Masa manfaat (standar) barang modal : Bangunan : 10 tahun Bukan bangunan : 5 tahun PM: Pajak Masukan yang telah dikreditkan
PM unt kegiatan lain yg tidak terutang PPN / dibebaskan, PPN dihitung kembali dengan rumus P x PM T
Hasil penghitungan tsb diperhitungkan dng PM yg dapat dikreditkan dalam masa pajak dilakukan penghitungan kembali melului SPT Masa PPN
Catatan: 1. Ketentuan ini juga berlaku dlm hal terjadi perubahan penggunaan barang modal yg atas perolehannya mendapat fasilitas PPN ditangguhkan 2. Sebaliknya ketentuan ini tidak berlaku bagi KPK yang baginya ditetapkan pedoman pengkreditan PM
92
Contoh
Penghitungan kembali PM atas barang modal yang digunakan untuk kegiatan yang terutang PPN dan tidak terutang PPN (Pasal 9 ayat 6 jo Kepmen No.575/KMK.04/2000): Pemakaian Generator listrik untuk pabrik dibeli Januari 2003 Harga generator =Rp.50.000.000 PPN (Masukan) = Rp. 5.000.000 Masa manfaat = 8 tahun
: : -
30% untuk rumah karyawan 70% untuk pabrik 20% untuk rumah makan 80 % untuk pabrik
Setelah tahun buku berakhir paling lambat bulan ke- 3 PM yang telah dikreditkan untuk kegiatan yang tidak terutang PPN dihitung kembali
Rata-rata penggunaan generator diluar usaha = (30% + 20%) : 2 = 25% Masa manfaat 8 tahun, ditetapkan 5 tahun ( bukan bangunan 5 th standar) PM yang tidak dapat dikreditkan = 25% x Rp. 5.000.000/5 = Rp.250.000
PM sebesar Rp.250.000 diperhitungkan dengan PM yang dapat dikreditkan pada SPT Masa PPN masa pajak dilakukan penghitungan kembali
Untuk tahun-tahun selanjutnya dipakai rumus diatas, dengan penyesuaian atas P sampai dengan habis masa manfaat (5 tahun) Waktu disesuaikan dengan bulan kapan diperhitungkan pembebanannya, maka bisa Januari atau Februari atau Maret untuk setiap tahunnya 93
Pengkreditan PM oleh PKP yang melakukan kegiatan usaha terpadu atau usaha campuran yang atas penyerahannya terutang PPN dan tidak terutang PPN / dibebaskan PPN (Pasal 9 ayat 6 jo Kepmen No.575/KMK.04/2000):
PM yg digunakan unt kegiatan yg atas penyerahannya terutang PPN dan tdk terutang / dibebaskan PPN
Dapat dikreditkan
X : Jumlah peredaran / penyerahan yg tidak terutang / dibebaskan PPN dalam satu tahun buku Y : Jumlah seluruh peredaran T : Masa manfaat barang modal : Bangunan : 10 tahun Bukan bangunan : 5 tahun PM: Pajak Masukan yang telah dikreditkan seluruhnya
Dikreditkan sebanding dng jumlah peredaran yg terutang PPN thd penyerahan seluruhnya
Setelah akhir tahun buku paling lambat bulan ke-3 dihitung kembali dengan rumus: BarangMmodal : X/Y x PM/T Bukan Barang Modal : X/Y x PM
Hasil penghitungan diperhitungkan dengan PM yg dapat dikreditkan dalam masa pajak dilakukan penghitungan 94 kembali melalui SPT Masa PPN
Contoh Penghitungan kembali PM oleh PKP yang melakukan kegiatan usaha terpadu
Barang Modal
PM atas perolehan truck yang digunakan untuk perkebunan jagung ( bukan PKP / di kecualikan PPN karena merupakan bahan pokok) & pabrik minyak jagung (sebagai PKP) PM bulan Januari 2005 (sudah dikreditkan Jan 2005) =Rp.200.000.000 Omzet tahun 2005 : - Penjualan minyak jagung =Rp. 54.000.000.000 - Penjualan jagung (X) =Rp. 6.000.000.000 Total omzet (Y) =Rp. 60.000.000.000 Masa manfaat barang modal 4 tahun ditetapkan 5 tahun (standar) PM atas truck yang harus dibayar kembali: 6.000.000.000/60.000.000.000 x 200.000.000/5 = 4.000.000
Pengkreditan PM bagi PKP yang PPh-nya dihitung dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (Kepmen No.553/KMK.04/2000 jo Kepmen No.252/KMK.03/2002)
WP orang pribadi yang peredaran brutonya kurang dari Rp.600 juta setahun yaitu tergolong sebagai Pengusaha Kecil, apabila WP:
PPh
Dalam menghitung PPh, memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto
PPN
Memilih menjadi PKP
Wajib
Besarnya PM yang dapat dikreditkan: a. Penyerahan BKP - Pedagang eceran : 80% x Pajak Keluaran - Selain pedagang eceran : 70% x Pajak Keluaran b. Penyerahan JKP : 40% x Pajak Keluaran PM atas perolehan BKP/JKP tidak dapat dikreditkan
Apabila dalam suatu masa pajak PKP tidak lagi memenuhi syarat dikenakan PPh dengan norma penghitungan penghasilan neto. Maka mulai permulan tahun buku berikutnya tidak boleh lagi menggunakan pedoman pengkreditan diatas, bahkan tidak boleh menggunakan norma penghitungan untuk bulan berikutnya Pedagang eceran dimaksud adalah harus semata-mata pedagang eceran, maka kalau disamping menjual secara eceran juga menjual secara grosir, maka dimasukkan sebagai selain pedagang eceran Jadi PKP yang PPh-nya dihitung dengan norma penghitungan, maka PPN96 nya juga harus dihitung dengan norma
Contoh Penghitungan PPN bagi yang PPh-nya dihitung dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Akbar adalah pemilik sebuah bengkel mobil merk Berkah disamping itu ia juga menjual suku cadang mobil. Akbar telah dikukuhkan sebagai PKP oleh KPP setempat . Tahun 2005 PPh-nya dihitung dengan menggunakan norma penghasilan neto. Dalam bulan Agustus 2005 Akbar melakukan penyerahan sbb: Jasa bengkel = Rp. 40.000.000 Suku cadang = Rp. 25.000.000 Bulan Agustus 2005 diterima FP standar atas perolehan BKP/JKP (Pajak Masukan) dengan nilai PPN sebesar Rp.3.000.000
97
Mekanisme Penghitungan PPN atas PKP pedagang eceran (Kepmen No.553/KMK.04/2000 jo Kepmen No.252/KMK.03/2002)
WP orang pribadi yang peredaran brutonya kurang dari Rp.600 juta setahun dalam menghitung PPh dapat memilih
Seluruh WP Badan WP orang pribadi yang peredaran brutonya Rp.600 juta atau lebih setahun
Menyelenggarakan pembukuan
1.
Pihak yang ditetapkan sebagai pemungut PPN (terhitung 1 Januari 2004) adalah: a. Bendaharawan pemerintah (pusat / daerah)
3.
Catatan:
a. PPN terutang pada saat pembayaran
b.
c.
Ruang lingkup pemungutan PPN / PPn BM oleh pemungut dan dasar pemungutan
(Kepmen No 563/KMK.03/2003 jo Kep-382/Pj/2002)
1.
Ruang lingkup pemungutan PPn / PPn BM a. Penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan b. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean c. PPn BM hanya dipungut dalam hal PKP rekanan adalah pabrikan dari BKP yang tergolong mewah d. Pemungut PPN tidak perlu memungut PPN / PPn BM atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh bukan PKP Dasar Pemungutan PPN /PPn BM a. Jumlah pembayaran dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian atau seluruhnya yang dilakukan pemungut PPN kepada PKP rekanan b. Dalam jumlah pembayaran sudah termasuk PPN / PPn BM
2.
Catatan :
a. Pemungut PPN wajib memberitahukan kepada Kepala KPP, apabila terjadi transaksi dengan rekanan yang bukan PKP, dalam bentuk daftar yang berisi nama, alamat, NPWP, nilai transaksi, nomor dan tanggal FP atau dokumen yang sejenis. Daftar terserbut dilampirkan pada SPT masa bagi pemungut PPN Dalam hal pemungut melakukan transaksi dengan rekanan yang belum bestatus sebagai PKP, dan diketahui telah memenuhi syarat sebagai PKP, maka rekanan ybs diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan transaksi Apabila pemungut PPN tidak melaksanakan kewajibannya, maka Kepala KPP dapat menerbitkan surat tagihan pajak (STP) atau surat ketetapan pajak (SKP)
100
b.
c.
1.
2. 3. 4.
5.
6. 7.
Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000 (termasuk PPN / PPn BM), dan tidak merupakan pembayaran yang dipecah-pecah. Dalam hal ini tidak dipungut PPN / PPn BM dan berlaku ketentuan umum, maka pembeli harus membayar ke penjual. Jadi PPN masih ada dan pembeli membayar harga + PPN 10% . Misal harga jual Rp.800.000 dan PPn 10%, maka Pemerintah mebayar Rp.880.000 Pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali pembayaran atas penyerahan tanah oleh real estate atau industrial estate Pembayaran atas penyerahan BKP/JKP, yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut /dibebaskan Pembayaran untuk penyerahan BBM/ non BBM oleh PT Pertamina (Persero) Pembayaran atas rekening telepon kepada PT. Telkom maupun kepada perusahaan telekomunikasi lainnya Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan Pembayaran untuk penyerahan barang / jasa yang menurut ketentuan perundanga-undangan tidak dikenakan PPN
Catatan :
Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000, PPN / PPn BM dipungut dan disetor oleh PKP rekanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum
101
Tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan PP /PPn BM oleh Pemungut PPN
A. Pemungutan PPn / PPn BM 1. PKP rekanan menyampaikan nota tagihan kepada pemungut PPN, baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran dengan dilampiri: a. FP standar (rangkap 3) b. SSP (rangkap 5) 2. Pemungutan dilakukan dengan cara pemotongan langsung dari tagihan KPK rekanan Penyetoran PPN / PPn BM a. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan SSP paling lambat 7 hari setelah bulan dilakukan pemungutan b. Khusus KPKN dilakukan dengan cara mencantumkan no & tanggal advis surat perintah membayar (SPM) pada SSP & FP c. Pemungut PPn wajib membub uhkan cap Disetor tanggal . pada setiap lembar FP dan menada-tangani. Khusus KPKN adalah sbb: - Pada setiap lembar FP dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM - Membubuhkan cap telah dibukukan pada SSP lembar ke-1 & 2 d. Pemungut PPN wajib mengembalikan SSP lembar ke-1 dan lembar ke-3 serta FP lembar ke-2 yang telah dibubuhi cap dimaksud kepada PKP rekanan Pelaporan PPn / PPn BM a. Pelaporan dilakukan setiap bulan dengan menggunakan SPT masa Bagi Pemungut PPN (form 1101PUT) dibuat rangkap 3. Khusus KPKN pelaporan dilakukan dengan menggunakan surat pengantar dilampiri FP lembar ke-3 b. Pelaporan disampaikan ke KPP paling lambat: - Bendaharawan pemerintah : 14 hari setelah bulan penagihan - KPKN : setiap hari
B.
C.
102
Pembuatan FP dan SSP serta peruntukannya atas penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN
A. Faktur Pajak (FP) 1. FP standar dibuat rangkap 3 masing-masing untuk: - Lembat ke-1 : Pemungut PPN - Lembar ke-2 : PKP rekanan - Lembar ke-3 : KPP melalui pemungut PPN 2. FP diterbitkan paling lambat bersamaan dengan penerbitan nota tagihan Surat Setor pajak (SSP) 1. SSP dibuat rangkap 5, masing-masing untuk: - Lembar ke-1 : PKP rekanan - Lembar ke-2 : KPP melalui KPKN - Lembar ke-3 : PKP rekanan (dilampirkan dalam SPT) - Lembar ke-4 : Bank persepsi / Kantor pos - Lembar ke-5 : Pemungut PPN (arsip) 2. SSP diisi dengan identitas PKP rekanan, tetapi penanda-tanganan sebagai penyetor dilakukan oleh pemungut PPN atas nama PKP rekanan
B.
Catatan: a. Dalam hal pemungut PPN adalah KPKN, SSP dibuat rangkap 4, lembar ke-4 untuk pemungut (KPKN) sedangkan untuk bank persepsi / kantor pos tidak ada, karena tidak ada penyetoran PPN dan atau PPn BM b. Penyetoran PPN & PPn BM dilakukan dengan menggunakan SSP sendiri-sendiri
103
Catatan:
Dalam pembayaran sudah termasuk disalamnya PPN / PPn BM
104
Penghitungan PPN / PPn BM oleh Pemungut dalam hal jumlah pembayaran kurang dari Rp.1.000.000 dan pembayaran yang dipecah-pecah Contoh 1 :
Harga jual PPN: 10% x Rp.800.000 PPn BM (mis 10%): 10% x Rp.800.000 Jumlah yang dibayar pemungut = Rp. 800.000. = Rp. 80.000 = Rp. 80.000 = Rp 960.000
Karena jumlah yang dibayar termasuk PPN dan PPn BM Rp.960.000 (kurang dari Rp.1.000.000). Maka PPN dan PPn BM terutang harus dipungut oleh rekanan Pemerintah tidak dipungut Bendaharawan / KPKN)
Contoh 2 :
Harga BKP termasuk PPN Rp. 1.650.000. Pembayaran dilakukan secara bertahap, yaitu tahap I sebesar Rp.770.000 dan tahap II sebesar Rp.880.000 Perhitungan PPN: Tahap I : Jumlah pembayaran PPN : 10/110 x Rp.770.000 Dibayar kepada PKP rakanan Tahap II : Jumlah pembayaran PPN : 10/110 x Rp.880.000 Dibayar kepada PKP rakanan
= Rp. 770.000 = Rp. 70.000 = Rp. 700.000 = Rp. 880.000 = Rp. 80.000 = Rp. 800.000
Catatan:
Meskipun jumlah pembayaran tahap I dan II masing-masing kurang dari Rp.1.000.000, tetapi karena merupakan pembayaran yang dipecah (dari jumlah seluruhnya Rp.1.650.000) , maka PPN terutang tetap dipungut oleh Bendaharawan / KPKN
105
Tata cara pembetulan FP standar oleh pemungut, sehubungan pembayaran dalam bentuk valas
(Kep-549/PJ/2000 jo Kep-323/Pj/2001)
Besarnya PPN terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat dilakukan pembayaran
Apabila kurs yang tercantum dalam FP berbeda dengan kurs pada saat dilakukan pembayaran
Pemungut membetulkan FP dengan menyesuaikan jumlah rupiah, bank DPP maupun PPN / PPn BM terutang dengan cara mencoret angka yang diperbaiki dan mencantumkan angka yang seharusnya dan membubuhkan paraf disamping angka yang diperbaiki ( tidak boleh dihapus / di tipp-ex)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh PKP dalam hal penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
FP dibuat saat penyampaian tagihan kepada pemungut PPN baik untuk sebagian maupun keseluruhan pembayaran Apabila pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP/JKP , maka FP diterbitkan pada saat pembayaran diterima Atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000 sepanjang terutang PPN tetap harus dibuatkan FP oleh PKP rekanan Bendaharawan wajib membubuhkan cap disetor tgl . dan menandatangani pada setiap lembar FP KPKN wajib mencantumkan nomor dan tanggal advis SPM (Surat Perintah Membayar) dan cap telah dibukukan pada setiap lembar FP dan SSP Apabila penyerahan BKP/JKP dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri, pada FP wajib dibubuhi cap PPN dan PPn BM tidak dipungut SSP dibuat atas nama, alamat dan NPWP PKP rekanan, sedangkan yang menandatangani adalah pemungut PPN sebagai penyetor atas nama PKP rekanan Penyerahan JKP kepada instansi pemerintah yang berkedudukan sebagai PKP kepada instansi pemerintah lainnya tidak dipungut PPN, sepanjang instansi pemerintah yang menyerahkan JKP memasukkan pembayaran yang diterima kedalam mata anggaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari instansi pemerintah tersebut
107
1.
Atas penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN , PKP rekanan tetap berkewajiban untuk melaporkan PPN / PPn BM yang dipungut oleh pemungut PPN Pelaporan dilakukan oleh PKP rekanan dalam SPT Masa PPN pada masa pajak diterimanya pembayaran dari pemungut PPN dengan melampirkan SSP lembar ke-3. Apabila SSP belum diterima, pelaporan tetap dilakukan pada saat diterima pembayaran (tanpa lampiran SSP). Apabila kemudian hari SSP ybs diterima, cukup mengisi form 1195-J.9 pada SPT Masa PPN, pada masa pajak diterimanya SSP tersebut Dalam hal pemungut PPN adalah KPKN, maka PPN tersebut dilaporkan dalam masa pajak sesuai dengan bulan yang tercantum dalam cash register KPKN
2.
3.
108
Penghitungan PPN oleh PKP rekanan pemerintah dalam suatu masa pajak
CONTOH PT.A (PKP) bulan Juli 2005 melakukan kegiatan sbb: a. Melakukan penyerahan BKP sbb: - Kepada Pemkot Bandung (Pemungut) Rp.50.000.000 - Kepada Bukan pemungut Rp.75.000.000 Atas penyerahan BKP telah diterbitkan FP b. Menerima pembayaran dari KPKN (pemungut) sebesar Rp.33.000.000 (termasuk PPN) c. PPN (masukan) yang telah diterima dan dapat dikreditkan Rp.5.000.000 Penghitungan PPN 1. Jumlah Pajak Keluaran (PK): a.Bukan pemungut 10% x 75.000.000 = 7.500.000 b.Pemungut (KPKN) 10/110 x 33.000.000 = 3.000.000 Jumlah = 10.500.000 2. PK yang dipungut oleh pemungut = 3.000.000 3. PK yang dipungut sendiri = 7.500.000 4. Pajak Masukan (PM) yg dapat dikreditkan = 5.000.000 Kurang bayar = 2.500.000 Catatan: Penyerahan kepada Pemkot Bandung sebesar Rp.50.000.000 tidak diperhitungkan, karena belum diterima pembayaran (belum terutang PPN)
109
Penghitungan PPN oleh PKP (Bukan Pedagang Eceran) rekanan pemerintah yang menghitung PPN dng menggunakan Pedoman Pengkreditan CONTOH - 1 Penyerahan kpd pemungut (Mei 2005) = 50.000.000 PPN terutang 10% x 50.000.000 = 5.000.000 PPN dipungut pemungut (SSP terlampir)= 5.000.000 PPN yang dipungut sendiri = NIHIL PM yang dapat dikreditkan: 70% x 10% x 50.000.000 = 3.500.000 PPN yang lebih dibayar = 3.500.000 CONTOH - 2 Penyerahan kpd pemungut (Juli 2005) a. SSP terlampir b. SSP belum terlampir Jumlah Penyerahan kepada bukan pemungut Jumlah seluruh penyerahan Penghitungan PPN Jumlah seluruh penyerahan PPN terutang 10% x 150.000.000 PPN yg dipungut oleh pemungut: 10% x 125.000.000 PPN yang dipungut sendiri PM yang dapat dikreditkan: 70% x 10% x 150.000.000 Kelebihan pembayaran PM
Kreteria WP/PKP tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
(Kepmen No.544/KMK.04/2000 jo No.235/KMk.03/2003 jo Kep-550/PJ/2000)
Memenuhi syarat: 1. Tepat waktu menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir 2. Dalam tahun terakhir menyampaikan SPT masa yang terlambat tidak lebih dari 3 masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut 3. Tidak mempunyai tunggakan pajak, kecuali: a. Telah ada ijin mengangsur /menunda pembayaran b. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 masa pajak terakhir 4. Tidak pernah dujatuhi hukuman, karena melakukan tindak pidana pajak dalam waktu 10 tahun terakhir 5. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh AP/BPKP: a. Harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba/rugi fiskal b. Laporan audit harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) c. Menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal d. Dilakukan oleh AP yang tidak sedang dikenakan sanksi 6. Dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh AP: WP mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai WP kreteria tertentu paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir, dengan ketentuan: a. Memenuhi persyaratan tsb pada angka 1 s/d 4 b. Dalam 2 tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 KUP c. Apabila dalam 2 tahun terakhir WP diperiksa, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak tidak lebih dari 111 10%
1. Penyetoran PPN oleh PKPharus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan. 2. Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
3. Dokumen yang harus ditunjukkan pada saat meminta kembali PPN & PPn BM adalah: a. Paspor b. Pas naik (boarding pass) untuk keberangkatan orang pribadi ke luar Daerah Pabean c. Faktur Pajak
4. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali PPPN & PPn BM diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Pembeli BKP atau penerima JKP bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar.
114
1.
2. 3. 4.
5.
115
2. 3. 4.
5.
6.
7.
B. Penyerahan BKP (Rumah & Asrama sederhana) Rumah sederhana / sangat sederhana / susu sederhana, pondok boro. asrama mahasiswa / pelajar serta perumahan lain yang batasannya ditetapkan oleh MENKEU Catatan 1. Untuk A diperlukan Surat Keputusan Bebas (SKB), permohonan dilakukan: a. Dirjen Pajak QQ Dir PPN/PTLL untuk angka 1,2,3 &4 b. Dirjen Pajak QQKa.KPP tempat [emohon terdaftar untuk angka 5,6 &7 116 2. Untuk B tidak diperlukan SKB PPN
2. 3.
B. 1.
2. 3.
Catatan 1. Importir atau yang menerima penyerahan BKP tersebut pada: a. Butir A,1 : diwajibkan mempunyai SKB PPN yang diterbitkan Dirjen Pajak b. Butir A,2,3 & B.1,2,3 tidak diwajibkan mempunyai SKB PPN 2. Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP tersebut pada butir A, wajib dikukuhkan sebagai PKP, sedangkan pada butir B tidak diwajibkan 3. Apabila dalam waktu 5 tahun sejak impor / perolehan barang modal tersebut pada butir A.1, ternyata digunakan tidak sesuai tujuan semula atau dipindah-tangankan sebagian / seluruhnya, maka PPN yang dibebaskan tersebut harus dibayar kembali dalam jangka waktu 1 bulan 117
1.
2.
3 4.
5. 6.
Jasa yang diterima oleh perusahaan angkutan laut nasional / penangkapan ikan nasional / penyelenggara jasa pelabuhan nasional / penyelenggara jasa angkutan sungai, danau dan penyeberangan nasional meliputi a. Jasa persewaan kapal b. Jasa kepelabuhan, meliputi jasa tunda, pandu, tambat / labuh c. Jasa perawatan dan reparasi (docking) kapal Jasa yang diterima oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional, meliputi a. Jasa persewaan pesawat udara b. Jasa perawatan dan reparasi pesawat udara Jasa perawatan atau reparasi KA yang diterima oleh PT KAI Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan: a. Rumah sederhana / sangat sederhana / susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa / pelajar dan perumahan lain yang batasannya ditetapkan Menkeu b. pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana & rumah sangat sederhana Jasa yang diterima oleh Dep. Pertahanan / TNI yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah RI untuk mendukung pertahanan
Catatan: Tidak diperlukan SKB PPN 118
1. Rumah dengan jenis /type T-21, T-27, T-36 2. Dibayar melalui KPR bersubsidi maupun tidak bersubsidi
3. Harga jual tidak melebihi batasan maksimam harga RS type 36
Termasuk
Rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa / pelajar dan perumahan sejenis lainnya
Dilakukan :
1. Kawasan berikat dan EPTE (Enterport Produksi untuk Tujuan Ekspor), misal Kawasan Pulau Gadung, Kawasan Cikarang, Kawasan Cimareme Kawasan Pengembang Ekonomi Terpadu (KAPET), misal Pulau Batam Atas pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah / pinjaman luar negeri Impor kantong darah Impor suku cadang pesawat VVIP TNI AU yang digunakan untuk perjalanan Presiden dan Wakil Presiden Impor BKP tertentu sebagi mana dimaksud dalam KEPMEN No.231/KMK.03/2001Melaporkan PPN & PPn BM terutang dalam SPT Masa PPN
120
2.
3.
4. 5.
6.
Fasilitas PPN & PPn BM tidak dipungut untuk kegiatan usaha di Kawasan Berikat (KB) Tujuan Eksport
(PP No 39/1998 jo PP No 40/2002 jo SE-08/PJ.52/2000)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penyerahan BKP (termasuk barang modal) dan atau JKP yang digunakan menghasilkan BKP yang diekspor Penyerahan BKP antar pengusaha di KB yang sama untuk menghasilkan BKP yang diekspor Penyerahan BKP antar pengusaha dari KB yang berbeda, untuk menghasilkan BKP yang diekspor Penyerahan BKP dari PKP EPTE atau sebaliknya untuk menghasilkan BKP yang diekspor Impor BKP oleh pengusaha yang digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar daerah pabean untuk menghasilkan BKP yang diekspor
Catatan:
a. Impor BKP, penyerahan BKP/JKP, pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean di KB yang tidak digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor terutang PPN / PPn BM Pengeluaran BKP dari KB kepada orang / badan di Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) terutang PPN / PPn BM, kecuali yang bersangkutan memperoleh fasilitas pembebasan PPN / PPn BM
b.
121
Fasilitas PPN & PPn BM tidak dipungut untuk kegiatan usaha di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
(PP No 20/2000 jo KMK No 200/KMK.04/2000 jo KMK No 11/KMK.04/2001 jo KEP-229/PJ/2001)
1.
2.
3. 4. 5. 6.
7.
8.
Impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan / kontruksi perluasan KB dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) Impor barang modal / peralatan lain yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) yang semata-mata dipakai di PDKB Impor BKP untuk diolah di PDKB Pemasukan BKP dari DPIL untuk diolah di PDKB Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lain untuk diolah lebih lanjut Penyerahan barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka sub kontrak Penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan sub kontrak oleh PKP di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal Peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka sub kontrak dari PDKB kepada perusahaan industri DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya kepada PDKB asal
122
PPN / PPn BM terutang tidak dipungut terhadap: 1. Penyerahan BKP untuk diolah lebih lanjut: a. Oleh PKP dari DPIL kepada PKP EPTE b. Oleh PKP dari KB kepada PKP EPTE atau sebaliknya 2. Penyerahan BKP oleh EPTE dalam rangka mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan kepda perusahan industri di KB atau di DPIL atau kepada PKP EPTE lainnya (harus selesai dalam jangka waktu 60 hari) 3. Penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan PKP sub kontrak tersebut pada butir 2 kepada PKP EPTE 4. Peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dari PKP EPTE kepada perusahaan industri / sub kontrak untuk membuat barang yang dipesannya (diijinkan untuk janka waktu 12 bulan) 5. Penyerahan BKP antar PKP EPTE
Catatan:
a. Penyerahan BKP produksen di DPIL kepada perusahaan berstatus EPTE diperlakukan sama dengan ekspor PKP yang melakukan penyerahan tersebut pada butir 2 dan 4 diatas wajib membuat FP standar (rangkap 3) dengan dibubuhi cap tidak dipungut PPN/PPn BM eks Keppres No.96 tahun 1993
123
b.
PPN atas proyek pemerintah yang dananya dibiayai dari hibah /pinjaman luar negeri
(PP no 42/1995 jo KMK No 239/KMK.01/1996)
Impor BKP
Pemanfaatan BKP tidak berwujud & JKP dari luar daerah pabean
a. PPN/PPn BM tidak dipungut b. Dibuat FP dengan dibubuhi cap PPN / PPn BM tidak dipungut sesuai PP 42 tahun 1995 c. SSP tidak perlu dibuat a. PPN / PPn BM dipungut b. Dibuat FP c. Dibuatkan SSP
Catatan:
a. Atas perolehan BKP/JKP di Dalam Negeri oleh kontraktor utama dari sub kontraktor / pihak lain terutang PPN, bagi kontraktor utama PPN yang dibayar merupakan PM yang dapat dikreditkan Dalam hal proyek pemerintah dikerjakan oleh perusahaan dengan status kerja sama operasi (KSO), maka untuk penyerahan BKP/JKP oleh KSO kepada pemilik proyek tidak dipungut PPN, sedangkan penyerahan BKP/JKP oleh anggota KSO kepada KSO tetap dipungut PPN 124
b.
Dapat dikreditkan
Dalam fasilitas ini PPN tetap terutang , tetapi tidak dipungut (PK-nya nihil)
Fasilitas ini mengakibatkan PPN menjadi tidak terutang (tidak ada PK)
125
Terutang PPN
Syarat
a. Penyerahan dilakukan oleh PKP b. PPN yang dibayar pada saat perolehan aktiva menurut ketentuan dapat dikreditkan. Termasuk PPN yang tidak dapat dikreditkan karena todak memenuhi persyaratan administrasi (FP-nya cacat) Catatan: Kata dapat tersebut pada pasal 16D UU PPN mengandung makna, bahwa apakah PPN yang dibayar atas perolehan aktiva tersebut sudah dikreditkan atau belum, bukan faktor yg relevan
Kedua persyaratan dimaksuid bersifat komulatif, sehingga apabila salah satu syarat tidak dipenuhi, maka atas penyerahan aktiva tersebut tidak dikenakan PPN
a. b. c.
d.
DPP-nya dalam harga pasar wajar PPN yang terutang disetor seluruhnya dengan menggunakan SSP tersendiri Dilaporkan dalam SPT masa PPN (Kode I2) masa pajak terjadinya penyerahan (tidak dilaporkan dalam form 1195 A1) Penyerahan aktiva perusahaan yang tidak memenuhi syarat tersebut pasal 16D UU PPN, tidak terutang PPN, tetapi tetap dilaporkan dalam SPT masa PPN (form 1195 kolom 126 B.2.1)
Penghitungan PPN atas penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
Contoh 1 PT A menjual aktivanya berupa sebuah mobil truck kepada PT B dengan harga Rp.50.000.000 Antara PT A dan PT B terjadi hubungan istimewa. Harga di pasaran mobil tersebut adalah Rp.100.000.000 Penghitungan PPN: PPN terutang 10% x 100.000.000 = Rp.10.000.000 Catatan: Harga jual kepada PT B sebesar Rp.50.000.000 adalah harga tidak wajar, karena dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka harga yang diakui secara fiskal adalah harga pasar wajar yaitu Rp.100.000.000 Contoh 2 PT C menjual aktivanya berupa sebuah mesin pabrik kepada PT D dengan harga Rp.300.000.000. Antara PT C dan Pt D tidak ada hubungan istimewa. Harga wajar di pasaran bebas mesin tersebut adalah Rp.400.000.000 Penghitungan PPN: PPN terutang 10% x Rp.400.000.000 = Rp.40.000.000 Catatan: Harga yang diterima oleh PT C dari PT D sebesar Rp.300.000.000 adalah harga wajar, karena tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa, tetapi ini bukan harga di pasaran. Harga yang diakui secara fiskal adalah harga pasar wajar yaitu Rp.400.000.000
127
PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean
(Pasal 3A (4) UU PPN jo Kepmen No 568/KMK.04/2000) Pemungut
Dipungut oleh orang pribadi / badan yang memanfaatkanBKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean
Saat
Pemungutan dilakukan pada saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean
Disetor
Penyetoran PPN dilaksanakan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan
Pelaporan
a. Sarana Pelaporan: - PKP : Melalui SPT masa PPN (form 1195 J11) - Bukan PKP : Lembar Ke-3 SSP b. Saat pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan penyetoran Catatan : Bukti setor PPN berupa SSP diperlakukan sebagai FP standar, sehingga PPN yang tercantum didalamnya bagi PKP yang memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP merupakan PM yang dapat dikreditkan
128
a. Pada masa pajak yang sama dengan masa pajak dibuatnya nota retur, atau b. Pada masa pajak diterimanya nota retur Syarat
Syarat
a. Telah dilaporkan dalam SPT masa PPN, baik oleh PKP penjual, maupun PKP Pembeli b. Nota retur diisi secara lengkap c. Ada BKP & JKP yang dikembalikan
a.
b.
c.
Nota retur yang tidak diisi secara lengkap, tidak diperlakukan sebagai nota retur Apabila BKP yang dikembalikan diganti dengan BKP yang sama baik jumlah fisik, jenis maupun harganya, maka tidak perlu dibuat nota retur Pengembalian BKP yang terjadi masih dalam masa pajak yang sama dengan terjadinya penyerahan, tidak harus dibuatkan nota retur tetapi dapat melalui pembatalan / perbaikan FP, apabila dibuatkan nota retur, maka baik penyerahan maupun pengembalian BKP harus 129 dilaporkan dalam SPT masa PPN
1.
2.
f. g.
h. i.
Catatan.
a. Nota retur yang tidak diisi secara lengkap bukan nota retur, sehingga PPN / PPn BM yang tercantum didalamnya tidak dapat dikurangkan Sejak tahun 2001 dalam FP tidak lagi mencantumkan: 1) Nomor pengukuhan PKP 2) Macam, kuantum dan harga satuan, sihingga bentuk dan isi nota retur oerlu disesuaikan
130
b.
1. PT A menerbitkan nota retur no 045 tanggal 30 April 2005 dengan PPN Rp.500.000 atas pembelian BKP yang tercantum dalam FP ABCDE-424-0008644 tanggal 5 Januari 2005 dan PM-nya telah dikreditkan 2. PT B tanggal 16 Mei 2005 menerima nota retur dari PT A
Perhitungan PT A yaitu dikurangkan dengan PM masa pajak April 2005: Pajak keluaran Pajak masukan = Rp.8.000.000 Retur pembelian = Rp. 500.000 PM yang dapat dikreditkan Lebih bayar = Rp.3.000.000
= Rp.7.500.000 = Rp.4.000.000
Penghitungan PT B yaitu dikurangkan dengan PK masa pajak Mei 2005 Pajak keluaran Dikurangi retur penjualan Dikurangi pajak masukan Kurang bayar = Rp.9.000.000 = Rp. 500.000 Rp.8.500.000 = Rp.7.500.000 = Rp.1.000.000
131
Disebabkan: 1. Jumlah PM yang dapat dikreditkan lebih besar dari pada jumlah PK dalam suatu masa pajak, karena: a. PM atas perolehan BKP/JKP sebelum PKP berproduksi atau melakukan penyerahan b. PKP melakukan kegiatan ekspor BKP c. PKP melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN d. PKP melakukan penyerahan BKP/JKP yang memperoleh fasilitas PPN tidak dipungut Terjadi kesalahan dalam pemungutan PPN
2.
Catatan:
Pelaksanaan restitusi: a. Dapat dilakukan setiap masa pajak b. Dapat dilakukan lebih dahulu melalui penelitian, sedangkan pemeriksaan dilakukan kemudian
132
1.
PKP yang melakukan kegiatan tertentu (pasal 17B KUP) : a. Kegiatan ekspor b. Penyerahan kepada pemungut
2. PKP dengan kreteria tertentu (pasal 17C KUP) yaitu harus memenuhi syarat tertentu yang ditetapkan dalam Kepmen No.544/KMK.04/2000 jo Kepmen No 235/KMk.03/2003 jo Kep-550/PJ/2000 3. PKP lainnya yaitu selain PKP yang melakukan kegiatan tertentu dan PKP dengan kreteria tertentu (butir 1 & 2 diatas)
133
FP (masukan) FP (Keluaran) a. PIB (Pemberitahuan Impor Barang) atau b. SSP / Bukti pungutan pajak oleh DJBC atau c. LPS (Laporan Pemeriksaan Surveyor a. PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) atau b. B/L (Bill of Lading) / Airway Bill atau c. Wesel ekspor / Bukti tranfer Kontrak / SPK dan Surat Setoran Pajak Permohonan yang meliputi kelebihan pembayaran sebagai akibat kompensasi, sebelum PKP ditetapkan sebagai PKP dengan kriteria 134 tertentu
2. Impor BKP
3. Ekspor BKP
A.
PKP yang melakukanm kegiatan tertentu (pasal 17B KUP), dan PKP lain, selain PKP kriteria tertentu:
a. 2 bulan sejak diterima permohonan lengkap, kecuali dilakukan pemeriksaan untuk semua jenis pajak 12 bulan sejak diterima permohonan lengkap, untuk penyelesaian restitusi melalui pemeriksaan semua jenis pajak Penyelesaian lewat jangka waktu, permohonan restitusi dianggap diterima dan surat ketetapan pajak lebih bayar (SKBLB) harus diterbitkan paling lambat 1 bulan
b.
c.
B.
b.
Diwajibkan kepada
Pengusaha kena pajak
Sarana
Pemungut PPN
Sarana
Terjadi
1.
Lamp.I (Form 1107 A) Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM Lamp.II (Form 1107 B) Daftar Pajak Masukan dan PPn BM
2.
1. Lamp.I (Form 1107 PUT 1) Daftar PPN & PPn BM yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah 2. Lamp.II (Form 1107 PUT 2) Daftar PPN & PPn BM yang dipungut oleh Selain Bendaharawan Pemerintah
137
Masa Pelaporan PK terutang dan tempat pelaporannya dalam SPT Masa PPN (Form 1107 A)
Jenis ekspor /penyerahan Masa Pelaporan
Sesuai bulan fiat yang dimuat pada PEB atau B/L oleh DJBC Dalam masa pajak dibuatnya FP Dalam masa pajak dibuatnya FP Dalam masa pajak diterimanya pembayaran (SSP sdh/blm diterima) Dalam masa pajak dan disertai SKB (tidak perlu SKB) Dalam masa pajak dibuatnya FP Dalam masa pajak dibuatnya FP atas nama perusahan Dalam masa pajak dibuatnya FP Dalam masa pajak diterimanya nota retur Dalam masa pajak terjadinya penyerahan Dalam masa pajak terjadinya penyerahan
1.Ekspor dengan LC
1107 A : I (1)
2.Ekspor tanpa LC
3.Penyerahan dng fasilitas tdk dipungut 4.Penyerahan kepada pemungut PPN
1107 A : I (1)
1107 A : II (4)
1107 A : II (3)
5.Penyerahan yang dibebaskan pengenaan PPN & PPn BM 6.Penyerahan kepada bkn pemungut PPN 7.Pemakaian sendiri / bonus kpd karyawan (konsumtif) 8.Pemberian cumacuma
1107 A : II (5)
1107 A : II (2)
1107 A : II (2)
9.Retur penjualan 10.Penyerahan tidak terutang PPN 11.Penyerahan aktiva (pasal 16D UU PPN)
1107 A : II (2)
1107 A : II (2)
138
Masa Pelaporan PM dan tempat pelaporannya dalam SPT Masa PPN (Form 1107 B)
Jenis PM Masa Pelaporan
Sesuai bulan pembayaran / bukti pungut DJBC Sesuai bln dibuatnya FP (pl lambat 3 bln) Paling lambat bulan ke-3 setelah berakhirnya masa pajak
Sesuai bulan dibuatnya nota retur Sesuai dengan bulan penyerahan BKP/JKP Sesuai dng masa pajak yang diminta untuk kompensasi Sesuai dng bulan diterbitkan SK Bapeksta Keuangan Sesuai bulan dilakukan perhitungan kembali Sesuai bulan pengeluaran untuk biaya
6.PM yg enggunakan pedoman pengkreditan PM 7.Kompensasi kelebihan / pembetulan bulan lalu 8.Pembayaran pendahuluan dari Bapeksta Keuangan 9.Hasil penghitungan kembali PM yg telah dikreditkan 10.Kegiatan membangun sendiri (Pasal 16C UU PPN)
1107 B : I . 2
139
Kewajiban PKP
1. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP 2. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP 3. Memungut PPN & PPn BM yang terutang 4. Menerbitkan FP dalam hal melakukan penyerahan BKP/JKP 5. Menyetorkan PPN yang kurang dibayar dan PPn BM yang terutang 6. Melaporkan PPN & PPn BM terutang dalam SPT Masa PPN
140